• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Musik Orkestra di Indonesia (Jakarta)

BAB II GAMBARAN MUSIK ORKESTRA DI INDONESIA DAN DI DUNIA

2.3. Sejarah Musik Orkestra di Indonesia (Jakarta)

Hadirnya musik orkestra di Indonesia disebabkan oleh adanya kontak dengan bangsa- bangsa Barat di seluruh dunia. Pengaruh Barat dalam hal seni telah banyak terjadi di Indonesia, berawal sejak datangnya para pedagang-pedagang Portugis, yang kemudian disusul oleh datangnya orang-orang Belanda yang berlayar, singgah, dan merapat di pulau Jawa pada akhir abad XVI.

Francis Drake mendarat di pantai Selatan Jawa yang menulis di dalam buku perjalanannya yang mengatakan bahwa musisi kapal telah memainkan musik untuk seorang raja dan raja tersebut membalas dengan permainan musiknya. Musisi kapal tersebut terdiri dari satu orang pemain trompet dan empat orang pemain instrumen gesek. Trompet merupakan instrumen yang paling penting di kapal yang digunakan sebagai tanda-tanda penghormatan. Kemudian musik juga dibawa oleh pedagang-pedagang Portugis yang dimainkan oleh para budak-budak kapal yang terdiri dari orang-orang India, Afrika, dan Asia Tenggara. (sumarsan.94).

Pengaruh Barat terhadap seni khususnya musik sangatlah menonjol. Di istana-istana di Jawa Tengah (khususnya Jogyakarta) musik Barat telah menyusup dan masuk ke dalam

ansamble gamelan Jawa. Salah satu komposisi gending dan lagu-lagu yang telah menggunakan

instrumen musik Barat yang digunakan untuk mengiringi tari Putri Bedaya dan tari Serimpi Keraton Jogyakarta adalah genderang, trompet, trombone, dan juga sekali-sekali juga ada klarinet. (Soedarsono,1990;61-62).

Pertunjukkan musik yang diadakan di Keraton Jogyakarta mengalami kemajuan yang cukup pesat yaitu pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII (1921-1939). Kehadiran Walter Spies salah satu pemusik Barat pada tahun 1923 membuat pengaruh besar terhadap perkembangan kehidupan musikal di Keraton Jogyakarta. Beliau dipekerjakan di lingkungan Kraton Jogyakarta sebagai seorang instruktur musik dan dirigen pada Kraton Orkestra Jogyakarta dengan gaji seratus poundsterling yang di bayar perbulannya. (Stewell,1980;21). Sebelum Kraton Orkestra Jogyakarta terbentuk, sudah ada namanya Orkestra

Societet de Vereeniging yang terbentuk pada tahun 1822 dibawah pimpinan Attilio Genocchi

berasal dari Italia dan juga Carl Gotsch berasal dari Austria (Wina). Orkestra ini didirikan oleh para pengusaha perkebunan di Jogyakarta (Butenweg,1966;139-152).

Perkembangan dan kemajuan musik orkestra di Indonesia pernah mengalami masa pasang-surut. Tepatnya pada tahun 1950- an pernah menjadi zaman keemasan dan zaman kejayaan musik orkestra. Namun sangat disayangkan tidak adanya bukti-bukti rekaman gambar maupun rekaman suara, catatan fisik, foto-foto dokumentasi, piagam penghargaan, dan lain- lainnya. Maka atas dasar pengalaman inilah kondukter Twillite Orkestra dibawah pimpinan Addie MS terinspirasi untuk segera mungkin membuat album rekaman dan buku tentang perjalanan dan perkembangan Twillite Orchestra selama lebih dari sepuluh tahun berdiri. Disamping itu juga hadir Nusantara Symphony Orchestra (NSO) dibawah koordinasi Miranda

Goeltom yang khusus membawakan repertoar musik klasik Barat dari komposisi karya Johann S Bach, Wolfgang Amadeus Mozart, Ludwig van Beethoven dan sebagainya.

Di sebabkan adanya krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1998 sehingga membuat keterpurukkan diberbagai bidang, termasuk kelangsungan hidup musik orkestra itu sendiri. Jadwal kegiatan konser musik orkestra oleh Twillite Orkestra berkurang drastis dari lima kali mengadakan konser selama setahun menjadi satu kali saja dalam setahun.(Fuadi,2009;144-145).

