• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Lisan

Dalam dokumen Basuki Wibowo S861008007 (Halaman 34-41)

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Sejarah 1.Pembelajaran Sejarah

2. Sejarah Lisan

a. Pengertian Sejarah Lisan

Sejarah lisan merupakan sebuah kajian dan metode untuk mendapatkan informasi kesejarahan yang berasal dari individu-individu, kelmopok masyarakat, peristiwa dan berbagai aktivitas keseharian dengan menggunakan wawancara.Munslow (2006: 197) menjelaskan bahwa sejarah lisan secara sederhana dipahami sebagai “the practice of interviewing eyewitnesses to past

commit to user

events”, yakni sebuah upaya untuk mewawancarai saksi dari peristiwa di masa lalu.

Pendapat lain dikemukakan oleh Roper (2005: 992) yang menyatakan bahwa “sejarah lisan adalah rekaman dan interpretasi dari ucapan pengakuan dari seseorang tentang kehidupan di masa lampau”. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa sejarah lisan tidak hanya sebagai metode, tetapi sebagai sumber sejarah itu sendiri. Pendapat Roper sejalan dengan Miller (2006: 698) yang menyatakan bahwa “oral history refers to verbatim recordings of narratives”, sejarah lisan berarti rekaman cerita secara harfiah.

Lebih spesifik Sommer dan Quinlan (2009: 1) menyatakan bahwa

Oral history is primary-source material created in an interview setting with a witness to or a participant in an event or a way of life for the purpose of preserving the information and making it available to others. (Sejarah lisan adalah sumber primer yang didapakan dari wawancara dengan saksi ataupun pelaku dari peristiwa atau dari pandangan hidup seseorang,yangbertujuan untuk menyimpan informasi dan menghadirkannya ke khalayak)

Sejarah lisan berbeda dengan tradisi lisan. Dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan yang dimaksud dengan tradisi sejarah adalah dalam bentuk mempertahankan adat istiadat, petuah leluhur dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Cara mereka mengembangkan tradisi sejarah adalah dengan mewariskannya secara lisan melelui ingatan kolektif anggota masyarakatnya. Jejak Sejarah Dalam Foklore (Mitos, Legenda, Dongeng, Lagu Rakyat dan Upacara Adat).

Dari pengertian di atas, sejarah lisan dapat dipahami dalam dua hal sekaligus, yakni sebagai proses dan hasil. Sebagai proses, sejarah lisan merupakan

commit to user

serangkaian cara mendapatkan informasi dari pernyataan yang terucap untuk menggambarkan kondisi dari kehidupan seseorang dan menyediakan bahan untuk melakukan rekonstruksi sejarah, serta menganalisis perubahan sosial (Roper, 2005: 993). Sebagai hasil, sejarah lisan merupakan rekaman cerita masa lalu dari saksi atau pelaku sejarah.

b. Tujuan dan Manfaat Sejarah Lisan

Sejarah lisan menjadi suatu metode mengalami perkembangan.Metode ini kembali dilihat oleh para ahli terutama di Amerika Serikat pada abad ke-20. Penggunaan sejarah lisan mulai diperhatikan kembali oleh para sejarawan karena adanya kekhawatiran orang-orang yang masih hidup dan menyaksikan peristiwa akan meninggal, sedangkan mereka sendiri tidak membuat catatancatatan tertulis. Memori yang dimiliki oleh para saksi peristiwa tersebut merupakan sumber informasi yang berharga.Sejarah lisan dalam pelaksanaannya sebagai suatu metode yang modern dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Para ahli pada saat itu menggunakan penelitian dengan metode lisan untuk melihat kenangan bekas para budak hitam.Penelitian yang dilakukan para ahli ini kemudian mengalami perkembangan.Sumber lisan yang dikumpulkan, tidak hanya dari orang-orang besar saja atau para tokoh, tetapi orang-orang kecil pun mereka wawancarai bahkan orang-orang yang buta huruf.Orang-orang ini sangat sulit mewariskan sumber-sumber tertulis.

Miller (2006: 698) menjelaskan bahwa sejarah lisan bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang orang biasa dan tentang segala aspek kehidupan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam dokumen tertulis.Sementara itu Roper

commit to user

(2005: 993) menyatakan bahwa sejarah lisan bertujuan untuk memberikan deskripsi yang mendetail tentang kehidupan individu serta menyediakan sarana untuk melakukan rekonstruksi sejarah dan menganalisis perubahan-perubahan sosial.

