BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Budaya dan Arsitektur
2.1.1. Budaya dan Teori Budaya
Istilah budaya sendiri memiliki banyak makna, istilah ini dapat digunakan
pada berbagai bidang, hal ini berarti bahwa istilah budaya tidak bisa dipakai
sebagai definisi yang pasti dalam konteks yang berbeda (Loebis, 2002). Menurut
Rapoport (1977), Parson dan Shils (1962) dalam Loebis (2002) budaya adalah
sekelompok orang yang memiliki nilai, kepercayaan dan pandangan hidup yang
sama, dan suatu sistem simbol yang dipelajari dan disebarkan. Budaya
menciptakan suatu sistem aturan dan kebiasaan, yang merefleksikan idealisme dan
menciptakan gaya hidup, tata cara hidup, peran, kelakuan, makanan, bahkan suatu
bentuk buatan misalnya arsitektur.
2.2. Perubahan Budaya
Dalam teori strukturalisme, perubahan budaya diartikan sebagai proses
alami yang terjadi akibat perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial dalam
masyarakat. Struktur yang dimaksud adalah pola kultur yang digunakan sebagai
basis dalam pengukuran suatu sistem sosial, sedangkan fungsi adalah keterlibatan
2.2.1. Sumber Perubahan
Perubahan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kejadian dalam kurun
waktu tertentu yang melahirkan suatu modifikasi atau pergantian suatu elemen
dari pola budaya yang mengarah pada pergerakan pola dalam waktu dan ruang
dan menghasilkan pola kultural lain (Loebis, 2002). Perubahan kultural berkaitan
dengan waktu. Perubahan kultural bersifat historis dan berhubungan dengan
urutan kejadian dan pergerakan ruang dan waktu. Oleh karena itu, perubahan
kultural hanya bisa dipelajari melalui catatan sejarah.
Struktur dan proses perubahan budaya adalah suatu sistem yang terdiri dari
bagian yang saling bergantung, setiap bagian ini memiliki fungsi masing-masing
dan berperan dalam sistem (Durkheim dalam Loebis, 2002). Dalam teori ini,
sistem adalah gerakan kekal, suatu titik keseimbangan dimana bagian dari sistem
tersebut terus menerus menyesuaikan satu sama lain dan untuk merubah subsistem
yang membentuk bagian baru. Maka dari itu, dalam suatu sistem terdapat
penggerak untuk mencapai kondisi baru.
Salah satu cara masuknya perubahan adalah dengan adaptasi. Adaptasi
adalah proses dan sistem yang menghubungkan sistem kebudayaan dan alam
semesta. Proses ini terjadi apabila misi kultural tercapai, dengan demikian
masyarakat menggerakkan sumber daya dan menjaga pola budayanya sebagai
upaya untuk menciptakan keseimbangan.
Oleh karena itu Parson dan Shills (1962) dalam Loebis (2002) mengatakan
bahwa kondisi ini tidak dapat ditetapkan sebagai kondisi statis, hal ini
melaksanakan perubahan dan adaptasi, dalam menjaga tujuan misi kultural bagi
masyarakat.
Adaptasi adalah faktor yang penting, tetapi dalam analisis proses
perubahan dan transformasi adaptasi tidak cukup karena tidak dipertimbangkan
sebagai faktor yang memiliki peran aktif dalam faktor eksternal.
2.2.2. Mekanisme Perubahan Melalui Pertukaran
Ada beberapa mekanisme perubahana melalui pertukaran, yaitu:
a. Pertukaran Internal (Evolusionisme)
Dalam teori evolusionisme, proses perubahan budaya menunjukkan
keteraturan dan gejala asli dalam setiap pola kultur untuk mengalami perubahan.