Di Medan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, bukannya tidak ada orkestra, hanya saja belum ada pertunjukkan orkestra yang ditampilkan khusus di concert hall ataupun semacam opera house yang ditampilkan secara berkesinambungan, misalnya sebulan sekali atau tiga bulan sekali, akibatnya musisi orkestra di Kota Medan hanyalah mentok di situ-situ saja, susah untuk maju dan jika mau berkembang terpaksa harus ke luar negeri. (sumber: direktur artistik irama musik studio Medan DR. Christine Utomo).

Di Singapura setiap bulannya digelar konser musik orkestra klasik di Concert Hall, hal itu bisa berjalan karena pemerintahannya memang menyediakan anggarannya, sehingga para senimannyapun merasa diperhatikan dan termotivasi untuk berkarya. Tetapi lain halnya di Indonesia, khususnya kota Medan, anggarannya hanya diperuntukkan pada seni budaya asli Indonesia, sehingga konser musik klasik disponsori oleh pihak swasta.

Orkestra sudah ada di Indonesia sejak tahun 1918. Antara tahun 1922 sampai 1980 orkestra mengalami masa pasang surut. Pada periode 1980 sampai 1990 sejarah mencatat orkes simponi Institut Seni Indonesia (ISI) dengan kondukter Yazeed Djamin. Pada tahun 1990-an sampai saat ini Addie MS dengan Twillite Orchestranya tampil sebagai orkestra garda depan. Musik orkestra bukan saja indah secara artistik, tetapi juga perlu dan berguna. Di luar negeri musik orkestra dimanfaatkan sebagai alat diplomasi budaya. Di samping itu perkembangan musik orkestra juga merupakan salah satu pertanda kemajuan suatu bangsa. (Leksono.2004;52)

Bila kita melihat kembali ke masa Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 saat itu belum banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang musik orkestra. Musik orkestra merupakan salah satu bentuk adaptasi dari budaya Barat atau dapat dikatakan sebagai suatu warisan. Pada masa-masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, dunia perpolitikan dan perekonomian Indonesia masih belum stabil, roda pemerintahan belum dapat berjalan dengan baik, dan pada saat itu pula musik orkestra belum mengalami perkembangan yang cukup berarti. Jangankan untuk membentuk musik orkestra, hanya untuk bisa makan saja pada waktu itu sangatlah susah, dan juga tidak semua rakyat Indonesia bisa mengecap manisnya dunia pendidikan, karena pada saat itu yang bisa bersekolah hanyalah anak-anak yang orang tuanya berkemampuan ekonomi tinggi. Jadi bisalah dikatakan bahwa pada awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia musik orkestra belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Setelah memasuki era tahun 1970-an maka aktifitas musik orkestra mulai berjalan.

Musik orkestra mulai mengalami perkembangan ketika beberapa pemuda-pemudi Indonesia kembali ke tanah air setelah menjalani pembelajaran musik di luar negeri. Hal ini tentunya memiliki pengaruh yang sangat besar, karena musisi tersebut dapat mempelajari perkembangan yang ada di luar Indonesia dan mencoba mengembangkan musik yang ada di Indonesia, Perkembangan tersebut tentunya didukung oleh tokoh-tokoh musik yang mengenyam pendidikan musik Barat di Indonesia.

Salah satu tokoh yang memiliki peran besar dalam perkembangan musik orkestra di Indonesia adalah Amir Pasaribu. Melalui tokoh ini, musik orkestra di Indonesia mulai mencapai titik terang dan terus mengalami perkembangan pesat di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya jumlah peminat yang mempelajari alat musik yang terdapat di sebuah orkestra. Seiring dengan perkembangan jaman peran pemerintahpun sangat diharapkan untuk menyebarluaskan musik orkestra kepada masyarakat melalui dimasukannya pendidikan musik sejak dini di sekolah-sekolah umum. (http:www//web ache.google).

Di era 1900-an beberapa kelompok orkestra di Jakarta diantaranya Batavia Phillharmonic

Orchestra (1942), orkes radio Jakarta (1950), orkes studio Jakarta (1950), orkes simponi Jakarta

(1978), Nusantara Simphony Orchestra (1988) dan Twillite Orchestra (1991). Sementara itu diperiode yang sama 1990-an kelompok orkestra milik institusi pendidikan seperti orkes simponi Institut Seni Indonesia (ISI) Jogyakarta dan Mahaditra dari Universitas Indonesia juga aktif namun dalam wilayah terbatas.

