• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Tentang Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada PT.Bank Sumut Cabang Kisaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Tentang Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada PT.Bank Sumut Cabang Kisaran"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM TENTANG KREDIT BERMASALAH

PADA PT.BANK SUMUT CABANG KISARAN

SKRIPSI

Disusun Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ELFIRA MALIANA PANE

090200407

Departemen Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Hukum Perdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBARAN PENGESAHAN

SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENYELESAIAN KREDIT

BERMASALAH PADA PT. BANK SUMUT CABANG

KISARAN

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ELFIRA MALIANA PANE 090200407

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr.H. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP.196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr.H.Hasim Purba, SH, M.Hum Puspa Melati Hsb, SH, M.Hum NIP.196603031985081001 NIP.196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

*Elfira Maliana Pane

**Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum ***Puspa Melati Hsb, SH, M.Hum

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Perbankan bahwa tugas pokok suatu bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Deposito, Tabungan dan Giro, kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit. Sejalan dengan hal itu, PT. Bank Sumut Cabang Kisaran sebagai salah satu lembaga intermediasi dalam roda perekonomian di Kabupaten Asahan yang juga menyalurkan fasilitas kredit sebagaimana layaknya bank-bank secara umum.

Metode penelitian yang dilakukan untuk menyusun skripsi ini berupa penelitian Yuridis Normatif, yaitu penelitian dengan menerangkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta sifat penelitiannya adalah penelitian deskriptif analitis yaitu menjbarkan fakta secara sistematik, faktual dan akurat.

Dalam operasionalnya, senantiasa dihadapkan kepada berbagai macam resiko yang salah satu diantaranya berupa resiko kredit. Sebagaimana diketahui bahwa dalam pemberian kredit yang dilandasi dengan unsur kepercayaan, maka dalam pelaksanaannya harus mempertimbangkan berbagai aspek-aspek dalam pemberian kredit antara lain aspek hukum, aspek keuangan, aspek sosial, aspek pasar, aspek lingkungan dan aspek-aspek lainnya yang sangat mempengaruhi kelayakan pemberian kredit dan kualitas kredit itu sendiri setelah direalisasi. Fakta membuktikan bahwa pemberian kredit pada PT.Bank Sumut Cabang Kisaran memiliki kredit bermasalah sesuai dengan kriteria dan klasifikasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu adanya kualitas kredit “Dalam Perhatian Khusus” (sandi 2), “Kurang Lancar” (sandi 3), “Diragukan” (sandi 4) dan “Macet” (sandi 5) serta “Kredit Hapus Buku” (write off). Oleh karena itu perlu dilakukan tinjauan hukum penyelesaian kredit bermasalah pada PT.Bank Sumut Cabang Kisaran. Permasalahan yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini adalah faktor-faktor apa saja yang menimbulkan kredit bermasalah dan bagaimana penyelesaiannya. Disamping itu bagaimana prosedur dan pelimpahan hukum kredit bermasalah PT.Bank Sumut Cabang Kisaran kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Kata Kunci : - Kredit bermasalah

-Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)

*) Mahasiswa Fakultas Hukum **) Dosen Pembimbing I

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas

limpahan, berkat dan rahmat-Nya penulis mampu untuk menjalani perkuliahan

sampai pada tahap penyelesaian skripsi pada jurusan Hukum Perdata BW di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini. Adapun judul dari skripsi ini

adalah “Tinjauan Hukum Tentang Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada PT.Bank

Sumut Cabang Kisaran”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu proses penyusunan

dan penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu, maka

penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH, selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH, M,Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen

Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam

(5)

6. Ibu Puspa Melati, SH,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen

Penasehat Akademik penulis yang telah banyak memberikan bimbingan

kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini hingga selesai.

7. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis

selama menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

serta seluruh pegawai administrasi yang telah membantu dalam proses

perkuliahan.

8. Rasa terimakasih yang amat sangat penulis haturkan kepada kedua orang tua

penulis yang tercinta, Ayahanda H.Endar Sakti Pane dan Ibunda Hj.Erni

Syam, yang selalu memberikan doa, dukungan serta semangat dalam

menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

9. Ungkapan terimakasih penulis ucapkan kepada adik adik tersayang Eriyandi

Putra Pane, Eryanda Rizki Pane, Eriyansyah Ramadhan Pane dan Ega Ferara

yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

ini.

10.Terimakasih penulis ucapkan kepada teman spesial Gio Ferara yang telah

memberi dukungan serta semangat hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

11.Sahabat-sahabat terkasih : Raisa Rafina, Anastasia Adinda Putri Nst, Nurul

Ridha Utami Pane dan teman-teman Wili, Mike, Agung, Alwin, Idam, Dinda,

Gaga dan juga bang Syawal Siregar yang telah memberikan dukungan kepada

penulis.

12.Dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan

(6)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai

kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan

kritik, saran dan sumbangan pemikiran yang bersifat membangun, agar bisa lebih

baik lagi di kesempatan yang akan datang.

Besar harapan penulis bahwa skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan

sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.

Medan, April 2013 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

A. Pengertian dan Unsur-unsur Kredit ... 15

B. Jenis-Jenis Kredit ... 18

C. Risiko dan Pengamanan Kredit ... 24

1. Risiko ... 24

2. Pengamanan Kredit ... 28

D. Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Standar dan Perjanjian Pendahuluan ... 31

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT BERMASALAH ... 35

A. Kredit Bermasalah dan Kredit Macet ... 35

B. Penggolongan Kredit Bermasalah ... 41

C. Pengertian dan Ruang Lingkup Piutang Negara ... 45

D. Sejarah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) ... 46

BAB IV PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH PADA PT.BANK SUMUT CABANG KISARAN ... 53

A. Deskripsi PT. Bank Sumut Cabang Kisaran ... 53

B. Faktor Penyebab Timbulnya Kredit Bermasalah di PT. Bank Sumut Cabang Kisaran ... 57

C. Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Sumut Cabang Kisaran ... 63

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(9)

ABSTRAK

*Elfira Maliana Pane

**Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum ***Puspa Melati Hsb, SH, M.Hum

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Perbankan bahwa tugas pokok suatu bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Deposito, Tabungan dan Giro, kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit. Sejalan dengan hal itu, PT. Bank Sumut Cabang Kisaran sebagai salah satu lembaga intermediasi dalam roda perekonomian di Kabupaten Asahan yang juga menyalurkan fasilitas kredit sebagaimana layaknya bank-bank secara umum.

Metode penelitian yang dilakukan untuk menyusun skripsi ini berupa penelitian Yuridis Normatif, yaitu penelitian dengan menerangkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta sifat penelitiannya adalah penelitian deskriptif analitis yaitu menjbarkan fakta secara sistematik, faktual dan akurat.

Dalam operasionalnya, senantiasa dihadapkan kepada berbagai macam resiko yang salah satu diantaranya berupa resiko kredit. Sebagaimana diketahui bahwa dalam pemberian kredit yang dilandasi dengan unsur kepercayaan, maka dalam pelaksanaannya harus mempertimbangkan berbagai aspek-aspek dalam pemberian kredit antara lain aspek hukum, aspek keuangan, aspek sosial, aspek pasar, aspek lingkungan dan aspek-aspek lainnya yang sangat mempengaruhi kelayakan pemberian kredit dan kualitas kredit itu sendiri setelah direalisasi. Fakta membuktikan bahwa pemberian kredit pada PT.Bank Sumut Cabang Kisaran memiliki kredit bermasalah sesuai dengan kriteria dan klasifikasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu adanya kualitas kredit “Dalam Perhatian Khusus” (sandi 2), “Kurang Lancar” (sandi 3), “Diragukan” (sandi 4) dan “Macet” (sandi 5) serta “Kredit Hapus Buku” (write off). Oleh karena itu perlu dilakukan tinjauan hukum penyelesaian kredit bermasalah pada PT.Bank Sumut Cabang Kisaran. Permasalahan yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini adalah faktor-faktor apa saja yang menimbulkan kredit bermasalah dan bagaimana penyelesaiannya. Disamping itu bagaimana prosedur dan pelimpahan hukum kredit bermasalah PT.Bank Sumut Cabang Kisaran kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Kata Kunci : - Kredit bermasalah

-Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)

*) Mahasiswa Fakultas Hukum **) Dosen Pembimbing I

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Menurut Undang Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 1998 tanggal

10 November 1998 tentang Perbankan, bahwa yang dimaksud dengan Bank

adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.1

Adapun bentuk dana yang dihimpun dari masyarakat adalah berupa Giro,

Tabungan dan Deposito. Kegiatan ini dalam istilah perbankan biasa disebut

“funding”, sedangkan kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat adalah

berbentuk Kredit atau Pembiayaan dan juga biasa disebut sebagai kegiatan

“landing”. Kedua kegiatan tersebut dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang

saling menguntungkan antara penyimpan dan peminjam.

