• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PONDOK PESANTREN DARUTTAFSIR

B. Sejarah dan Pimpinan Pondok Pesantren

Sebagai institusi pendidikan Islam yang dinilai paling tua, pesantren memiliki akar transmisi sejarah yang jelas. Orang yang pertama kali mendirikannya dapat dilacak meskipun ada sedikit perbedaan pemahaman. Namun tidak mengurangi arti dari keberadaan pesantren. Adanya pondok pesantren Daruttafsir adalah bukti sejarah yang merupakan salah satu lembaga pendidikan milik umat Islam, kiprah dan eksistensinya selama ini dalam membina

23

Mujamil Qomar, Pesantren, Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi

(Jakarta: Erlangga, 2005), h. 2.

24

dan membekali generasi penerus umat dalam nilai-nilai keimanan dan keIslaman maupun keilmuan, telah diakui oleh berbagai kalangan umat Islam.

Keberadaan pondok pesantren Daruttafsir sudah tentu tidak dapat dipisahkan dari para pendirinya. Berkat jasa, pengorbanan dan kerja keras merekalah pondok ini eksis dan mampu berkiprah dalam membina serta mendidik generasi penerus umat, guna menyongsong Ijjul Islam wal Muslimin. Melalui pondok inilah segala harapan, cita-cita dan idealisme para pendirinya ditorehkan. Dengan harapan menjadi amal soleh yang dapat dipetik kelak di kampung halaman semua makhluk, akhirat.

Di tahun 1971 didirikannya pondok pesantren Daruttafsir oleh K.H. Muhammad Istichori Abdurrahman di Gunung Batu Bogor, kemudian pada tanggal 5 Mei 1974 pondok pesantren Daruttafsir berpindah tempat dari Gunung Batu Kecamatan Ciomas ke Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Berkaitan dengan sejarah pondok pesantren yang pertama kali ada di persada ibu pertiwi ini telah menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan para ahli sejarah.

Perbedaan pendapat dalam menyebutkan pendidikan pesantren pertama kali. Sebagian mereka menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan Syaikh Maghribi, dari Gujarat, India, sebagai pendiri atau pencipta pondok pesantren yang pertama di Jawa. Sunan Ampel atau Raden Rahmat sebagai pendiri pesantren pertama di Kembang Kuning Surabaya. Bahkan Kiai Machrus Aly menginformasikan bahwa di samping Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif Hidayatullah) di Cirebon sebagai pendiri pesantren pertama, sewaktu

mengasingkan diri bersama pengikutnya dalam khalawat, beribadah secara istiqamah untuk ber-taqarub kepada Allah.25

Data-data histories tentang bentuk institusi, materi, metode maupun secara umum sistem pendidikan pesantren yang dibangun Syaikh Maghribi tersebut sulit ditemukan hingga sekarang. Tidaklah layak untuk segera menerima kebenaran informasi tersebut tanpa verifikasi yang cermat. Namun secara esensial dapat diyakinkan bahwa wali yang berasal dari Gujarat ini memang telah mendirikan pesantren di Jawa sebelum wali lainnya. Pesantren dalam pengertian hakiki, sebagai tempat pengajaran para santri meskipun bentuknya sangat sederhana, telah dirintisnya. Pengajaran tersebut tidak pernah diabaikan oleh penyebar Islam, lebih dari itu kegiatan mengajar santri menjadi bagian terpadu dari misi dakwah Islamiyahnya.26

Berbicara mengenai sejarah pesantren, tidak bisa dilepaskan dari sejarah masuknya Islam di Jawa. Mengenai sejarah Islam di Jawa, para peneliti tidak mengetahui secara pasti. Para sejarahwan mengakui adanya problem signifikan yang berkaitan dengan asal-muasal penyebaran Islam di Asia Tenggara. Sejarah mencatat mengenai kemungkinan sudah bermukimnya orang-orang Muslim di kepulauan Indonesia bersumber dari laporan Cina tentang pemukiman Arab pada 672 M. yang menyatakan bahwa orang Islam yang pertama mengunjungi Indonesia boleh jadi adalah saudagar Arab pada abad ke-7 M yang singgah di Sumatra ketika mengadakan perjalanan menuju Cina.27

25 Ibid., h. 7. 26 Ibid., h. 8. 27

Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), h. 55-56.

Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai waktu kedatangan Islam di Indonesia, daerah-daerah pesisir Jawa atau saat ini dikenal dengan wilayah pantura (pantai utara). Pada permulaan abad ke 15 dari interaksi penduduk asli dengan pedagang orang-orang Jawa mulai berkenalan dengan ajaran Islam, dikarenakan Islam memberikan penghargaan kepada masyarakat kecil sebagai sebuah komunitas yang dalam hinduisme di pandang rendah dari kasta yang lebih tinggi, itu salah satu upaya penyebaran agama Islam pada masyarakat Jawa dengan mengenalkan pendidikan pesantren yang waktu itu di pokuskan pada ajaran Islam yang terdapat dalam Al-qur’an Hadist maupun yang telah dikupas oleh ulama-ulama salaf seperti kitab-kitab klasik.