Orkes simfoni Jakarta (OSJ) sudah pernah tampil di auditorium Radio Republik Indonesia (RRI) pada tanggal 27 Januari 201033, setelah bertahun-tahun tidak mampu tampil akibat keterbatasan dana, maka direktur utama lembaga penyiaran publik (LPP-RRI) Parni Hadi berkomitmen bahwa tidak boleh RRI sampai tidak mempunyai orkes simponi. Penampilan kembali OSJ bertepatan dengan diresmikannya Auditorium Jusuf Ronodipuro, beliau adalah salah satu pendiri RRI dan juga pembaca teks proklamasi berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia yang didapatnya dari kantor berita Antara.

Untuk setiap penampilan di Auditorium RRI sendiri diperlukan biaya sekitar tiga ratus juta rupiah, sedangkan jika OSJ ini tampil di tempat lain maka biaya setiap penampilan bisa mencapai lima ratus juta rupiah. Waktu yang di butuhkan untuk setiap penampilan berkisar dua hingga tiga jam. OSJ ini di bawah pimpinan kondukter Amir Katamsi, para pemain musik adalah karyawan RRI itu sendiri, sehingga tugas mereka sehari-hari hanyalah bermain musik. OSJ pada penampilan perdananya membawakan lagu-lagu yang tidak terlalu berat sehingga mampu menarik minat para pendengar yang berjumlah tiga ratus lama puluh orang. (http://www.orkes

simfoni_jak).

           3 

Pada era tahun 1970‐an sebagian besar pemain musik Orkestra simponi Jakarta (OSJ) berasal dari Kota  Medan yang  hijrah ke Jakarta untuk meneruskan karir bermusiknya di sana.  

The Jakarta Symphony adalah sebuah kelompok Phillharmonic yang berdomisili di

Jakarta. Kelompok ini bermula dari pertemuan tokoh-tokoh yang pada era 1970-an bersama- sama berprestasi disebuah orkes yang sudah ada yaitu Orkes Simfoni Djakarta. Tokoh-tokoh itu antara lain adalah Toni Suwandi, Embong Rahardjo, Suka Harjana, F.X. Sutopo, Amir Katamsi dan kawan-kawan. Bersama F.Kuswardianto kelompok itu memberi nama baru pada Orkes Simfoni Djakarta yang legendaris itu, yaitu The Jakarta Symphony. Kemudian bergabung pula beberapa musisi muda Indonesia berbakat lainnya seperti Juhari Saleh, Didik SSS, Gatot Santoso, dan lain-lain.

Kemudian ada lagi orkestra yang cukup terkenal pada era tahun 1960-an yaitu Chandra Kirana Orchestra adalah orkestra lengkap pimpinan Diah Iskandar yang merupakan musisi yang setia pada musik orkestra, dan sampai pada saat ini masih aktif menyanyi dan bahkan giat mencari bibit-bibit baru buat penyanyi orkestra. Chandra Kirana orchestra merupakan pendamping orkes studio Jakarta (OSJ) dalam program siaran Radio Republik Indonesia (RRI). Diah Iskandar mencoba untuk menghidupkan kembali kejayaan Chandra kirana Orchestra pada era tahun 1960-an yang pada saat itu dibawah pimpinan ayahnya sendiri. Chandra Kirana

Orchestra juga mengisi acara TVRI dibawah pimpinan Elfa Secioria, seorang musisi muda

terkenal pada saat itu. Sekarang ini orkestra di Indonesia hanya ada dua yaitu: Magenta

Orchestra pimpinan Andi Rianto dan Twillite Orchestra pimpinan Addie MS.

Pada bulan Februari 2010, Jakarta Chamber Orchestra (JCO)34 telah melakukan pertunjukkan kuartet biola berkolaborasi dengan pemain biola asal Belanda yang tergabung dalam viola quartet di gedung pusat perfilman Usmar Ismail kuningan dengan kondukter Avip Priatna. Sebanyak dua puluh lima musisi dari JCO mengiringi penampilan kuartet biola Belanda tersebut. Karya musik klasik yang dibawakan cukup beragam mulai dari Zaman Baroc hingga kontemporer diantaranya karya G. F. Handel, G.P.Telemann, Onnokrijn serta karya musisi klasik dari Indonesia yaitu Haryo Soejoto. (http://www.usmarismail.com).

Twillite orchestra (selanjutnya disebut TO) telah memegang peran dalam mengangkat musik dalam negeri khususnya dalam rangka melestarikan lagu-lagu Nasional gubahan para komponis Indonesia dan lagu-lagu tradisional. Dibantu oleh Victorian Phillharmonic orchestra dan Twillite

chorus, Addie MS telah merekam ulang lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaan

W.R.Supratman dalam versi aransemen orkes aslinya oleh Jos Cleber dan lagu Nasional lainnya dalam sebuah album berjudul “simponi negeriku”. Kemudian tahun 2004 TO kembali membuat sebuah rekaman yang menampilkan seluruh repertoar klasik berjudul la forza del destino, album ini menjadi album klasik pertama yang direkam secara langsung oleh orkes simponi Indonesia dan diedarkan untuk umum, selain itu TO juga telah berperan serta dalam mengangkat dan

      

4

Chamber orchestra adalah orkes kamar, orkes dalam satuan kecil sesuai dengan kebutuhan ruang  terbatas (http://books.google.co.id).  

mengekspos artis dan musisi Indonesia pada publik dalam negeri. Dengan demikian memberikan kesempatan untuk meningkatkan serta mengembangkan bakat artistiknya dari waktu ke waktu.

Eksistensi selama lebih dari sepuluh tahun TO sejak berdiri dari tahun 1991 dapat terwujud berkat peran dan dukungan Indra U. Bakrie sebagai patner dan Oddie Agam. Kondisi di Indonesia berbeda dengan kondisi di negara lain, dimana orkestra di luar negeri mendapat dukungan dari pemerintah setempat dan masyarakat, sedangkan orkestra di Indonesia tidaklah demikian adanya.

Di awal tahun 2011 TO mempersembahkan konser secara live pada tanggal 12 Februari 2011 di Balai Sarbini Jakarta dengan kondukter sang maestro Addie MS. Penayangan ini juga dilanjutkan di Metro tv pada juni 2011 dengan tema “nodame cantabile” alasan mengangkat tema ini karena nodame cantabile merupakan anima, drama dan movie yang populer di Jepang bahkan di dunia. Karya-karya yang ditampilkan antara lain: Rhapsody in Blue by George

Gershwain, Piano Concerto No.2 in c Minor op.181 Moderato by Ssergei R, III Allegro Scherzando by Sergei R.

Kemudian Mandiri Sekuritas juga mempersembahkan konser TO Cantabile 2 pada tanggal 16 juli 2011 di Aula Simfoni Jakarta yang merupakan kelanjutan dari konser Catabile 1, masih dengan tema yang sama yaitu nodame cantabile yang menampilkan karya-karya klasik terbaik dari komponis besar seperti: Glinka, Tchaikovsky, Beethoven, Ravel, dan Dvorak.

Pianist Kazuha Nakahawa juga tampil membawakan karya Ravel, dan ada juga duet Michael

Siswanto (biola) dan Felicitanesca (piano) membawakan sonata dari Beethoven.

TO juga menggelar konser pendahuluan sebelum konser utama pada tanggal 21 juli 2009 di Sydney Opera House, Australia denga tema “Indonesia a touch of harmony” diadakan di

Ballroom XXI Djakarta Theater pada tanggal 16 juli 2009. Ini merupakan pertama kalinya

orkestra Indonesia tampil di Sydney, sehingga dengan demikian masyarakat Australia mengetahui bahwa Indonesia memiliki budaya yang beranekaragam tidak hanya gamelan tetapi juga orkestra. Artis pendukungnya seperti: Utha Likumahua, Levi Gunardi (pianist), Johannes (soprano), paduan suara TO juga membawakan lagu-lagu Indonesia seperti: Indonesia Pusaka, dan Bengawan Solo juga lagu-lagu daerah Indonesia yang dirangkai menjadi medley. Untuk konser di Sydney Opera House, TO berkolaborasi bersama penyanyi tenor Australia yaitu Stephen Smith dan Jessica (juara Australian Idol 2008).

Disamping TO ada lagi Magenta orkestra yang merupakan orkestra pop pertama di Indonesia yang dipelopori oleh Indra U Bakrie dengan melibatkan Andi Rianto sebagai music

director. Pagelaran pertama Magenta Orkestra (selanjutnya disebut MO) diadakan pada tanggal

20 april 2004 di Plenary Hall Jakarta Convention Center dengan tema “the sound of colour”. Penampilan gaya pop yang lebih santai dan kaya warna menjadi esensi yang ingin disampaikan MO, yang memadukan unsur musik, tata panggung, tata cahaya, kostum, visualisasi, talkshow, serta sinematografi. Kehadiran MO merupakan angin segar bagi perkembangan orkestra di Indonesia, dimana orkestra selalu diidentikan dengan musik klasik. Pergelaran perdana

melibatkan 164 orang musisi, 14 orang penyanyi, juga beberapa group band terkenal dengan kondukter Oni Krisnerwinto, durasi waktu 120 menit, jumlah penonton berkisar 3000-an, undangan tidak diperjualbelikan, penonton terdiri dari pemimpin perusahaan berbagai industri, pejabat pemerintah, organizing company, media elektronik/cetak, seniman, pelajar/mahasiswa dan banyak lagi. Lounching MO melibatkan 101 orang pemain, 51 orang choir, 6 orang rhytm

section, 4 orang backing vocal, 1 orang kondukter, berbagai artis dan group band terkenal seperti

Titi DJ, Krisdayanti, Ruth Sahanaya, Sheila Madjid, Agnes Monica, Padi dan masih banyak lagi. Dengan kehadiran MO, masyarakat diharapkan dapat membawa orkestra back to basic, mengembalikan musik sebagai bunyi-bunyian yang bisa dinikmati telinga. Musik sama seperti bunyi, bersifat universal, musik juga dapat dinikmati oleh segala usia, golongan, dan bangsa. Dengan adanya MO diharapkan menjadikan musik orkestra sebagai musik yang mudah dicerna dan dimengerti (easy listening).

Yang tidak kalah menariknya adalah Indonesia memiliki orkestra musik tradisional pertama di dunia. Bila di Barat sudah ratusan tahun memiliki musik orkestra modren yang digunakan sampai sekarang ini, tetapi di Timur lahir orkestra musik tradisional yang mewakili dari seluruh wilayah Indonesia. Orkestra musik tradisional ini tergabung dalam Indonesian

National orchestra (INO). Ino melakukan pertunjukkan perdana sebagai uji coba performance di

Balairung gedung Sapta Pesona pada tanggal 12 Mei 2010, yang difasilitasi oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata yang dipimpin oleh Franky Raden. Menurut beliau Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan budaya musik yang tidak terbatas, lebih dari lima puluh alat musik tradisional dari berbagai daerah di tanah air dimainkan dalam pergelaran tersebut.

(http://indonesia proud.wordpress.com).

Di samping itu ada lagi Orkestra Angklung yang telah mengukir prestasi dikancah Internasional ditangan Daeng Udjo seorang maestro angklung, sebanyak 5.102 orang di Washington DC telah berhasil memainkan angklung dengan baik dan mencatat rekor di Guinnes

Books of Records. Lagu-lagu yang dibawakan pada Festival Indonesia 2011 yang digelar KBRI

Washington DC di kaki monumen nasional kebangsaan Amerika di antaranya: we are the world

dan take me home country road yang diiringi para penyanyi dari Elfa’s Singer dan Sherina.

Peserta orkestra angklung tidak hanya berasal dari Washington DC tetapi juga dari New york dan telah diakui sebagai seni budaya asli Indonesia. (http://gobatak.com/gondang batak untuk dunia).

Disamping itu juga pada tanggal 9 April 2011 pernah diadakan acara pertunjukan seni dan budaya “gondang orkestra untuk dunia” yang ditayangkan di TVRI selama dua malam berturut-turut.Tigor Situmorang bertindak sebagai komposer, arranger, dan kondukter dalam pertunjukan ini. Acara ini menampilkan “gondang orkestra untuk dunia” yang fokus pada perkusi Batak (gondang) serta dikombinasikan dengan musik tradisional Indonesia dan musik dunia lainnya. Tayangan berdurasi satu jam setengah ini mendapat apresiasi dan dukungan dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia yang diwakili oleh Drs. Sulistyo TK.MM. Artis-artis yang turut serta memeriahkan acara ini antara lain: Tiar Nababan, Stack Brother,

Roland Sinaga, Billy Banjarnahor, dan artis nasional Ita Purnama Sari, direksi TVRI, para Duta Besar dan masih banyak lagi lainnya. (http://www.gobatak.com).

Dokumen terkait