Perks dan Thomson (2003:ix) menjelaskan bahwa “oral history is predicated on an active human relationship between historians and their sources, which can transform the practice of history in several ways”. Pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa sejarah lisan bertujuan sebagai satu alat untuk transformasi sosial masyarakat.lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa

In certain projects a primary aim has been the empowerment of individuals or social groups through the process of remembering and reinterpreting the past, with an emphasis on the value of process as much as historical product. (Park dan Thomson, 2003: ix)

(tujuan utama dari kegiatan sejarah lisan adalah memberikan pemberdayaan kepada individu atau kelompok sosial tertentu melalui proses mengingatkan dan menafsirkan kembali masa lalu, dengan cara menemukan nilai-nilai dari sebuah proses sebagai produk sejarah)

Tujuan sejarah lisan sebagai media pemberdayaan sejalan dengan pendapat dari Munslow (2006: 197).Ia menyatakan bahwa sejarah lisan makin meneguhkan posisi sejarawan sebagai penengah dalam satu situasi. Hal ini dilakukan dengan melakukan penulisan dari perspektif yang berimbang.Sejarah tidak hanya milik orang besar dan para penemang, tetapi juga miliki individu-individu yang terlupakan.Dengan demikian, sejarah lisan bertujuan dalam memberikan alternatif yang beragam dari sebuah cerita sejarah.

Ada beberapa manfaat dalam penggunaan sejarah lisan. Kuntowijoyo (2003: 27) menjelaskan bahwa penggunaan sejarah lisan akan mengatasi kelangkaan dokumen. Hal ini karena banyak peristiwa yang tidak tertangkap oleh

commit to user

dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi dari kejadian-kejadian penting menurut kepentingan pembuat dokumen dan zamannya, tetapi tidak melestarikan kejadian-kejadian individual dan yang unik yang dialami oleh seseorang atau segolongan .

Manfaat penggunaan sejarah lisan selain sebagai metode adalah untuk sumber sejarah.Kegiatan sejarah lisan sebagai usaha menyediakan sumber bagi peneliti sejarah dilakukan dengan menyediakan rekaman wawancara dari para saksi atau pelaku sejarah.Selain itu dijelaskan pula oleh Kuntowijoyo (2003: 29-30) bahwa sejarah lisan memberikan kemungkinan yang hampir tak terbatas untuk menggali sejarah dari pelakunya.Sejarah lisan juga dapat mencapai pelaku-pelaku sejarah yang tidak disebutkan dalam dokumen.Kemudian, sejarah lisan memungkinkan perluasan masalah sejarah, karena sejarah tidak lagi dibatasi oleh keberadaan dokumen tertulis.

Sommer dan Quinlan (2009:3) menjelaskan bahwa sejarah lisan menyediakan lebih banyak informasi daripada dokumen.Sejarah lisan menyediakan banyak meungkinan untuk melihat masa lalu, sehingga makin menghidupkan sejarah.Ia menggambarkan bahwa pelaku sejarah adalah seseorang yang nyata dengan berbagai perspektifnya yang beragam. Dengan demikian, sejarah lisan membantu memerikan pemahaman bagaimana cerita sejarah terjadidan mengeksplorasi banyak sisi dari sebuah cerita.Oleh karena itu, sejarah lisan makin meperkaya makna dalam sebuah cerita sejarah dan membantu generasi sekarang menafsirkan masa lalu secara lebih konkret.

Banyak manfaat lain yang diambil dari sejarah lisan. Manfaat tersebut adalah (1) sejarah lisan membantu mendokumentasikan peristiwa pada

commit to user

masyarakat tertentu; (2) sejarah lisan membantu mengakomodasi gagasan orang yang tersisihkan, (3) sejarah lisan menyediakan berbagai suara dan wacana; (3) sejarah lisan dapat digunakan dalam pembelajaran dalam kelas bagi siswa untuk melakukan penelitian sejarah; (4) sejarah lisan dapat menumbuhkan kembali kenangan dan kebersamaan dalam masyarakat (Sommer dan Quinlan, 2009: 3-5). c. Sumber Sejarah Lisan

Sejarah lisan memiliki beberapa sumber sebagai sarana penyusunan cerita sejarah.Vansina (1985: 12) menyatakan bahwa sumber-sumber yang digunakan oleh sejarawan lisan adalah pengalaman-pengalaman yang masih diingat (reminiscences), rumor (hearsay), atau kesaksian individu atas peristiwa dan situasi di masa lalu semasa hidupnya.Dengan demikain secara umum sumber yang digunakan adalah pengalaman seseorang, termasuk di dalamnya surat-surat, buku harian, pengakuan-pengakuan, dan ingatan (Miller, 2006: 698).