Agar masyarakat mau menyimpan uangnya di bank, maka pihak

perbankan memberikan rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada

si penyimpan. Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah,

pelayanan atau balas jasa lainnya. Semakin tinggi balas jasa yang diberikan, akan

menambah minat masyarakat untuk menyimpan uangnya. Oleh karena itu, pihak

perbankan harus memberikan berbagai rangsangan dan kepercayaan sehingga

masyarakat berminat untuk menanamkan dananya.2

1

Kasmir, BANK dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal 25.

2

(11)

Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat, maka

oleh perbankan dana tersebut diputarkan kembali atau dijualkan kembali ke

masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah Kredit.

Dalam pemberian kredit juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit

(Debitur) dalam bentuk bunga dan biaya administrasi.3

Bank sebagai fungsi intermediary demikian itu, secara teoritis dapat saja

suatu bank dalam usahanya tidak mempunyai modal yang memadai karena dana

yang digunakan dalam pemberian kredit menggunakan dana masyarakat yang

telah dihimpun. Perbedaan mendasar antara dana masyarakat yang disimpan pada

bank dengan pemberian kredit adalah dimana simpanan pada bank dapat diambil

sewaktu-waktu berdasarkan perjanjian pembukaan rekening, sedangkan

pemberian kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat tidak dapat diambil

sewaktu-waktu. Oleh karena itu, dalam banyak kasus, terdapat bank yang tidak

dapat memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan dana masyarakat yang

disimpan pada bank (rush) karena dana itu masih dimanfaatkan oleh masyarakat

lainnya dalam bentuk kredit, yang hanya dapat diminta setelah jatuh tempo

pembayaran berdasarkan perjanjian kredit sehingga tidak dapat diminta

sewaktu-waktu untuk dikembalikan.4

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia ini, kegiatan bank

terutama dalam pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan bank yang sangat

penting, sehingga pendapatan dari kredit yang berupa bunga merupakan

komponen pendapatan yang paling besar dibanding dengan pendapatan dasar (Fee

3

Ibid, hal 26. 4

(12)

Base Income). Berbeda dengan bank di negara-negara yang ada dinegara maju,

laporan keuangan menunjukkan bahwa komponen pendapatan bunga dibanding

dengan pendapatan jasa perbankan lainnya cukup berimbang.5

Dalam praktik, masyarakat berhubungan dengan bank transaksinya

didasarkan pada sebuah perjanjian. Perjanjian bank dengan nasabahnya dilandasi

kata sepakat dan mengikat kedua belah pihak bagaikan Undang-Undang. Jadi,

nasabah dalam berhubungan dengan bank tunduk pada perjanjian yang

dibuatnya.6

Pengertian perjanjian yang diatur dalam ketentuan Pasal 1313 KUH

Perdata adalah sebagai berikut :

“Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Apabila diperhatikan

rumusan Pasal 1313 KUH Perdata tampak kurang lengkap, karena pihak yang

mengikatkan diri dalam perjanjian hanya salah satu saja. Padahal yang seringkali

dijumpai adalah di dalam perjanjian kedua belah pihak saling mengikatkan diri

seperti perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar dimana para pihaknya

saling mengikatkan diri sehingga keduanya mempunyai hak dan kewajiban yang

timbal balik.7

Apabila pihak bank menyetujui permohonan yang diajukan oleh calon

debitur, maka pemberian kredit akan dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis

antara bank dengan debitur selaku pemohon kredit yang disebut sebagai perjanjian

5

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung, Alfabeta, 2002, hal.5

6

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Jakarta, Rineka Citra, 2009, hal. 152.

7

(13)

kredit bank. Dilihat dari bentuk prestasinya, maka perjanjian kredit adalah

perjanjian yang prestasinya adalah memberikan sesuatu sebagaimana yang

tercantum dalam Pasal 1234 KUH Perdata, sehingga apabila para pihak dalam

perjanjian kredit tidak memenuhi kewajibannya, maka masing-masing pihak

berhak menuntut pemenuhan prestasi baik disertai ganti rugi atau tanpa ganti rugi.

Pada prinsipnya bank baru memutuskan memberikan kredit, apabila bank

telah memperoleh keyakinan tentang nasabahnya. Keyakinan tersebut didasarkan

atas hasil analisis yang mendalam tentang itikad baik nasabah dan kemampuan

serta kesanggupan untuk membayar utangnya kepada bank. Itikad baik nasabah

akan diperoleh bank dari data-data yang disampaikan oleh nasabah dalam

permohonan kreditnya.8

Pemberian kredit oleh pihak bank kepada pihak debitur tidak terjadi begitu

saja, tetapi harus melakukan informasi mengenai calon debiturnya dengan

menggunakan beberapa prinsip, dengan tujuan untuk mengurai risiko yang akan

terjadi di kemudian akan terjadi yaitu:

1. Prinsip 3R, yaitu :

a. Returns, yaitu penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon

debitur setelah memperoleh kredit.

b. Repayment, yaitu perhitungan pengembalian dana, dari kegiatan yang

mendapatkan pembiayaan atau kredit.

c. Risk Bearing Ability, yaitu perhitungan besarnya kemampuan debitur

dalam menanggapi resiko yang tidak terduga.

8

(14)

2. Prinsip 4P, yaitu :

a. Personality, maksudnya mencari data lengkap dari kepribadian debitur.

b. Purpose, maksudnya tujuan penggunaan kredit apakah digunakan untuk

kegiatan yang bersifat konsumtif atau produktif.

c. Prospect yaitu bank melakukan analisis yang cermat menyangkut masa

depan dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh debitur.

d. Payment, yaitu mengenai cara pembayaran atau pelunasan kredit dalam

jangka waktu yang telah ditentukan.

3. Prinsip 5C, yaitu :

a. Character, yaitu pihak bank harus mengetahui watak dan sifat-sifat dari

calon debiturnya.

b. Capacity, yaitu kemampuan debitur dalam memimpin suatu perusahaan

dengan baik dan benar.

c. Capital, yaitu ppermodalan dari debitur apakah sehat atau pun tidak sehat.

d. Condition of Economi dalah kondisi perekonomian pada umumnya dan

bidang usaha pemohon kredit pada khususnya.

e. Collateral, yaitu kemampuan calon debitur untuk memberikan agunan,

memenuhi persyaratan yang ditentukan bank.9

Cara penilaian yang demikian bukan hal yang baru bagi bank karena

dalam UU No.14 Tahun 1967 tentang Pokok – Pokok Perbankan prinsip tersebut

9

(15)

sudah diatur dan bank selalu mempraktikkannya sejalan dengan prosedur

pemberian kredit.10

Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat

membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan

data-data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk diberikan.

Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit

untuk ditagih (macet).11

Macetnya kredit yang diberikan dapat disebabkan faktor eksternal maupun

internal. Faktor internal berkaitan erat dengan keadaan didalam internal usaha

debitur itu sendiri, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi ekonomi

secara keseluruhan yang berada di luar kekuasaan debitur.12

Secara umum kredit bermasalah (macet) merupakan kredit yang dapat

menimbulkan persoalan, bukan hanya terhadap bank sebagai lembaga pemberi

kredit, tetapi juga terhadap nasabah penerima kredit, karena itu bagaimanapun

juga kredit itu harus diselesaikan dengan berbagai cara. Jika kredit menjadi kredit

bermasalah, maka secara tidak langsung juga akan merugikan masyarakat pemilik

dana. Dengan adanya kredit bermasalah tersebut itu berarti adanya suatu kesulitan

yang memerlukan pemecahan atau suatu kendala yang mengganggu pencapaian

tujuan atau kinerja yang optimal.13

10

Ibid hal 158. 11

Kasmir,Op.Cit. hal. 97. 12

Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah, Alumni, Bandung, 2009, hal.68

13

(16)

Salah satu contoh permasalahan pemberian kredit adalah debitur

melakukan wanprestasi terhadap jangka waktu pengembalian baik berupa

tunggakan maupun pelunasan kredit itu secara menyeluruh. Risiko yang timbul

bagi pihak bank adalah berupa kerugian material yang di akibatkan tertundanya

pembayaran angsuran pokok maupun bunga. Dengan demikian tertunda

kesempatan bank untuk memperoleh pendapatan bunga maupun menerima

kembali hutang pokok. Sementara disisi lain pihak bank dalam hal membayar

bunga simpanan dalam bentuk giro, tabungan dan deposito tidak ada mengalami

penundaan bahkan sudah otomatis pembayarannya oleh sistem yang dimiliki oleh

bank itu sendiri. Dari sisi debitur menerima resiko pembebanan denda atas

keterlambatan pembayaran yang dalam hal ini menambah biaya dan apabila

penundaan tersebut sampai kepada gagal bayar sesuai dengan klasifikasi kualitas

kredit yang ditentukan maka jaminan tersebut akan dijual atau dilelang sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Dengan demikian pihak PT. Bank Sumut harus benar-benar menerapkan

prinsip-prinsip pemberian kredit untuk mengindari risiko kredit bermasalah.

Selain itu, itikad baik dan kesadaran dari nasabah PT.Bank Sumut juga

menentukan bagi kelancaran pengembalian kredit yang telah diberikan oleh pihak

bank.

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang telah diuraikan diatas dan

dengan adanya permasalahan-permasalahan yang timbul dalam proses pemberian

kredit, maka sesuai dengan jurusan penulis yaitu “Perdata BW”, maka penulis

(17)

“Tinjauan Hukum Tentang Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada PT. Bank

(18)

I. Permasalahan

Dari uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa

permasalahan pokok dalam skripsi ini yaitu :

1. Faktor-faktor apa saja yang menimbulkan kredit bermasalah pada PT.Bank

Sumut Cabang Kisaran ?

2. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Kisaran

untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah ?

3. Bagaimana prosedur dan pelimpahan kredit bermasalah pada PT. Bank Sumut

Cabang Kisaran kepada pihak KPKNL ?

J. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan perumusan masalah yang dipaparkan diatas, maka adapun

yang menjadi tujuan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menimbulkan kredit bermasalah pada

PT. Bank Sumut Cabang Kisaran.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang

Kisaran untuk menyelesaikan Kredit bermasalah.

3. Untuk mengetahui prosedur dan pelimpahan Kredit bermasalah pada PT. Bank

Sumut Cabang Kisaran.

K. Manfaat Penulisan

(19)

1. Manfaat Teoritis

Dalam penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan suatu pandangan

dalam Ilmu Hukum khususnya pada hukum perbankan, serta dapat

memberikan informasi dan sumbangan pemikiran yaitu dalam penyelesaian

kredit bermasalah pada PT. Bank Sumut Cabang Kisaran.

2. Manfaat Praktis

Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan pemikiran ataupun

masukan kepada pihak-pihak yang terkait dalam bidang ilmu perbankan yaitu

khususnya dalam prosedur dan penyelesaian kredit bermasalah pada PT.Bank

Sumut Cabang Kisaran.

L. Metode Penelitian

Dalam memperoleh suatu keaslian yang dapat dipertanggungjawabkan,

suatu penelitian harus memakai suatu metode yang tepat, yaitu dengan cara

mempelajari, menganalisa, dan memahami ruang lingkup yang ada didalam suatu

kegiatan ilmiah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan metode penelitian sebagai

suatu tipe pemikiran secara sistematis yang dipergunakan dalam penelitian dan

penilaian skripsi ini, yang mana bertujuan untuk mencapai keilmiahan dari

penulisan skripsi ini. Dalam skripsi ini maka metode yang dipergunakan adalah

sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian Yuridis

Normatif, yaitu penelitian dengan menerangkan ketentuan-ketentuan dalam

(20)

membandingkan antara tuntunan nilai-nilai ideal yang ada dalam peraturan

perundang-undangan.14

Sifat penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian deskriptif analitis

yang merupakan penelitian yang menggambarkan masalah dengan cara

menjabarkan fakta secara sistematik, faktual dan akurat.15

2. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini menerapkan metode penelitian Yuridis

Normatif yang dimana lebih mengutamakan kepada data sekunder. Data

sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan yang mencakup

berbagai buku, peraturan perundang-undangan serta bahan kepustakaan

lainnya yang berhubungan dengan persoalan yang diteliti dan data yang

diperoleh melalui studi lapangan di PT. Bank Sumut Cabang Kisaran.

Adapun sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :

norma atau kaedah dasar yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, serta ketentuan-ketentuan yang terkait

mengenai perkreditan.

14

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1983, hal.24.

15

(21)

b. Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti : Rancangan UU, hasil-hasil penelitian, karya

dari kalangan hukum dan sebagainya.16

c. Bahan hukum tersier atau juga disebut bahan hukum penunjang, mencakup

bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan

terhadap hukum primer dan hukum sekunder, misalnya

Kamus,Ensiklopedia dan lain-lain.17

3. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui studi pustaka

(library research) yaitu pengumpulan data melalui data yang tertulis, serta

didukung dengan data yang diperoleh melalui studi lapangan (field

research),18

4. Analisis Data

yaitu dengan cara melakukan penelitian pada PT. Bank Sumut

melalui pengamatan dan wawancara terstruktur dengan informan yaitu Bapak

H.Endar Sakti Pane selaku Pimpinan PT. Bank Sumut Cabang Kisaran dengan

menggunakan pedoman dalam wawancara.

Pada penelitian normatif, pengolahan data pada hakikatnya kegiatan untuk

mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi

berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut

untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.19

16

Ibid hal.185

Metode analisis data

17

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal.13

18

Soejono Soekanto, Op.cit, hal. 21 19

(22)

yang dilakukan penulis adalah pendekatan kualitatif yaitu dengan cara

penguraian, menghubungkan dengan peraturan-peraturan yang berlaku, serta

menghubungkan dengan pendapat para ahli hukum, dan hasil yang diperoleh

dari analisis ini berbentuk deskripsi.20

5. Penarikan Kesimpulan

Sebagai akhir penarikan kesimpulan dalam penulisan skripsi ini dilakukan

dengan metode deduksi, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan

yang bersifat umu terhadap permasalan yang konkret dihadapi.21

M.Keaslian Penulisan

Pengamatan yang telah dilakukan terhadap skripsi ini yang berjudul

“Tinjauan Hukum Tentang Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada PT.Bank Sumut

Cabang Kisaran” yang melalui proses pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas

Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atau Pusat Dokumentasi dan

Informasi Fakultas Hukum USU. Dan dari hasil pemeriksaan tersebut menyatakan

bahwa skripsi ini merupakan hasil karya penulis sendiri sehingga dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa isi skripsi ini adalah asli dan dapat

dipertanggung jawabkan.

Adapun beberapa judul yang memiliki sedikit kesamaan di Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain :

1. Tata cara penyelesaian kredit Macet pada PT.Bank Sumut Cabang Medan.

20

H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal. 107.

21

(23)

2. Upaya Bank dalam mencegah terjadinya kredit macet (studi kasus: PT.

Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan).

