• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah dan Perkembangan Kebayoran Baru .1 Tujuan Awal Pembangunan

4.1.3 Sejarah Pembangunan

Rencana pembangunan Kotabaru Kebayoran mulai dibahas pada tanggal 1 Juni 1948. Rencana ini kemudian dibahas kembali pada tanggal 19 Juli 1948 dan disetujui oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 21 September 1948. Kotabaru ini direncanakan oleh Praktijk Ingenieur M. Soesilo dari Centrale Planologish Bureau dan peletakan batu pertama pembangunan dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 1949.

Pelaksanaan pembangunan Kotabaru Kebayoran diserahkan pada sebuah lembaga bernama Central Stichting Wederopbouw (CSW) yang didirikan pada tanggal 1 Juni 1948. Lembaga ini bertindak selaku badan hukum yang memiliki wewenang atas hak penggunaan lahan. Oleh karena itu setiap rencana penggunaan lahan baik untuk keperluan industri, komersial maupun perumahan harus mendapatkan ijin dari lembaga ini. Sedangkan dalam penyelenggaraan pembangunan kota, CSW membentuk organisasi setempat yang bernama Regional Opbouw Bureau Kebayoran.

Seiring dengan berjalannya pelaksanaan pembangunan, terjadi pergeseran wewenang atas proyek penggunaan lahan tersebut. Central Stichting Wederopbouw (CSW) beralih nama menjadi Jajasan Pemugaran Pusat dan pengaturan keuangan (financieringsregeling) yang sebelumnya menjadi wewenang CSW kemudian dikesampingkan. Lembaga-lembaga yang sebelumnya berada di bawah CSW kemudian melepaskan diri dari ikatan tersebut dan menjadi lembaga mandiri diantaranya Stichting Wederopbouw Oost Indonesia dan Plaatselijk Opbouwdiensten (POD).

Melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 65 Tahun 1951, Jajasan Pemugaran Pusat atau CSW dinyatakan dalam likuidasi. Segala hak kepemilikan dan hutang-piutang lembaga tersebut dialihkan sepenuhnya kepada Pemerintah Republik Indonesia. Sedangkan wewenang atas pembangunan Kotabaru Kebayoran diserahkan pada Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga.

Setelah serah terima kedaulatan atas proyek pembangunan tersebut, Menteri Perhubungan, Pekerjaan Umum dan Tenaga membentuk sebuah lembaga khusus untuk melanjutkan pembangunan Kotabaru tersebut, yaitu Djawatan Pekerdjaan Chusus Kotabaru Kebayoran. Dan terhitung mulai tanggal 1 Januari

1952, lembaga tersebut beralih menjadi Pembangunan Chusus Kotabaru Kebayoran, sebuah organisasi di bawah Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga yang memiliki anggaran sendiri. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya merupakan tanggung jawab CSW namun tidak termasuk dalam tugas Djawatan Pekerdjaan Chusus Kotabaru Kebayoran, dialihkan menjadi tanggung jawab Djawatan Perumahan Rakjat.

Dalam pelaksanaan pembangunan, Djawatan Pekerdjaan Chusus Kotabaru Kebayoran membawahi beberapa instansi yang memiliki deskripsi kerja yang lebih spesifik yaitu:

1. Perusahaan Gudang Perlengkapan

Instansi ini bertanggung jawab atas ketersediaan bahan bangunan. Tugasnya adalah mengumpulkan dan membuat bahan bangunan baik yang berasal dari dalam maupun luar negri dengan harga serendah-rendahnya. 2. Perusahaan Pabrik Kayu

Instansi ini bertanggung jawab atas pembuatan atribut bangunan yang berasal dari kayu, yaitu kusen, daun pintu dan jendela yang berasal dari kayu jati dan rangka atap (kaphout) yang berasal dari kayu agathis yang didatangkan dari Kalimantan.

3. Perusahaan Perbengkelan dan Alat-alat Besar

Instansi ini bertanggung jawab atas pengangkutan bahan-bahan bangunan serta pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan alat-alat berat. 4. Perusahaan Penggalian Batu dan Pasir

Instansi ini bertugas untuk melakukan penggalian batu dan pasir di daerah Serpong untuk memenuhi kebutuhan pembangunan jalan. Pada tahun 1951, instansi ini diserahkan pasa Biro Rekonstruksi Nasional. 5. Pabrik Beton dan Aspal

Instansi ini bertanggung jawab untuk mengolah campuran aspal dan beton untuk membuat jalan, jembatan, saluran air hujan, riolering, gedung, dsb. Pembiayaan instansi ini dimasukkan dalam anggaran pembuatan jalan, jembatan dan infraskruktur lain yang dibangunnya.

