• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (STUDI PADA BANK SUMUT CABANG KABANJAHE) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (STUDI PADA BANK SUMUT CABANG KABANJAHE) SKRIPSI"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH

(STUDI PADA BANK SUMUT CABANG KABANJAHE)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

IMAM ANDANI SINABARIBA NIM : 120200434

DEPARTERMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH

(STUDI PADA BANK SUMUT CABANG KABANJAHE)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

IMAM ANDANI SINABARIBA 120200434

DEPARTERMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGAM KEKHUSUSAN PERDATA DAGANG

Disetujui

Ketua Departermen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sinta Uli, S.H., M.Hum Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum NIP. 195506261986012001 NIP. 196801281994032001

(3)

ABSTRAK

1

Imam Andani Sinabariba * Sinta Uli **

Puspa Melati Hasibuan ***

Kredit Pemilikan Rumah dapat dijadikan sebagai fasilitas yang diberikan oleh perbankan kepada nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah, di Indonesia yang mengatur kegiatan kredit perbankan adalah Undang- undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan, namun tak jarang dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah, Krediturnharus menghadapi Debitur yang wanprestasi hingga mengakibatkan terjadinya kredit macet. judul yang penulis angkat adalah Tinjauan Yuridis Tentang Penyelesaian Kredit Macet Pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi Pada Bank Sumut cabang Kabanjahe). Permasalahan dalam skripsi ini adalah siapa saja pihak-pihak serta hak dan kewajiban dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah pada Bank Sumut Cabang Kabanjahe, apa penyebab terjadinya kredit macet pada Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank Sumut Cabang Kabanjahe, dan Bagaimana cara-cara penyelesaian dari kredit macet pada Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank Sumut Cabang Kabanjahe.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah penelitian hukum yuridis normatif yang didasarkan pada bahan Hukum Primer dan Hukum Sekunder. Selain itu metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dilakukan dengan penelitian lapangan dengan wawancara kepada responden, yaitu pihak Bank Sumut Cabang Kabanjahe yang dapat membantu penulis untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang penulis teliti dalam penulisan skripsi tersebut.

Yang menjadi pihak dalam Kredit Pemilikan Rumah Bank Sumut Cabang Kabanjahe adalah debitur dan kreditur, Penyebab terjadinya kredit macet dalam Kredit Pemilikan Rumah pada Kredit Pemilikan Rumah Bank Sumut Cabang Kabanjahe dapat dilihat dari 2 (dua) faktor, yaitu faktor internal penyebab timbulnya kredit macet adalah lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit serta lemahya sistem informasi kredit macet, dan faktor eksternal penyebab timbulnya kredit macet adalah kegagalan usaha debitur, musibah terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur dalam Penyelesaian kredit macet dalam Kredit Pemilikan Rumah pada Bank Sumut Cabang Kabanjahe dapat ditempuh dalam 2 (dua) cara, yaitu penyelamatan kredit melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditur dan nasabah peminjam sebagai debitur dan dengan cara penyelesaian kredit macet dalam Kredit Pemilikan Rumah yaitu melalui lembaga hukum, yaitu Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN).

Kata Kunci: Perjanjian, Kredit, Kredit Pemilikan Rumah, Bank.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah : “Tinjauan Yuridis Tentang Penyelesaian Kredit Macet Pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe)”. Skripsi ini membahas mengenai kredit macet pada kredit pemilikan rumah yang diberikan oleh Bank dan apabila terjadi kredit macet bagaimana proses penyelesaiannya antara pihak Debitur dan Kreditur agak diantara para pihak tidak ada yang dirugikan.

Proses penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dan semangat dari berbagai pihak. Dan pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Pusapa Melati, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan juga sebagai Dosen Pembimbing II yang

(5)

mana telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini hingga selesai dengan baik.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum selaku Ketua Departermen Hukum Keperdataan.

7. Ibu Sinta Uli, SH., M.Hum selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang dan juga sebagai Dosen Pembimbing I yang telah berkenan memberikan pengarahan, nasihat, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan dengan baik.

8. Ibu Mariati Zendrato, SH., M.Hum Selaku dosen Penasihat Akademik penulis.

9. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda Darmin Deodatus Sinabariba dan Ibunda Denni br Sitanggang, terimakasih telah memberikan segenap kasih sayang, perhatian, bimbangan, nasihat dan juga doa yang tulus dan indah demi keberhasilan penulis, serta kepada adik penulis yaitu Yustika Citra br Sinabariba dan Pieter Joy Van Bastian Sinabariba terimakasih untuk dukungan dan semangat yang diberikan.

10. Terkhusus Untuk Teman hidup penulis yang tercinta Fretty Juliana Saragih terimaksih untuk segala- Nya, untuk dukungan, dan semangat yang begitu berarti untuk penulis.

11. Abang Rincan Sinabariba terimakasih penulis ucapkan sebesar-besarnya yang telah memberikan transportasi penulis selama di Medan dan proses

(6)

penulisan skripsi penulis serta untuk Bapaktua, maktua di Kabanjahe serta Tulang dan Nantulang di Medan terimaksih untuk cinta dan dukungannya.

12. Bang Josua Barus, Penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan riset di Bank Sumut cabang Kabanjahe, untuk Bapak Muhammad Zaini selaku Kepala Cabang Bank Sumut cabang Kabanjahe terimakasih untuk nasihat dan membantu penulis untuk riset. Juga Kepada Bang Zahren Pinem Selaku Admin dan Penyelamatan Kredit di Bank Sumut cabang Kabanjahe yang mana bersedia untuk diwawancara penulis, dan juga kepada Bang Efraim Sitepu terimaksih untuk kemudahannya.

13. Sahabat-sahabat penulis yang tergabung di Grup Line

#CasinoRoyaleFHUSU, diantaranya Alwin, Bambang Gunawan, Dodi Partahanan Siregar, Eva Christina Pardede, Gloria Chintia Nitanatama Lumban Tobing, Grace Santo Sihombing, Hariyani Song, Meisura Dwini Girsang, Marshall Stanley Sitepu, Muhammad Rizki Mahyuzar, Muhammad Syahputra Nasution, Namira Nazlah, Putra Rizki Akbar, Stanny Yeane Sihite, Veronica Julita Sitanggang, dan Zikri Al-Hakim, yang telah memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf dan sangat mengaharapkan kritik dan saran yang membangun agar semakin sempurna skripsi ini.