3. Aspek hukum dalam penyelesaian kredit macet pada Bank Mandiri.

4. Aspek hukum terhadap upaya kredit macet melalui Novasi oleh Bank

(studi pada PT. Bank Mandiri Cab. Medan).

N. Sistematika Penulisan

Suatu penulisan skripsi yang baik harus disusun secara sistematis guna

mempermudah pemahaman yang dibahas dalam skripsi tersebut. Sistematika

penulisan skripsi dibagi menjadi beberapa bab yang saling berkaitan satu sama

lain. Penulis membagi bab tersebut menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut :

Bab I : Pada Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar

belakang,permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan

sistematika penulisan.

Bab II : Bab ini merupakan bab yang memberikan penjelasan mengenai

Bank sebagai penyalur kredit. Pada bab ini menjelaskan hal-hal

yang berkaitan dengan pengertian kredit,unsur-unsur kredit, risiko

dan pengamanan kredit serta perjanjian kredit.

Bab III : Bab ini merupakan bab yang memberikan penjelasan tentang

Tinjauan Umum Tentang Kredit Bermasalah. Dimana pada bab ini

menjelaskan tentang kredit bermasalah dan kredit macet,

(24)

piutang negara serta sejarah panitia urusan piutang negara

(KPKNL).

Bab IV : Bab ini merupakan bab yang memberikan penjelasan tentang

Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Sumut Cabang

Kisaran. Pada bab ini menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan

deskripsi tentang PT. Bank Sumut, faktor penyebab timbulnya kredit

bermasalah di PT. Bank Sumut Cabang Kisaran, penyelesaian kredit

bermasalah pada PT. Bank Sumut Cabang Kisaran serta prosedur

dan pelimpahan hukum kredit bermasalah PT. Bank Sumur Cabang

Kisaran kepada KPKNL.

BAB V : Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang diambil melalui

(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT

E. Pengertian dan Unsur-unsur Kredit

Istilah kredit bukan hal yang asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di

masyarakat. Sebenarnya kata “kredit” berasal dari Romawi yaitu “Credere” yang

artinya adalah “percaya”. Apabila hal tersebut dihubungkan dengan tugas bank,

maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya untuk

meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah (Debitur) karena debitur dapat

dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka

waktu yang ditentukan.22

Pengertian Kredit dalam Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 23

Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam

Pasal 1 angka 11 dinyatakan bahwa Kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan

yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

22

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Jakarta, Rineka Cipta, hal 152.

23

(26)

peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga”.24

Defenisi tentang kredit menurut pendapat para ahli memberikan pengertian

yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Beberapa ahli memberikan

pengertian kredit sebagai berikut :

1. Menurut Raymond P.Kent mengatakan bahwa : Kredit adalah hak untuk

menerima pembayaran kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu

diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-barang

sekarang.25

2. Menurut Achmad Anwari dalam bukunya Praktek Perbankan di Indonesia

memberikan pengertian kredit yakni “suatu pemberian prestasi oleh suatu

pihak kepada pihak lain dan prestasi (jasa) itu akan dikembalikan lagi pada

waktu tertentu yang akan datang dengan disertai suatu kontra prestasi (balas

jasa) yang berupa bunga”.26

Dari penjelasan pengertian kredit diatas maka dapat diuraikan apa saja

yang terkandung dalam pemberian suatu kredit, atau dalam kata lain pengertian

kata kredit dapat disimpulkan bahwa kredit atau pembiayaan dapat berupa uang

atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang. Kemudian hal yang penting dalam

pemberian kredit yaitu adanya kesepakatan antara bank dengan nasabah penerima

kredit, bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat.

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan unsur-unsur yang

terkandung didalam kredit, yaitu :

24

Kasmir Op.cit hal.96 25

Raymond P. Kent dalam Gatot Supramono, Op.cit hal 163

26

(27)

a. Kepercayaan; yaitu sutu keyakinan pemberian kredit bahwa kredit yang

diberikan (berupa uang, barang, atau jasa) akan benar-benar diterima kembali

dimasa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana

sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik

secara intern maupun ekstern.

b. Kesepakatan; yaitu kesepakatan ini meliputi kesepakatan antara si pemberi

kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu

perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan

kewajibannya.

c. Jangka waktu; setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,

jangka wakyu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.

Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah dan

jangka panjang.

d. Risiko; adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu

risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit

semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi

tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai,maupun

oleh risiko yang tidak disengaja. Misalnya terjadi bencana alam atau

bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya.

e. Balas jasa; merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau fase

tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga

dan administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. 27

27

(28)

F. Jenis-Jenis Kredit

Dalam Undang-Undang Perbankan hanya mengatur tentang lembaga yang

memberikan kredit, sehingga dalam pembentukan Undang-Undang kurang

memperhatikan tentang masalah kredit. Ketentuan yang menyangkut kredit hanya

satu pasal yaitu Pasal 8 UU Perbankan. Oleh karena itu dalam Undang-Undang

tersebut tidak dijumpai tentang jenis-jenis kredit.28

Kredit yang diberikan bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk

masyarakat terdiri dari berbagai jenis, secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat

dari berbagai segi antara lain sebagai berikut :29

1. Dilihat dari segi kegunaan

a. Kredit Investasi

Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun

proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit

investasi misalnya untuk membangun pabrik atau membeli mesin-mesin.

Pendek kata masa pemakaiannya untuk periode yang relatif lebih lama.

b. Kredit modal kerja

Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.

Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku,

membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan

proses produksi perusahaan.

28

Gatot Supramono Op.cit hal 154

29

H.Rachmat Firdaus dan Maya Arianti, Manajemen Perkreditana Bank Umum,

(29)

2. Dilihat dari segi tujuan kredit

a. Kredit Produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau

investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.

Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik yang nntinya akan

menghasilkan barang, kredit pertanian akan menghasilkan produk

pertanian, serta kredit pertambangan akan menghasilkan bahan tambang

atau kredit industri lainnya.

b. Kredit Konsumtif

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini

tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang

untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai

contohnya kredit untuk perumahan, kredit mobil dan kredit konsumtif

lainnya.

c. Kredit perdagangan

Kredit yang digunakan untukperdagangan, biasanya untuk membeli barang

dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang

dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada suplier atau

agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. Contoh

dari kredit ini misalnya kredit ekspor dan impor.

3. Dilihat dari segi jangka waktu

a. Kredit jangka pendek

Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau

(30)

b. Kredit jangka menengah.

Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai 3 tahun, biasanya

untuk investasi.

c. Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang yaitu diatas

3 sampai 5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang

seperti perkebunan kret, kelapa sawit atau untuk kredit konsumtif seperti

kredit perumahan.

4. Dilihat dari segi jaminan

a. Kredit dengan jaminan

- Jaminan Perorangan (personal securities) yaitu kredit yang

jaminannya berupa sesorang atau badan sebagai pihak ketiga yang

bertindak sebagai penanggung jawab.

- Jaminan Kebendaan yang bersifat “tangible” (berwujud) yaitu yang

terdiri dari barang-barang bergerak dan barang-barang tidak bergerak.

- Jaminan Kebendaan yang bersifat tidak berwujud (intangible) yaitu

misalnya obligasi, saham, dan surat-surat berharga lainnya.

b. Kredit tanpa jaminan

Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang

tertentu. Kredit jenis ini deiberikan dengan melihat prospek usaha dan

karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama ini.