Gejala ini dideskripsikan dalam teori dialektik Hegel yang menyatakan bahwa
pendekatan dialektik menekankan kepentingan produk mental dan pikiran
daripada material seperti yang diaplikasikan pada definisi sosial pada dunia fisik
dan materi. Kegagalan dalam evolusionisme adalah ketidakmampuan paham ini
untuk menyuguhi proses terputus yang radikal dan serangkaian kejadian yang
diungkapkan dalam catatan sejarah.
b. Pertukaran Eksternal (Difusionisme)
Difusi adalah respon dari sumber perubahan internal seperti yang
diusulkan oleh teori evolusionisme. Difusi disini dapat diartikan sebagai
perpindahan elemen budaya dari satu budaya ke budaya lainnya. Menurut Smith
(1976) dalam loebis (2002) proses difusi tidak membedakan elemen perpindahan
elemen ke kultur penerima. Dari sisi kultur penyumbang, perubahan dapat
diarahkan maupun tidak diarahkan tetapi elemen budaya asing tidak akan bisa
menembus budaya lain kecuali elemen budaya tersebut disetujui oleh kultur
penerima. Budaya penerima kemudian akan memodifikasi elemen budaya yang
mereka terima dengan cara yang lebih kompleks, modifikasi budaya inilah yang
nantinya akan menjadi bentuk hybrid. Perubahan dalam difusionisme memiliki
relevansi dan atraksi yang besar dalam proses sejarah masa kini dibandingkan
dengan masa lalu.
Difusionisme juga memiliki kekurangan yaitu, yang pertama paham ini
cenderung berasumsi bahwa semua perubahan bersifat kualitatif. Yang kedua
difusionisme cenderung menolak peran seleksi aktif oleh individu dan kelompok
yang ditemukan oleh Malinowski. Yang ketiga, paham ini gagal menyediakan
kriteria untuk membedakan jenis rangkaian kejadian historis eksternal yang dapat
menghasilkan perubahan yang signifikan.
c. Pertukaran Campuran
Dalam paham difusionisme efek pertukaran internal dalam proses
perubahan dan transformasi tidak diperhitungkan. Dalam Paham evolusionisme
perubahan yang dihasilkan akibat faktor eksternal diabaikan. Namun dalam
pertukaran campuran, kedua faktor ini diperhitungkan.
Dalam penelitian ini, akan diuji proses pertukaran budaya sebagai
penyebab transformasi berasal dari internal (evolusionisme) atau eksternal
(difusionisme), atau bahkan keduanya. Pertukaran kultur internal terjadi karena
sedangkan pertukaran budaya eksternal terjadi karena pertukaran elemen budaya
dengan budaya lain (external evolusionisme).
2.3. Transformasi
Transformasi adalah istilah yang berhubungan erat dengan perubahan
yang dapat terukur baik berupa karakter objek atau konsep gagasan, persepsi dan
budaya. Transformasi merupakan proses budaya yang relatif cepat dengan hasil
yang besar. Khususnya pada perubahan susunan teknis dan moral masyarakat
yang mengacu pada organisasi perasaan manusia dalam menghakimi hal yang
benar pada ikatan antar manusia daripada kategori konten dari kultur itu sendiri
(Redfield, 1953 dalam Loebis, 2002).
Transformasi sebagai proses budaya yang tidak dapat dihindari dan tidak
dapat ditahan. Besar perubahannya tergantung pada intensitas kontak dengan
budaya asing tersebut. Transformasi sangat didasarkan budaya dari penggunanya
seperti budaya asing yang diterima oleh masyarakat lokal harus sesuai dengan
budaya lokal yang telah ada. Percampuran dari budaya asing dan budaya local
memunculkan produk baru yang disebut dengan hybrid. Produk baru ini tidak
hanya menyerupai bentuk lokal ataupun bentuk asing, namun merupakan sesuatu
yang seluruhnya baru. Karena arsitektur ditentukan berdasarkan budaya
(Rapoport, 1969 dalam Loebis, 2002), maka transformasi arsitektural dan
prosesnya juga ditentukan oleh budaya, akibatnya perubahan dan transformasi
2.4. Arsitektur Islam
2.4.1. Pengertian Arsitektur Islam
Ketika berbicara tentang arsitektur Islam, ada banyak pendapat yang
muncul. Pada umumnya arsitektur Islam dimengerti sebagai arsitektur yang
digunakan untuk membangun bangunan ibadah, seperti masjid dan musholla.
