BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Budaya dan Arsitektur
Budaya adalah tentang sekelompok orang yang memiliki nilai,
kepercayaan dan pandangan hidup dan sistem simbol yang dipelajari dan
disebarkan. Ini menciptakan sebuah sistem aturan dan kebiasaan, yang
merefleksikan idealisme dan menciptakan gaya hidup., tata cara hidup, peran,
kelakuan, makanan, bahkan sebuah bentuk buatan misalnya arsitektur (Parson and
Shils: 1962, Rapoport: 1977 dalam Loebis: 2002).
Makna dari bentuk arsitektur dapat dicapai melalui pengujian struktur fisik
dan sosial masyarakat yang mempengaruhi masa lalu dan memiliki makna bagi
generasi masa kini dan masa depan. Interaksi dan pertukaran antar budaya telah
mengubah budaya dan menghasilkan sintesis baru. Sintesis baru ini
memungkinkan perluasan dalam periode evolusi dan menemukan ekspresi baru
yang timbul akibat interaksi dengan budaya luar. Perwujudan budaya telah
memperkaya dan menciptakan sintesis baru dengan budaya yang telah ada dan
menghasilkan bentuk arsitektur baru melalui transformasi (Loebis, 2002).
2.2 Transformasi Arsitektur dan Perubahan Budaya
Transformasi adalah perubahan budaya yang relatif cepat dengan hasil
yang besar. Transformasi khususnya pada perubahan susunan teknis dan moral
mengacu pada organisasi perasaan manusia dalam menghakimi hal yang benar
(Redfield, 1953). Selanjutnya (Redfield dalam Loebis, 2002) menyatakan bahwa
susunan teknis adalah susunan yang didapat dengan cara paksaan yang disengaja,
atau dari pemanfaatan dengan maksud yang sama.
Transformasi adalah salah salah satu insting dasar manusia yang dapat
didefinisikan sebagai suatu set transisi pada masyarakat dalam usahanya untuk
mengadakan adaptasi dalam perubahan dunia. Misi dan tujuan budaya tertentu
dapat diperoleh melalui suatu strategi yang merefleksikan materi budaya misalnya
gaya arsitektur dan bentuk hunian. Karena arsitektur ditentukan berdasarkan
budaya (Rapoport dalam Loebis, 2002), maka transformasi arsitektural dan
prosesnya juga ditentukan oleh budaya, akibatnya perubahan dan transformasi
budaya akan berdampak pada arsitektur.
Transformasi adalah aturan sintetis tertentu atau pola dasar kata dalam
kalimat yang mengambil satu kategori sintetis atau simbol dan merubahnya dalam
garis yang lain oleh proses penambahan, penghapusan,permutasi yang
dispesifikasikan oleh aturan transformasi (Loebis, 2002).
2.2.1 Asal-usul Transformasi
Perubahan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kejadian dalam kurun
waktu, yang melahirkan suatu modifikasi atau pergantian suatu elemen dari pola
budaya yang mengarah pada pergerakan pola dalam waktu dan ruang dan
menghasilkan pola kultural lain (Loebis, 2002). Perubahan kultural berkaitan
urutan kejadian dan pergerakan ruang dan waktu. Oleh karena itu, perubahan
budaya hanya bisa dipelajari melalui catatan sejarah.
Struktur dan proses perubahan budaya adalah suatu sistem yang terdiri dari
bagian yang saling bergantung, setiap bagian ini memiliki fungsi masing-masing
dan berperan dalam sistem (Durkheim dalam Loebis, 2002). Dalam teori ini,
sistem adalah gerakan kekal, suatu titik keseimbangan dimana bagian dari sistem
tersebut terus menerus menyesuaikan satu sama lain dan untuk merubah subsistem
yang membentuk bagian baru. Maka dari itu, dalam suatu sistem terdapat
penggerak untuk mencapai kondisi baru.