(7)

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi sumbangan pengetahuan dan bermanfaat. Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

Medan, September 2016

Imam Andani Sinabariba NIM 120200434

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……… i

ABSTRAK………. ii

KATA PENGANTAR……….. iii

DAFTAR ISI………vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang………... 1

B.Permasalahan……….. 9

C.Tujuan Penulisan……… 9

D. Manfaat Penulisan………... 10

E. Metode Penelitian……… 11

F. Sistematika Penulisan………...14

G. Keaslian Penulisan………...15

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT A. Perjanjian Dan Perjanjian Kredit……… 16

B. Jenis dan Unsur-Unsur Dari Kredit………. 30

C.Syarat Sahnya Perjanjian,Asas-Asas Perjanjian dan Berakhirnya Perjanjian………36

BAB III KAJIAN MENGENAI KREDIT MACET DAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH A. Sebab Dan Akibat Kredit Macet………. 54

(9)

B. Jenis-Jenis Kredit Macet………. 58 C. Dasar Hukum Kredit Pemilikan Rumah………..65

BAB IV PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA BANK SUMUT

Cabang Kabanjahe

A. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe………...….. 68

B. Sebab-Sebab Terjadinya Kredit Macet Pada Kredit

Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT Cabang

Kabanjahe………...… 81 C. Cara-Cara Penyelesaian Dari Kredit Macet Pada

Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT

Cabang Kabanjahe………...…... 83

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………. 85 B. Saran……… 87

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.2 Perumahan merupakan salah satu bidang yang menjadi perhatian dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia. Tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan yang dapat dirasakan seluruh rakyat Indonesia, dan pada akhirnya untuk mewujudkan cita-cita bangsa mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Perumahan mempunyai arti penting dan sangat menentukan bag kehidupan seseorang dalam membangun dan mengembangkan watak serta kepribadian seseorang oleh karena itu setiap warga negara perlu diusahakan untuk dapat memperoleh dan menikmati perumahan yang layak.

Proses Pembangunan Nasional Indonesia yang pada hakekatnya merupakan pembangunan rakyat Indonesia seutuhnya merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi kesejahteraan rakyat, sehingga pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan sangat diperlukan dalam rangka pemerataan hasil-hasil pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dalam hal ini melalui pembangunan perumahan.

2 Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Pemukiman.

(11)

Rumah sebagai komponen dari perumahan merupakan bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.3 Rumah ialah salah satu kebutuhan dasar manusia sekaligus untuk meningkatkan mutu hidup manusia, Pemenuhan kebutuhan akan rumah yang pada dasarnya berfungsi sebagai tempat untuk tinggal, mempunyai peranan penting dan menentukan bagi kehidupan manusia dalam membangun dan mengembangkan pribadinya, sehingga menjadikan rumah sebagai unsur pokok dalam pemenuhan kesejahteraan manusia.

Permasalahan yang sangat kompleks dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah di Indonesia yakni pertumbuhan penduduk yang meningkat sedangkan lahan untuk pemukiman yang terbatas, serta masih rendahnya daya beli masyarakat secara kontan, dan bahkan baru sebagian kecil rakyat Indonesia yang telah mampu memiliki rumah yang layak. Hal ini mengingat pertambahan penduduk yang begitu cepat, terutama di kota-kota besar, yang tidak seimbang dengan pertumbuhan yang tersedia. Untuk mengatasi masalah tersebut serta mencapai kesejahteraan rakyat banyak, pemerintah dituntut untuk ikut berperan aktif menangani masalah tersebut, dengan mengusahakan agar masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah dapat memperoleh perumahan dengan prosedur yang mudah dan harga yang relatif murah.

Dewasa ini pemerintah telah menggunakan suatu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut yakni dengan menerapkan sistem Kredit Pemilikan Rumah

3 Pasal 1 angka (7) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Pemukiman.

(12)

(selanjutnya disebut KPR), yang bekerja sama dengan Bank4 umum di seluruh Indonesia. Bank sebagai lembaga keuangan negara, menjalankan fungsinya membantu pemerintah meningkatkan pembangunan melalui layanan kredit yang berkenaan dengan permasalahan di atas. Kredit konsumsi ini, oleh bank diberikan untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi tahan lama seperti rumah dan kendaraan. Dalam kasus ini, kredit konsumsi dimaksud, dikenal dengan KPR atau Kredit Pemilikan Rumah. Kredit Pemilikan Rumah atau KPR bank adalah solusi yang sangat diharapkan bagi sebagian besar masyarakat.

Dimana kredit tersebut telah terbukti membantu rakyat mendapatkan rumah lebih mudah dari sebelumnya. Dewasa ini Sarana perbankan dijadikan sebagai media dalam sistem KPR untuk mencapai pembangunan nasional yakni meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.5

Dalam menjalankan tugasnya bank perlu memperhatikan asas-asas yang berlaku dalam perbankan. Asas-asas tersebut, antara lain:

a. Asas Hukum: Bank dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat tidak dapat dilepas dari landasan hukum yang berlaku. Apa yang dilakukan bank didasarkan atas hukum tertulis maupun tidak tertulis.

Hukum tertulis berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bank, sedangkan hukum tidak tertulis berupa hukum adat dan hukum kebiasaan.

b. Asas Keadilan: Disamping asas hukum bank juga harus dapat menerapkan asas keadilan. Dalam melayani masyarakat, bank tidak boleh

4 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. (Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perbankan).

5 C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal. 314.

(13)

memberikan fasilitas kredit hanya kepada pengusaha besar saja, tetapi juga kepada pengusaha kecil.

c. Asas Kepercayaan: Hubungan bank dengan nasabahnya adalah dasar kepercayaan. Nasabah merasa percaya pada bank bahwa uang yang disimpan dapat dikelola dengan baik oleh bank. Sedangkan bank memegang teguh kepercayaan tersebut dengan siap sedia membayar nasabah apabila sebagian atau seluruh simpanannya sewaktu-waktu ditarik. Demikian pula jika bank memberikan kredit, bank harus percaya bahwa utang tersebut dapat dibayar kembali oleh masyarakat beserta bunganya.

d. Asas Keamanan: Dalam melayani nasabahnya bank menggunakan asas keamanan. Bank memberikan keamanan terhadap simpanan para nasabahnya agar terhindar dari suatu kejahatan.

e. Asas Kehati-hatian: Asas Kehati-hatian berhubungan dengan tugas bank, karena dalam menjalankan tugasnya bank wajib bekerja dengan penuh ketelitian, melakukan pertimbangan matang, menghindari kecurangan dan tidak mengambil langkah yang bertentangan dengan kepatutan.

f. Asas Ekonomi: Bank sebagai perusahaan yang tujuannya memperoleh keuntungan tidak dapat dipisahkan dengan prinsip ekonomi. Dengan tugasnya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan ke masyarakat dalam bentuk kredit, bank menarik bunga atau keuntungan dari masyarakat yang merupakan imbalan jasa bagi bank.6

Sistem perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam pengadaan KPR, sebab pengadaan KPR dilakukan oleh bank yang pada dasarnya segala lalu

6 Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan Di Bidang Yuridis.