6. Perusahaan Tanah (Land-business)

Instansi ini ditugaskan untuk mengurus segala urusan jual beli serta sewa lahan di Kotabaru Kebayoran. Pembelian tanah yang dilakukan pemerintah adalah seluas 730 Ha, meliputi desa Grogol Udik, Pelapetogogan, Gandaria Utara, Senayan, kecamatan Kebayoran dan sebagian kabupaten Jatinegara. Jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk pembelian tanah ini seluruhnya mencapai Rp. 17.500.000

Pada awal perencanaan Kotabaru ini, akan dibangun ±6000 unit rumah. Pada akhir tahun 1951, jumlah hunian yang telah selesai dibangun mencapai 2.058 unit dan ±1.717 diantaranya disewakan dengan harga minimum sebesar Rp. 17,50 dan harga maksimum sebesar Rp. 100,00.

Akan tetapi, semenjak terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dimana ibukota dipindahkan kembali dari Yogyakarta ke Jakarta, diperlukan adanya tambahan tempat tinggal bagi para pegawai negri yang dimutasikan. Oleh karena itu pada akhir tahun 1950, mulai dibangun tambahan hunian sebanyak ±1000 unit di Kotabaru ini.

Untuk dapat mencapai tujuan akhir sebagai kota mandiri, diperlukan dukungan infrastruktur dan fasilitas yang memadai di Kotabaru ini. Sebagai area residensial bagi para pekerja yang bermata pencaharian di Jakarta, perlu adanya kemudahan aksesibilitas antara Kebayoran dan Jakarta. Hal ini diakomodir dengan pembangunan sebuah jalan besar dua arah untuk jalur cepat dan dua jalur lambat yang persis di sisi-sisinya. Kotabaru itu sendiri memiliki jalan-jalan dalam kota yang berbentuk radial.

Gambar 9. Jalan Besar Dua Arah (Sumber: Prof. K. Hadinoto)

Dalam perencanaannya, Kotabaru Kebayoran juga dibagi dalam beberapa blok perumahan. Setiap blok dilengkapi dengan sebuah sekolah dasar. Selain itu sebuah sekolah menengah pertama, sekolah menengah akhir, sekolah tinggi teknik, sekolah khusus putri dan sebuah sekolah internasional yang ditujukan bagi anak-anak kaum ekspatriat juga direncanakan untuk dibangun. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan, perencanaan Kebayoran Baru dilengkapi dengan sebuah rumah sakit besar berkapasitas lebih dari 600 tempat tidur.

Dalam hal ekonomi, hanya ada satu pasar besar yang dibangun di jantung kota Kotabaru Kebayoran. Akan tetapi ada tiga lokasi pasar yang lebih kecil ditempatkan di bagian barat, timur dan selatan kawasan.

Gambar 10. Kawasan Perniagaan dan Bioskop Mayestik

(Sumber: Prof. K. Hadinoto (kiri), Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga Republik Indonesia (kanan))

Pada masa itu, Ibukota Jakarta tidak dapat memberikan suplai pada Kotabaru ini, Jakarta sendiri mengalami kekurangan sumber air bersih. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan air bersih di kota Jakarta dan sekitarnya, pemerintah merencanakan pembangunan instalasi penjernihan air kali di Karet. Namun sebelum proyek tersebut selesai, untuk memenuhi keutuhan sementara di Kebayoran, dibangun 9 buah sumur artesis yang dapat memberikan suplai air sebesar 90 liter per detik dan diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan 15.000 orang penduduk.

Gambar 11. Sumur Artesis

(Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga Republik Indonesia)

Sama halnya dengan masalah air minum, Ibukota Jakarta pada saat itu juga tidak mampu memberikan suplai energi bagi Kotabaru Kebayoran karena Jakarta sendiri mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan listrik dalam kota. Untuk mengatasi permasalahan kekurangan energi ini sekaligus untuk memberikan sumber suplai energi bagi Kotabaru Kebayoran, maka dibangunlah sentral listrik di Ancol, Karet dan Kebayoran. Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan energi sebelum proyek pembangunan sentral listrik itu selesai, Kotabaru Kebayoran mendapat suplai energi dari sebuah sentral yang dilengkapi dengan 3 mesin diesel kecil berkekuatan total ±560kw. Energi listrik ini kemudian disalurkan melalui sistem kabel diatas tanah yang memiliki tekanan 3.300 Volt.

Gambar 12. Sentral Listrik Sementara

Dokumen terkait