TESIS
OLEH
MUHAMMAD ARWAN ANANDA
057011060/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
T E S I S
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD ARWAN ANANDA
057011060/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
KABANJAHE)
Nama Mahasiswa : Muhammad Arwan Ananda
Nomor Pokok : 057011060
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
bentuk kehatian-hatian bank dalam pemberian kredit adalah adanya pengikatan jaminan kebendaan tanah dan bangunan yang diikat dengan Hak Tanggungan. Oleh karena itu menjadi permasalahan tentang penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pada PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe, faktor yang menyebabkan debitur wanprestasi dan upaya apa yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe dalam menyelesaikan kredit macet yang dijamin dengan Hak Tanggungan.
Penelitian ini adalah bersifat deskriptif yang dilakukan dengan pendekatan empiris terhadap penerapan prinsip kehatian-hatian dalam pemberian kredit pada PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe. Sumber data diperoleh dengan cara wawancara kepada nara sumber yang terdiri dari Pejabat Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe 1 orang dan Notaris dan PPAT Deli Serdang 1 orang.
Hasil penelitian menunjukkan, penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pada PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe adalah menerapkan prosedur pemberian kredit yang ketat dan berhati-hati dalam penilaian (analisis) terhadap prospek usaha calon debitur, kemudian juga adanya jaminan kebendaan yang dapat digunakan untuk pembayaran hutang debitur apabila terjadi kredit macet Perjanjian kredit dilakukan secara tertulis di hadapan Notaris dan juga pengikatan jaminan tanah dan bangunan melalui APHT dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan sebagai asas publikasi sehingga bank mempunyai hak preferent terhadap objek jaminan tersebut. Faktor yang menyebabkan debitur wanprestasi di PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe karena faktor internal ataupun faktor eksternal dari bank. Artinya kredit macet itu terjadi karena kegagalan bank dalam melakukan analisis kredit yang diberikan kepada calon debitur, dan juga terjadi karena pengelolaan kredit oleh debitur tidak mencapai target yang disebabkan kegagalan bisnis debitur baik karena ketidak mampuan debitur untuk mengelola bisnis juga disebabkan kondisi ekonomi ataupun kebijakan pemerintah sendiri. Di samping itu karena itikad buruk dari debitur untuk tidak melunasi kreditnya. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe dalam menyelesaikan kredit macet yang dijamin dengan Hak Tanggungan adalah melalui upaya penyelamatan kredit dengan melakukan teguran kepada debitur, dan diusahakan debitur dapat menjual sendiri barang jaminan untuk pelunasan hutang. Apabila upaya ini tidak memberikan hasil maka bank akan mengeksekusi Hak Tanggungan atas dasar kewenangan sebagai kreditur pemegang hak tanggungan.
Disarankan kepada PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe dalam menyalurkan kredit selalu menerapkan prinsip kehatian-hatian atau perkreditan yang sehat dengan analisis berpedoman pada prinsip Five s C yakni character, capacity, capital, condition of economidancollateralsebagai ukuran kemampuan debitur melunasi hutangnya, jadi tidak hanya semata-mata mengandalkan barang jaminan saja. Kemudian kepada debitur yang menerima kredit hendaknya dapat menggunakan dana tersebut sesuai dengan perencanaan proposal kredit yang diajukan.
Forms of bank’s cautions in providing credit extension is the making of agreement relating to a material guarantee in the forms of land building bound by Hak tanggungan. Thus, the purpose of this study was to find out the problem occured in the application of The principle of caution in a credit agreement at PT. Bank Negara Indonesia,Kabanjahe Branch, to examine the factor causing the debtor does not keep his/her promise as stated In the credit agreement, to find out what attempts have been done by PT. Bank Negara Indonesia, Kabanjahe Branch to settle the problem of non-performing loan guaranted With Hak Tanggungan.
This descriptive study with empirical approach was done to anlyze the application Of the principle of caution in providing credit extension at PT. Bank Negara Indonesia, Kabanjahe Branch. The data for this study were obtained through interviewing the resource Notary and one Land Certificate Issuing Official (PPAT) of Deli Serdang district.
The result of study showed that the application of the principle of caution in providing credit extension at PT. Bank Negara Indonesia, Kabanjahe Branch was to apply the tight and careful procedure of credit extension in analyzing the prospects of the Business of prospective debtor, and the availability of material guarantee that can be used to pay the debtor’s debt when the non-performing loan occurs. Credit agreement is Made in writing before a Notary and the making of official guarantee statement on loan And buiding through the APHT and then it is registered to the Land Office as the principle of publication that the bank has a right of preference to the guaranteed object. The factors causing the debtor did not keep his/her promise as stated in the agreement at PT. Bank Negara Indonesia, Kabanjahe Branch were the internal and external factors of The bank itself. It means that the non-performing loan occurred because the bank failed To analyze the credit given to the prospective debtor and the credit managed by debtor Did not meet the target because of the inability of the debtor to managed his/her business Well, the economic condition, or the government policy itself. In addition, the debtor may Have intention not to pay his/her credit.The attempts done by PT. Bank Negara Indonesia Kabanjahe Branch in settling the non-performing loan guaranteed with Hak Tanggungan Was to save the credit by warning the debtor and to advise the debtor to sell the guaranteed material to pay for his/her debt. If this attempt fails, the bank will execute the Hak Tanggungan based on its authority as the creditor holding the Hak Tanggungan.
In providing credit extension, PT. Bank Negara Indonesia, Kabanjahe Branch is Suggested to apply the principle of caution or healty credit extention and to analyze the Ability of debtor to pay for his/her debt based on the principles of Five’s C namely Character, capacity, capital, condition of economy and collateral, not merely relies on his/her guaranteed materials. Then the debtor receiving the credit should use the fund in accordancee with the planning stated in the credit proposal proposed.
kepentaran ataupun kemampuan penulis, melainkan karena limpahan karunia-Nya
sehingga menambah keyakinan dan kekuatan dalam mengikuti perjalanan panjang
dalam penyelesaian studi.
Judul tesis ini “PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DAN UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET ATAS JAMINAN HAK TANGGUNGAN (STUDI PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA TBK CABANG KABANJAHE)”, yang mana merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.)
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan
moril, masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada yang
terhormat dan amat terpelajar bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN,
Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS, dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, MHum,
atas kesediaannya dalam membantu memberikan bimbingan, petunjuk serta arahan
demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Ucapkan terima kasih juga penulis tujukan kepada para dosen penguji di luar
komisi pembimbing, yaitu yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Notaris Syahril
Sofyan, SH, M.Kn, dan Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, yang telah
berkenan memberi masukan, petunjuk dan arahan yang konstruktif terhadap
penyempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil, sampai pada
ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Yamin, S.H., M.S., CN., selaku Ketua Program
Magister Kenotariatan (M.Kn.) dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., S.H., CN.,
M.Hum. beserta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang
diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan
(M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Para pegawai/karyawan pada program studi Magister Kenotarian (M.Kn) yang
selalu membantu dengan sepenuh hati dan memberi senyuman yang terbaik
kepada penulis, terutama saran guna memperlancar manajemen administrasi yang
dibutuhkan.