a. Adaptasi
Sesuai dengan pandangan evolusionisme, adaptasi adalah suatu proses
dan sistem yang menghubungkan sistem kebudayaan dan alam semesta. Proses
ini terjadi apabila misi kultural tercapai, dengan demikian masyarakat
menggerakkan sumber daya dan menjaga pola budayanya sebagai upaya untuk
menciptakan keseimbangan. Maka dari itu, kondisi ini tidak dapat ditetapkan
sebagai kondisi statis, hal ini dikarenakan sistem memiliki potensi yang tinggi
untuk merangsang dan melaksanakan perubahan dan adaptasi, dalam menjaga
tujuan misi kultural bagi masyarakat, oleh (Parson dan Shills: 1962 dalam Loebis:
2002).
Adaptasi adalah faktor yang penting, tetapi dalam analisis proses
perubahan dan transformasi adaptasi tidak mencukupi karena tidak
b. Pencapaian Kebutuhan Budaya
Kebutuhan budaya terdiri atas beberapa antara lain, kebutuhan biologis
seperti yang diungkapkan (Malinowski, 1944) dan (Mallmann, 1973), hasrat
(Kemenetsky, 1992), keinginan (Max-Neef, 1992), dan kebutuhan sosial
(Radcliffe-Brown, 1922). Dengan kata lain kebutuhan budaya adalah semacam
interaksi dari kebutuhan biologi dan material ideologi. Kebutuhan budaya dapat
dilaksanakan melalui pencapaian misi kultural dengan cara mengaplikasikan
strategi budaya. Oleh karena itu, kebutuhan budaya bergantung pada perubahan
dan mentransformasikan suatu upaya untuk melakukan adaptasi demi
kelangsungan hidup manusia (Loebis, 2002).
2.2.2 Mekanisme Transformasi
Transformasi adalah istilah yang berhubungan dengan perubahan yang
diukur melalui karakter oleh objek atau konsep gagasan, persepsi dan budaya.
Perubahan yang cepat dalam waktu yang singkat dengan efek yang luas disebut
revolusi yang tepat, sedangkan proses yang lambat dengan waktu yang cukup
lama disebut evolusi. Mekanisme gagasan dan transformasi budaya bisa menjadi
difusi, evolusi atau keduanya (Loebis, 2002).
a. Pertukaran Internal (evolusi)
Dalam teori evolusi, proses perubahan budaya menunjukkan keteraturan
dan gejala asli dalam setiap pola budaya untuk mengalami perubahan. Gejala ini
dialektik menekankan kepentingan produk mental dan pikiran daripada material
seperti yang diaplikasikan pada definisi sosial pada dunia fisik dan materi.
(Smith: 1976 dalam Loebis: 2002), perubahan disebabkan oleh tiga faktor.
Faktor yang pertama adalah kumpulan minat materi masyarakat, yang kedua
adalah ideologi yang menanamkan pandangan hidup, dan yang ketiga adalah
ketertarikan suatu kelompok budaya.
Perubahan dalam evolusi dipandang sebagai pertumbuhan, yang mungkin
terganggu, namun selalu mencapai kemajuan dan terus naik, bertransformasi dari
bentuk simpel ke bentuk yang lebih rumit dan fleksibel. Meskipun demikian
hanya perubahan tertentu yang mengikuti pola ideal ini. Faktanya, hasil dari
dampak faktor eksternal banyak yang berubah dan dalam keadaan tertentu
keadaan pola kultural menjadi kurang penting bila dibandingkan dengan
penyaluran dampak eksternal.
Kegagalan dalam evolusi adalah ketidakmampuan paham dalam
menyungguhi proses terputus yang radikal dan serangkaian kejadian yang
diungkapkan dalam catatan sejarah.
b. Pertukaran Eksternal (difusi)
Difusi adalah respon dari sumber perubahan internal seperti yang
diusulkan oleh teori evolusi. Difusi disini dapat diartikan sebagai perpindahan
elemen budaya dari satu budaya ke budaya lainnya. (Smith: 1976 dalam Loebis:
2002) proses difusi tidak membedakan elemen perpindahan dari budaya
penyumbang dan terjadi secara tidak sengaja dalam perpindahan elemen ke
maupun tidak diarahkan tetapi elemen budaya asing tidak akan bisa menembus
budaya lain kecuali elemen budaya tersebut disetujui oleh budaya penerima.
