• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Obyek Penelitian .1Surat Kabar Jawa Pos

4.1.1.1 Sejarah Perkembangan Jawa Pos

Surat kabar Jawa Pos pertama kali diterbitkan pada 1 Juli 1949 oleh suatu perusahaan yang bernama PT. Java Pos Concern Ltd yang bertempat di jalan Kembang Jepun 166-169. perusahaan ini didirikan oleh WNI keturunan kelahiran Bangka yang bernama The Cung Sen alias SoesenoTedjo pada tanggal 1 Juli 1949. Soeseno Tedjo merupakan perintis berdirinya Jawa Pos ini. Pada awalnya Tedjo ini bekerja di kantor film Surabaya. Pada mulanya dia yang bertugas menghubungi surat kabar, ternyata menguntungkan, maka ia pun kemudian mendirikan perusahaan surat kabar dengan nama lain Java Pos pada tanggal 1 Juli 1949. Harian Jawa Pos saat itu dikenal sebagai harian Melayu Tionghoa, perusahaan penerbitannya waktu itu adalah PT. Java Pos Concern Ltd. Yang bertempat di jalan Kembang Jepun. Pemimpin redaksi pertamanya adalah Goh Tjing Hok. Selanjutnya 1951 pemimpin redaksi adalah Thio Oen Sik. Keduanya dikenal sebagai orang-orang yang tak pernah goyah.

Pada saat The Cung Sen dikenal sebagai raja koran karena memiliki surat kabar yang diterbitkan dalam 3 bahasa yang berbeda. Surat kabar yang berbahasa Indonesia bernama Java Post, sedangkan De Vrije Pers adalah surat kabar yang terbit dengan menggunakan bahasa Belanda.

Surat kabar De Vrije Pers yang berbahasa Belanda tersebut awalnya dimiliki oleh Vit Geres Maatscahppij De Vrije Pers yang berlokasi di jalan Kaliasin 52 Surabaya, tetapi selanjutnya dibeli oleh PT Java Post Concern Ltd, pada bulan April 1954. Pada bulan dan tahun yang sama, Java Pos mulai dicetak di percetakan Agil di jalan K.H. Mansyur Surabaya.

Pada tahun 1962 harian De Vrije Pers dilarang terbit oleh pemerintah Republik Indonesia sehubungan dengan peristiwa Trikora untuk merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda. Sebagai gantinya diterbitkan surat kabar harian yang berbahasa Inggris dengan nama Indonesia Daily News. Meskipun akhirnya harian ini dihentikan penerbitannya karena minimnya pemasangan iklan pada tahun 1981. Sedangkan munculnya kemelut yang disebabkan oleh G 30 S/PKI ternyata tidak saja menimpa Harian Kompas tetapi juga menimpa Harian Chuo Shin Wan, sehingga pada tahun kejadian itu tetap terbit meskipun dengan kondisi yang memprihatinkan karena oplahnya yang sangat kecil yakni hanya 10.000 eksemplar.

Pada awal terbitnya Java Pos memiliki ciri utama terbit pagi hari dengan menampilkan berita-berita umum. Terbitan Java Pos dicetak dipercetakan Agil di jalan K.H. Mansyur Surabaya dengan oplah 1000 eksemplar. Pada 1 April 1954 Java Post dicetak dipercetakan De Vrije Pers jalan Kaliasin 52 Surabaya. Dari tahun ke tahun oplah Java Post mengalami peningkatan. Tercatat pada tahun 1954-1957 oplah sebesar 4000 eksemplar pada tahun 1958-1964 oplah sebesar 10.000 eksemplar.

Pada tahun 1958 Java Post berganti ejaan menjadi Djawa Post ejaannya lebih disempurnakan dengan nama Jawa Pos. Pada saat itu perkembangan Jawa Pos semakin membaik dengan oplah pada tahun 1971-1981 menjadi 10.000 eksemplar dan lebih parah lagi pada tahun 1982 oplah Jawa Pos tinggal 6700 eksemplar. Pendistribusiannya di Surabaya hanya 2000 eksemplar, sedangkan lainnya di beberapa kota di Jawa Timur seperti di Malang yang beredar hanya 350 eksemplar. Penurunan jumlah oplah ini dikarenakan system manajemen yang diterapkan semakin kacau. Ketiga anak The Cung Sen yang diharapkan dapat melanjutkan usaha penerbitan ini tidak satupun yang tinggal di Indonesia. Terlebih lagi teknologi cetak juga kian sulit diikuti kemajuannya. Rendah oplah yang diperoleh penerbitan yang berakibat pada kecilnya pendapatan menyebabkan The Cung Sen sebagai pemilik perusahaan menerima tawaran untuk menjual mayoritas saham perusahaan kepada PT. Grafiti Pers (yang menerbitkan Tempo) pada tanggal 1 April 1982. Pak The (begitu panggilan untuk The Cung Sen) menyatakan tidak mungkin lagi mengembangkan Jawa Pos, tetapi Pak The tidak ingin surat kabar yang didirikannya mati begitu saja. Itulah mengapa sebabnya Jawa Pos diserahkan kepada pengelola baru. Pak The sendiri memilih Tempo dengan pertimbangan khusus. “Tempo kan belum punya surat kabar, tentu saja surat kabar saya ini akan di nomorduakan”, begitu kata Pak The saat itu. Dengan pertimbangan itu Pak The ingin perkembangan Jawa Pos tidak terhambat. Pak The sendiri dalam usianya yang sudah 89 tahun akhirnya memang berangkat ke Inggris bersama isterinya Megah Endah yang berusia 71 tahun.