5. Ibu Nurleli Pulungan, SH, selaku Notaris di Kabupaten Deli Serdang yang telah
banyak membantu penulis dalam memberikan data yang berkaitan dengan
penulisan tesis ini.
6. Ibu Heny, selaku Karyawan Bank Negara Indonesia cabang Kabanjahe yang
mana telah banyak membantu penulis dalam memberikan data yang diperlukan
dengan penulisan tesis ini.
7. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan (M.Kn) khususnya
rekan-rekan sekelas di Group A maupun rekan-rekan seangkatan umumnya yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-satu yang selalu memberikan bantuan semangat,
dorongan dan motivasi kepada penulis dalam rangka penyelesaian studi Program
Magister Kenotariatan (M.Kn) ini.
Teristimewa dengan tulus hati penulis ucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua yang selalu mengasihiku, Ayahanda H. Rizwan Sutiman, SH dan Ibunda
istri tercinta Fitriani Amshar, SH, M.Kn dan Abangda Edi Syahputra, SE, Ilyas
Amshar, Adinda Nur Izni Adinda, SP, Chairunisa Amshar serta Nelmiati Siregar,
yang juga memberikan semangatnya dan do’a serta memberikan bantuan moril dan
materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Magister
Kenotariatan (M.Kn) ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini belumlah sempurna, karena
keterbatasan penulis sebagai mahluk Allah SWT, sehingga diharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan juga peneliti tentang kredit macet selanjutnya. Amin.
Medan, Mei 2009
Penulis,
I. IDENTITAS PRIBADI :
1. Nama : Muhammad Arwan Ananda
2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 13 April 1983
3. Alamat : Jln Nusa Indah III No. 69 Komplek Pemda Tk. I Medan. Kel. Simpang Selayang Kec. Medan Tuntungan
II. IDENTITAS KELUARGA :
1. Orang Tua
Ayah : Rizwan Sutiman, SH
Ibu : Tuti Arni Pulungan, SH, CN
2. Adik : Nur Izni Adinda, S.pt
3. Istri : Fitriani Amshar, SH, MKn
III. KETERANGAN PENDIDIKAN :
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13
1. Kerangka teori ... 13
2. Konsepsi ... 22
G. Metode Penelitian ... 24
1. Sifat penelitian ... 24
2. Lokasi penelitian ... 25
3. Sumber data ... 25
4. Alat pengumpulan data ... 26
B. Prinsip Kehatian-Hatian dalam Pemberian Kredit . 31
C. Penerapan Prinsip Kehatian-Hatian Dalam Perjanjian Kredit Pada PT. Bank Negara Indonesia
Cabang Kabanjahe ... 42
BAB III. FAKTOR YANG MENYEBABKAN DEBITUR WANPRESTASI DI PT. BANK NEGARA INDONESIA CABANG KABANJAHE ... 57
A. Kriteria Kredit Macet ... 57
B. Faktor Internal dan Eksternal Perbankan Penyebab Terjadinya Kredit Macet ... 68
C. Faktor Yang Menyebabkan Debitur Wanprestasi di PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe ... 76
BAB IV. UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. BANK NEGARA INDONESIA CABANG KABANJAHE DALAM MENYELESAIKAN KREDIT MACET YANG DIJAMIN DENGAN HAK TANGGUNGAN ... 82
A. Antisipasi Kredit Macet ... 82
B. Penyelamatan Kredit Macet ... 84
C. Eksekusi Hak Tanggungan ... 101
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 109
A. Kesimpulan ... 109
B. Saran ... 110
bentuk kehatian-hatian bank dalam pemberian kredit adalah adanya pengikatan jaminan kebendaan tanah dan bangunan yang diikat dengan Hak Tanggungan. Oleh karena itu menjadi permasalahan tentang penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pada PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe, faktor yang menyebabkan debitur wanprestasi dan upaya apa yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe dalam menyelesaikan kredit macet yang dijamin dengan Hak Tanggungan.
Penelitian ini adalah bersifat deskriptif yang dilakukan dengan pendekatan empiris terhadap penerapan prinsip kehatian-hatian dalam pemberian kredit pada PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe. Sumber data diperoleh dengan cara wawancara kepada nara sumber yang terdiri dari Pejabat Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe 1 orang dan Notaris dan PPAT Deli Serdang 1 orang.
Hasil penelitian menunjukkan, penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pada PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe adalah menerapkan prosedur pemberian kredit yang ketat dan berhati-hati dalam penilaian (analisis) terhadap prospek usaha calon debitur, kemudian juga adanya jaminan kebendaan yang dapat digunakan untuk pembayaran hutang debitur apabila terjadi kredit macet Perjanjian kredit dilakukan secara tertulis di hadapan Notaris dan juga pengikatan jaminan tanah dan bangunan melalui APHT dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan sebagai asas publikasi sehingga bank mempunyai hak preferent terhadap objek jaminan tersebut. Faktor yang menyebabkan debitur wanprestasi di PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe karena faktor internal ataupun faktor eksternal dari bank. Artinya kredit macet itu terjadi karena kegagalan bank dalam melakukan analisis kredit yang diberikan kepada calon debitur, dan juga terjadi karena pengelolaan kredit oleh debitur tidak mencapai target yang disebabkan kegagalan bisnis debitur baik karena ketidak mampuan debitur untuk mengelola bisnis juga disebabkan kondisi ekonomi ataupun kebijakan pemerintah sendiri. Di samping itu karena itikad buruk dari debitur untuk tidak melunasi kreditnya. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe dalam menyelesaikan kredit macet yang dijamin dengan Hak Tanggungan adalah melalui upaya penyelamatan kredit dengan melakukan teguran kepada debitur, dan diusahakan debitur dapat menjual sendiri barang jaminan untuk pelunasan hutang. Apabila upaya ini tidak memberikan hasil maka bank akan mengeksekusi Hak Tanggungan atas dasar kewenangan sebagai kreditur pemegang hak tanggungan.
Disarankan kepada PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe dalam menyalurkan kredit selalu menerapkan prinsip kehatian-hatian atau perkreditan yang sehat dengan analisis berpedoman pada prinsip Five s C yakni character, capacity, capital, condition of economidancollateralsebagai ukuran kemampuan debitur melunasi hutangnya, jadi tidak hanya semata-mata mengandalkan barang jaminan saja. Kemudian kepada debitur yang menerima kredit hendaknya dapat menggunakan dana tersebut sesuai dengan perencanaan proposal kredit yang diajukan.