Rineka Cipta, Jakarta, 2009, Hal. 46.

(14)

lintas kegiatan bank itu terdapat dalam sistem perbankan. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.7 Oleh karena itu KPR teleh menjadi salah satu bagian dari sistem perbankan.

Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah funding.

Pengertian dari menghimpun dana adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Pembelian dana dari masyarakat ini dilakukan oleh bank dengan cara menghimpun masyarakat agar mau menanamkan dananya dalam bentuk simpanan. Jenis simpanan yang dapat dipilih oleh masyarakat diantaranya adalah giro, tabungan, sertifikat deposito, dan deposito berjangka.8

Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat, maka perbankan memutar kembali dana yang diperoleh tadi dengan cara memberikan pinjaman kepada masyarakat atau yang lebih dikenal dengan kredit. Dalam pemberian kredit debitur akan dikenakan bunga serta biaya administrasinya.

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.9 Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa kredit adalah kepercayaan atau saling percaya antara kreditur dengan debitur dan apa yang disepakati wajib

7 Ibid., Hal. 311.

8 Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, Hal. 25.

9 Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

(15)

ditaati oleh para pembuatnya. Hubungan hukum antar pemberi kredit dalam hal ini bank dan penerima kredit dalam hal ini nasabah, didasarkan pada perjanjian yang dikenal sebagai perjanjian kredit.10 Dalam hal ini KPR sebagai salah satu bentuk perjanjian kredit juga memiliki bentuk yang sama dengan perjanjian kredit lain pada umumnya.

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah.11 Pada umumnya KPR tersebut merupakan perjanjian kredit dibawah tangan dan mempergunakan perjanjian baku, karena perjanjian KPR sudah ditentukan oleh pihak bank tentang apa yang akan dicantumkan dalam perjanjian tersebut.12

Kegiatan menyalurkan kredit mengandung resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha bank sehingga penyaluran kredit harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian melalui analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang teratur dan lengkap, semuanya itu bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat waktu sesuai dengan perjanjian kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga.13

10 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2010, Hal. 51.

11 http://www.bi.go.id/id/iek/produk-jasa-perbankan/jenis/Documents/KPRumah.pdf.

12 Bambang Fitrianto, Hukum Jaminan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2013, Hal. 87.

13 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, CV.Alfabeta, Bandung, 2005, Hal. 2.

(16)

Perjanjian Kredit Pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

R. Subekti dalam buku KUHPdt berpendapat bahwa dalam bentuk apapun juga memberikan kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.14

Mariam Darus Badrulzaman juga memberikan pendapat mengenai hal ini.

Beliau menyatakan dari rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Pasal 1754 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening (pinjam-meminjam) termasuk didalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam- meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan, karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah.

Pembuatan perjanjian kredit tersebut diperlukan dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi para pihak sehingga apabila terjadi permasalahan di kemudian hari maka para pihak yang berkepentingan dalam perjanjian kredit yang telah dibuat sebagai dasar hukum untuk menuntut pihak yang telah dirugikan.

14 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, Hal. 261.

(17)

Perputaran uang melalui kredit tidak selalu lancar. Ada kalanya uang itu tersendat untuk kembali lagi ke Bank. Dengan kata lain, debitur kesulitan mengembalikan pinjaman atau hutangnya pada Bank. Dalam kondisi ini, tercipta apa yang disebut dengan kredit macet. Pada bank, kredit macet tidak hanya akan merugikan para pemilik saham bank tersebut, tetapi juga akan merugikan para pemilik dana yang sebagian besar adalah anggota masyarakat, dari berbagai lapisan dan tingkat kehidupan, yang dapat meresahkan masyarakat, bahkan merusak sendi perekonomian suatu negara. Bisa dibayangkan jika terjadi kredit macet yang cukup besar, maka bank tersebut akan lumpuh bahkan terancam tidak mampu memenuhi semua kewajiban keuangannya apabila karena perusahaan dilikuidasi (insolvable) dan tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya, terutama kewajiban jangka pendeknya (illiquid), karena sebagian besar dana masyarakat yang dititipkan pada bank, tertahan di tangan para debitur Bank.

Kredit macet bagi dunia perbankan merupakan penyakit berbahaya yang bahkan dapat membuat lumpuhnya suatu Bank. Maka dari itu, dibutuhkan suatu cara untuk menyelesaikan permasalahan kredit macet yang sering tarjadi khususnya dalam perjanjian KPR, dengan tujuan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan atas perjanjian KPR, dan bahkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengangkat judul skripsi:

“Tinjauan Yuridis Tentang Penyelesaian Kredit Macet Pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah”.

(18)

B. Permasalahan

Berkenaan dengan judul skripsi “ Tinjauan Yuridis Tentang Penyelesaian Kredit Macet Pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe)”, ada beberapa permasalahan yang timbul dan akan dibahas di dalam penelitian ini, yaitu:

1. Siapa saja pihak-pihak serta hak dan kewajiban dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe?

2. Apa saja sebab-sebab terjadinya kredit macet pada Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe?

3. Bagaimana cara-cara penyelesaian dari kredit macet pada Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai penambah ilmu serta wawasan bagi penulis. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka yang ingin dicapai dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pihak-pihak dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe.

2. Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kredit macet pada Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe.

3. Untuk mengetahui cara-cara penyelesaian Kredit Macet pada Kredit Pemilikan Rumah pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe.