5. Dilihat dari segi sektor usaha

a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan

atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek

(31)

b. Kredit peternakan, dalam hal ini untuk jangka pendek misalnya peternakan

ayam dan untuk jangka panjang misalnya peternakan kambing dan sapi.

c. Kredit perindustrian, yaitu kredit yang berkenaan dengan usaha,kegiatan

mengubah bentuk (transformasi), atau pengolahan-pengolahan bahan

menjadi barang baru, baik secara mekanik maupun kimiawi yang

dikerjakan dengan mesin, tenaga manusia dan lain sebagainya.

d. Kredit pertambangan, yaitu kredit untuk membiayai usaha-usaha

penggalian dan pengumpulan bahan-bahan tambang dalam bentuk padat,

cair, dan gas yang meliputi minyak dan gas bumi, biji logam, batu bara

serta barang-barang tambang lainnya.

e. Kredit perdagangan, restoran dan hotel, yaitu kredit membiayai

usaha-usaha perdagangan, baik perdagangan eceran, distribusi, eksportir dan

importer.

f. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun

sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para

mahasiswa.

g. Kredit pengangkutan, perdagangan dan komunikasi yaitu kredit baik

investasi maupun modal kerja untuk tujuan pengangkutan umum, baik

angkutan darat,sungai, laut dan udara.

h. Kredit konstruksi yaitu kredit-kredit yang diberikan kepada kontraktor

untuk keperluan pembangunan dan perbaikan gedung, jalan raya, jalan

(32)

i. Kredit jasa-jasa sosial masyarakat yaitu kredit yang diberikan untuk

membiayai kegiatan dibidang kesenian dan kebudayaan serta jasa-jasa

pengarang, pelukis dan lain sebagainya.

j. Kredit profesi, diberikan kepada para profesional seperti, dosen,

pengacara,notaris,dokter dan sebagainya.

6. Kredit dari segi materi yang dialihkan haknya

a. Kredit dalam bentuk uang

Yaitu kredit perbankan konvensional pada umumnya diberikan dalam

bentuk uang dan pengembaliannya pun dalam bentuk jasa.

b. Kredit dalam bentuk bukan uang

Kredit berupa benda-benda atau jasa yang biasanya diberikan oleh

perusahaan-perusahaan dagang, dan lain-lain. Kredit ini lazim juga disebut

mercantile credit atau merchant credit.

7. Kredit dari sektor cara penatikan dan pembayaran kembali

a. Kredit sekaligus yaitu kredit yang cara penarikan atau penyediaan dananya

dilakukan sekaligus, baik secara tunai maupun melalui pemindah bukuan

ke dalam rekening debitur.

b. Kredit rekening koran (kredit R/K) yaitu kredit yang penyediaan dananya

dilakukan dengan jalan pemindah bukuan kedalam rekening

koran/rekening giro atas nama debitur, sedangkan penarikannya dilakukan

dengan cek, bilyet, giro atau syarat pemindah bukuan.

c. Kredit bertahap yaitu kredit yang cara penarikan atau peyediaannya

(33)

d. Kredit berulang yaitu kredit yang setelah satu transaksi selesai, dapat

digunakan untuk transaksi berikutnya dalam batas maksimum dan jangka

waktu tertentu.

e. Kredit per-transaksi yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai suatu

transaksi tersebut merupakan sumber pelunasan kredit.

8. Kredit dari segi pembuktiannya

a. Kredit secara lisan yaitu kredit yang perjanjiannya dilakukan secara lisan

semata-mata.

b. Kredit secara pencatatan yaitu transaksi kredit dicatat dalam pembukuan/

administasi masing-masing pihak baik debitur maupun kreditur.

c. Kredit dengan perjanjian tertulis yaitu hubungan transaksi kredit yang

dinyatakan dalam suatu perjanjian yuridis antara pihak debitur dengan

pihak kreditur.

9. Kredit menurut besar kecilnya debitur

a. Kredit Usaha Kecil dan Menengah (UKM), termasuk juga kredit untuk

koperasi.

b. Kredit koperasi adalah kredit dengan jumlah besar dan diperuntukkan bagi

debitur-debitur koperasi (perusahaan besar).

10.Kredit menurut status hukum subjek debiturnya

a. Kredit untuk penggolongan penduduk, yaitu kredit yang diberikan kepada

penduduk Indonesia, baik kepada perorangan, badan-badan,

(34)

b. Kredit untuk golongan bukan penduduk, yaitu kredit yang diberikan

kepada bukan penduduk Indonesia, baik kepada perorangan, badan-badan,

lembaga lembaga serta perusahaan-perusahaan yang tidak berdomisili di

Indonesia maupun perwakilan negara-negara asing yang ada di Indonesia

beserta anggota yang berstatus diplomatik.

11.Kredit menurut sumber dananya

a. Kredit yang dananya berasal dari tabungan masyarakat, yaitu pemberian

kredit karena adanya kelebihan pendapatan dari segolongan anggota

masyarakat yang dikumpulkan dalam bentuk simpanan, baik berupa

tabungan, deposito, maupun sertifikat deposito.

b. Kredit yang dananya berasal dari penciptaan yang baru, yaitu pemberian

kredit yang dananya dibiayai oleh penambahan uang terhadap uang yang

beredar yang telah ada, sehingga terdapat penambahan daya beli baru yang

bersumber dari penciptaan uang tersebut.

G. Risiko dan Pengamanan Kredit

1. Risiko

Dalam setiap bentuk usaha selalu dihadapkan pada risiko, hal ini

sudah merupakan suatu hal yang biasa pada suatu kredit, walaupun satu

sama lainnya mempunyai bobot yang berbeda-beda. Begitu juga dalam hal

pemberian kredit ada terkandung risiko yang terlebih dahulu harus

dipahami, karena risiko ini juga akan menjadi kendala bagi keberhasilan

proses perkreditan tersebut. 30

30

(35)

Untuk memudahkan pemahaman tentang risiko dan pengamanan

kredit, terlebih dahulu diuraikan pengertian apa yang dimaksud dengan

“Risiko” dan bagaimana kejadian risiko serta dan apa akibat dari

timbulnya risiko. Risiko adalah sebagai peluang terjadinya hasil (outcome)

yang buruk. Definisi tersebut menyatakan bahwa risiko terkait dengan

situasi dimana hasil negatif dapat terjadi dan besar kecilnya kemungkinan

terjadinya outcome tersebut dapat diperkirakan. Kejadian risiko (risk

event) adalah sebagai terjadinya sebuah peristiwa yang menyebabkan

potensi kerugian (yaitu terjadinya sebuah out come yang buruk. Sedangkan

Risiko kerugian adalah kerugian yang terjadi sebagai konsekwensi

langsung atau tidak langsung dari kejadian risiko. 31

Dalam operasional bank, risiko yang dihadapi sangat bervariasi dan

memiliki spesifikasi serta membutuhkan pengelolaan yang khusus melalui

regulasi perbankan. Kebutuhan untuk meregulasi bank sebagai institusi

bermula dari adanya risiko yang melekat (inherent) pada sistem

perbankan. Tidak seperti industri mobil, bank menawarkan sebuah produk

yang digunakan oleh setiap nasabah, baik komersial maupun perorangan,

yaitu uang. Oleh karena itu kegagalan dari sebuah bank (baik kegagalan

sebagian maupun keseluruhan), dapat menimbulkan dampak

perekonomian secara menyeluruh dan disebut dengan “Risiko sistematik”.

Risiko sistematik adalah risiko kegagalan sebuah bank dapat menimbulkan

31

(36)

dampak yang menghancurkan perekonomian secara besar-besaran dan

bukan hanya dampak berupa kerugian yang secara langsung dihadapi oleh

pegawai, nasabah dan pemegang saham. Walaupun tidak setiap orang

mengenal istilah risiko sistemik, banyak orang mengetahui apa yang

dimaksud dengan “bank rush” yaitu penarikan dana besar-besaran dari

bank. Hal ini dapat terjadi saat sebuah bank tidak dapat memenuhi

kewajibannya atau dengan kata lain bank tidak memiliki dana yang cukup

untuk membayar para deposan yang ingin menarik dana mereka.32

Secara umum risiko yang dihadapi oleh perbankan yang telah

ditetapkan Bank Indonesia melalui Badan Sertifikasi Manajemen Risiko

(BSMR) dalam rangka sertifikasi manajemen risiko diuraikan sebagai

berikut :

Hal

tersebut diatas bisa saja terjadi karena kredit yang disalurkan oleh bank

tersebut tidak dapat dikembalikan para debitur-debitur yang disebabkan

berbagai faktor yang akan dijelaskan pada uraian berikutnya.

a. Risiko Pasar

Didefenisikan sebagai kerugian baik pada posisi on- maupun off-

balance sheet yang timbul dari pergerakan harga pasar. Istilah risiko

pasar digunakan untuk menyebut kelompok risiko yang timbul dari

perubahan tingkat suku bunga, kurs valuta asing dan hal-hal lain yang

nilainya ditentukan pasar, misal ekuitas dan komoditi.