Forms of bank’s cautions in providing credit extension is the making of agreement relating to a material guarantee in the forms of land building bound by Hak tanggungan. Thus, the purpose of this study was to find out the problem occured in the application of The principle of caution in a credit agreement at PT. Bank Negara Indonesia,Kabanjahe Branch, to examine the factor causing the debtor does not keep his/her promise as stated In the credit agreement, to find out what attempts have been done by PT. Bank Negara Indonesia, Kabanjahe Branch to settle the problem of non-performing loan guaranted With Hak Tanggungan.
This descriptive study with empirical approach was done to anlyze the application Of the principle of caution in providing credit extension at PT. Bank Negara Indonesia, Kabanjahe Branch. The data for this study were obtained through interviewing the resource Notary and one Land Certificate Issuing Official (PPAT) of Deli Serdang district.
The result of study showed that the application of the principle of caution in providing credit extension at PT. Bank Negara Indonesia, Kabanjahe Branch was to apply the tight and careful procedure of credit extension in analyzing the prospects of the Business of prospective debtor, and the availability of material guarantee that can be used to pay the debtor’s debt when the non-performing loan occurs. Credit agreement is Made in writing before a Notary and the making of official guarantee statement on loan And buiding through the APHT and then it is registered to the Land Office as the principle of publication that the bank has a right of preference to the guaranteed object. The factors causing the debtor did not keep his/her promise as stated in the agreement at PT. Bank Negara Indonesia, Kabanjahe Branch were the internal and external factors of The bank itself. It means that the non-performing loan occurred because the bank failed To analyze the credit given to the prospective debtor and the credit managed by debtor Did not meet the target because of the inability of the debtor to managed his/her business Well, the economic condition, or the government policy itself. In addition, the debtor may Have intention not to pay his/her credit.The attempts done by PT. Bank Negara Indonesia Kabanjahe Branch in settling the non-performing loan guaranteed with Hak Tanggungan Was to save the credit by warning the debtor and to advise the debtor to sell the guaranteed material to pay for his/her debt. If this attempt fails, the bank will execute the Hak Tanggungan based on its authority as the creditor holding the Hak Tanggungan.
In providing credit extension, PT. Bank Negara Indonesia, Kabanjahe Branch is Suggested to apply the principle of caution or healty credit extention and to analyze the Ability of debtor to pay for his/her debt based on the principles of Five’s C namely Character, capacity, capital, condition of economy and collateral, not merely relies on his/her guaranteed materials. Then the debtor receiving the credit should use the fund in accordancee with the planning stated in the credit proposal proposed.
A. Latar Belakang
Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap pada
hakikatnya merupakan salah satu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat baik
materil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan taraf hidup adalah
dengan mengembangkan perekonomian dan perdagangan diperlukan dana yang tidak
sedikit.
Bahwa perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis
untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Dewasa ini, hambatan dan kesulitan yang muncul justru berkenaan dengan
pengadaan modal. Disinilah peranan bank sangat dibutuhkan, karena sesuai dengan
perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi, fungsi bank adalah sebagai
penghimpun dan penyalur dana dari dan kemasyarakat yang memerlukannya.
Sehubungan dengan pentingnya peranan bank tersebut oleh Mariam Darus Badrul
Zaman dikatakan bahwa:
perbankan adalah suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efesien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi mendudukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemrataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomian dan stabilitas nasional kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.”1
Dengan meningkatnya pembangunan nasional ini menunjukkan arah yang
semakin menyatu dengan perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa
bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu diperlukan
berbagai penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor perbankan
sehingga diharapkan akan dapat memperbaiki dan memperkukuh perekonomian
nasional.
Bertitik berat di bidang ekonomi, tentu dibutuhkan penyediaan dana, sehingga
untuk itu diperlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian
hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk hal tersebut maka pemerintah
pada tanggal 9 April 1996 telah mengundangkan UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
(untuk selanjutnya disingkat UUHT). Kehadiran UUHT tersebut merupakan usaha
untuk menciptakan Unifikasi Hukum Tanah Nasional dan diharapkan dapat
memberikan landasan yuridis lembaga jaminan yang kuat yang dapat memenuhi
perkembangan ekonomi dan kebutuhan masyarakat.
Hak tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.2
Di dalam penjelasan umum UUHT angka 4 dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan “memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain” yakni :
Bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensipiutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.3
Agar tidak mengalami kesulitan, Bank pada waktu kredit diberikan, harus
memenuhi syarat dalam Perjanjian Kredit dimana pihak debitur harus mempunyai
jaminan untuk pelunasan hutang. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanah saja,
tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu.4
Berbicara tentang jaminan, tanah merupakan jaminan yang paling disukai oleh
kreditur, dan hal ini dikatakan oleh Bachtiar Effendi yang bahwasannya menyatakan
2Sutan Remy Sjahdeini., Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi oleh Perbankan ,Alumni, Bandung, 1999, hal 11.
“Bahwa dewasa ini barang jaminan yang dirasa cukup aman sebagai jaminan dalam
pinjam meminjam uang adalah tanah, karena tanah tidak mudah musnah atau hilang
dan lain-lain”.5 Senada dengan apa yang dikatakan oleh Bachtiar Effendi tersebut
didukung oleh pendapat dari Effendi Perangi-angin yang menyatakan sebagai berikut:
“Tanah merupakan barang Jaminan untuk pembayaran utang yang paling disukai oleh
lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit. Sebab tanah pada umumnya
mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai bukti hak, sulit digelapkan dan
dapat dibebani hak tanggungan yang memberikan hak istimewa kepada kreditur.”6
Prioritas tanah sebagai jaminan tersebut cukup beralasan, mengingat tanah
apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk, terutama yang berada di
perkotaan, kebutuhan masyarakat akan tanah semakin hari semakin meningkat,
sehingga harga tanah kian hari akan mengalami peningkatan. Oleh karena itu,
kehadiran perangkat hukum jaminan atas tanah yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat mutlak sangat diperlukan.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai dengan
harkatnya selalu meningkat, sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang
diinginkannya itu terbatas. Hal ini menyebabkan masyarakat memerlukan bantuan
untuk berusaha, maka untuk meningkatkan usahanya tentu memerlukan modal
dengan bantuan bank untuk tambahan modal diperoleh kredit. Secara otomatis akan
terwujud adanya suatu hubungan hukum berupa perjanjian kredit dimana pihak bank
5Bachtiar Effendi,Kumpulan Tulisan Hukum Tanah, Alumni, Bandung, 2004, hal 32 6Effendi Perangin-angin,Praktek Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit, Rajawali,
berkedudukan sebagai kreditur sedangkan para nasabahnya berkedudukan sebagai
debitur. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah tersebut pada dasarnya adalah
merupakan hubungan kontraktual, dan hal tersebut ditegaskan oleh oleh Setiawan
yang menyatakan bahwa “Begitu seorang nasabah menjalin hubungan dengan bank,
maka pada dasarnya terciptalah hubungan kontraktual antara mereka.”7
Dengan demikian sesuai menurut Pasal 1 huruf 2 UU Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.8
Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah: Bank syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.9
Bank secara lengkap meliputi kegiatan menghimpun dana (funding) yang
merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat dengan cara menawarkan
berbagai jenis simpanan yang disebut dengan nama rekening (account) dan juga
kegiatan menyalurkan dana (lending) yang merupakan kegiatan menjual dana yang
dihimpun dari masyarakat selalu pemberian pinjaman yang dikenal dengan nama
7Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992, hal
222
kredit.