Budaya penerima kemudian akan memodifikasi elemen budaya yang mereka
terima dengan cara yang lebih kompleks, modifikasi budaya inilah yang nantinya
akan menjadi bentuk hybrid. Malinowski (1945) sependapat dengan teori ini, Ia
menyatakan bahwa dampak misi budaya penyumbang berpengaruh.
Paham difusi meyakini bahwa perubahan terbesar berasal dari luar budaya
penerima, dan tugas para peneliti adalah untuk mencari keanehan, terulang yang
tersalur dimana perubahan mendesak pengaruhnya pada budaya penerima.
Perubahan dalam difusi memiliki relevansi dan atraksi yang besar dalam proses
sejarah masa kini dibandingkan dengan masa lalu.
Difusi juga memiliki kekurangan, yang pertama paham ini cenderung
berasumsi bahwa semua perubahan bersifat kualitatif. Yang kedua difusi
cenderung menolak peran seleksi aktif oleh individu dan kelompok yang
ditemukan oleh Malinowski. Yang ketiga, paham ini gagal menyediakan kriteria
untuk membedakan jenis rangkaian kejadian sejarah eksternal yang dapat
menghasilkan perubahan yang signifikan.
2.3 Sikh
2.3.1 Agama Sikh
Sikh adalah pengikut Sikhisme, agama monoteistik yang berasal dari abad
ke-16 di wilayah Punjab. Istilah "Sikh" berarti murid. Agama Sikh didirikan oleh
(Aulakh, 1999). Nanak menunjukkan pembebasan spiritual melalui kerendahan
hati, doa, menahan diri, mencari dengan hati dan percaya pada satu Tuhan. Ia
menolak berhala dan inkarnasi (Sarkar, 1937).
Menurut tradisi Sikh, Guru menyebarkan ajarannya dimana pun Ia pergi.
Menjelang akhir hidupnya Guru memiliki banyak pengikut dari berbagai lapisan
masyarakat dan agama.
Semua laki-laki Sikh memilki "Singh" (Singa), dan Sikh perempuan
memiliki "Kaur" (Putri) sebagai nama tengah atau nama belakang. (Aulakh, 1999)
Sikh yang telah menjalani upacara pengikut Sikh, juga dapat diakui oleh 5K:
rambut yang tidak dipotong (Kesh), menggunakan sebuah gelang besi (Kara),
(Kirpan) pedang terselip di tali gatra, (Kachehra) sebuah pakaian dalam katun, dan
sisir kayu kecil (Kanga). Laki-laki Sikh yang sudah dibaptis harus menutupi
rambut mereka dengan sorban, sementara perempuan Sikh yang sudah dibaptis
juga harus memakai penutup kepala. Wilayah Punjab adalah tempat sejarah
agama Sikh, meskipun masyarakat yang signifikan ada di seluruh dunia.
2.3.2 Sejarah Agama Sikh
Sejarah Sikh berhubungan dengan Sikhisme sebagai badan politik yang
berbeda, dimulai dengan kematian Guru kelima Sikh, Guru Arjan Dev di tahun
1606. Perbedaan Sikh semakin ditingkatkan dengan pembentukan Khalsa, oleh
Guru Gobind Singh pada tahun 1699. Evolusi Sikhisme dimulai dengan
munculnya Guru Nanak sebagai pemimpin agama dan seorang reformis sosial.