32

(37)

b. Risiko Operasional (operasional risk)

Adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak

memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau sebagai akibat

dari kejadian eksternal.

c. Risiko Kredit

Adalah sebagai risiko kerugian yang terkait dengan kegagalan

counterparty memenuhi kewajibannya; atau risiko bahwa debitur tidak

membayar kembali utangnya.

d. Risiko-risiko lainnya

Selain risiko-risiko yang disebutkan diatas ada beberapa jenis risiko

yang tidak seacara spesipik dicakup dalam regulasi tetapi penting

dipertimbangkan berbagai risiko dalam menghitung modal berbasis

risiko yaitu :

1) Risiko Bisnis adalah risiko yang terkait dengan posisi kompetitif

bank dan prospek bank untuk berkembang dalam pasar yang

senantiasa berubah. Risiko bisnis juga meliputi antara lain prospek

jangka pendek dan jangka panjang terhadap produk dan jasa yang

ada.

2) Risiko Strategis adalah risiko yang terkait dengan keputusan bisnis

jangka panjang yang diambil oleh direksi bank. Risiko strategis

juga dapat dikaitkan dengan implementasi strategi tersebut.

3) Risiko Reputasi adalah risiko terjadinya potensi kerusakan bagi

(38)

Selain kerugian keuangan secara langsung, kejadian risiko pada

bank juga dapat berdampak pada stakeholder bank tersebut, pemegang

saham, pegawai dan nasabah serta pada perekonomian. Secara umum, para

pemegang saham dan pegawai terkena pengaruh secara langsung, namun

tidak demikian halnya pada nasabah sehingga dampak kejadian risiko

tersbut tidak terlihat dengan jelas. Risiko kerugian secara tidak langsung

ini yang memiliki dampak ekonomis.33

2. Pengamanan Kredit

Menurut Johannes Ibrahim, bahwa dalam hubungannya dengan

pemberian kredit, jaminan hendaknya dipertimbangkan mengingat dua

faktor yaitu sebagai berikut :

a. Secured artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan . Jika di kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka pemberi kredit memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.

b. Marketable artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi dan segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.34

Dengan mempertimbangkan kedua faktor tersebut , jaminan yang

diterima oleh bank dapat meminimalkan risiko dalam penyaluran kredit

sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Dengan demikian betapa pentingnya

keberadaan jaminan dalam pemberian kredit. Apabila debitur tidak dapat

melunasi kredit sesuai dengan perjanjian, maka hak kebendaan yang

33

Ibid hal. A:29

34

(39)

dijadikan jaminan kredit oleh kreditur akan dieksekusi untuk memenuhi

pembayaran utang debitur yang bersangkutan.

Kredit-kredit yang diberikan oleh pihak bank perlu diamankan.

Tanpa adanya pengamanan, bank sulit mengelakkan risiko yang datang,

sebagai akibat dari prestasi nasabah. Pengamanan kredit merupakan suatu

mata rantai kegiatan bank dan aspek yang penting dalam manajemen

kredit, karena proses pengamanan berjalan terus.

Langkah-langkah yang diambil bank dalam mengamankan

kreditnya, pada pokoknya dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Pengamanan Prefentif adalah pengamanan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan kredit.

b. Pengamanan Represif adalah pengamanan yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit-kredit yang telah mengalami ketidaklancaran atau kemacetan (debius).35

Dari uraian-uraian yang diatas maka terdapat pula hal-hal yang

harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Penyerahan kredit yang baik dari jumlah kredit yang diberikan yang

diberikan sehingga terjadi konsentrasi dalam pemberian kredit kepada

sejumlah kecil debitur.

b. Penetapan asuransi atas barang jaminan

c. Memanfaatkan lembaga asuransi kredit, yaitu dengan

mengansuransikan kredit yang diberikan.

d. Memenuhi syarat suatu perjanjian, menurut Pasal 1320 KUHPerdata

syarat sahnya perjanjian adalah :

35

(40)

1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri, kesepakatan merupakan

kesesuaian kehendak mereka yang mengikatkan diri. Kata sepakat

muncul dari kemauan bebas dari para pihak yang dinyatakan dalam

isi perjanjian. Peryataan tersebut dapat dinyatakan secara tegas

baik lisan maupun tertulis.

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian. Sesuai dengan Pasal

1329 KUH Perdata, “Setiap orang adalah cakap membuat

perikatan-perikatan jika ia oleh Undang-Undang tidak dinyatakan

tidak cakap.

3) Mengenai suatu hal tertentu, suatu hal tertentu menyangkut

obyek umum perjanjian atau mengenai bendanya. Obyek perjanian

harus jelas, syarat ini diperlukan untuk menetukan hak dan

kewajiban para pihak jika terjadi permasalahan.

4) Suatu sebab yang halal, sebab yang halal berkaitan dengan isi

perjanjian, apakah isi perjanjian dilarang oleh Undang-Undang,

bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan

seperti yang tercantum dalam Pasal 1337 KUHP.

Sesuai dengan pemahaman yang telah dijelaskan diatas maka dapat

disimpulkan bahwa pengamanan kredit yang dilkukan oleh pihak bank

pada dasarnya adalah untuk memperkecil terjadinya risiko atau bahkan

menghilangkan risiko yang akan timbul maupun yang sudah timbul.

Klausula-klausula yang dimasukkan dalam suatu perjanjian kredit tersebut

seharusnya tidak berat sebelah sehingga dapat melindungi kepentingan

kedua belah pihak yaitu kepentingan bank dan kepentingan debitur itu

(41)

H. Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Standar dan Perjanjian

Pendahuluan

Perkataan standart contract merupakan sebuah istilah dalam bahasa

Inggris. Dalam Kamus Inggris-Indonesia, kata standart mempunyai berbagai arti

yaitu tiang (panji), kelas, ukuran (sebagai pedoman). Sedangkan kata contract

artinya perjanjian atau hubungan. Dengan memperhatikan arti kedua kata tersebut,

maka standart contract artinya perjanjian dengan menggunakan ukuran tertentu.36

Pengertian dari perjanjian standar menurut Prof.Mariam Darus

Badrulzaman adalah Perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan ke dalam

bentuk-bentuk formil dari rumusan-rumusan perjanjian standar tersebut jelaslah

perjanjian standar itu suatu perjanjian tertulis yang dibakukan atau distandarkan

yang dituangkan kedalam bentuk-bentuk formil, kemudian dicetak kedalam

jumlah tak terbatas sesuai dengan kebutuhan dan dipergunakan terhadap

perbuatan hukum yang sejenis.

Adapun ciri-ciri perjanjian standar adalah sebagai berikut :

1. Isi atau syarat yang diperjanjiakan telah ditetapkan secara sepihak 2. Masyarakat sama sekali tidak dapat menetukan isi atau syarat yang

diperjanjikan.

3. Masyarakat terdorong oleh kebutuhan terpaksa menerima isi atau syarat yang diperjanjikan, sehingga apabila kemudian akan mengadakan perubahan isi atau syarat tersebut sama sekali tidak bisa. 4. Isi atau syarat yang diperjanjikan telah dipersiapkan terlebuh dahulu.37

Mengenai perjanjian standar ini dapat pula dibagi ke dalam dua golongan

yaitu perjanjian standar umum dan perjanjian standar khusus. Yang dimaksud

perjanjian standar umum adalah perjanjian yang bentuk dan isinya telah

36

Gatot Supramono Op.cit hal.173

37

(42)

dipersiapkan terlebih dulu oleh kreditur, kemudian baru diberikan oleh debitur.