Karena itu kepercayaan masyarakat terhadap bank perlu ditingkatkan sebab
masyarakat yang menyimpan uangnya pada salah satu bank tidak diberi jaminan yang
bersifat kebendaan. Kesediaan masyarakat menyimpan dananya pada bank hanya
berlandaskan kepercayaan saja, bahwa suatu saat dana tersebut dapat diambil kembali
karena dibutuhkan ditambah dengan bunga sebagai imbalannya.
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam - meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.10
Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur didasarkan atas kepercayaan
yang berarti untuk menjaga keamanan dalam menyalurkan dana tersebut, pihak bank
harus betul-betul yakin bahwa debitur tersebut akan mengembalikan pinjaman yang
diterimanya.
“Sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak yang telah diperjanjikan, diperlukan perjanjian kredit, adapun isi dan bentuk surat perjanjian atau akad kredit tersebut Undang-Undang tidak memberikan petunjuk khusus, hanya dalam SK Direksi Bank Indonesia No 27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No 27/7/UPPB masing-masing tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank ditegaskan bahwa akad kredit harus tertulis baik di bawah tangan ataupun dimuka Notaris dan sekaligus upaya mengikat barang jaminan.”11
Tujuan dari kredit didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan
10Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, TentangPerbankan.
11Gunarto Suhardi.,Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 2003,
sesuai dengan prinsip ekonomi, yakni dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya
untuk memperoleh manfaat (keuntungan) yang sebesar-besarnya. Pemberian kredit
oleh bank terhadap nasabah akan memperoleh dampak positif maupun dampak
negatif yang berarti bank merupakan lembaga keuangan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan taraf hidup rakyat banyak dengan diperoleh kredit dapat
berjalan lancar tanpa mengalami hambatan dalam pengembalian ini merupakan
dampak positif.
Sedangkan pemberian kredit oleh bank yang mengandung risiko berupa
kegagalan dalam pengembalian atau pelunasan kredit (kredit macet) ini merupakan
dampak negatif yang akan merugikan pada pihak bank dan juga berpengaruh pada
masyarakat, karena kredit yang diberikan itu bersumber dari dana masyarakat yang
disimpan pada bank tersebut. seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad Djumhana
bahwa setiap bank pasti menghadapi kredit yang bermasalah, bank tanpa kredit yang
bermasalah merupakan hal yang aneh.12 Untuk menghindari terjadinya kredit macet
dikemudian hari, menurut Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan:
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”13
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, maka sebelum memberikan kredit bank
12Muhammad Djumhana,Rahasia Bank, Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia, Citra
Aditya Bhakti, Bandung, 1996, hal 159
harus melakukan penilian yang seksama melalui proses analisis kredit yang baik dan
diharapkan dengan diberikan bank kepada debitur akan berjalan dengan lancar dan
dapat dikembalikan tepat pada waktunya. Proses analisis secara umum ada 5 hal atau
yang lebih dikenal dengan istilahfive Cdalam prinsip perkreditan yakni:
1. Character (kepribadian): untuk mengecek kepribadian yang bersangkutan ini dapat diketahui melalui gaya bicara, gaya hidup, pergaulan dan track record dengan rekan-rekan bisnisnya.
2. Capacity (kemampuan): account officer harus mengetahui proyek yang
dibiayai benar-benar feasible atau tidak dan dalam merealisasi rencana yang ditetapkan sesuai dengan budget yang diajukan.
3. Capital(permodalan) : komponen modal harus diperhitungkan meliputi modal yang disetor, cadangan, laba ditahan dan laba tahun berjalan.
4. Condition of Economy (kondisi ekonomi) : harus diketahui secara mendalam mengenai bisnis calon debitur.
5. Collateral (jaminan) : harus diteliti mengenai status yuridis bukti pemilikan dan orang yang menjaminkan.14
Untuk itu penilaian terhadap sumber pelunasan kredit yang dititik beratkan pada
hasil usaha yang dilakukan debitur dengan menyajikan evaluasi aspek yuridis
perkreditan dengan tujuan untuk melindungi bank atas resiko yang mungkin timbul,
juga tidak terlepas dengan prinsip kehati-hatian yang meliputi kebijakan pokok dalam
perkreditan.
Akan tetapi melalui proses-proses yang tersebut di atas kenyataannya harapan
tersebut tidak selamanya dapat terwujud, mengingat setiap kredit yang telah diberikan
bank kepada debitur tetap mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam
pengembalian. Yang disebabkan oleh beberapa faktor, sehingga debitur dinyatakan
melakukan wanprestasi.
Untuk itu kredit yang diberikan maksimal oleh bank Loan to Deposit Ratio
(LDR) yang berarti perbandingan antara jumlah dana pihak ketiga dengan pinjaman
yang diberikan. Ketentuan ini diatur dalam SK Direksi Bank Indonesia No.
30/11/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/2/UPPB tanggal 30 April
1997 yakni sebesar 110% sebagai contoh, dana pihak ketiga (giro,tabungan,deposito)
diperoleh 100 milyar berarti maximum dana yang diberikan adalah Rp. 110 milyar.
Dan juga termasuk dalam Kualitas Aktiva Produktif diketentuan ini diatur
dalam SK Direksi BI no. 31/147/KEP/DIR dan SEBI No. 31/10/UPPB tanggal 12
November 1998 yakni sebagai berikut :
1. Lancar.
2. Dalam Perhatian Khusus.
3. Kurang Lancar.
4. Diragukan.
5. Macet.
Tindakan-tindakan ini dilakukan bagi debitur yang mempunyai prospek usaha
yang masih berjalan dan beritikad baik terhadap bank, akan tetapi dengan usaha yang
sedemikian rupa telah dilakukan oleh pihak bank tetapi masih ditemukan kegagalan
maka dilakukan musyawarah antara pihak kreditur dan pihak debitur. Tindakan
terakhir yakni tindakan penagihan, penghapusan bukuan dan penyitaan jaminan.