Melihat keadaan yang terjadi pada PT Java Post Concern Ltd tersebut, maka direktur utama PT. Graffiti Pers Bapak Eric Samola Sh. Menugaskan Bapak Dahlan Iskan yang saat itu menjabat sebagai pemimpin umum dan pemimpin redaksi. Sebelum Pak The berangkat ke Inggris beliau berpesan agar Jawa Pos bias dikembangkan sebagaimana masa mudanya. Maka sesuai pada suatu malam sebelum keberangkatannya ke Inggris sebuah pesta kecil diadakan di rumahnya Jalan Pregolan. Disitulah diadakan kebulatan tekad “kami bertekad merebut kembali sejarah yang pernah dibuat Pak The”. Begitu kata-kata akhir sambutan Dahlan Iskan yang saat itu ditunjuk memimpin Jawa Pos. kata-kata itu akhirnya dibuktikan oleh Dahlan Iskan yang sekarang menjabat sebagai Direktur Utama atau CEO. Hanya dalam waktu 2 tahun oplah Jawa Pos sudah 250.000. Padahal ketika alih manajemen ini dilakukan untuk meraih oplah 100.000 rasanya mimpi. Sejak saat itulah perkembangan harian Jawa Pos semakin menakjubkan dan menjadi surat kabar terbesar yang terbit di Surabaya. Berkat adanya perbaikan tersebut maka pada tahun 1999 oplahnya mencapai 320.000 eksemplar.

Pada tanggal 29 Mei 1985 berdasarkan akta Notaris Liem Sin Hwa, SH, no 8 pasal 4 menyatakan bahwa PT. Java Post Concern Ltd diganti dengan PT. Jawa Pos. Perubahan lain yang dilakukan oleh manajemen PT Jawa Pos adalah dalam hal permodalan. Pada awalnya Jawa Pos dimiliki secara tunggal, namun sehubungan dengan Surat Ijin Usaha Percetakan dan Penerbitan (SIUUP), khususnya tentang permodalan saham, 20 % dari saham perusahaan tersebut harus dimiliki oleh para karyawan dan wartawan untuk menciptakan rasa ikut memiliki.

Meskipun telah terjadi perubahan kepemilikan Jawa Pos tidak merubah secara esensial isi pemberitaannya. Surat kabar Jawa Pos tentang berkembang sebagai surat kabar yang menyajikan berita-berita umum ini meliputi peristiwa penting nasional yang merupakan peristiwa ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, pemerintah, olahraga dan sebagainya. Selain itu juga berita-berita lain berdasarkan peristiwa di daerah Jawa Timur dan Indonesia Timur.

Melejitnya oplah Jawa Pos ini, tidak terlepas dari perjuangan dan kepeloporan Jawa Pos mengubah budaya masyarakat Surabaya pada khususnya, dan masyarakat Jawa Timur pada umumnya. Waktu itu budaya masyarakat membaca koran adalah sore hari. Koran terbesar yang terbit di Surabaya adalah koran sore yaitu Surabaya Pos. Koran-koran Jakartapun datangnya sore. Ketika Jawa Pos mempelopori terbit pagi, banyak yang menertawai, “Koran kok pagi”. Banyak diantara yang menolak. Banyak agen dan loper menolak tak mau menjual Jawa Pos, bahkan dititipi saja agen dan loper menolak. Manajemen Jawa Pos akhirnya memutar otak. Kalau tak ada loper dan agen lewat apa Koran ini dipasarkan? Akhirnya ditemukan cara lain : isteri-isteri atau keluarga wartawan diminta menjadi agen atau loper koran, termasuk isteri Dahlan Iskan sendiri. Cara ini ditempuh dengan banyak tujuan, pertama demi perkembangan koran itu sendiri, sebab kendala utama adalah pemasaran. Waktu itu gaji wartawan masih kecil. Dengan cara ini keluarga Jawa Pos ada tambahan pendapatan. Dan yang ketiga memberikan kebanggaan kepada keluarga karyawan atas jerih payah suaminya. Kelak dikemudian hari beberapa isteri atau keluarga wartawan ini menjadi agen besar Koran Jawa Pos. Perjuangan dan kepeloporan ini ternyata

membuahkan hasil termasuk keredaksian. Warga Surabaya utamanya memilih Jawa Pos pada tahun 1985 oplah Jawa Pos sudah tembus pada angka 250.000 eksemplar perhari.