Namun apabila membahas tentang arsitektur Islam bukan berarti hanya membahas
masjid dan musholla, tetapi juga semua bangunan, hanya saja penekanannya pada
pengaplikasian syariat Islam. Pengertian ini juga diperkuat dengan pendapat
Begam dalam jurnal Islamic Guiding Principle (Shari’ah Law) For Architectural
Interpretation Of Housing yang menyatakan bahwa arsitektur Islam adalah
kombinasi dari Islam dan arsitektur berupa arsitektur murni yang didasarkan pada
prinsip Islam (Al-Quran dan Hadits).
Utaberta (2008) lebih ringkas menjelaskan bahwa arsitektur Islam adalah
arsitektur sebagai sebuah produk dari agama Islam. Namun, ada perbedaan yang
mendasar antara produk yang dihasilkan dari masyarakat muslim dengan produk
dari nilai-nilai dan prinsip Islam. Arsitektur sebagai produk dari masyarakat
muslim artinya adalah sebuah karya arsitektural yang dihasilkan oleh suatu
komunitas yang beragama Islam. Produk tersebut dapat berbeda bahkan
bertentangan dengan prinsip Islam karena hanya merupakan sebuah produk
masyarakat suatu kawasan. Hal ini sangat berbeda dengan arsitektur sebagai
produk dari nilai-nilai dan prinsip Islam. Pada prinsipnya produk arsitektural yang
sumber-sumber ajaran Islam itu sendiri, dalam hal ini adalah Al-Qur’an, Sunnah, dan
Ijtihad yang didasarkan kepada dua sumber sebelumnya secara benar.
Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa arsitektur Islam adalah
arsitektur yang didasarkan pada pilar etika Islam, tidak berhubungan dengan
monumen-monumen keagamaan tertentu atau elemen desain. Arsitektur Islam
dapat disebut dengan arsitektur yang tersembunyi, benar-benar tidak dilihat
sebagai monumen atau simbol yang mencolok, tetapi dapat dirasakan ketika
berada didalam bangunan tersebut.
2.4.2. Kriteria Arsitektur Islam
Arsitektur Islam yang dilandasi oleh akhlak dan perilaku Islami tidak
mempunyai representasi bentuk yang satu dan seragam, tetapi arsitektur Islam
mempunyai bahasa arsitektur yang berbeda, tergantung dari konteks dimana dan
apa fungsi dari bangunan yang didirikan tersebut. Karya arsitektur Islam tidak
pula dibatasi oleh wilayah benua dan negara, karena kita akan melihat kekayaan
arsitektur Islam dari keragaman tempat yang membawa ciri khas dari wilayah
masing-masing negara tersebut (Muchlis, 2013).
Adapun Kriteria Arsitektur Islam adalah sebagai berikut (S.G. Haider dan
A. Rehman dalam Farid dkk, 2009):
a. Kosmologi arsitektur mengandung nilai bahwa alam dan manusia mempunyai
misi untuk menyembah Allah SWT. Keberadaan bangunan tersebut tidak
b. Arsitektur yang menghormati konsep halal dan haram sebagaimana yang
terdapat dalam syariah Islam. Hendaknya bangunan yang dibangun tidak
mengandung unsur syirik dalam hal pembuatan, desain, dan ornament yang
ada di dalamnya seperti elemen dekorasi, tidak menggunakan patung atau
lukisan makhluk bernyawa.
c. Arsitektur yang melambangkan spiritualitas, misalnya memasang ornamen
islami seperti ornament yang merepresentasikan nilai-nilai menyembah dan
mengingat Allah, seperti gambar masjid dan ka’bah. Adapun ornamen yang
merepresentasikan nilai sejarah dan misi Islam antara lain gambar peta
Makkah, Madinah ataupun peta perluasan Islam. Sedangkan ornamen yang
melambangkan spritualitas yakni hiasan kaligrafi dan motif tumbuhan
(arabesque).
2.5. Rumah
2.5.1. Pengertian Rumah
Rumah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti tempat tinggal
ataupun kediaman (yang dihuni). Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai
tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU No. 4 Tahun 1992). Selain
untuk tempat tinggal, rumah di fungsikan sebagai tempat bernaung dan berlindung
dari cuaca dan bahaya. Rumah yang baik adalah rumah yang dapat menjadi
tempat untuk hidup dan berkembang menjadi manusia yang lebih baik
2.5.2. Pengertian Rumah Berdasarkan Islam
Dalam Al-Qur’an ada tiga kata yang berhubungan dengan rumah, yaitu
manzil (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 29), maskan (Q.S. As-Saba’ [34]: 15), dan bait
(Q.S. An-Nahl [16]: 80). Istilah manzil dapat diartikan sebagai bangunan rumah,
maskan dapat diartikan sebagai letak rumah tetapi dapat juga diartikan sebagai
tempat ketenangan atau kebahagiaan. Sedangkan bait berarti tempat yang paling
nyaman.