Apabila dilakukan dengan cara musyawarah antara kedua belah pihak dengan
jalan menjual jaminan tentunya tidak terdapat kendala. Akan tetapi selalu ada
sulit menyelesaikan kewajibannya membayar karena debitur tidak ingin kehilangan
jaminannya.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi
pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pada PT.
Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan debitur wanprestasi di PT. Bank Negara
Indonesia cabang Kabanjahe?
3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang
Kabanjahe dalam menyelesaikan kredit macet yang dijamin dengan Hak
Tanggungan?
C. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari pokok permasalahan , maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian
kredit pada PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe.
2. Untuk mengetahui Faktor apa saja yang menyebabkan debitur wanprestasi di PT.
Bank Negara Indonesia cabang Kabanjahe.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia
Cabang Kabanjahe dalam menyelesaikan kredit bermasalah yang dijamin dengan
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut, maka diharapkan penelitian dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi ilmu
pengetahuan dan pengembangan wawasan serta pengkajian lebih lanjut tentang
proses penyelesaian kredit macet dengan jaminan hak tanggungan.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kreditur dan debitur
sebagai bahan masukan dalam mengurangi kendala yang dihadapi terhadap proses
penyelesaian kredit macet pada PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe.
Dengan pola penyelesaian kredit macet yang lebih efektif serta efisien, sehingga
kerugian yang diderita oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe dapat
berkurang.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan Penulis di lingkungan
kepustakaan Universitas Sumatera Utara, sudah pernah ada beberapa penelitian yang
mengkaji tentang Perjanjian Kredit dan Penyelesaian Kredit Macet yang diikat
dengan Hak Tanggungan, diantaranya adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Saudara ASUAN, dengan judul penelitian
“PELAKSANAAN EKSEKUSI BARANG JAMINAN HAK TANGGUNGAN
TERHADAP KREDIT MACET PADA BANK PEMERINTAH DI KOTA
adalah mengenai pelaksanaan eksekusi barang jaminan hak tanggungan dan
hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi bank pemerintah di kota Palembang
terhadap eksekusi barang jaminan hak tanggungan terhadap kredit macet
2. Penelitian yang dilakukan oleh Saudari Monalisa Simatupang, dengan judul
penelitian “WANPRESTASI PADA PERJANJIAN KREDIT UMUM
PEDESAAN (KUPEDES) DAN UPAYA PENYELESAIANNYA (STUDY
PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA CABANG KABANJAHE)”, dimana
dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya adalah mengenai
Wanprestasi yang terjadi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe berikut
upaya penyelesaiannya.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Saudara Mangsa Manurung dengan judul
“HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN LELANG ATAS
JAMINAN HUTANG KEBENDAAN DAN DIIKAT DENGAN HAK
TANGGUNGAN PADA KANTOR PELAYANAN PIUTANG DAN LELANG
NEGARA (KP2LN) MEDAN”. Permasalahan yang diajukan adalah
hambatan-hambatan yang dihadapi PUPN/KP2LN dalam mengeksekusi lelang hak
tanggungan berdasarkan UU PUN, solusi yang dapat dilakukan oleh
PUPN/KP2LN dan perlindungan hukum terhadap pihak pemegang lelang dari
agunan yang diikatkan hak tanggungan dalam kaitan dengan penyelesaian kredit
macet, dalam penelitian menitikberatkan perlindungan hukum terhadap pihak
pemegang lelang yang kaitannya dengan penyelesaian kredit di Medan.
“PEMBERIAN KREDIT OLEH BANK SWASTA DENGAN JAMINAN HAK
TANGGUNGAN DAN PENYELESAIANNYA DALAM HAL DEBITUR
WANPRESTASI (STUDI DI JAKARTA). Permasalahan yang diajukan adalah
bagaimana proses pemberian kredit oleh bank swasta dengan jaminan hak
tanggungan, kendala yang dihadapi oleh bank swasta dalam menyelesaikan kredit
bermasalah (wanprestasi) yang dijamin dengan hak tanggungan serta upaya yang
dilakukan oleh bank swasta untuk menyelesaikan kredit bermasalah (wanprestasi)
yang dijamin hak tanggungan, dalam penelitian menitikberatkan upaya
penyelesaian kredit macet bank swasta di Jakarta dengan jaminan hak tanggungan
yang diakibatkan debitur wanprestasi.
Berdasarkan uraian di atas dalam kaitannya dengan penelitian ini, penelitian ini
menitikberatkan pembahasannya tentang perjanjian kredit oleh PT. Bank Negara
Indonesi Cabang Kabanjahe dengan jaminan hak tanggungan dan upaya penyelesaian
kredit macet dengan jaminan hak tanggungan. Dengan demikian dapat dikatakan
penelitian ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan keasliaannya secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Membahas mengenai hak tanggungan tidak dapat dilepaskan dari pembahasan
perkreditan pada saat ini, karena adanya lembaga hak tanggungan sebagai lembaga
jaminan tersebut dan tujuan untuk melindungi kepentingan pihak kreditur atas
pinjamannya kepada debitur yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengambil
Dengan kata lain, tidaklah mungkin suatu hak tanggungan timbul tanpa
didahului dengan perjanjian hutang-piutang yang dalam dunia perbankan lazim
dikenal dengan perjanjian kredit. Oleh karena itu dalam hukum jaminan, lembaga
jaminan tidak terkecuali hak tanggungan dikontruksikan sebagai perjanjian yang
bersifat accessoier yaitu suatu perjanjian yang keberadaannya senangtiasa dikaitkan
pada perjanjian pokok berupa perjanjian hutang – piutang (perjanjian kredit).15
Menurut R.Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum
mengenai harta benda antara dua pihak, dalam masa mana suatu pihak berjanji atau
dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal,
sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.16
Menurut Subekti “perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji
kepada sesorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal”.17
Secara yuridis ada 2 jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan oleh
bank dalam memberikan kreditnya yaitu :
1. Perjanjian kredit di bawah tangan atau akta dibawah tangan yaitu perjanjian kredit yang hanya dibuat dia antara para pihak yaitu pihak bank dengan debitur tanpa notaris. Tetapi dalam penandantangannya harus hadir saksi karena saksi merupakan salah satu alat bukti pembuatan perkara perdata;
2. Perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris atau dengan kata lain akta autentik yaitu perjanjian kredit yang dibuat oleh bank dengan debitur dihadapan Notaris.18
15 Remy Sjahdeini.,Op.Cit, hal 28
16 R. Wirjono Prodjodikoro.,Asas-Asas Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2001, hal. 98 17H.R. Daeng Naja., Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2005, hal 175.