Umumnya Sikhisme telah memiliki hubungan persahabatan dengan
agama-agama lain. Namun, selama pemerintahan Mughal dari India (1556-1707),
agama yang muncul telah bersetegang dengan penguasa Mughal. Hindu Hill
Rajahs terlibat dalam pertempuran melawan Guru Gobind Singh karena mereka
umumnya menentang prinsip Guru Gobind Singh yang meniadakan kasta pada
agama. Tokoh Guru Sikh dibunuh pada masa dinasti Mughal karena menentang
penganiayaan Mughal dari komunitas agama minoritas. Selanjutnya, militerisasi
Sikhisme menentang hegemoni Mughal. Munculnya Kekaisaran Sikh di bawah
pemerintahan Maharajah Ranjit Singh ditandai dengan toleransi beragama dan
pluralisme dengan orang Kristen, Muslim dan Hindu dalam posisi kekuasaan.
Pembentukan Kekaisaran Sikh umumnya dianggap sebagai puncak Sikhisme pada
tingkat politik. (Sarkar, 1937).
2.4 Definisi Kubah
Beberapa defnisi kubah oleh beberapa tokoh :
(Sopandi 2013) Kubah dikembangkan selama ratusan tahun oleh banyak
kelompok masyarakat diberbagai dunia. Sejarah kubah sangat luas dan
kaya makna bahkan menjadi simbol yang khas bagi berbagai agama serta
budaya dan peradaban tertentu. Hampir mustahil untuk memilah kubah
yang Islam, yang Kristen, yang Yahudi, yang Pagan karena pada dasarnya
tradisi membangun kubah telah dimulai sejak era Romawi Kuno. Konon
bentuk kubah dapat diinterpretasikan “mengandung” makna universal
Kubah merupakan salah satu unsur arsitektur mendasar yang dapat disebut
sebagai bentuk bangunan dan selalu digunakan di tempat tertinggi di atas
bangunan (sebagai atap). Bentuk dari kubah tidak hanya memiliki
permukaan luar tetapi juga memiliki ruang dalam dan organisasi ruang
dimana arsitektur berada pada potensi paling tinggi, ketika eksterior dan
interior dipahami dalam satu kesatuan (Wahid, Alamsyah 2013).
(Pope 1965;Wilber 1969; Michell 1978; Stierlin 2002) Orang terlalu
sering memperhatikan kesamaan bentuk kubah Islam, meskipun terdapat
perbedaan antara bentuk konseptual. Para peneliti sering menggunakan
kedua istilah bentuk onion dan bulbous.
2.4.1 Sejarah Kubah
Dalam buku Sejarah Arsitektur (Sopandi, 2013) perkembangan arsitektur
di Eropa Timur dan di Timur Tengah banyak mewarisi berbagai inovasi yang
dikembangkan pada masa kejayaan Romawi. Selain karena perkembangan
teknologi membangunnya, Romawi sangat berpengaruh karena kekuasaan
politiknya yang luas, mencakup daratan yang mengelilingi Laut Mediterania:
Italia, Yunani, semenanjung Eropa Barat, sebagian Britania, delta muara Sungai
Nil, semenanjung Arab, dan Asia kecil. Pada puncak kejayaannya, mulai dari abad
4 SM sampai dengan 400 M, Roma sempat mengembangkan infrastruktur kota
yang canggih di daerah-daerah kekuasaannya.
Setelah Roma mengalami banyak masalah dan tidak lagi kondusif sebagai
Konstantin merupakan Kaisar pertama yang memeluk agama Kristen pada tahun
313 M, bahkan menjadikan agama resmi Kekaisaran Romawi. Kekaisaran
Romawi Timur (Kekaisaran Bizantium) mengembangkan peradaban yang maju di
Eropa Timur dan sebagian di Timur Tengah. Bagi sejarah perkembangan
arsitektur Eropa, perpecahan ini penting karena menentukan tradisi perkembangan
monumen-monumen arsitektur, terutama bangunan ibadah.
Arsitektur religius di Bizantium identik dengan elemen kubah dan denah
yang terpusat. Hagia Sophia merupakan sebuah karya agung Bizantium yang di
bangun pada kurun waktu 532-537 M. Inovasi geometri yang dihasilkan pada
Hagia Sophia adalah bidang segitiga melengkung yang disebut pendentive.