(19)

D. Manfaat Penulisan

Setelah mengetahui tujuan dari penulisan skripsi ini, selanjutnya penulis akan memaparkan manfaat dari penulisan skripsi ini. Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoretis

Dengan adanya penulisan skripsi ini penulis berharap dapat menambah dan memperluas pengetahuan bagi penulis maupun pembaca, serta berkontribusi dalam pengetahuan mengenai penyelesaian kredit macet pada perjanjian kredit pemilikan rumah serta menjadi bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum perdata dan hukum perbankan. Pada hasil penelitian ini penulis akan memberikan informasi mengenai prosedur penyelesaian apabila terjadi Kredit Macet pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah di Bank SUMUT Cabang Kabanjahe.

2. Manfaat Praktis

Dengan adanya penulisan ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui siapa saja pihak dalam perjanjian kredit, apa saja sebab dari timbulnya kredit macet tersebut serta bagaimana cara-cara penyelesaian kredit macet itu.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana pokok dalam perkembangan ilmu pengetahuan guna mengungkapkan kebenaan secara sistematis, metodologis dan konsisten.15 Selain itu juga penelitian merupakan upaya pencarian dan mengamati dengan teliti terhadap objek yang sedang diteliti.

15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, Hal. 1.

(20)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang dapat menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan atau dapat memecahkan suatu permasalahan, yang pada dasarnya suatu yang dicari itu adalah pengetahuan atau lebih tepatnya pengetahuan yang benar, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya akan digunakan untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu.16

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan menganalisisnya.17

Metode yang penulis gunakan dalam mengumpulkan data untuk penulisan skripsi ini adalah:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian pada skripsi ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif, yaitu metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.18

2. Sumber Data

Sumber data pada skripsi ini adalah berdasarkan data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah ketentuan-ketentuan yang berada di dalam suatu perundang-undangan yang memiliki ketentuan hukum

16 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, Hal.

27.

17 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2006, Hal. 3.

18 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, Hal. 14.

(21)

yang mengikat. Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, dan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan.

b. Data Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang berkaitan dengan bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekuder dapat diperoleh dari pendapat para ahli, jurnal, internet, hasil penelitian, serta buku- buku yang berkaitan mengenai kredit macet maupun kredit pemilikan rumah.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier dapat diperoleh dari kamus hukum, artikel, internet dan ensiklopedia.

3. Alat Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data-data dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan alat pengumpulan data melalui:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara meneliti berbagai sumber bacaaan dari bahan pustaka yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier.

b. Penelitian Lapangan (Field Research) merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara meneliti secara

(22)

langsung dan mengumpulkan data-data yang berada di lapangan dan juga melalui wawancara dengan pihak yang berkaitan yaitu Bank Sumut Cabang Kabanjahe, dalam penelitian lapangan lokasi penelitiannya yaitu pada Bank Sumut Cabang Kabanjahe yang berkedudukan hukum di Jl. Kapten Palabangun No. 3 Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif, metode penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif, yaitu metode yang lebih menekankan pada pencarian makna sesuai dengan realitas.

Metode ini akan menghasilkan data berupa pernyataan-pernyataan atau data yang dihasilkan berupa data deskriptif mengenai subjek yang diteliti.

Analisis data terhadap data dilakukan dengan terlebih dahulu pengumpulan untuk kemudian ditelaah. Selanjutnya diadakan pengolahan terhadap data untuk dianalisis secara logis dan sistematis dengan cara metode deduktif, yaitu suatu logika yang berangkat dari kaidah-kaidah umum ke kaidah yang bersifat khusus, sehingga akan menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif, yaitu uraian yang menggambarkan permasalahan dan hasil analisis tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diajukan.

F. Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan skripsi diperlukan sistematika penulisan yang mana sistematika penulisan tersebut berguna untuk menguraikan dan menghubungkan

(23)

isi dari bab-bab dalam skripsi ini.. Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-bab yang saling berkaitan satu sama lainnya. Berikut penulis uraikan bab-bab dan sub-bab pada skripsi penulis:

BAB I (Pendahuluan), Pada bab ini menguraikan hal-hal yang bersifat umum sebagai langkah awal dari penulisan skripsi dan didalamnya terdiri dari sub bab yaitu: Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan, dan Keaslian Penulisan.

BAB II (Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Kredit), Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai Perjanjian dan Perjanjian Kredit, Jenis dan Unsur pada Kredit, Syarat Sahnya Perjanjian, Asas-asas Perjanjian, dan Berakhirnya Perjanjian.

BAB III (Kajian Mengenai Kredit Macet dan Kredit Pemilikan Rumah), Pada bab ini penulis memberikan gambaran umum mengenai sebab dan akibat dari Kredit Macet, Jenis-Jenis Kredit Macet, serta Dasar Hukum Kredit Pemilikan Rumah.

BAB IV (Penyelesaian Kredit Macet Dalam Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe), Pada bab ini penulis akan memaparkan jawaban atas permasalahan dan merupakan pokok penulisan yang terdiri dari Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe, Sebab-Sebab terjadinya Kredit Macet Pada Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe, dan yang terakhir adalah mengenai Cara-Cara Penyelesaian dari Kredit Macet pada Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank SUMUT Cabang Kabanjahe.

(24)

BAB V (Penutup), Pada bab ini berisi kesimpulan yang merupakan inti dari pembahasan bab-bab sebelumnya dan saran yang merupakan hasil pemikiran penulis guna memberikan masukan mengenai permasalahan yang berada pada skripsi penulis.

G. Keaslian Penulisan

Setelah dilakukan pemerikasaan dan uji bersih di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa belum ada penulisan skripsi dengan judul yang sama.Penulisan Skripsi ini merupakan berdasarkan ide, gagasan pemikiran dan usaha dari penulis pribadi tanpa ada unsur penipuan atau yang lainnya yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT

A. Definisi Perjanjian Dan Perjanjian Kredit

Secara umum dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu timbullah suatu hubungan yang dinamakan perikatan, yang dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian kata-kata yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.19

Lebih mendasar, mengenai perjanjian diatur di dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata dalam pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih lainnya. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah Orang yang belum dewasa, mereka yang dalam pengampuan, dan perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

M. Yahya Harahap dalam bukunya menyebutkan bahwa perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk

19 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1985, Hal. 13.