18S. Mantayborbir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press,
Perjanjian merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Untuk
sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat unsur, sebagaimana yang diatur
dalam pasal 1320 KUH Perdata.
Selanjutnya mengenai apa yang dimaksud dengan kredit. Kredit berasal dari
kata Yunani “Credere” yang berati kepercayaannya (truth atau faith).19 Karena itu
dasar dari kredit adalah kepercayaan. Dengan demikian seseorang yang memperoleh
kredit pada dasarnya adalah memperoleh kepercayaan, artinya pihak yang
memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup
memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan.20 Baik menyangkut jangka
waktunya, maupun prestasi dan kontra-prestasinya. Dengan demikian kredit berarti
bahwa pihak ke satu memberikan prestasi baik berupa barang, uang dan jasa kepada
pihak lain, sedangkan kontra prestasi akan diterima kemudian (dalam jangka waktu
tertentu).
Menurut Muchdarsyah Sinungan “Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh
suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu
masa tertentu akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga”.21
Menurut O.P. Simorangkir “Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang,
19Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yuniati, Djuhaepah T. Marala.,
Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 12.
20Ibid., hal 13
21Muchdarsyah Sinungan., Dasar-Dasar Teknik Management Kredit, Bima Aksara, Jakarta,
barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang22.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan Nomor 10
Tahun 1998 menyatakan kredit adalah penyediaan yang dan tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam –
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.23
Dari uraian di atas, dapat ditemukan sedikitnya ada 4 (empat) unsur kredit
yakni :
1. Kepercayaan yaitu keyakinan dari sipemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. 2. Waktu suatu masa yang misahkan antara pemberian prestasi dengan kontra
prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam arti nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.
3. Degree of risk yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi tingkat resikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka hasil selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan, yang menyebabkan timbul unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko maka timbul jaminan dalam pemberian kredit. 4. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi
dapat juga dalam bentuk barang atau jasa namum sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi- transaksi kredit yang menyangkut uang yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan.24
Dari pengertian kredit di atas tampak bahwa dasar utama dalam pemberian
kredit adalah kepercayaan yang dilandasi kesepakatan untuk memberikan pinjaman
22O.P. Simorangkir,Seluk Beluk Bank Komersil, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1986, hal
123
sejumlah uang dengan pemberian bunga.
Ada pun yang dimaksud dengan jaminan, jaminan ialah suatu yang diberikan
kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.25
Terdapat sejumlah asas-asas dalam hukum jaminan yang objeknya berupa
benda, yaitu :
1. Asas hak kebendaan (real right). Sifat kebendaan adalah absolut, artinya hak ini dapat dipertahankan pada setiap orang. Pemegang hak benda berhak menuntut setiap orang yang menggangu haknya. Sifat lain dari hak kebendaan adalah droit de suite, artinya hak kebendaan mengikuti bendanya di dalam tangan siapapun dia berada.
2. Asas asesor artinya hak jaminan ini bukan merupakan hak yang berdiri sendiri (zelfstandigrecht), tetapi ada dan hapusnya bergantung (accessorium) kepada perjanjian pokok.
3. Hak yang didahulukan artinya hak jaminan merupakan hak yang didahulukan pemenuhannya dari piutang lain, objeknya dapat berupa benda yang tidak bergerak, terdaftar atau tidak terdaftar.
4. Asas asesi yaitu perlekatan antara benda yang ada di atas tanah dengan tapak tanahnya.
5. Asas pemisahan horisontal yaitu dapat dipisahkan benda yang ada diatas tanah dengan tanah yang merupakan tapaknya.
6. Asas terbuka artinya ada publikasi sebagai pengumuman agar masyarakat mengetahui adanya beban yang diletakkan diatas suatu benda.
7. Asas spesifikasi/pertelaan dari benda jaminan. 8. Asas mudah dieksekusi.26
Jaminan dapat dibedakan antara jaminan perorangan dan jaminan kebendaan.
a. Jaminan Perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) pengetahuan si berhutang tersebut.
b. Jaminan kebendaan adalah suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban
25Hartono Hadi Soeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,
Liberty, Yogyakarta,1984, hal 50
26Tan Kamello., Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT.
(hutang) seorang debitur, baik berupa kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan orang ketiga.27
Menurut Hartono Hadisoeprapto tentang hukum jaminan adalah keseluruhan
dari ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang jaminan di dalam pemberian
kredit.28
Jaminan menurut Undang-Undang Perbankan diberi arti sebagai : Keyakinan
akan itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.29
Oleh karena lembaga jaminan tersebut mempunyai tugas melancarkan dan
mengamankan pemberian kredit, maka jaminan yang baik (ideal) adalah :
1. Yang dapat secara mudah membantu memperoleh kredit itu oleh pihak yang memerlukannya.
2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya.
3. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit.30
Dalam KUH Perdata, Undang-Undang telah memberikan jaminan bagi setiap
kreditur meskipun kedua belah pihak tidak memperjanjikannya, yakni sebagaimana
tercantum dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan,
segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik
yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk
27 R.Subekti., Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredi (Termasuk Hak Tanggungan) Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Bakti, Bandung, 1996, hal 17.
28Haertono Hadi Soeprapto.,Op.Cit, hal 50.
29 Rachmadi Usman., Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal 282.
segala perikatan perseorangan.31
Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan, kebendaan tersebut menjadi jaminan
bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan kepadanya, pendapatan
penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecil
piutang masing-masing kecuali apabila diantara para piutang itu ada alasan-alasan
yang sah untuk didahulukan.32
Benda jaminan dalam hak tanggungan adalah hak atas tanah berupa hak milik,
hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai atas tanah negara. Pembebanan
hak tanggungan dapat juga dilakukan terhadap hak atas tanah berikut bangunan,
tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan milik
pemegang hak atas tanah tersebut.33
Secara teoritis konseptual hak tanggungan hanya dibebankan atas tanah saja,
sedangkan benda-benda yang ada diatasnya bukan merupakan benda bagian dari
tanah melainkan benda yang memiliki status hukum sendiri.34Ini berarti, UUHT pada
prinsipnya menganut asas pemisahan horisontal (UUHT adalah amanat UUPA yang
didasarkan kepada hukum adat) Pengecualian atas asas tersebut hanya dimungkinkan
apabila bangunan/rumah yang ada di atas tanah tersebut adalah kepunyaan dari
pemilik hak atas tanah. Dalam teori hukum pun dapat dibenarkan bahwa asas itu
memiliki sifat pengecualian. Dalam teori hukum tanah yang dianut UUPA, antara
31R.Subekti, R.Tjitrosudibio,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta, 1990, hal 243
32Ibid, hal 243
33Pasal 4 jo Penjelasan Umum angka 6 UUHT.
tanah dan bangunan/rumah yang di atasnya adalah terpisah satu sama lain. Prinsip ini
sesuai dengan asas pemisahan horisontal yang dianut dalam hukum adat.35
Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan, kebendaan tersebut menjadi jaminan
bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan kepadanya, pendapatan
penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecil
piutang masing-masing kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan
yang sah untuk didahulukan.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan istilah
jaminan dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 8, yang menyatakan bahwa :
“Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petok, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang berkaitan dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan “agunan tambahan”.36
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa agunan merupakan salah satu unsur
dari jaminan kredit. Dengan demikian apabila berdasarkan unsur-unsur yang lain
telah diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan hutangnya,
35Tan Kamello,Op.Cit, hal 23
maka agunan yang diserahkan dapat hanya berupa proyek atau hak tagih yang
dibiayai dengan kredit tersebut (agunan pokok).