Kebanyakan interpretasi sejarah arsitektur menghubungkan arsitektur Bizantium
sebagai pengembangan lanjut dari yang telah dicapai oleh monumen Patheon,
yaitu berusaha menciptakan ruang simbolis yang merepresentasikan cakrawala
dan semesta lewat konstruksi kubah.
a. Kubah
Perkembangan arsitektur Islam juga tidak lepas dari berbagai pengaruh
arsitektur peradaban-peradaban yang mendahuluinya. Islam berkembang menjadi
sebuah kekuatan politik penting dan peradaban besar sejak abad ke-7. Sepeninggal
Nabi Muhammad (570-632) Pengaruh Islam dibangun oleh khalifah-khalifah dan
berbagai peradaban. Bangsa Arab mengasimilasi berbagai kebudayaan dan
mewarisi keahlian berbagai suku bangsa lain; ilmu hitung dan matematika dari
Bizantium, dan keahlian pembuatan dinding dari Armenia. Selain itu kebudayaan
Islam juga mengadopsi berbagai bentukan ruang dan elemen arsitektur. Tidak
jarang Islam mewarisi bangunan-bangunan keagamaan dan situs-situs pra-Islam
yang dialihfungsikan menjadi mesjid-mesjid (Sopandi, 2013).
(Sumalyo, 2006) Mesjid dapat diartikan sebagai tempat dimana umat Muslim
bersembahyang. Kata mesjid disebut sebanyak dua puluh delapan kali didalam
Al-Quran, berasal dari kata Sajada-Sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh
hormat dan takzim. Sujud dalam syariat yaitu berlutut, meletakkan dahi, kedua
tangan ke tanah adalah bentuk nyata dari arti kata tersebut di atas. Oleh karena itu
bangunan dibuat khusus untuk shalat disebut mesjid yang artinya: tempat untuk
sujud.
Zaman Bizantium merupakan zaman perkembangan arsitektur yang
berpengaruh besar dalam Arsitektur Mesjid. Dimana Konstantinopel (sekarang
Istanbul) di bangun sebuah gereja sangat besar pada waktu itu yang disebut Hagia
Sophia. Pada gereja inilah dibuat kubah, kemudian kubah menjadi ciri dari
arsitektur Bizantium.
Arsitektur zaman Bizantium (330-1453) bersamaan dengan jaman Kristen
Awal dan Islam Awal, keduanya banyak menggunakan kubah. Struktur kubah
yang kekuatannya justru karna bentuk, mulanya untuk memenuhi kebutuhan
ruang lebar tanpa kolom, karena keindahannya kemudian banyak diambil hanya
bentuknya saja. Pada zaman Bizantium banyak pula dibangun gereja dengan
antara lain gereja S. Marko (1063-85). Kubah pada gereja ini biasanya tidak lebar,
menggunakan kerangka kayu. Tidak sedikit gereja lain sejaman memakai “kubah
palsu” majemuk, bahkan memodifikasi menjadi bentuk bawang, yaitu kubah
yang runcing di atas, menggelembung di tengah seperti bawang (onion).
Bahkan bentuk kubah tidak sedikit hanya dipakai sebagai hiasan dan hanya
berbentuk kecil, misalnya pada amortizement dan puncak dari sebuah minaret,
misalnya pada banyak mesjid dan makam muslim Kuno di India. Pada
mesjid-mesjid kuno dan baru di Arab, Mesir dan lain-lain, kubah selain menjadi penghias
juga menjadi tanda memperkuat arah kiblat, diletakkan di depan-atas dari mihrab.
Keberadaan kubah pada mesjid, juga seperti adanya banyak kolom dalam haram,
menjadi polemik berkepanjangan. Ada yang memandang kubah sebagai simbol
dari mesjid.
Selain pada wilayah Bizantium seperti antara lain Persia dan India, banyak
mesjid menggunakan kubah khususnya kubah bawang. (Sopandi, 2013) arsitektur
Islam mencapai kemegahannya sewaktu dikembangkan oleh Kekaisaran Mughal
di India dalam kurun waktu 3 abad, sejak 1526 hingga 1850. Dinasti Mughal yang
beragama Islam berhasil memerintahkan anak benua Asia Selatan meliputi area
yang sangat luas terbentang dari Dataran Himalaya di utara, Deccan di timur,
meliputi sebagian Afghanistan di barat, hingga Goa di selatan.
