• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Lahirnya Asy’ariyah

MU’TAZILAH, ASY’ARIYAH DAN SYI’AH

F. Sejarah Lahirnya Asy’ariyah

Al-Asy‗ari adalah salah satu tokoh penting yang punya peranan dalam menjawab argumen Barat ketika menyerang akidah Islam. Karena itulah metode akidah yang beliau kembangkan merupakan panggabungan antara dalil naqli dan aqli. Munculnya kelompok Asy‘ariyah ini tidak lepas dari ketidakpuasan sekaligus kritik terhadap paham Mu‘tazilah yang berkembang pada saat itu. Kesalahan dasar Mu‘tazilah di mata Al-Asy'ari adalah bahwa mereka begitu mempertahankan hubungan Tuhan manusia, bahwa kekuasaandan kehendak Tuhan dikompromikan. 62

Asy`ariyah adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abu al-Hasan Al-Asy`ariy. Nama lengkapnya ialah Abual-Hasan Ali bin Isma‘il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al-Asy‘ari, seorang sahabat Rasulullah saw. Kelompok Asy‘ariyah menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri madzhab Asy‘ariyah.

Abual-Hasan al-Asya‘ari dilahirkan pada tahun 260 H/873 M di Bashrah dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 324 H/935 M. Ia berguru kepada Abu Ishaq Al-Marwazi, seorang fakih madzhab Syafi‘i di Masjid Al-Manshur, Baghdad. Ia belajar ilmu kalam dari Al-Jubba‘i, seorang ketua Mu‘tazilah di Bashrah. 63

Dalam suasana Mu‘tazilah yang sedang keruh, sebagaimana setelah terjadinya peristiwa al-Mihnah64pada tahun 827 M. Sebagai akibat dari hal itu, timbul kebencianmasyarakat terhadap

62

Harun Nasution, Teologi Islam,

63Supriadin, ―AL-ASY‘ARIYAH: Sejarah, Abu al-Hasan al-Asy‘ari dan doktrin-doktrin Teologinya‖Sulesana,Vol. 9 No. 2 Tahun 2014, h. 63.

64

Al-Mihnah yaitu pemeriksaan terhadap para ulama ahli hadist dan ahli fiqih

oleh Khalifah Al-Makmun pada dinasti Abbasiyah, yaitu pemaksaan paham ―Al-Quran makhluk‖

Mu‘tazilah,dan berkembang menjadi permusuhan. Ketika Al-Mutawakkil naik tahta menjadi Khalifah Abbasiyah (848 M) tidak mendukung aliran Mu‘tazilah, sehingga masalah al-Mihnah tidak lagi ia teruskan. Sejak ketika itu mulailah menurun pengaruh dan arti

kaum Mu‘tazilah65

.

Pada akhir abad ke 3 Hijriah muncul dua tokoh yang menonjol, yaitu Abu al-Hasan al-Asy‘ri di Bashrah dan Abu Mansur al-Maturidi di Samarkand. Keduannya bersatu dalam melakukan bantahan terhadap Mu‘tazilah, kendatipundiantara mereka terdapat pula perbedaan. Selanjutnya, yang akan dibicarakan hanyalah mengenai al-Asy‘ari yang merupakan tokoh sentral dan pendiri aliran Asy‘ariyah.

Al-Asy'ari semula dikenal sebagai tokohMu‘tazilah, dia adalah murid dari al-Juba‘i, seorang yang cerdas yang dapatdibanggakan serta pandai berdebat, sehingga al-Juba‘i sering menyuruh al-Asy'ari untuk menggantikannya bila terjadi suatu perdebatan. Dia menjadipengikut aliran Mu‘tazilah sampai berumur 40 tahun. Pada 300 H, yaituketika beliau mencapai umur 40 tahun, dia menyatakan keluar dari Mu‘tazilahdan membentuk aliran teologi sendiri yang kemudian dikenal dengan namaAsy'ariyah. Sebabnya Imam al-Asy'ari keluar dari Mu‘tazilah tidak begitujelas.66 Al-Asy'ari, sungguhpun telah puluhan tahun menganut paham Mu‘tazilah, akhirnya meninggalkan ajaran Mu‘tazilah. Sebab yang biasa yang disebut, yang berasal dari al-Subki dan ibn Asyakir ialah bahwa pada suatu malam al-Asy'ari bermimpi; dalam mimpi itu Nabi Muhammad saw, mengatakan padanya bahwa mazhab ahli haditslah yang benar, dan mazhab Mu‘tazilah salah. Sebab lain bahwa al-Asy'ari berdebat dengan gurunya al-Jubba‘i dan dalam

65 Harun Nasution, Teologi Islam,h. 64.

perdebatan itu guru tak dapat menjawab tantangan murid. Salah satu perdebatan itu, menurut al-Subki, sebagai berikut :

Al-Asy‘ari : Bagaimana kedudukan ketiga orang berikut : Mukmin, kafir dan anak kecil di akhirat?

Al-Jubba‘i : Yang mukmin mendapat tingkat baik dalam surga, yang kafir masuk neraka, dan yang kecil terlepas dari bahaya neraka.

Al-Asy‘ari : kalau yang kecil ingin memperoleh tempat yang lebih tinggi di surga, mungkinkah itu?

Al-Jubba‘i : Tidak, yang mungkin mendapat tempat yang baik itu, karena kepatuhannya kepada Tuhan. Yang kecil belum mempunyai yang serupa itu.