(26)

26

memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak yang lain untuk menunaikan prestasi.20 Sedangkan menurut R. Subekti menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal, dan dari peristiwa tersebut timbullah suatu perikatan.21

Dalam hal perikatan banyak para ahli yang memberikan defenisi mengenai perikatan. Akan tetapi Buku III KUHPerdata mengenai Perikatan tidak memberikan rumusan secara detail mengenai apakah perikatan itu, tetapi di dalam ilmu pengetahuan hukum memberikan rumusan mengenai perikatan yakni hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain berhak memenuhi prestasi itu. Dari rumusan itu dapat disimpulkan unsur-unsur perikatan yaitu:22

1. Adanya hubungan hukum, yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum antara dua pihak.

2. Dua pihak yaitu dalam perikatan setidak-tidaknya ada dua pihak yang satu berhak untuk menuntut kepada pihak yang lain berarti memiliki hak dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi prestasi yang berarti memiliki kewajiban. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam perikatan lebih dari dua pihak artinya terdapat lebih dari seorang kreditur dan lebih dari seorang debitur.

3. Harta kekayaan artinya hubungan hukum dua pihak tersebut harus terletak dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian, milik, gadai dan lain-lainnya.

20 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, Hal. 6.

21 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1987, Hal. 1.

22 Sutarno, Op. Cit , Hal. 70.

(27)

27

4. Prestasi adalah sesuatu yang harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh masing-masing pihak dalam perikatan itu. Dalam pasal 1234 KUHPerdata prestasi dapat berupa memberikan sesuat, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.

Jika kita membaca Pasal 1233 KUHPerdata yang mana isi pasal tersebut menjelaskan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan karena persetujuan atau karena undang-undang, dan dari bunyi pasal tersebut dapatlah diuraikan sumber hukum perikatan yaitu:23

1. Perjanjian atau persetujuan adalah sumber penting yang melahirkan perikatan karena perjanjian ini yang paling banyak dilakukan di dalam kehidupan masyarakat. Misalnya jual beli, sewa menyewa adalah perjanjian menerbitkan perikatan.

2. Undang-Undang sebagai sumber perikatan dibagi menjadi 2 (dua) berdasarkan ketentuan Pasal 1352 KUHPerdata, yaitu:

a. Bersumber pada undang-undang saja; dan

b. Bersumber pada undang-undang karena perbuatan manusia dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1) Perbuatan manusia menurut hukum, misalnya mewakili urusan orang lain Pasal 1354 KUHPerdata(zaakwaarneming).24

2) Perbuatan manusia karena perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).25

Terhadap terjadinya perikatan yang bersumber pada undang-undang, undang-undang tersebut tidak mensyaratkan dipenuhinya syarat sahnya perjanjian

23 Ibid., Hal. 73.

24 Pasal 1354 KUHPerdata.

25 Pasal 1365 KUHPerdata.

(28)

28

sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, karena perikatan yang bersumber pada undang-undang tersebut terlepas dari keinginan dan kesepakatan para pihak.

Kredit dalam neraca Bank merupakan penggunaan dana, namun bagi perusahaan yang mendapat bantuan dari bank, kredit merupakan sumber dana.

Bahkan dikatakan kredit sebagai sumber dana pembangunan, karena kredit merupakan sumber dana bagi berbagai lapisan masyarakat, yang secara makro merupakan unsur dalam pembangunan ekonomi sebuah negara.

Johannes Ibrahim dalam bukunya Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, menyatakan bahwa yang patut diperhatikan berdasarkan

pengertian kredit yaitu:26

1. Kredit dapat berupa uang, atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya bank memberikan kredit untuk pembelian rumah atau mobil.

2. Adanya kesepakatan antara bank atau kreditur dengan penerima kredit atau nasabah debitur, yang dituangkan dalam suatu perjanjian atau akad kredit, dimana tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak.

3. Adanya perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah. Bagi bank berdasarkan prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah berupa imbalan atau bagi hasil.

26 Johannes, Ibrahim, Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, CV.

Utama, Bandung, 2004, Hal. 91.

(29)

29

Kredit berasal dari bahasa latin, yaitu “credere” yang berarti kepercayaan yang mana apabila seseorang melakukan perjanjian kredit maka orang memperoleh kepercayaan dari kreditur, dengan perkataan lain kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari suatu badan atau seseorang kepada seseorang atau badan lainnya yang mana orang atau badan lainnya dipercaya akan memenuhi kewajiban yang telah diperjanjikan pada waktu itu.27

Kredit menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan menyebutkan:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah angka waktu tertentu dengan pemberian bunga.28 Dari rumusan tersebut dapat diketahui ruang lingkup pengertian kredit dibatasi dalam hubungan Bank dengan nasabahnya. Kredit sebagai penyediaan uang yang dilakukan oleh bank untuk dipinjamkan kepada nasabahnya dengan menarik keuntungan berupa bunga .

Setelah kita memahami perjanjian dan kredit pada umumnya yang diuraikan seperti di atas maka kita memperoleh materi perjanjian dan kredit pada umumnya yang dapat digunakan sebagai dasar memahami dan menyusun mengenai perjanjian kredit. Perjanjian kredit tidak secara khsusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Ada beberapa sarjana hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit dikuasai oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata Bab XII Buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam uang menurut KUHPerdata Pasal 1754 yang berbunyi:

Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang

27 Rachmat Firdaus, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Alfabeta, Bandung, 2009, Hal.1.

28 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

(30)

30

yang menghabis karena pemakian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Di dalam Undang-Undang Perbankan tidak dicantumkan secara tegas apa dasar hukum perjanjian kredit. Namun dari pengertian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam yang didasarkan kepada kesepakatan antara Bank dengan Nasabah.29

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.

Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan adalah bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil adalah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang dari bank kepada nasabah debitur.

Pihak Bank Sumut memberikan definisi mengenai perjanjian kredit yang mana perjanjian kredit merupakan kesepakatan atau persetujuan antara Bank dengan Debitur yang dibuat secara tertulis mengatur hak dan kewajiban para pihak sebagai akibat adanya pinjam meminjam uang setelah seluruh syarat-syarat yang ditetapkan dalam Surat Persetujuan Pemberian Kredit telah dipenuhi pemohon dan dipastikan seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit telah dipenuhi.30

Mariam Darus Badrulzaman membedakan pengertian perjanjian kredit ke dalam 2 (dua) hal, yaitu:

1. Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Pendahuluan

29 Sentosa Sembiring, Op.Cit, Hal. 67.

30 Hasil Wawancara dengan Pihak Bank SUMUT Cabang Kabanjahe, Pada Hari Senin, 8 Agustus 2016, Pukul 11.09 WIB.

(31)

31

Artinya, bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima perjanjian mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian tersebut bersifat konsensual abligatoir (perjanjian yang timbul atau berbentuk, bersifat mengikat).