Meskipun tidak ada bukti historis yang kongkrit tentang pelaksanaan pendidikan dalam komunitas-komunitas muslim dikota bandar perdagangan tidak dapat disangkal lagi bahwa pengajaran Islam sudah ada sebagai bukti adanya pengajaran dan pendidikan Islam yang diadakan oleh Maulana Malik Ibrahim di Leran kemudian pindah ke Gresik dan meninggal pada 1419 M. Dimakamkan di Gresik yang sekarang makam Maulana Malik Ibrahim itu dikenal dengan Gapura Wetan. Makam yang di sejajarkan dengan makam Raja Samudra Pasai yang menunjukkan bahwa ia seorang ulama besar atau seorang ahli agama yang setingkat dengan ”Qadi” atau ”Syaikh al-Islam” yang meletakkan pertama sendi-sendi berdirinya pesantren. Sedangkan Imam Rahmatullah (Raden Rahmat atauSunan Ampel) sebagai wali pembina pertama di Jawa Timur. Adapun Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif Hidayatullah) mendirikan pesantren sesudah Sunan Ampel, bukan bersamaan. Teori kematian kedua wali ini menyebutkan bahwa Sunan Ampel wafat pada 1467 M. sedangkan Sunan Gunung Jati pada 1570 M.

Jadi terpaut 103 tahun yang di pandang cukup untuk membedakan suatu masa perjuangan seseorang penyebar Islam. sebagai ulama yang memandang Sunan Gunung Jati sebagai pendiri pesantren pertama mungkin saja benar, tetapi khususnya di wilayah Cirebon atau secara umum Jawa Barat, bukan di Jawa secara keseluruhan. Itu merupakan suatu bukti bahwa pesantren dengan sistem pendidikan tradisionalnya sudah ada berabad-abad lamanya.

Jika benar pesantren telah di rintis oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim sebagai penyebar Islam pertama di Jawa, maka bisa dipahami apabila para peneliti sejarah dengan cepat mengambil kesimpulan bahwa pesantren adalah suatu model pendidikan yang sama-sama tuanya dengan Islam di Indonesia.

Pondok Pesantren Daruttafsir kabupaten Bogor merupakan perwujudan dari gagasan Al-Maghfurloh K.H. Muhammad Istichori Abdurrahman (Syaihul Masyayih Pondok Pesantren Daruttafsir) dan hasrat umat Islam bagi keperluan perjuangan bangsa Indonesia.

Semenjak di dirikan pada tahun 1971, sasaran yang ingin dicapai dari perguruan Pondok Pesantren Daruttafsir adalah untuk mengisi jiwa (Aqlun, Qolbun dan Nafsun) dan memberikan bekal kemampuan (Intelektual dan Kreativitas) kepada anak didiknya untuk memasuki jenjang pendidikan berikutnya.

Pengembangan sumber daya manusia tidak hanya bertumpu pada penanaman nilai agama atau ketaqwaan sebagai kebutuhan manusia yang bergantung pada Allah SWT. Namun betapa pentingnya pengembangan intelektual yang harus dimiliki manusia dalam rangka mengemban amanah untuk mengelola sumber daya alam ciptaan-Nya secara berkelanjutan.

Pada tataran pelaksanaan, penanaman nilai agama maupun intelektual, harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan dalam satu sistem pendidikan. Sehingga harapan membangun sumber daya manusia yang handal Insya Allah dapat terwujud.

Sebagai salah satu pondok pesantren yang terbilang berusia cukup tua di kabupaten Bogor, telah menghasilkan ribuan alumni, sebagian besar para alumni melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu pada perguruan tinggi Islam maupun perguruan tinggi umum, baik perguruan tinggi dalam negri maupun luar negri. Sedangkan dalam bidang profesi para alumni selain bekerja pada bidang pertanian, perdagangan, pendidikan dan bidang pekerjaan lainnya seperti lembaga legislatif, birokrasi pemerintahan dan banyak pula diantara mereka yang telah menjadi tokoh-tokoh masyarakat.28 Maka yang akan penulis bicarakan pada tulisan ini khususnya yang berkaitan dengan pimpinan Pondok Pesantren Daruttafsir pada periode 1994-Sekarang yaitu K.H. Nu’man Istichori.

K.H. Nu’man Istichori adalah putra dari K.H. Muhammad Istichori Abdurrahman (Almarhum), tokoh pendiri utama Pondok Pesantren Daruttafsir.

K.H. Nu’man Istichori dilahirkan di Bogor pada tanggal 01 Februari 1950. Pendidikan K.H. Nu’man Istichori dimulai pada pendidikan formal yaitu MI-SR Tahun (1956), KMI Gontor Tahun (1962), Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati Bandung Tahun (1967). Pendidikan non formal yaitu Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Serang, Pondok Pesantren Al-Inayah Cianjur, Pondok Pesantren Baros Pandeglang. Kursus-kursus atau pelatihan yaitu P4 Tingkat Nasional,

28

Wawancara penulis dengan Sekretaris Umum Pondok Pesantren Daruttafsir. Drs. Abdul Muiz Istichori. Bogor, tanggal 12 Juni 2009.

Manajemen Pondok Pesantren Nasional, Pengembangan Kurikulum Nasional, Bahasa Arab Internasional, Pembina Pondok Pesantren Andalan Keterampilan.29

Dokumen terkait