Al-Asy‘ari : kalau anak itu mengatakan kepada Tuhan: Itu bukanlah salahku. Jika sekiranya Engkau bolehkan aku terus hidup aku akan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik seperti yang dilakukan orang mukmin itu.

Al-Jubba‘i : Allah akan menjawab: ―Aku tahu bahwa jika engkau terus hidup engkau akan berbuat dosa dan oleh karena itu akan kena hukum. Maka untuk kepentinganmu Aku cabut nyawamu sebelum engkau sampai kepada umur tanggung jawab. ‖ Al-Asy‘ari : sekiranya yang kafir mengatakan: ―Engkau ketahui

masa depanku sebagaimana Engkau ketahui masa depannya. Apa sebabnya Engkau tidak jaga kepentinganku? Di sini al-Jubba‘i terpaksa diam. 67 Terlepas dari soal sesuai atau tidak sesuainya uraian-uraian Subki di atas dengan fakta sejarah, jelas kelihatan bahwa

Asy‘ari sedang dalam keadaan ragu-ragu dan tidak merasa puas lagi dengan aliran Mu‘tazilah yang dianutnya selama ini. Kesimpulan ini diperkuat oleh riwayat yang mengatakan bahwa al-Asy'ari mengasingkan diri di rumah selama 15 hari untuk memikirkan ajaran-ajaran Mu‘tazilah. Sesudah itu ia keluar rumah, pergi ke masjid, naik mimbar dan menyatakan :

Hadiran sekalian, saya selama ini mengasingkan diri untuk berpikir tentang keterangan-keterangan dari dalil-dalil yang diberikan masing-masinggolongan. Dalil-dalil yang dimajukan, dalam penelitian saya, sama kuatnya. Oleh karena itu saya meminta petunjuk dari Allah dan atas petunjuk-Nya saya sekarang

meninggalkan keyakinan-keyakinan lama dan menganut

keyakinankeyakinan baru yang saya tulis dalam buku-buku ini. Keyakinan-keyakinan lama saya lemparkan sebagaimana saya melemparkan baju ini. 68

Dari uraian di atas, muncul pertanyaan apa sebab keraguan al-Asy‘ari dan apa yang mendorongnya meninggalkan paham Mu‘tazilah? Ada beberapa pendapat ulama tentang hal keraguan al-Asy‘ari. Menurut Ahmad Mahmud Subhi syak (keraguan) itu muncul karena al-Asy‘ari menganut mazhab Syafi‘i. Imam al-Syafi‘i mempunyai pendapat teologi yang berlainan dengan ajaran-ajaran Mu‘tazilah, umpamanya al-Syafi‘i berpendapat al-Qur‘an tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim dan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat nanti. 69

Sebab utama ia meninggalkan aliran Muktazilah karena terjadinya perpecahan antara kaum muslimin yang dapat menghancurkan mereka kalau tidak segera diakhiri, ia sangat mengkhawatirkan Qur‘an dan hadis menjadi korban paham-paham

68Ahmad Amin, op. cit, h. 67. dikutip dari buku Harun Nasution, h. 67.

Mu‘tazilah, yang menurut pendapatnya tidak dapat dibenarkan karena didasarkan atas pemujaan akal pikiran. Sebagaimana juga dikhawatirkan menjadi korban sikap ahli hadis antrhopomorphis yang hanya memegangi nash-nash dengan meninggalkan jiwanya dan hampir menyeret Islam kepada kelemahan, kebekuan yang tidak dapat dibenarkan agama. 70

Al-Asy'ari, sebagai seorang ulama yang gairah akan keselamatan dan keutuhan Islam serta kaum muslimin, ia sangat khawatir perbedaan dan pertentangan pendapat pada waktu itu, akan menyeret ke dalam situasi yang tak diinginkan. Oleh sebab itu perlu segera adanya pedoman yang dapat jadi pegangan umat. Faktor-faktor inilah yang lebih dekat kepada kemungkinan, mengapa al-Asy'ari keluar dari Mu‘tazilah, di mana kemudian membentuk aliran teologi baru.

G. Tokoh-tokoh Aliran Asy’ariyah 1. Al-Baqillani

Namanya Muhammad Ibn al-Tayyib Ibn Muhammad Abu Bakar al-Baqillani, diduga kelahiran kota Bashrah. Ia terkenal cerdas otaknya, simpatik dan banyak jasanya dalam pembelaan agama

2. Al-Juwaini

Namanya ‗Abd al-Malik al-Juwaini yang juga terkenal dengan nama Imam Haramain, salah satu pengikut al-Asy‘ari yang besar pengaruhnya. Lahir di Khurasan tahun 419 H, dan wafat di tahun 478 H.

70

M. Yunus Samad,―Pendidikan Islam Dalam Perspektif Aliran Kalam: Qodiriyah, Jabariyah, dan Asy‘riyah” LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 16 NO. 1 JUNI 2013: 73-82. H. 79.

3. Abu Hamid al-Ghazali

Namanya Abu Hamid al-Ghazali adalah pengikut al-Asy‘ari yang terpenting dan terbesar pengaruhnya pada umat Islam yang beraliran Ahli Sunnah wal Jama‘ah. Al-Ghazali dalam pendapatnya al-Qur‘an bersifat qadim dan tidak diciptakan, sama seperti pendapat imam Asy‘ari, ia juga berpendapat bahwa Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan. 71

Dokumen terkait