Penyerahan uangnya sendiri, adalah bersifat riil. Jadi pada saat penyerahan uang dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit kedua pihak. Dengan terjadinya penyerahan uang barulah dapat dikatakan perjanjian kredit terjadi.

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrafendo). Maksudnya adalah perjanjian ini mendahului perjanjian hutang

piutang (pinjam meminjam). Sedangkan perjanjian hutang piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit.

2. Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Standar

Artinya, bahwa perjanjian yang bentuk dan isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh kreditur, lantas kemudian disodorkan kepada debitur. Dalam praktik perbankan, biasanya bank sudah menyediakan blanko atas akta, yang sudah dibuat tetap. Jadi nasabah langsung mengisi blanko akta yang disiapkan oleh bank tersebut.

Meskipun demikian, Johannes Ibrahim dalam bukunya: “Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif” menyebutkan bahwa perjanjian bank tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian baku, dengan pertimbangan bahwa:31

31 Johannes Ibrahim, Op.Cit, Hal. 115.

(32)

32

1. Dalam praktik sebelum nasabah debitur menandatangani perjanjian kredit, bank menyerahkan terlebih dahulu surat penawaran (offering letter) atas fasilitas pinjaman atau kredit yang telah disetujuinya. Surat

penawaran dimaksudkan sebagai suatu pendahuluan untuk dasar perundingan yang menyebutkan secara ringkas, besar dan jenis fasilitas yang akan diberikan, bunga, jaminan yang disyaratkan, provisi, dan syarat lain yang dianggap penting sehubungan dengan perjanjian pemberian pinjaman.

2. Surat penawaran dimaksudkan dalam butir (1) dapat diterima, ditolak, atau terdapat perubahan-perubahan disesuaikan dengan keinginan calon debitur. Disini masih dimungkinkan untuk diadakan negosiasi antara pihak bank dengan calon debitur.

3. Dengan mempertimbangkan surat penawaran dan persyaratan- persyaratan yang tercantum didalamnya, apabila debitur tidak berkeberatan lagi, berarti telah menyatakan menerima penggunaan format perjanjian yang ditawarkan oleh bank.

4. Subjek dan objek dari perjanjian kredit bank, selalu berbeda, disesuaikan dengan kebutuhan calon debitur. Sehingga perjanjian kredit bank tidak mungkin memiliki suatu pola yang sama walaupun terdapat kesamaan yang satu dan lainnya.

Kemudian ditambahkannya bahwa perjanjian kredit bank dan perumusan klausula-klausula yang terdapat di dalamnya, sangat tergantung dari kebutuhan calon debitur secara pribadi, dan bank harus dapat mengantisipasinya dengan cepat. Debitur dan bank merupakan mitra untuk mencapai kemanfaatan bagi

(33)

33

kedua belah pihak, dan tiada satu pun yang dirugikan. Untuk itu, sepatutnya perumusan klausula perjanjian kredit dapat dinegosiasi oleh kedua belah pihak, dan perundang-undangan membatasi sebagai kaidah hukum yang bersifat mengatur (aanvullend, optional) saja.32

Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata. Dalam bentuk apapun pemberian kredit itu diadakan pada hakikatnya merupakan salah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754-1769 KUHPerdata. Perjanjian kredit dikatakan perjanjian pinjam-meminjam karena tidak terdapat tawar menawar antara kreditur dengan debitur. Namun dalam praktek perbankan pada dasarnya bentuk dan pelaksanaan perjanjian pinjam-meminjam yang ada dalam KUHPerdata tidaklah sepenuhnya identik dengan bentuk dan pelaksanaan perjanjian kredit perbankan, di antara keduanya ada perbedaan-perbedaan yang gradual, bahkan dapat pula merupakan perbedaan yang pokok.33

Perjanjian kredit merupakan perjanjian baku (standard contract), dimana isi atau klausula-klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko), tetapi tidak terikat dalam bentuk tertentu.

Perjanjian baku harus ada suatu keseimbangan antara para pihak sehingga pemuatan klausul tidak boleh diletakkan atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau pengungkapannya sulit dimengerti.

32 Ibid., Hal. 117.

33 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, Hal. 441-442.

(34)

34

Di dalam pemberian kredit, perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting karena tanpa adanya perjanjian kredit yang ditandatangani oleh Bank dan debitur maka tidak akan ada pemberian kredit. Perjanjian kredit merupakan suatu ikatan antara bank dengan debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit. Sejak ditandatangani perjanjian kredit bank sebagai kreditur mencatat sudah adanya kewajiban menyerahkan uang oleh bank disebut mencairkan uang secara bertahap sesuai perjanjian.

Adanya kewajiban menyerahkan uang tersebut dalam pembukuan bank dicatat dalam Position of Balanced yang dalam akuntansi disebut komitmen.

Komitmen artinya Bank setiap saat siap untuk menyerahkan uang kepada debiturnya sesuai dengan permintaan debitur sepanjang memenuhi syarat yang diatur dalam perjanjian kredit.

Jika Bank telah melaksanakan kewajibannya secara riil dengan cara menyerahkan uang maka Bank akan mencatat dalam pembukuannya pada sisi On Balanced artinya perjanjian kredit benar-benar terjadi dan berlaku. Walaupun

perjanjian kredit telah ditandatangani bank dan debiturnya tetapi jika debitur belum menarik uangnya maka perjanjian kredit dianggap belum terjadi/ belum ada.34

Ch. Gatot Wardoyo menyebutkan ada beberapa hal yang perlu dicantumkan di dalam setiap perjanjian, yaitu:35

1. Syarat-Syarat Penarikan Kredit Pertama Kali (Predisbursement Clause).

34 Sutarno, Ibid., Hal. 98.

35 Ch. Gatot Wardoyo, Sekitar Klasusul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank Dan Manajemen, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1991, Hal. 64.

(35)

35

Klausul ini menyangkut pembayaran provisi, premi asuransi kredit, penyerahan barang jaminan, dokumen, pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut serta pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit.

2. Klausul Mengenai Maksimum Kredit (Amount Clause).

Klausul ini merupakan objek dari perjanjian kredit, batas kewajiban pihak kreditur yang berupa penyediaan dana, penetapan besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dan batas dikenakannya denda kelebihan tarik (overdraft).