Sedangkan perjanjian standar khusus adalah perjanjian yang standarnya telah

ditetapkan oleh pemerintah.38

Dari pengertian diatas maka perjanjian standar merupakan perjanjian yang

bentuknya secara tertulis dan isinya telah ditentukan secara sepihak oleh kreditur,

serta sifatnya memaksa debitur untuk menyetujuinya. Perjanjian yang bentuknya

demikian tidak dapat dilakukan secara lisan. Dalam perjanjian standar

mengatakan bahwa kreditur yang menentukan isi perjanjian tersebut, itu

dikarenakan ia dipandang memiliki kedudukan ekonomi sosial yang kuat

dibanding debiturnya.39

Pada umumnya nasabah bersikap menyetujui apa yang tertera di dalam

perjanjian standar. Jarang sekali ditemukan ada nasabah yang tidak setuju dengan

perjanjian yang demikian, sebab nasabah dihadapkan pada keadaan yang akan

menyulitkan dirinya. Apabila proyek nasabah yang telah disetujui bank tidak

diambil maka proyek nasabah akan menjadi terkatung-katung dan akibatnya

proyeknya menjadi gagal. Memang tidak sedikit nasabah yang belum atau tidak

menguasai hukum perjanjian dan hukum perkreditan sehingga pada waktu

nasabah dihadapkan pada model kontrak yang demikian cenderung terpaksa untuk

menyetujuinya.

Berhubung perjanjian standar bentuk dan isinya ditentukan secara sepihak

serta diberlakukan secara paksaan, dalam hal ini ada hubungannya dengan asas

konsensualisme, dimana paksaan dapat dibagi menjadi dua yaitu paksaan fisik dan

38

Gatot Supramono, Op.cit hal.174

39

(43)

paksaan psikis. Penggunaan perjanjian standar kebanyakan bukan dengan paksaan

fisik melainkan paksaan psikis, karena jika menerima perjanjian standar dan

disetujui dengan cara menandatangani debitur merasa khawatir prestasi yang akan

diberikan kreditur tidak jadi dilaksanakan. Perasaan takut yang demikianlah yang

dinamakan paksaan psikis, karena debitur tidak merasa bebas dalam memberikan

kata sepakat dalam membuat perjanjian .

Dalam perjanjian standar maupun perjanjian-perjanjian yang lain belum

pernah terjadi pembatalannya dengan putusan pengadilan. Para pihak belum ada

yang mengajukan permohonan pembatalan perjanjian kepada pengadilan.

Meskipun secara teori perjanjian itu mengandung kecacatan hukum, tetapi karena

perjanjian tidak dibatalkan maka perjanjiaannya tetap sah dan mengikat kedua

belah pihak serta dapat dilaksanakan.40

Dalam perjanjian kredit sebagai perjanjian pendahuluan mempunyai arti

yaitu perjanjian kredit adalah “perjanjian pendahuluan” dari penyerahan uang.

Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan

penerima perjanjian mengenai hubungan-hubungan hokum antara keduannya.

Perjanjian tersebut bersifat konsensual obligatoir (perjanjian yang timbul atau

berbentuk, mengikat mengikat).

Penyerahan uangnya sendiri, adalah bersifat riil. Jadi pada saat penyerahan

uang dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model

perjanjian kredit kedua pihak. Dengan terjadinya penyerahan uang barulah dapat

dikatakan perjanjian kredit terjadi.

40

(44)

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de

contralendo). Maksudnya adalah perjanjian ini mendahului perjanjian hutang

piutang (pinjam meminjam), sedangkan perjanjian hutang piutang merupakan

pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit.41

41

(45)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT BERMASALAH

E. Kredit Bermasalah dan Kredit Macet

Perjanjian kredit perbankan di Indonesia mempunyai arti yang khusus

dalam rangka pembangunan, tidak merupakan perjanjian pinjam meminjam uang

biasa. Perjanjian kredit menyangkut kepentingan nasional. Hal ini dapat dibaca

dari penjelasan Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang antara lain

menyatakan sebagai berikut :

Perbankan memiliki peranan yang strategis di dalam trilogi pembangunan, karena perbankan adalah suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan nasional dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

Fungsi menghimpun dan menyalurkan dana itu berkaitan erat dengan

kepentingan umum, sehingga perbankan wajib menjaga dengan baik dana yang

dititipkan masyarakat tersebut. Perbankan harus dapat menyalurkan dana tersebut

ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.

Menghimpun dan menyalurkan dana tersebut merupakan salah satu usaha

dari perbankan. Untuk melaksanakan peran tersebut, perbankan harus memiliki

perangkat hukum yang ampuh (solid) baik yang menjadi dasar hukumnya maupun

perangkat hukum operasionalnya.42

Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menggembirakan bagi

42

(46)

pihak bank adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi kredit

bermasalah. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi

kewajibannya untuk membayar angsuran pokok kredit beserta bunga yang telah

disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit.

Ada beberapa pengertian kredit bermasalah yaitu antara lain sebagai

berikut :

1. Kredit yang didalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh pihak kreditur,

2. Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi kreditur dalam arti luas,

3. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga,denda keterlambatan serta ongkos-ongkos kreditur yang menjadi beban nasabah bersangkutan,

4. Kredit dimana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian, sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di perusahaan debitur sehingga memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi kreditur43

Kredit bermasalah tidak muncul dengan seketika namun terdapat gejala

awal atau sinyal bahwa kredit yang telah diberikan memperlihatkan berpotensi

menjadi kredit bermasalah. Setiap pejabat dan petugas kredit di bank harus

memahami gejala tersebut. Beberapa indikator yang dapat memberikan sinyal atau

gejala awal dari kredit tersebut, dimana dalam laporan keuangan yang

disampaikan debitur kepada bank memperlihatkan atau mencerminkan kesulitan

keuangan dan gejala lainnya diluar kondisi laporan keuangan debitur.

Gejala awal terhadap kredit bermasalah dapat dilihat dan diperhatikan dari

laporan keuangan yang disampaikan oleh debitur kepada bank, antara lain :

43

(47)

1. Debitur memperlihatkan perubahan sikap seperti pola komunikasi menjadi kurang lancar/baik, berusaha menghindar, sering terlambat memberikan laporan atau data yang diminta bank.

2. Laporan penjualan menurun dibandingkan periode-periode sebelumnya dan perputaran stok berjalan lambat.

3. Panggilan telepon dari bank tidak dijawab 4. Penurunan tajam nominal rekening nasabah

5. Terjadi penarikan atau penolakan cek/bilyet giro kosong 6. Sering terlambat membayar kewajiban kredit

7. Terjadi penggantian tenaga kerja atau tenaga ahli secara mendadak 8. Terjadi kenaikan aktiva tetap yang tajam yang bersumber dari aktiva

lancer

9. Terjadi penurunan yang tajam pada aktiva tetap

10.Terjadi kenaikan yang tajam pada hutang jangka panjang dan lain sebagainya44

Dalam pembahasan mengenai kredit bermasalah maka dapat

disangkutpautkan kepada kredit yang lebih memiliki persoalan yang sudah sangat

signifikan, yaitu disebut dengan kredit macet. Kredit macet adalah suatu keadaan

dimana debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh

kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.

Istilah kredit macet dipergunakan dalam lingkungan perbankan

berdasarkan Surat edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1998,

dimana kredit bank dibagi dalam empat kategori, yaitu :

1. Kredit lancar

2. Kredit dalam perhatian khusus 3. Kredit kurang lancar

4. Kredit diragukan 5. Kredit Macet.45

44

Ibid, hal.17

45

(48)

Kemudian empat kategori yang sama juga dikenal dalam Pasal 12 ayat (3)

Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva

Bank Umum.46

Ditinjau dari KUH Perdata, maka yang dimaksud dengan macet adalah

tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian dalam hal ini perjanjian kredit.