Kebanyakan penguasa Mughal berupaya menerapkan tradisi membangun yang
dikembangkan di Timur Tengah di daerah kekuasaannya di India dengan
berbagai istana, banyak mesjid penting dan beberapa mausoleum yang berskala
sangat monumental. Arsitektur Mughal biasanya dibangun dengan
material-material yang dianggap mewah.
Pada prinsipnya arsitektur Mughal menerapkan tipologi ruang dan bentuk
yang dikembangkan di Timur Tengah. Arsitektur Mughal banyak membuat
bentukan iwan, pelataran terbuka yang luas dan monumental, kubah megah, dan
minaret. Namun yang membedakannya dengan tempat asalnya, monumen-
monumen Mughal dirancang dan dibangun sebagai benda-benda seni yang total
dan sempurna. Kebanyakan monumen Mughal dirancang oleh arsitek maupun
seniman yang ditunjuk dengan mengembangkan kepekaan atas bentuk elemen dan
detail yang merepresentasikan kaidah estetika dan asal- usulnya, dan kemudian
dibangun dengan konsisten hingga ke detail-detailnya.
b. Candi
Agama Hindu timbul dari bekas-bekas reruntuhan ajaran-ajaran Weda dengan
mengambil pokok pikiran dan bentuk bentuk rupa India purbakala dan berbagai
kisah dongeng yang bersifat rohani yang telah tumbuh di semenanjung itu
sebelum kedatangan bangsa Arya. Dengan sebab ini, para peneliti menganggap
Agama Hindu sebagai kelanjutan dari ajaran-ajaran Weda dan menjadi bagian dari
proses evolusinya.
Agama Hindu adalah suatu agama yang berevolusi dan merupakan kumpulan
adat istiadat dan kedudukan yang timbul dari hasil penyusunan bangsa Arya pada
mereka datang berpindah ke India dan menundukkan penduduk aslinya serta
membentuk suatu masyarakat sendiri di luar pengaruh penduduk asli itu.
Kedudukan bangsa Arya sebagai penakluk negeri yang lebih tinggi daripada
kedudukan penduduk asli serta pergaulan mereka telah melahirkan adat-istiadat
Hindu yang dianggap menurut perputaran sejarah, sebagai sesuatu agama yang
dianut dan dipegang tata susilanya oleh orang-orang India.
Kiranya dapat dikatakan bahwa asas agama Hindu adalah kepercayaan bangsa
Arya yang telah mengalami perubahan sebagai hasil dari percampuran mereka
dengan bangsa-bangsa lain, terutama sekali bangsa Parsi, yaitu suatu dalam masa
perjalanan mereka menuju India.
Tajamnya perselisihan diantara orang-orang India yang beragama Hindu dan
orang-orang yang beragama Islam. Sebab-sebab perselisihan yang sengit itu juga
adalah pandangan orang-orang Hindu dan orang-orang Islam terhadap binatang
lembu. Orang-orang Hindu memuja lembu, sementara orang-orang Islam malah
menyembelihnya. Begitu juga pandangan pada patung. Kuil-kuil Hindu penuh
dengan patung, sementara mesjid-mesjid tidak berpatung sama sekali. Salah satu
akibat dari perselisihan ini adalah pembagian negeri India dari segi politik
menjadi dua bagian yang berasas pada agama. Negara Pakistan telah ditetapkan
wujudnya dengan kedua bagiannya di Timur dan di Barat sebagai sebuah kerajaan
Islam dan jumlah penduduknya 80 juta orang yang 90%-nya adalah penganut
agama Islam. Tanah semenanjung yang selebihnya adalah tetap dengan nama
asalnya India, 10% dari penduduknya adalah penganut agama Islam (Shalaby,
Masyarakat India menganggap bahwa alam semesta merupakan benua
berbentuk lingkaran, yang dikelilingi oleh beberapa samudera dengan pulau-pulau
besar di empat penjuru yang merupakan tempat tinggal keempat penjaganya yang
keramat. Di pusat terletak Gunung Mahameru yakni gunung para Dewa.