3. Klausul Mengenai Jangka Waktu Kredit.

Pada Klausul ini memapakarkan mengenai batas waktu berlakunya kredit yang disepakati oleh para pihak yang ditentukan oleh Bank.

4. Klausul Mengenai Bunga Pinjaman (Interest Clause).

Klausul ini mengatur tentang bunga dari pinjaman kredit bank yang harus dibayarkan setiap bulannya oleh debitur kepada bank.

5. Klausul Mengenai Barang Agunan Kredit.

Klausal ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak bank.

6. Klausul Asuransi (Insurance Clause).

Klausal ini bertujuan untuk pengalihan risiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. Adapun materinya perlu memuat mengenai maskapai asuransi yang ditunjuk, premi

(36)

36

asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan bank, dan sebagainya.

7. Klausul Mengenai Tindakan Yang Dilarang Oleh Bank (Negative Clause).

Klausul ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomi bagi pengamanan kepentingan bank sebagai tujuan utama.

8. Tigger Clause atau Opeisbaar Clause.

Klausul ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum lahir.

9. Klausul Mengenai Denda (Penalty Clause).

Klausul ini dimaksudkan untuk mempertegas mengenai hak-hak Bank untuk melakukan pungutan, baik mengenai besarnya maupun kondisinya.

10. Expence Clause.

Klausul ini mengatur mengenai badan biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit yang biasanya dibebankan kepada nasabah, meliputi biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta-akta perjanjian kredit, pengakuan utang, dan penagihan kredit.

11. Debet Authorization Clause.

Pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan izin debitur.

12. Representation and Warranties.

Klausul ini sering disebut dengan istilah material advers change clause, maksudnya pihak debitur menjanjikan dan menjamin bahwa semua data

(37)

37

informasi yang diberikan kepada bank adalah benar dan tidak diputar balikkan.

13. Klausul Ketaatan Pada Ketentuan Bank.

Klausul ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus, tetapi dipandang perlu, maka sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum.

14. Miscellaneous atau Boiler Plate Provision.

Dalam Klausul ini berisi tentang pasal-pasal tambahan yang berbeda di setiap Bank yang merupakan salah satu syarat mengajukan kredit pada bank tersebut.

15. Dispute Settlement (Alernative Dispute Resolution).

Klausul ini mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dengan debitur.

16. Pasal Penutup.

Pasal penutup memuat eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya mengadakan pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit.

Perjanjian kredit pada dasarnya adalah perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata itu sendiri, dimana perjanjian kredit ini merupakan bentuk perjanjian dalam dunia perbankan. Perjanjian kredit adalah salah satu bagian yang strategis dalam dunia perbankan, karena perjanjian kredit adalah media atau perantara pihak dalam keterkaitan pihak yang mempunyai kelebihan dana (Surplus Of

(38)

38

Fund) dengan pihak yang kekurangan maupun memerlukan dana (Lack Of Fund)

dan kenyataanya kredit merupakan pelayanan nyata dari Bank dalam aktivitas pembangunan perekonomian.

Perjanjian kredit di dalam KUHPerdata merupakan salah satu bentuk perjanjian yang dikelompokkan dalam perjanjian-perjanjian meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata.

Sehingga landasan aturan yang digunakan dalam pembuatan perjanjian kredit tentu tidak dapat terlepas dari ketentuan yang ada pada KUHPerdata tersebut.

Pada praktiknya, perjanjian kredit antar bank yang berbeda walaupun tidak dapat terlepas dari aturan yang tercantum dalam Pasal 1754 sampai Pasal 1769 KUHPerdata. Namun karena bentuk, materi perjanjian dan pemanfaatan pandangan terhadap aturan yang ada di KUHPerdata tiap Bank memiliki persepsi yang berbeda. Maka dari itu perjanjian kredit antar Bank tidaklah sama karena masing-masing menyesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing.

Dalam perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus, baik oleh bank sebagai kreditur, maupun oleh nasabah sebagai debitur. Karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Ch. Gatot Wardoyo, perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok;

2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur; dan

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

(39)

39

B. Jenis dan Unsur-Unsur Dari Kredit

Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi serta beragamnya kegiatan usaha, maka hal ini menyebabkan kebutuhan akan dana kredit yang beragam juga, karena kebutuhan nasabah akan kredit sesuai dengan kebutuhan nasabah itu sendiri.

Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan.36 Kredit khususnya kredit perbankan terdiri dari beberapa jenis, dalam hal ini macam dan jenis kredit yang ada sekarang tidak dapat dipisahkan dari kebijakan perkreditan yang digariskan sesuai dengan tujuan pembangunan.

Pada mulanya kredit hanya berdasarkan kepercayaan murni yaitu berbentuk kredit perorangan karena kedua belah pihak saling mengenal, seiring berkembangnya zaman maka perkembangan perkreditan perorangan semakin mengecil dan perannya digantikan oleh peran kredit dari lembaga perbankan.37 Dan seiring berjalannya waktu jenis-jenis kredit yang ada pada saat ini sebagai berikut:

1. Jenis Kredit dilihat dari kegunaan.

Dari segi kegunaannya atau peruntukannya maka kredit dapat digolongkan menjadi beberapa macam, antara lain:

a. Kredit Investasi

36 https://id.wikipedia.org/wiki/Kredit_%28keuangan%29, Diakses pada hari Kamis, 28 April 2016, Pukul 23.15 WIB.

37 Muhammad Djumhana, Op.Cit., Hal. 372.

(40)

40

Kata investasi dapat diartikan dengan penanaman modal, maka pengertian dari kredit investasi adalah kredit yang diberikan bank kepada nasabah untuk kepentingan penanaman modal yang bersifat ekspansi, modernisasi maupun rehabilitasi perusahaan. Contohnya adalah membeli mesin-mesin guna menambah produktifitas sebuah perusahaan.

b. Kredit Modal Kerja

Kredit Modal Kerja merupakan kredit yang diberikan untuk kepentingan kelancaran modal kerja nasabah. Kredit ini mempunyai sasaran untuk membiayai operasional usaha nasabah. Contoh kredit modal kerja adalah membayar gaji pegawai.

c. Kredit Profesi

Merupakan kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah untuk kepentingan profesinya seperti profesi seorang dokter yang mana membutuhkan alat-alat medis guna memperlancar profesinya sebagai seorang dokter. Perbedaan kredit profesi dengan kredit investasi adalah status atau kedudukan dari nasabah.