Yusuf Al-Qardawi (1996) menjelaskan pengertian rumah bersadarkan
Islam yaitu tempat dimana individu melindungi dirinya dari unsur iklim,
merupakan tempat dimana individu tersebut mendapatkan kebebasan dari
batasan-batasan yang ada, tekanan sosial, dan juga sebagai tempat mengistirahatkan tubuh
dan menenangkan fikiran.
Rumah adalah struktur arsitektur dasar yang dimiliki setiap orang.
Menurut begam dalam jurnal yang berjudul Islam And Architecture: Architectural
interpretation from the values of the al Quran and sunnah mengatakan bahwa
dalam membangun rumah ada beberapa hal yang dipertimbangkan, yaitu budaya,
kepercayaan, iklim, status dan preferensi. Hal ini menunjukkan untuk mendesain
rumah diperlukan pertimbangan dalam banyak aspek. Penerapan aturan Islam
dalam rumah sangat penting karena dari pembentukan rumah yang islami, akan
mempengaruhi pembentukan masyarakat dan peradaban. Adab dan aturan yang
harus diterapkan oleh seorang muslim di dalam rumahnya turut menjadi faktor
pendukung terciptanya rumah yang islami, oleh karena itu Pengetahuan tentang
keasrian, keindahan, kesucian diri, kerahasiaan, kasih sayang, hubungan yang baik
dengan orang lain, kasih sayang yang tercurah kepada yang lain, budi pekerti yang
baik, yang menandai budaya islami, semuanya bersumber dari rumah yang islami.
2.5.3. Fungsi Rumah Berdasarkan Islam
Sebagai agama yang lengkap dan menyeluruh, Islam tidak sekedar
memberikan pedoman dalam menggapai impian setiap keluarga di dunia, namun
juga memberikan pedoman dalam menggapai impian setiap keluarga di dunia,
dengan sasaran akhir yang berupa kebahagiaan di akhirat. Agar senantiasa di
rahmati oleh Allah SWT, sebaiknya memperhatikan fungsi rumah agar tidak
menyalahi fungsi yang sesungguhnya. Adapun fungsi rumah berdasarkan Islam
adalah (Ali, 2010; Farid dkk, 2009; Primasetra, 2013):
a) Rumah sebagai masjid
Rumah sebagai masjid berarti mengkondisikan rumah sebagai mana
mengkondisikan masjid. Mesjid sendiri selain tempat untuk mengingat dan
mendekatkan diri kepada Allah, masjid juga merupakan tempat membina umat,
mempererat tali ukhuwah Islamiyah, dan merencanakan agenda dakwah
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Demikian juga dengan
rumah, harus terbiasa menghidupkan nilai ilahiah dengan ibadah seperti sholat,
tilawah Al-Qur’an, dan juga merekatkan ukhuwah antar anggota keluarga. Untuk
itu rumah sebaiknya memiliki ruangan khusus untuk beribadah, dimana anggota
keluarga dapat dengan leluasa melakukan aktifitas beribadah, seperti sholat dan
‘Wahai sekalian manusia, sholatlah di rumah kalian karena sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang di rumah kecuali shalat wajib.’(HR. Bukhari dalam Farid dkk, 2009)
Selain itu, penting untuk menjaga kesucian masjid dengan menjaga adab,
maka begitu pula dengan rumah. Sebaiknya tetap menjaga kesucian rumah dengan
tidak sembarangan berkata-kata, merendahkan suara, selektif dalam memilih
hiburan, menjaga kesucian, dll.