Selanjutnya yang dimaksud dengan bank dalam tulisan ini adalah bank
sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 2,3,dan 4 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan..
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang
dimaksud dengan bank adalah: “Badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.37
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menjelaskan
pengertian bank umum adalah “Bank umum adalah bank yang menjelaskan kegiatan
usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”38
Selanjutnya Pasal 1 angka 4 menjelaskan pengertian bank perkreditan rakyat
adalah “Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menjelaskan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”39
Bank merupakan salah satu lembaga yang memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional. Dari segi fungsinya, bank merupakan perantara dari dan
kepentingan masyarakat dibidang dana, yaitu kepentingan dari masyarakat yang
berkelebihan dana dengan kepentingan dari masyarakat yang membutuhkan dana.
Cara menghimpun dana dari masyarakat luas dengan menyalurkan kembali kepada
masyarakat melalui pemberian pinjaman atau kredit yang merupakan dua fungsi
utama bank dari ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Mengingat kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko maka
“pemberian kredit oleh bank harus dilandasi oleh keyakinan bank atas kemampuan
debitur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”.40
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi
dan realitas.41 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus.42
Dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian defenisi operasional
sebagai berikut:
a. Jaminan adalah suatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan
keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan
uang yang timbul dari suatu perikatan.43
b. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
40Kasmir.,Dasar-Dasar Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 241. 41Tan Kamello,Op.Cit, hal 30.
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda
lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur terhadap
kreditur-kreditur lain.44
c. Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam
bentuk mata uang atau lainnya sebagai akibat perjanjian kredit dengan jaminan
hak tanggungan.
d. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.45
e. Debitur adalah orang atau badan usaha yang berhutang dalam suatu hubungan
hutang-piutang tertentu.
f. Kreditur adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang berpiutang
dalam suatu hubungan hutang-piutang tertentu.
g. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara debitur dan kreditur yang terjadi
di lingkungan perbankan dan notaris dalam bentuk tertulis.
h. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.46
i. Perjanjian Kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank
44Pasal 1 angka 1 UUHT No.4 tahun 1996, tentangHak Tanggungan.
secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan
hukum antara bank dengan nasabah debitur.47
j. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kolektibilitas macet ditambah dengan
kredit-kredit yang memiliki kolektibilitas diragukan yang mempunyai potensi
menjadi macet.48
k. Kredit macet adalah kemampuan membayar terdapat tunggakan yang telah
melampaui 270 hari yang disebabkan sesuatu hal atau akibat kelalaian.
l. Wanprestasi adalah si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau
dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
sendiri. Ialah jika ini menetapkan,bahwa si berutang akan harus dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang ditentukan.49
G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, penelitian ini diarahkan untuk
mengetahui secara lebih mendalam serta menganalisa pemberian kredit dengan
jaminan hak tanggungan dan penyelesaiannya dalam hal debitur wanprestasi pada
Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe. Karena itu sifat penelitian yang sesuai
untuk penelitian ini adalah deskriptif, yaitu menggambarkan dan menganalisis
permasalahan yang dikemukakan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis
empiris/yuridis sosiologis. Penelitian didasarkan pada data primer dan data sekunder
yang diperoleh dari penelitian lapangan, dengan didukung oleh penelitian
kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.50
2. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul tesis, penelitian ini dilakukan pada Bank Negara Indonesia
Cabang Kabanjahe. Adapun alasan penulis memilih lokasi penelitian tersebut karena
Bank Negara Indonesia merupakan Bank besar di Indonesia, serta merupakan Bank
yang cukup sehat. Masyarakat pada umumnya mempunyai usaha, dimana salah satu
sumber dana yang diperoleh adalah melalui kredit bank, yang sebagian besar
menggunakan hak tanggungan.
3. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data
sekunder. Data primer yang dimaksud disini adalah data yang dikumpulkan melalui
wawancara dengan nara sumber, yakni:
1. Pejabat Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe 1 orang.
2. Notaris dan PPAT Deli Serdang 1 orang.
Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi perpustakaan,
peraturan perundang-undangan yang berlaku, tulisan ilmiah, yurisprudensi dan
lain-lain referensi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini.
50Ronitijo Soemitro.,Methodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalatia Indonesia,
4. Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya secara ilmiah, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui :
Terhadap data primer, pengumpulan data dilakukan dengan melakukan
wawancara kepada pihak-pihak yang ada kaitannya terhadap permasalahan yang
diteliti, dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai alat pengumpul data.51
Terhadap data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi
dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang berupa
peraturan perundang-undangan, buku-buku/literatur, karya ilmiah seperti makalah,
majalah-majalah dan segala tulisan yang memiliki kaitan dengan penelitian ini.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian baik berdasarkan studi pustaka
maupun lapangan selanjutnya data tersebut akan dilakukan secara kualitatif, yaitu
untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan
metode deduktif dengan mengamati hal-hal yang umum untuk kemudian menarik
kesimpulan pada hal-hal yang khusus.
51Didalam penelitian dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau
BAB II
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA CABANG KABANJAHE
A. Perjanjian Kredit Bank
Hingga saat ini belum ada ketentuan yang mengatur khusus mengenai perjanjian
kredit, baik dari segi bentuk maupun materil yang luas di muat dalam perjanjian
kredit. Oleh karena itu ketentuan hukum yang sebagai acuan dalam perjanjian kredit
tersebut adalah ketentuan hukum perjanjian pada umumnya sebagaimana diatur
dalam Buku III KUH Perdata.
a. Dasar Hukum Perjanjian Kredit Harus Tertulis
Dari pengertian kredit pada pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan
Nomor 10 Tahun 1998 dapat dipahami bahwa setiap bank memberikan kredit kepada
nasabah debitur dituangkan dalam suatu perjanjian kredit berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan kedua belah pihak yakni pihak bank dan pihak peminjam (debitur).