Jawa Pos sanggup mengalahkan penerbitan-penerbitan lain yang berada di Surabaya sejak lama dan bahkan mendominasi pasar Surabaya seperti Surabaya Post. Banyak strategi yang dilakukan Jawa Pos untuk mencapai kondisi seperti ini, diantaranya dengan ini menjadi surat kabar yang melakukan hal-hal baru untuk pertama kalinya di Indonesia seperti terbit 24 hal per hari, menjadi surat kabar pertama yang terbit di hari libur nasional dan muncul dengan ukuran kecil tanpa mengurangi isi berita pada saat krisis moneter yang terjadi di Indonesia.

Salah satu hal benar-benar membuat kelompok Jawa Pos menjadi sebuah kelompok media yaitu dengan adanya JPNN (Jawa Pos News Networking). JPNN ini dibentuk sebagai salah satu sarana menampung berita dari seluruh daerah di Indonesia dan untuk keperluan sumber berita berbagai media cetak yang berada dalam suatu naungan kelompok Jawa Pos. Hal ini menyebabkan berita di suatu daerah di luar Surabaya tidak perlu lagi dikerjakan layoutnya di Surabaya dan juga berita tersebut dikerjakan di kota yang bersangkutan dan hasilnya dikirimkan ke JPNN untuk diambil oleh para redaksi yang ada di Surabaya. Saat ini dimana massanya media online sedang berkembang Jawa Pos juga tidak mau ketinggalan memberikan fasilitas Jawa Pos yang bisa diakses melalui media internet dengan alamat situs www.jawapos.co.id.

Ketika dalam waktu singkat Jawa Pos mulai menembus oplah diatas 100.000, yang semula dianggap mimpi. Akhirnya Jawa Pos “bermimpi” lagi.

Yakni, berambisi menembus oplah 1.000.000. Berbagai upaya dilakukan baik dari redaksi, pemasaran, maupun lainnya, untuk menembus angka itu. Tetapi ternyata sulit. Jawa Pos tetap bertahan dengan oplah 400.000. Manajemen lantas memutar otak agar sumber daya dan dana yang dimiliki tetap optimal. Lantas munculah ide untuk ekspansi. Yakni membuat Koran di daerah-daerah di Indonesia. Ide itu muncul dari Dahlan Iskan usai studi media di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat dan Negara maju lain. Di setiap kota punya satu koran dari hal ini, dia berasumsi bahwa dikota-kota besar di Indonesia bisa didirikan satu koran. Dikirimlah orang-orang terbaik Jawa Pos mendirikan koran di berbagi daerah di Indonesia. Ada yang menghidupkan koran yang mau mati atau tinggal SIUUP saja. Ada yang kerja sama dan banyak diantaranya didirikan oleh Jawa Pos.

Berhasil di satu kota, dilakukan di kota lain, gagal di satu kota, dicoba di kota lain. Dan pada April 2001, anak perusahaan Jawa Pos sudah mencapai 90 group. Koran-koran yang dulu menjadi anak perusahaan Jawa Pos sekarang sudah mendirikan koran-koran, majalah atau tabloid menjadi cucu Jawa Pos.

Beberapa media dikelola oleh Jawa Pos di berbagai daerah di Indonesia, diantaranya Suara Indonesia yang telah berganti menjadi Radar Surabaya, Dharma nyata, Manuntung, Akcaya, Fajar, Riau Pos, Manado Pos, Agrobis, Liberty, Mentari, Oposisi, Gugat, Posmo, Harian Rakyat Merdeka, Matra, Demokrat, Harian Duta Masyarakat Baru, Independen, Harian Sumatera, Ekspress, dan masih banyak lainnya. Kerjasama dengan berbagai media itu bisa berupa bantuan modal,baik berupa uang maupun mesin cetak atau pun Sumber Daya Manusia.

Kini hampir di seluruh provinsi Indonesia, Jawa Pos punya group kecuali di Aceh dan NTT. Bisnisnya tidak hanya koran tetapi percetakan, pabrik kertas, real estate, hotel, bursa sampai trevel agen. Ini semua berada di tangan dingin Dahlan Iskan. Bagaimana mimpi 1 juta ? Dahlan Iskan bilang, “kita sudah mencapainya, kalau oplah seluruh group Jawa Pos dikumpulkan (www.jawapos.com).

Dokumen terkait