b) Rumah sebagai sekolah
Rumah harus menjadi tempat pendidikan pertama dan terbaik. Selain itu
rumah juga harus mendukung penghuninya untuk terus menuntut ilmu. Tidak
hanya ilmu yang dipelajari disekolah seperti wawasan keagamaan, ilmu
pengetahuan, dan etika, namun juga pelajaran tentang akhlak sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
“Bergaullah dengan anak-anakmu, dan bimbinglah mereka ke arah pembentukan akhlak mulia’ (HR. Muslim dalam Farid dkk, 2009)
Oleh sebab itu sebaiknya rumah memiliki ruangan khusus untuk belajar
ataupun memiliki perpustakaan pribadi.
c) Rumah sebagai tempat istirahat yang nyaman
Rumah merupakan tempat kembali bagi setiap anggota keluarga setelah
penat sepanjang hari beraktivitas. Oleh karena itu harus diupayakan membuat
rumah yang merupakan tempat berteduh yang baik dan nyaman, tempat untuk
mendapatkan makanan, minuman dan pakaian yang cukup, serta tempat untuk
d) Rumah sebagai benteng rohani
Kondisi keimanan setiap orang berbeda-beda dan tidak stabil, salah satu
faktor terbesar yang mempengaruhi keimanan seseorang adalah keluarga. Oleh
karena itu rumah adalah tempat yang didalamnya terjadi pembentukan model
keluarga yang ideal serta menjadi tempat objek dakwah pertama dan utama
sehingga membentuk pribadi yang unggul.
2.5.4. Adab Islami dalam Rumah
Telah dibahas sebelumnya bahwa untuk menciptakan rumah yang islami,
faktor adab manusia sangat mempengaruhi, baik penghuni ataupun pengunjung
rumah. Adapun adab yang dimaksud antara lain sebagai berikut (Hawwa, 2002):
a) Kebersihan dan kesucian
Seorang muslim harus menjaga kebersihan dan kesucian dirinya
sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadits riwayat:
‘Telah bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, bersih mencintai kebersihan, mulia menyenangi kemuliaan, dermawan menyenangi kedermawanan. Bersihkanlah pekarangan kalian, jangan menyerupai orang-orang yahudi.’ (HR. Tarmidzi dalam Hawwa, 2002)
‘Tidak ada yang dapat menjaga wudhunya, kecuali orang yang beriman’
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah dalam Hawwa, 2002)
Dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda, ‘Sungguh kalian akan mendatangi saudara-saudaramu, maka perbaikilah kendaraanmu, dan rapikanlah pakaianmu, sehingga kamu nampak menarik dan pantas
dimata orang. Sesungguhnya Allah tidak menyukai kedegilan.’ (HR. Abu
b) Adab merendahkan suara, menjaga rahasia, dan tidak membuat kegaduhan
Suatu keluarga terdiri dari beberapa individu maka ditekankan untuk
memperhatikan hak-hak orang tersebut, yaitu tidak saling mengganggu. Dalam
rumah yang islami, penghuninya tidak akan melanggar hal-hal yang menyakitkan,
menyinggung perasaan, atau sesuatu yang mengacaukan suasana dan membuat
gaduh.
Rasulullah pernah bersabda untuk tidak saling mengeraskan suara dalam
membaca Al-Qur’an (HR. Imam Malik dan Abu Daud dalam Hawwa, 2002).
Tentu bukan hanya mengenai membaca Al-Qur’an namun juga dalam berbicara
sehari-hari. Imam hasan Al-Bana juga pernah mengingatkan untuk tidak
mengeraskan suara melebihi kebutuhan si pendengar, karena hal tersebut
merupakan perbuatan yang bodoh dan mengganggu orang lain. Untuk wanita,
sangat penting untuk mengendalikan suara, sebagian ulama berpendapat bahwa
suara wanita adalah aurat, apabila berbicara diluar kepentingan dan kebutuhan,
atau berbicara dengan gaya yang menarik perhatian laki-laki (QS. Al-Ahzab [33]:
32)
c) Tata cara mengatur hal-hal yang berkaitan dengan ilmu dan ibadah
Tidak ada yang lebih penting dalam kehidupan keluarga muslim selain
memperhatikan dua permasalahan ini: ilmu dan ibadah. Setiap anggota keluarga
harus saling membantu dalam merealisasikan dua tuntutan ini. Allah juga
memerintahkan orang-orang yang beriman untuk memelihara diri dan keluarga
dari Api neraka (QS. At-Thariim [66]: 6). Untuk itu dalam surah Al-Ahzab ayat
untuk terus mengingat Allah dan menuntut ilmu. Oleh karena itu perlu untuk
mengatur kegiatan belajar dan mengajar di dalam rumah selain mengatur waktu
untuk pelaksanaan ibadah, khusunya sholat, tilawah Al-Qur’an, dan puasa.