Pembuatan perjanjian kredit tersebut diperlukan dalam rangka memberikan
kepastian hukum bagi para pihak, sehingga apabila terjadi permasalahan dikemudian
hari maka para pihak yang berkepentingan dapat mengajukan perjanjian kredit yang
telah dibuat sebagai dasar hukum untuk menuntut pihak yang telah dirugikan.
Pada awalnya bila diteliti, dasar keharusan bank harus membuat perjanjian
kredit, setiap pemberian kredit dalam bentuk apapun harus senantiasa disertai dengan
surat perjanjian tertulis yang jelas dan lengkap dalam SK Direksi Bank Indonesia No.
tanggal 31 Maret 1995 pada lampiran Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan
Pemberian Kredit (PPKPK) angka 450 tentang perjanjian kredit yang dinyatakan
setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit wajib dituangkan
dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis. Baik di bawah tangan ataupun di
hadapan Notaris.
Sebelum ketentuan ini terdapat ketentuan yang sama dalam instruksi Presidium
Kabinet No.15/EK/IN/10/1966 tanggal 10 Oktober 1966 dan Surat Bank Indonesia
kepada semua bank devisa No.3/1093/UPK/KPD angka 4 tanggal 29 Desember
1970.52
Ini diperlukan sebagai upaya mengikat barang jaminan. Dalam perjanjian kredit
tersebut tidak dapat ditentukan apa yang harus dimasukkan, karena ada beberapa
perubahan-perubahan dalam kebutuhan pelayanan kredit bagi bermacam-macam
usaha debitur yang masing-masing membutuhkan pelayanan yang spesifik.
Syarat-syarat tersebut diperjanjikan berdasarkan kebutuhan yang spesifik dari debitur
sehingga tidak mungkin dibuatkan formulir perjanjian yang sama untuk semua
debitur.
b. Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Pokok
Mengingat belum ada kejelasan dalam peraturan perundang-undangan, maka
para pakar hukum perbankan di Indonesia belum ada persamaan pendapat, mengenai
bentuk hukum, hubugan antara bank dengan nasabah/debitur maka akan
52Widjanarto., Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Pustaka Umum Grafiti,
dikemukakan beberapa pendapat yakni sebagai berikut :
Marhainis Abdul Hay berpendapat bahwa : Perjanjian kredit identik dengan
perjanjian pinjam mengganti dalam Bab XIII KUH Perdata, sebagai konsekuensi
logis dari pendirian ini, harus dikatakan bahwa perjanjian kredit bersifat riil.53
Sedangkan pendapat R. Subekti menyatakan bahwa dalam bentuk apapun juga
pemberian kredit itu diadakan dan semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah
suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata
Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.54
Menurut Mariam Darus, perjanjian kredit tersebut adalah “Perjanjian
Pendahuluan” (Voorovereenkomst) dari penyerahan uang, ini merupakan hasil
permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan
hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat Konsensual obligatoir, sedangkan
penyerahan uang bersifatriil.55
Dengan demikian, bentuk hukum perjanjian kredit tergantung pada sudut
pandang mana pendekatan dilakukan. Dilihat dari materi dan isi perjanjian kredit
merupakan perjanjian baku atau perjanjian standart, karena hampir dari seluruh
klausul-klausul yang dimuat dalam perjanjian kredit tersebut sudah dibakukan oleh
bank, pada dasarnya isi dari perjanjian telah dipersiapkan terlebih dahulu tanpa
diperbincangkan dengan pemohon dan hanya pemohon dimintakan pendapat apakah
53Marhainis Abdul Hay.,Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975, hal
67.
54R.Subekti., Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal 3.
55Mariam Darus Badrulzaman., Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
dapat menerima syarat-syarat yang tercantum didalam perjanjian tersebut.
Bila dilihat dari sifatnya, perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensual
artinya dengan ditanda tanganinya perjanjian kredit oleh bank dengan nasabah debitur
tidaklah langsung nasabah debitur dapat menarik kredit melainkan harus memenuhi
syarat-syarat penarikan terlebih dahulu. Misalnya nasabah debitur harus menyerahkan
barang jaminan yang telah diikat sesuai ketentuan yang berlaku, dapat pula perjanjian
kredit merupakan perjanjian obligatoir karena dengan ditanda tangani perjanjian
kredit tersebut sebelum kredit cair, para pihak harus memenuhi kewajibannya yaitu
bank harus menyediakan sejumlah dana dalam waktu tertentu, sedangkan debitur
wajib menyerahkan jaminan yang cukup.
Perjanjian kredit dapat dikonstuksikan sebagai perjanjian pokok, karena di
dalam perjanjian dapat terlaksana dengan adanya jaminan maka tidak dapat berdiri
sendiri. Hal ini dikarenakan perjanjian kredit tersebut pada umumnya selalu diikuti
dengan perjanjian ikutan (accessoir) berupa perjanjian jaminan.56
Kredit berasal dari kata Yunani “Credere” yang berati kepercayaannya (truth
atau faith).57 Karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Dengan demikian
sesorang yang memperoleh kredit pada dasarnya adalah memperoleh kepercayaan,
artinya pihak yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit
(debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan.58 Baik
menyangkut jangka waktunya, maupun prestasi dan kontra – prestasinya. Dengan
56Eugenia Liliawati Moejono.,Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Harvavindo, 2003, hal 18.
demikian kredit berarti bahwa pihak kesatu memberikan prestasi baik berupa barang,
uang dan jasa kepada pihak lain, sedangkan kontra prestasi akan diterima kemudian
(dalam jangka waktu tertentu).
Dalam praktek perbankan istilah kredit tidak asing lagi dunia bisnis, apabila
bagi mereka yang selalu berhubungan baik dengan bank. Namun demikian definisi
mengenai kredit sangat beragam meskipun bila disimak subtansi yang terkandung
dalamnya adalah sama. Sebagai contoh berikut dikemukakan beberapa definisi
tentang kredit.
Muchdarsyah Sinungan memberikan definisi bahwa : “Kredit adalah suatu
pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan
dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu akan datang disertai dengan suatu kontra
prestasi berupa bunga”.59
Pengertian kredit yang rumuskan pada pasal 1 ayat 11 Undang-Undang
Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan : penyediaan yang dan tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.60
B. Prinsip Kehati-hatian dalam Pemberian Kredit.
Bank merupakan salah satu lembaga yang memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional. Dari segi fungsinya, bank merupakan perantara dari dan
kepentingan masyarakat dibidang dana, yaitu kepentingan dari masyarakat yang
59Muchdarsyah Sinungan.,Op.Cit, hal 11.