Alam semesta yang bermacam-macam itu pada hakikatnya hanyalah semu
atau tipuan belaka. Mereka memandang segala yang ia lihat dan yang mereka
alami sebagai sesuatu yang kosmos atau yang agung. Dengan kata lain manusia
menurut pandangan orang India harus melakukan perjalanan penuh perjuangan
dan pengekangan diri untuk pergi dari keadaan maya yang semu ini dan semakin
membersihkan diri, semakin menghening, sehingga bersih bebas tanpa rupa tanpa
nafsu ataupun hasrat, meniadakan diri. Jalan peniadaan diri (dari yang maya)
kedalam keheningan mumi mutlak (nirvana) itulah hakikat pandangan India
beserta ungkapan-ungkapan kebudayaannya.
Banyak peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan pada jaman Hindu.
Candi merupakan salah satu peninggalan Hindu yang bersifat arsitektural yang
masih dapat kita lihat sampai saat ini. Candi berfungsi sebagai tempat tinggal
dewa-dewa yang terbuat dari batu. Bangunan batu yang tinggi itu melambangkan
kekuasaan dan sifat abadi dari dewa yang bersangkutan. Untuk Candi Hindu dan
Candi Budha mempunyai persamaan dan perbedaan dalam pemakaian bentuk,
pola dan orientasinya tetapi pada dasarnya adalah sama dengan memandang alam
Candi Hindu berupa Borobudur merupakan manifesta gunungan kosmik
yang dibentuk atas diagram Mandala Buddhis. Mandala adalah sebuah prinsip
penataan ruang yang dikembangkan berdasarkan nila-nilai tempat yang
diasosiasikan dengan bagian-bagian tubuh manusia, sesuai dengan peruntukan dan
orientasinya. Prinsip penataan ruang/geomancy Cina yang disebut Feng Shui juga
menerapan prinsip-prinsip dasar yang sangat mirip dengan Mandala (Sopandi,
2013).
Vastu-purusa berarti dalam konteks sebuah site-plan atau rencana lokasi.
Menurut Matsya Parana, bahwa Vastu Purusa Mandala memiliki dewa tertentu,
Vastu Purusa di masing-masing tempat. Di Timur-Utara (aisdnya) dikatakan
ditempati oleh Mercury (budha) dan Dewa Wisnu. Dengan demikian, tempat
berdoa dan ruang ibadah terletak di arah itu. Di Timur Selatan (agrneyi)
dikatakan ditempati oleh Bulan dan Parvati. Bulan dikatakan pengendali pikiran
dan Parvati adalah simbol dari ibu, pikiran. Kelemahan adalah sifat pikiran.
Tempat memasak berada di Timur Selatan. Di Timur-Utara (Aisdnya) ditempati
oleh Ketu dan Chitragupta. Sehingga dianjurkan bahwa kas dan toko harus di sisi
itu.
Ini adalah aturan pilar yang tidak akan dibangkitkan pada titik-titik
sensitif dari Vastu Purusa. Titik-titik sensitif menurut ilmu fisika untuk memblok
susunan pilar didalam dan diluar. Hal ini diduga bahwa Vastu Purusa akan mati
jika arah keluar-masuk diblokir dengan pilar. Titik-titik sensitif juga berada pada
lipatan lengan dan kaki. Jika pilar didirikan di titik-titik, tidak akan menemukan
untuk pilar. Kepala Vastu Purusa adalah di Aisdnya. Kepala harus aman. Tampak
bahwa Utara-Timur harus dijaga bebas dari struktur berat seperti pilar, dll.