d) Bersikap sederhana dalam makan, minum, berpakaian, dan gaya hidup
Rumah yang luas adalah idaman setiap manusia. Nabi Muhammad pun
menganjurkan manusia untuk mendesain rumah yang luas. Rumah yang luas
merupakan sebuah hadiah yang menyenangkan yang dianugrahkan Allah SWT
kepada manusia di dunia. Akan tetapi, rumah yang luas sebaiknya bukanlah
rumah yang terlampau mewah dan mahal. Yang dimaksud dengan
bermegah-megahan adalah sifat melampaui batas yang dibuat-buat dan berbangga
dengannya baik yang terkait ukuran luas, tinggi, maupun keindahan. Akan tetapi,
bila memang demi memenuhi kebutuhan, maka tidak termasuk katagori
bermegah-megahan. Kesederhanaan adalah budaya yang telah diterapkan oleh
Rasulullah S.A.W sebagaimana adanya larangan untuk bermegah-megahan (QS.
Al-Isra’ [17]: 27, QS. At-Takaatsur [102]: 1, Surah al-Qasas [28]: 76). Oleh
karena itu kesederhanaan dalam sebuah rumah dan gaya hidup menjadi tuntutan.
Salah satu contohnya seperti untuk tidak meenggunaan perkakas dari perak dan
emas sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
e) Adab menjaga kesehatan
Islam sangat memperhatikan masalah kesehatan. Oleh karena itu
memperhatikan hal tersebut menjadi bagian dari pembinaan rumah yang islami.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Hawwa (2002)
dijelaskan:
‘Ada dua kenikmatan yang dilupakan oleh kebanyakan orang, yaitu kesehatan dan waktu luang.’
f) Berbuat baik kepada tetangga dan menghormati tamu
Rumah seorang muslim adalah rumah yang akan menghormati tamunya.
Seorang muslim harus senantiasa menyiapkan dirinya, rumahnya, dan
keluarganya untuk menerima tamu dan menghormatinya. Dan para tamu harus
memahami kemampuan orang yang dikunjunginya. Diantara adab bertamu adalah
tidak boleh memberatkan orang yang dikunjungi. Untuk memasuki rumah, tamu
harus meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik rumah (Q.S. Al-Nur [24]: 28).
Banyak sekali hadits ayat menerangkan untuk memuliakan tamu, salah
satunya hadits yang dirirwayatkan oleh Bukhari dalam Hawwa (2002) yang
berbunyi:
‘Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya’
Oleh karena itu sebaiknya dalam rumah yang islami disediakan adanya
kamar tamu. Kamar tamu diusahakan sebisa mungkin harus terpisah dari
kamar-kamar lain agar tamu tidak melihat aurat penghuni rumah. Bila memungkinkan,
ruang tamu memiliki kamar mandi tersendiri.
menyakiti tetanggaa dengan ucapannya’. Rasulullah SAW berkata ‘Dia termasuk ahli neraka’. Kemudian orang tersebut berkata lagi, ‘Ya Rasulullah, bahwasanya si fulanah itu shaumnya, shadaqahnya, dan shalatnya sangat sedikit sekali, kalaupun bershadaqah hanya dengan sepotong aqat (susu yang dimasamkan dan dipadatkan) akan tetapi dia tidak pernah menyakiti tetangganya dengan lisannya’. Rasulullah berkata,
‘Dia termasuk ahli syurga’ (HR. Ahmad dalam Hawwa, 2002)
Sedangkan tetangga rumah harus merasakan damai, tidak menyakiti, dan
mendapatkan hak-hak yang seharusnya. Selain itu juga dilarang untuk mengintip
atau melihat ke dalam rumah tetangga sebagaimana sabda Rasulullah SAW. yang
dikutip dari jurnal Begam yang berjudul Islam And Architecture: Architectural
interpretation from the values of the al Quran and sunnah yang berbunyi: