• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)

TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT BERMASALAH

H. Sejarah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)

Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 49 Prp Tahun 1960, dengan tugas dan fungsi untuk mengurus piutang negara atau hutang kepada negara yang besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi nasabah debitur/penanggung hutang tidak melunasi sebagaimana mestinya, serta melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang/kredit yang telah dikeluarkan oleh negara/badan-badan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan piutang negara ialah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.

PUPN dibentuk berdasarkan pertimbangan dari Undang-Undang No. 49 PRp Tahun 1960, di dalam huruf b, c dan d, dimana dinyatakan bahwa “untuk kepentingan kuangan negara, hutang kepada negara atau badan negara, baik langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh negara, perlu segera diurus yang dengan peraturan-peraturan biasa tidak memungkinkan untuk memperoleh hasil yang efisien dan efektif dalam mengurus piutang negara, dan oleh karena keadaan memaksa, maka hal tersebut perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Peraturan Pemerintah tersebut masih berlaku sampai sekarang dengan Keputusan Presiden No. 11 Tahun 1976, maka lebih meningkatkan pelaksanaan sistem pengurusan. Bentuk dan susunan organisasi, serta tata kerja PUPN diperkokoh dan atau diperkuat dengan pembentukan Badan Urusan Piutang Negara (BUPN).

Selanjutnya dengan pertimbangan untuk lebih meningkatkan sistem pengurusan piutang negara macet dan peningkatan peranan pelayanan lelang yang penting artinya bagi pengamanan dan peningkatan penerimaan keuangan negara. Keppres No. 11 Tahun 1976 yang mengatur kedudukan, tugas, organisasi dan tata kerja BUPN ditinjau kembali dan diperbaharui oleh Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1991. Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut BUPN disempurnakan mejadi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) yang berkedudukan di Jakarta, kemudian menyusul Keputusan Presiden No. 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan ugas Departemen Keuangan jo Keputusan Presiden No. 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Susunan organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di lingkungan Departemen Keuangan.51

51

S. Mantayborbir, et.all, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, (Selanjutnya disingkat S. Mantayborbir, et.all, II), Pustaka Bangsa Press, Medan, 2002, hal. 30.

Selanjutnya dibentuklah unit-unit pelaksana di daerah, yaitu Kanwil BUPLN dan yang kemudian dirubah menjadi Kanwil DJPLN. Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) dan Kantor Lelang Negara (KLN) digabungkan menjadi satu kantor yang disebut Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN).

Membicarakan PUPN tidak terlepas dari sejarah lelang negara, maka dalam bagian perlu ini perlu diuraikan secara lelang negara.

Tahun 1908 terbentuknya Vendu Reglement (Stbl. 1908. 189) dan Vendu Instruksi (STBL. 1908.190) pada saat itu lelang mulai dikenal di Indonesia dimana dilaksanakan oleh Pejabat Lelang (Vendumesteer) yang diangkat oleh Gubernur Jenderal dan Tempat kedudukannya ditentukan oleh Direktur Jenderal Keuangan.

Tahun 1955, unit lelang negara berada di lingkungan Departemen Keuangan dan langsung di bawah Menteri Keuangan dengan nama “inspeksi Urusan Lelang”.

Tahun 1960 unit lelang negara dialihkan dan di bawah tanggung jawab Direktur Jenderal Pajak. Tahun 1970 Kantor Lelang Negeri menjadi Kantor Lelang Negara dan berada di bawah tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak. Di tingkat kantor pusat hanya berbentuk “Sub Direktorat Lelang” sebagai unit eselon III. Sedangkan di daerah, unit operasionalnya adalah Kantor Lelang Negara dan dibantu oleh Pejabat Lelang Kelas II.

Tahun 1990 pada tanggal 1 April 1990, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 428/KMK.01/1990 tanggal 4 April 1990 unit lelang dialihkan tanggung jawab dari Direktorat Jenderal Pajak kepada Badan Urusan Piutang Negara (BUPN). Tujuan pemindahan unit lelang tersebut adalah untuk lebih mengoptimalkan pelayanan lelang dan memberikan kesempatan seoptimal kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk lebih mengkonsentrasikan diri pada fungsi dan tugas pokoknya.

Tahun 1991, berdasarkan Keppres No. 21 tanggal 1 Juni 1991, BUPN dirubah organisasi menjadi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) dengan status unit lelang di tingkat pusat ditingkatkan menjadi eselon II yaitu di tingkat Sub Direktorat Lelang menjadi Biro Lelang Negara. Pada tingkat Kantor Wilayah dari eselon IV menjadi eselon III, sedangkan untuk kantor operasional terbentuk di 27 kota propinsi seluruh Indonesia dengan status type A (eselon III) dan type B (Eselon IV).

Tahun 2001, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001 yang kemudian diatur lebih lanjut di dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 445/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001, unit Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) dan unit Kantor Lelang Negara (KLN) digabungkan organisasi ke dalam satu unit yaitu Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN).

Kemudian pada tahun awal tahun 2007 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.01/2006 tentang organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, maka Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) dirubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), sedangkan BUPLN menjadi Direktorat

Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Yang mana Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kekayaan Negara, piutang Negara, dan lelang. Sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.52

Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2006 Tanggal 26 Oktober 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara menyebutkan susunan keanggotaan sebagai berikut :

1. Susunan Keanggotaan PUPN Pusat :

a. Wakil dari Departemen Keuangan sebagai anggota;

b. Wakil dari Kepolisian Republik Indonesia sebagai anggota; c. Wakil dari Kejaksaan Agung sebagai anggota;

2. Susunan Keanggotaan PUPN Cabang :

a. Wakil dari Departemen Keuangan sebagai anggota; b. Wakil dari Kepolisian Daerah sebagai anggota; c. Wakil dari Kejaksaan Tinngi sebagai anggota; d. Wakil dari Pemerintah Daerah sebagai anggota.

Ditingkat Pusat keanggotaan PUPN Pusat diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Menteri Keuangan.53 Dan ditingkat cabang pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan PUPN Cabang ditetapkan oleh Ketua PUPN Pusat atas nama Menteri keuangan.54

52

Ibid,hal.35

53

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61/KMK.08/2002, Pasal 13 Ayat (1)

54

Berdasarkan Pasal 14 UU Nomor 49 Prp Tahun 1960 menyebutkan bahwa PUPN memiliki tugas antara lain sebagai berikut :

1. Mengurus piutang Negara yang berdasarkan peraturan ini telah diserahkan pengurusannya kepadanya oleh pemerintah atau Badan-Badan yang dimaksud dalam Pasal 8 peraturan ini

2. Piutang Negara diserahkan sebagai tersebut dalam angka 1 diatas, adalah piutang yang adanya dan besarnya telah pasri menurut hokum, akan tetapi menanggung hutangnnya tidak melunasinya sebagaimana mestinya

3. Menyimpang dari ketenuan yang dimaksud dalam angka 1 diatas, mengurus piutang-piutang Negara dengan tidak usah menunggu penyerahannya, apabila menurut pendapatnya ada cukup alas an kuat, bahwa piutang-piutang Negara tersebut harus diurus

4. Melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang/kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh Negara/ Badan-Badan Negara apakah kredit benar-benar dipergunakan sesuai dengan pemohonan dan/atau syarat-syarat pemberian kredit dan menanyakan keterangan-keterangan yang berhubungan dengan ini bank-bank dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1960 tentang Rahasia bank.

Dalam menjalani tugasnya kepada Ketua Panitia Urusan Piutang Negara diberikan kewenangan untuk :

1. Menerima atau menolak dan mengembalikan Pengurusan Piutang Negara 2. Membuat Pernyataan Bersama

3. Menetapkan jumlah piutang Negara 4. Mengeluarkan Surat Paksa

5. Mengeluarkan Surat Perintah Penyitaan dan lain sebagainya.

Pelaksanaan keputusan yang merupakan kewenangan PUPN sebagaimana dimaksud diatas, dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

BAB IV

PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH PADA PT. BANK SUMUT