2. Jenis Kredit dilihat dari segi waktu.

Dilihat dari segi waktu terdapat 3 (tiga) macam kredit yaitu kredit jangka pendek, kredit jangka menengah dan kredit jangka panjang. Dan ketiga jenis jangka waktu tersebut tidaklah menjadi masalah karena jangka waktu kredit dipandang dari pemakaiannya masih belum ada pembatas yang pasti. Hal ini disebabkan karena pengertian tentang lamanya pemakaian suatu kredit ditentukan oleh kebutuhan dan kemampuan nasabah untuk memakai dan mengembalikannya pada waktu tertentu.

(41)

41

a. Kredit Jangka Pendek

Kredit Jangka Pendek adalah kredit yang berjangka waktu paling lama satu tahun dan biasanya digunakan sebagai modal kerja. Contohnya adalah kredit yang dipakai oleh para petani yang mana petani menggunakannya untuk membeli pupuk atau peralatan pertanian lainnya.

b. Kredit Jangka Menengah

Kredit ini memiliki jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun.

Contohnya adalah kredit investasi untuk pembelian kendaraan.

c. Kredit Jangka Panjang

Kredit jangka panjang merupakan kredit yang waktu pengembaliannya paling lama, jangka waktu pengembaliannya adalah 3 (tiga) sampai 5 (lima) tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi jangka waktu lama. Contohnya adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

3. Jenis Kredit dilihat dari pemakaiannya.

a. Kredit Konsumtif

Pada Kredit Konsutif dana yang diberikan oleh Bank digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Contohnya adalah Kredit untuk membeli Mobil.

b. Kredit Produktif

Merupakan Kredit yang digunakan untuk peningkatan produksi suatu usaha ataupun investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang ataupun jasa. Contohnya adalah Kredit untuk menambah lahan pertanian.

4. Jenis Kredit dilihat dari sektor yang dibiayai.

(42)

42

Ada beberapa macam sektor yang dibiayai oleh Bank melalui Kredit seperti:

a. Kredit Pertanian;

b. Kredit Peternakan;

c. Kredit Pertambangan;

d. Kredit Perindustrian; dan e. Kredit Perumahan.

5. Jenis Kredit dilihat dari segi jaminan.

a. Kredit Dengan Jaminan

Kredit yang diberikan oleh bank dengan suatu jaminan dari nasabah, jaminan tersebut bisa berupa barang berwujud maupun tidak berwujud.

Dalam artian dalam perjanjian Kredit yang dibuat haruslah dilindungi oleh jaminan yang diberikan oleh si debitur.

b. Kredit Tanpa Jaminan

Dalam Kredit Tanpa Jaminan si Debitur tidak perlu memberikan jaminan dikarenakan Bank sebagai Kreditur hanya melihat karakter usaha, prospek usaha maupun nama baik dari si debitur tersebut.

Sebagaimana kita ketahui bahwa unsur esensial dari Kredit Bank adalah adanya kepercayaan dari Bank sebagai Kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai Debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh Kredit Bank oleh Debitur adalah tujuan peruntukan Kredit semakin jelas, adanya benda jaminan atau agunan, dan sebagainya.

(43)

43

Makna dari kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari Bank sebagai Kreditur bahwa Kredit yang akan diberikan akan sungguh-sungguh diterima kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.

Thomas Suyatno di dalam buku Chatamarrasjid Ais mengemukakan unsur-unsur Kredit terdiri atas:38

1. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan keyakinan dari si pemberi Kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar- benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

2. Tenggang waktu

Merupakan suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.

Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

3. Degree Of Risk

Degree Of Risk ini merupakan tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai

akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari.

Semakin lama Kredit diberikan maka semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos

38 Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005, Hal. 56-57.

(44)

44

masa depan itu, maka masih ada selalu ada unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menimbulkan resiko. Dan dengan adanya unsur resiko inilah maka timbulla jaminan dalam pemberian Kredit.

4. Prestasi

Objek Kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun Karena kehidupan ekonomi modern sekrang ini didasarkan pada uang, maka transaksi-transaksi Kredit yang menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai dalam praktik perkreditan.

Selain itu di dalam unsur-unsur pemberian Kredit terdapat pula unsur waktu, resiko dan unsur prestasi. Unsur waktu ini merupakan jangka waktu atau tenggang waktu tertentu antara pemberian atau pencairan Kredit oleh Bank dengan pelunasan Kredit oleh Debitur. Lazimnya pelunasan Kredit tersebut dilakukan melalui angsuran dalam jangka waktu sesuai dengan kemampuan Debitur, misalnya Kredit Pemilikan Rumah dengan jangka waktu pelunasannya 20 tahun.

Subekti didalam bukunya Hukum Perjanjian, menyebutkan bahwa yang dimaksud denga risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak. Di dalam pemberian Kredit yang di berikan oleh Bank kepada Debitur tentulah juga mengandung risiko yang mana resiko tersebut yaitu Debitur tidak mau membayar angsuran ataupun melunasi Kreditnya dikarenakan suatu hal tertentu yang tidak dikehendakinya. Maka dari

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Bank SUMUT, dalam praktiknya kalau kredit debitur macet, kreditur tidak cepat-cepat mengeksekusi jaminan, namun biasanya

Kesimpulannya yaitu menunjukkan bahwa dalam prosedur pelaksanaan Kredit Pemilikan Rumah yang diterapkan oleh Bank BTN Cabang Surakarta terdiri dari prosedur

tinjauan dalam Pelaksanaan Perjanjian Alih Debitur (Over Credit) Atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Tabungan Negara (BTN). Cabang Padang. Jenis dan Sumber Data

Adapun permasalahan kedudukan para pihak dalam perjanjian baku Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan. Faktor penyebab debitur tidak melaksanakan kewajibannya

Kredit Dari Debitur Yang Meninggal Dunia Dengan Klaim Asuransi Jiwa (Studi. Pada PT. Bank Sumut Cabang Sibolga)” telah diperiksa

Adapun permasalahan kedudukan para pihak dalam perjanjian baku Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan. Faktor penyebab debitur tidak melaksanakan kewajibannya

Adapun permasalahan kedudukan para pihak dalam perjanjian baku Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan. Faktor penyebab debitur tidak melaksanakan kewajibannya

Bank Sumut Cabang Koordinator Medan dalam penyelesaian kredit bermasalah dilakukan dengan cara mendeteksi secara dini permasalahan debitur, memberikan dispensasi waktu