Pengakuan lisan dari seseorang sebagai pengalaman individualnya merupakan salah satu sumber yang tertua dan paling sering digunakan sebagai bukti sejarah.Dalam pengertian ini, penelitian sejarah pada masyarakat yang belum mengetahui tulisan dapat menggunakan sejarah lisan untuk menggali informasi-informasi kesejarahan.

Pengakuan personal secara lisan merupakan sumber utama bagi peneliti sejarah lisan.Peneliti sejarah lisan menggunakan wawancara untuk mendapatkan informasi. Di masa sekarang peneliti banyak menggunakan alat perekam untuk mempermudah proses penelitian. Dalam praktiknya, rekaman ini kemudian ditranskripsikan untuk mempermudah proses analisis data (Miller, 2006: 698).

commit to user

Unsur yang penting dalam sejarah lisan adalah pewawamcara (yang melakukan wawancara) dan pengkisah (yang diwawancarai). Baik pengkisah maupun pewawancara adalah manusia yang memiliki sifat-sifat yang khas, sehinggan hasil wawancara ditentukan oleh sifat-sifat dari pewawancara maupun oleh pengkisah. Karena itulah dalam mencari data diperlukan pendekatan yang khusus (Lapian, 1985:2).

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung. Wawancara sejarah lisan adalah pengalaman pengkisah itu sendiri. Hal ini akan berbeda dengan tradisi lisan, dimana pengkisah itu mendapat informasi dari neneknya ataupun dari generasi yang lebih tua. Jadi dalam penulisan sejarah lisan yang diwawancarai adalah pengalaman sendiri (Lapian, 1985:7).

Struktur wawancara dapat dibedakan dalam dua bagian. Pertama, wawancara yang memfokuskan topik.Kedua, pendekatan pengalaman hidup (life History) yang menempatkan sejarah kehidupan seseorang dalam konteks sosial dan sejarah (Kwa Chong Guan, 2000: 86).

Wawancara sejarah lisan bukan sekadar kisah yang menampilkan kenangan tentang masa lampau. Dengan dorongan, atau kehadiran pewawancara, kisah bisa menjadi reflektif dan interpretatif. Metodologi pengalaman hidup itu memungkinkan dilakukan perekaman pengalaman subyektif dari orang-orang yang diwawancarai, bagaimana mereka melihat identitas mereka sendiri(Kwa Chong Guan, 2000: 96).

commit to user

Metode sejarah lisan adalah suatu metode pengumpulan data atau bahan guna penulisansejarah yang dilakukan sejarawan melalui wawancara terhadap para pelaku sejarah yangingin diteliti. Di Indonesia metode wawancara dalam penulisan sejarah mulaidikembangkan dengan diawali adanya proyek sejarah lisan yang ditangani oleh BadanArsip Nasional.Berkembangnya metode wawancara dalam penulisan sejarah di Indonesiadilatarbelakangi oleh sulitnya menemukan jejak masa lampau berupa dokumen yangsezaman serta makin berkembangnya perhatian studi sejarah yangmengarah ke subyek masyarakat berupa orng kecil dalam peristiwa kecil yang biasanya tidak meninggalkan jejak berupa dokumen.Wawancara adalah kegiatan melakukan tanya jawab dengan narasumber untuk mendapatkan keterangan tertentu. Wawacara merupakan teknik pengumpulan data yangamat penting dalam penelitian survey selain teknik utama berupa Observasi. Oleh karenaitu, dalam penelitian survei, teknik wawancara merupakan pembantu utama dari metode obserfasi.

Dalam dokumen Basuki Wibowo S861008007 (Halaman 34-41)

Dokumen terkait