Apa yang menjadi motif dari ingkar janji (wanprestasi) itu tidak dipersoalkan.

Untuk perjanjian timbal balik, maka hak kreditur terhadap debitur adalah

menuntut agar pinjaman itu dikembalikan dengan seluruh persyaratan yang

terdapat di dalam perjanjian kredit itu (Pasal 1243 KUH Perdata dan seterusnya).

Jika ditinjau perjanjian kredit perbankan dalam kaitannya dengan ingkar

janji, acuannya adalah ketentuan pinjam-meminjam uang. Pendekatan demikian

belum dapat memecahkan seluruh masalah yang terkait dengan kredit macet,

karena pengertian kredit tidak hanya terbatas dalam perjanjian kredit yang

terdapat di dalam Pasal 1 angka 11 UU Perbankan saja. Perjanjian kredit

mempunyai arti yang luas, karena ada sejumlah perjanjian yang diatur di dalam

UU Perbankan yang namanya bukan perjanjian kredit, akan tetapi karakternya

menunjukkan perjanjian kredit. Misalnya, perjanjian anjak piutang, perjanjian

sewa guna usaha, perjanjian kartu kredit (perjanjian kuasi kredit). Di dalam

perjanjian tersebut terdapat juga kemacetan, hanya belum diangkat ke permukaan.

Dilihat dari perangkat aturan yang sudah ada mengenai kredit perbankan hingga

saat ini seyogianya kemacetan itu tidak akan terjadi karena UU Perbankan telah

memberikan pengawasan yang ketat terhadap perjanjian kredit dan juga

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan yang jika pengawasan

46

(49)

ini tidak diperhatikan. Bank Indonesia dan Menteri keuangan berwenang

memberikan sanksi administratif.

Namun kenyataan yang menunjukkan keadaan kredit macet itu sedemikian

rupa, sehingga dapat mengakibatkan hal yang fatal bagi pembangunan, maka

harus dicarikan penyelesaian yang bersifat menyeluruh.

Dalam rangka menanggulangi kemacetan dalam perjanjian kredit tersebut,

perlu diteliti perangkat aturan yang berkaitan dengan perjanjian kredit, perjanjian

jaminan, dan persepsi tentang implementasi dari aturan hukum tersebut.

Ada berbagai persoalan yang melatar belakangi sehingga timbulnya kredit

macet. S. Mantayborbir et.al. membagi penyebab terjadinya kredit macet adalah

“faktor internal dan faktor eksternal”.47

Faktor internal adalah sangat berkaitan dengan analisa kredit yang kurang

tajam, sistem pengawasan dan administrasi kredit yang kurang baik atau tidak

dimilikinya sistem pengawasan yang tertib. Keadaan tersebut dapat menyebabkan

management kurang dapat memantau usaha debitur serta portofolio perkreditan

secara keseluruhan. Sebagai akibat kurangnya management, dapat dilakukan

tindakan koreksi dengan segera, apabila diketemukan

penyimpangan-penyimpangan.

Sedangkan faktor eksternal adalah yang dapat mempengaruhi kualitas

kredit antara lain adalah kondisi perekonomian yang tidak mendukung

pengembangan usaha debitur, dan on will dari debitur sendiri.48

47

Ibid, hal.42.

48

(50)

Secara umum ada tiga hal kelompok faktor yang menyebabkan kredit

bermasalah yaitu :

“1. Kondisi ekonomi makro

2. Kondisi dan alokasi sumber dana

3. Kondisi internal perbankan”. 49

Kondisi ekonomi makro adalah pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga

dan stabilitas ekonomi makro, serta tingkat distorsi dalam perekonomian.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencerminkan pula tingginya tingkat

pengembalian investasi (rate of return of invesment). Dilihat secara umum, sejak

dilakukannya deregulasi, tingkat pengembalian investasi di Indonesia cukup

tinggi, yaitu sekitar 22-29%. Hal ini menunjukkan dengan tingkat bunga yang

berlaku sekarang, investasi di Indonesia sangat menguntungkan sehingga tidak

ada alasan bagi perusahaan mengalami kesulitan membayar kembali hutangnya.

Begitu pula dengan tingkat inflasi, walaupun dalam beberapa tahun

terakhir sedikit lonjakan, praktis tingkat inflasi di Indonesia masih dapat

terkendali, sehingga dapat menjaga kestabilan daya beli masyarakat.

Kestabilan daya beli ini tercermin dari relatif tinggi dan stabilnya tingkat

pertumbuhan konsumsi masyarakat, sekitar 4-6% per tahun. Yang menjadi

masalah dalam kondisi ekonomi makro ini adalah fluktuasi yang tajam dari suku

bunga Tahun 1986, tampaknya telah terjadi penurunan kredibilitas kebijakan

pemerintah yang tercermin dari dua hal, yaitu besarnya selisih tingkat bunga di

49

(51)

dalam dan luar negeri dan makin pendeknya waktu jatuh tempo penempatan dana

deposito.

Penggunaan kredit yang menyimpang dari tujuan yang telah diperjanjikan,

akan dapat mengakibatkan kemacetan kredit. Kredit untuk modal kerja apabila

dipakai oleh debitur untuk investasi adalah contoh dari penyimpangan

penggunaan kredit. Terlambatnya pembayaran bunga dan atau tersendatnya

angsuran pokok merupakan indikator bahwa kredit menjurus macet. Apabila

kredit menjadi macet sama sekali, maka dapat ditetapkan suatu kriteria untuk

menentukan suatu kredit itu macet.

F. Penggolongan Kredit Bermasalah

Istilah penggolongan kredit bermasalah merupakan istilah yang dipakai

untuk menunjukkan penggolongan kolektivitas kredit yang menggambarkan

kualitas dari kredit itu sendiri. Pengaturan penggolongan kolektivitas kredit

terdapat dalam Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/68/KEP/DIR

tentang Penggolongan Kolektivitas Aktivita Produktif dan Pembentukan

Cadangan Atas Aktiva. Peraturan tersebut telah beberapa kali dirubah, yaitu

dengan Surat keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 26/22/KEP/DIR tanggal

29 Mei 1993 tentang Kualitas Aktivitas Produktif dan Pembentukan Penyidihan

Penghapusan Aktiva Produktif, dan terakhir dengan Surat keputusan Direktur

Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Pebruari 1998 tentang Kualitas

Gambar

Tabel 1 Jaringan Pelayanan PT.Bank Sumut

Referensi

Dokumen terkait

Bank Sumut Medan Cabang Iskandar Muda jika menjalankan suatu kredit harus didasarkan pada adanya jaminan.Yang dimaksud dengan jaminan tersebut dalam pemberian kredit adalah

tersebut, maka penulis menyusun Tugas Akhir ini dengan judul “Prosedur Pemberian Kredit Pemilikan Rumah SUMUT Sejahtera (KPR SUMUT SEJAHTERA) Pada PT Bank SUMUT Kantor Cabang

Untuk mengetahui pengaruh kredit yang disalurkan terhadap laba pada PT. Bank SUMUT Cabang Medan

Kredit Dari Debitur Yang Meninggal Dunia Dengan Klaim Asuransi Jiwa (Studi. Pada PT. Bank Sumut Cabang Sibolga)” telah diperiksa

Bank Sumut cabang Medan Tembung, apakah masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian jual beli rumah dalam proses kredit di PT.. Bank Sumut cabang Medan Tembung,

- Jaminan Perorangan ( personal securities ) yaitu kredit yang jaminannya berupa sesorang atau badan sebagai pihak ketiga yang.. bertindak sebagai

disimpan pada bank ( rush ) karena dana itu masih dimanfaatkan oleh masyarakat lainnya dalam bentuk kredit, yang hanya dapat diminta setelah jatuh tempo.. pembayaran

Skripsi yang berjudul, “Pengaruh Realisasi Kredit Usaha Kecil Terhadap Kredit Bermasalah Pada PT Bank Sul-Selbar Cabang Bulukumba,” yang disusun oleh Fitria,