Ada banyak cerita tentang Vastu Purusa. Sesuai Hindu Mitologi, dalam
perang antara Deva dan Asura, setan muncul dan mulai menyiksa Deva. Pada
akhirnya Deva mendorongnya ke bawah dan duduk di atasnya. Setan mengajukan
banding ke Dewa Brahma untuk menolong. Dewa Brahma menamainya Vastu
Purusa dan memberkatinya dengan kata-kata: "Semua karya di bumi akan dimulai
dan diakhiri hanya setelah mendamaikanmu " Pada intinya, tanpa Vastu Purusa
tidak akan ada yang terjadi di bumi. Veda juga memberikan ide-ide seperti
Visvakarman atau Vastu Purusa.
Orang-orang berpikir bahwa pembangunan rumah hanyalah konstruksi
dengan batu bata dan mortir sesuai rencana. Ada berbagai aspek yang harus
dipertimbangkan sebelum dan selama konstruksi. Bahkan posisi pintu (terutama
pintu depan) dan jendela dan arah dimana pintu masuk ke rumah adalah tetap,
memiliki banyak makna dalam kesejahteraan pemilik dan penduduk
(Indianetzone.com, 2011).
Penggunaan bentuk-bentuk dasar dari candi menggunakan citra dasar
“gunung”. Gunung dalam penghayatan religius masyarakat kuno di India (dapat
juga ditemukan pada daerah daerah lain di dunia, misalnya Olimpia) dihayati
sebagai tanah yang tinggi, tempat yang paling dekat dengan dunia atas, yang
Tata bentuk pada puncak-puncak gunung itulah dibayangkan para dewata
hidup. Hal ini sangat mempengaruhibentuk-bentuk arsitektur Hindu. Bentuk candi
terbagi menjadi beberapa tipe. Pembagian tipologi candi ini dapat dilihat dari
jumlah ruang pada candi, yaitu :
Bangunan candi dengan satu ruang ( One roomed building)
Bangunan candi dengan tiga ruang (Three roomed Building)
Bangunan candi bertingkat dua dengan enam ruang (Two storied building
with six room)
Bangunan candi masif tanpa ruang
Pembagian candi secara vertikal terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu:
a. Kaki (Bhurloka)
Pada bagian ini disebut juga sebagai dasar atau base dari sebuah candi. Bagian
ini merupakan bagian yang paling luas dari keseluruhan candi. Pada tahap ini
menunjukkan makna dimana manusia masih dipenuhi oleh hawa nafsu.
b. Badan (Bhuvarloka)
Menggambarkan keadaan manusia di dunia fana ini. Sadar tetapi masih sadar
semu. Pada bagian ini merupakan bagian dimana manusia sudah mulai sadar
untuk meninggalkan nafsu duniawi. Biasanya terdapat patung yang mempunyai
makna sebagai perantara atau petunjuk jalan untuk mencapai tahap kesempurnaan
hidup. Ukuran pintu sengaja dibuat kecil agar orang yang masuk merundukkan
pintu biasanya terdapat kepala kala yang dipercaya sebagai penjaga pintu candi.
Pada bagian atas dari badan (body) terdapat molding (upper molding) yang
membatasi antara badan dan kepala (roof).
c. Kepala (roof)
Merupakan bagian dimana manusia memasuki tahap kesempurnaan hidup dan
meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. Pada bagian atap terdapat 3 tingkatan
yang terdiri dari:
Tingkatan 1 merupakan tingkatan paling bawah dari bagian kepala. Bagian
ini merupakan tahap awal manusia memasuki tahap kesempurnaan.
Tingkatan 2 mempunyai skala yang lebih kecl dari tingkatan pertama yang
menandakan manusia sudah berada pada tahapan yang semakin tunggi dan
semakin kecil.
Tingkatan 3 merupakan tahap dimana manusia akan memasuki
kesempurnaan hidup. Semakin kecil dan semakin suci.
Puncak dari kepala merupakan tahap puncak dimana manusia menjadi
sempurna dan suci. Pada tingkatan ini yang paling atas merupakan tahap
keberhasilan manusia melewati paradaksina (perjalanan) hidup hingga