• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah singkat SMA Pangudi Luhur Sedayu, Bantul

TINJAUAN PUSTAKA

C. SMA Pangudi Luhur Sedayu

3. Sejarah singkat SMA Pangudi Luhur Sedayu, Bantul

SMA Pangudi Luhur Sedayu berdiri pada tahun 1967. Pada awal mulanya berbentuk SPG dan proses belajar mengajar masih dilakukan dirumah–rumah penduduk, karena pada saat itu belum mempunyai gedung sendiri. Pada saat itu ketika pelaksanaan ujian, para murid harus pergi ke Bantul untuk mengikuti ujian.

SMA Pangudi Luhur Sedayu, membangun gedung sendiri sejak tanggal 1 Oktober 1971 sampai 1 April 1972 dan diresmikan pada tanggal 22 April 1972. Mulai saat itu SMA Pangudi Luhur Sedayu mulai menyelenggarakan ujian sekolah sendiri, sehingga para murid tidak harus pergi ke Bantul untuk mengikuti ujian.

SMA Pangudi Luhur Sedayu termasuk dalam wilayah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak di Kabupaten Bantul dengan alamat Argosari, Sedayu, Bantul. Dengan bapak Kepala Sekolah saat ini adalah Bpk Drs. Markoes Padmonegoro.

D. Adversity Quotient Siswa Kelas XI

Seperti yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya bahwa siswa kelas XI termasuk dalam usia remaja berdasarkan penggolongan usia yang dikemukakan oleh Hurlock (1997), maka pada bagian ini akan digambarkan

adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa. (Kristiyani, 2005)

Tugas perkembangan dan harapan sosial di masa remaja banyak sekali berkaitan dengan masalah kemandirian. Remaja dituntut untuk mandiri dalam segala aspek kehidupan. Ini tidak mudah, mengingat sebelumnya mereka banyak bergantung pada orang tua atau orang dewasa lain. Keadaan ini seringkali menimbulkan konflik yang dapat menghambat perkembangan pribadi remaja. Remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa, tetapi di sisi lain mereka belum bisa dikatakan sebagai orang dewasa. (Hurlock, 1997).

Masa remaja juga disebut sebagai usia bermasalah. Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Mappiare (1982) mengemukakan bahwa dalam masa remaja banyak masalah yang harus dihadapi oleh remaja sebagai individu. Masa remaja juga disebut masa yang kritis, sebab dalam masa ini remaja akan dihadapkan dengan persoalan apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan masalah-masalahnya atau tidak. Keadaan remaja yang dapat menghadapi masalahnya dengan baik, menjadi modal dasar dalam menghadapi masalah selanjutnya sampai dewasa

Para remaja dalam menghadapi permasalahannya ada yang mampu memenuhi tuntutan dan kebutuhan diri sendiri, akan tetapi ada yang tidak mampu memenuhi tuntutan yang ada di lingkungannya yang sangat cepat bertambah dan berubah.(Djuwarijah, 2002)

Tuntutan dan harapan sosial terhadap perilaku remaja membuat remaja merasa mengalami kesulitan, sehingga remaja harus mampu memilih dengan bijak hal-hal apa yang baik untuk dilakukannya. Ketangguhan dan daya juang dalam memenuhi tuntutan sosial harus dimiliki remaja kalau dia tidak ingin dikatakan sebagai orang yang menyimpang dan ingin mendapatkan penerimaan di masyarakat. Dengan demikian, ketangguhan dan daya tahan dalam menghadapi kesulitan pada masa remaja menjadi sangat penting serta menunjang pencapaian tugas-tugas perkembangan dan harapan sosial yang berlaku pada saat itu. (Kristiyani,2005)

Setiap kesulitan merupakan tantangan, setiap tantangan merupakan suatu peluang, dan setiap peluang harus disambut. Perubahan merupakan bagian dari suatu perjalanan yang harus diterima dengan baik. Pada umumnya ketika dihadapkan pada tantangan-tantangan hidup, kebanyakan orang berhenti berusaha sebelum tenaga dan batas kemampuan mereka benar-benar teruji. Kemampuan seseorang dalam mengatasi setiap kesulitan hidup itulah yang oleh Stoltz disebut dengan Adversity Quotient.(Stoltz, 2000)

Sebenarnya para remaja memiliki Adversity Quotient atau kemampuan mengatasi kesulitan. Hal ini dikemukakan oleh Gunarsa, S dan Gunarsa (1991), para remaja memiliki daya juang, daya menegakkan diri dan membentuk masa depannya sendiri. Dengan ketekunan dan daya juang untuk mengatasi rintangan- rintangan di luar dirinya, seseorang dapat membentuk dan mengarahkan perjalanan hidupnya. Para remaja atau muda mudi harus meneliti diri sendiri, dimanakah letak kelemahan dan kekuatan kemampuannya. Setelah diperoleh

pemahaman diri tentang kemampuannya yang dimiliki dan dapat meningkatkannya, barulah tiba saatnya mengambil suatu keputusan. Remaja mencoba menggunakan kemampuan berpikirnya untuk memecahkan problema- problema, menganalisa kesukaran-kesukaran dan mensitesanya kembali sebagai bahan untuk merumuskan pengalaman-pengalamannya.(Soejanto,1990)

Berdasarkan teori Ketidakberdayaan Yang Dipelajari (dalam Stoltz, 2000), kesuksesan seseorang mungkin terutama ditentukan oleh cara dia menjelaskan atau merespon peristiwa-peristiwa dalam kehidupan. Seligman (dalam Stoltz, 2000) menemukan bahwa mereka yang merespon kesulitan sebagai sesuatu yang sifatnya tetap, internal dan dapat digeneralisasi ke bidang-bidang kehidupan lainnya cenderung menderita di semua bidang kehidupannya, sedangkan mereka yang menanggapi situasi-situasi sulit sebagai sesuatu yang sifatnya eksternal, sementara, dan terbatas cenderung menikmati banyak manfaat, mulai dari kinerja sampai kesehatan.

Bermacam kesulitan yang dihadapi lebih baik dipositifkan. Sebab hanya dengan mempositifkan itulah efisiensi akan ditemukan. Mempositifkan kesulitan berarti menjalani kehidupan dengan optimisme. Dengan pandangan optimis seseorang akan lebih sukses. (Soejanto,1990)

Bila remaja dapat menghadapi persoalan-persoalannya, dia akan mengembangkan rasa percaya pada diri sendiri dan mampu menghadapi segala sesuatu. Bila tidak, dia akan mengembangkan perasaan gagal dan tidak mampu menghadapi apa-apa, dimana perasaan itu dapat tetap tinggal dalam dirinya untuk selanjutnya. (Soesilowindradini, 2006)

Kesuksesan dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja akan membawa kesuksesan dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Semakin banyak tugas perkembangan yang tidak dilaksanakannya dengan baik, makin tinggi pula intensitas persoalan yang menghadangnya (Mappiare, 1982)

Remaja dalam hal ini siswa- siswa kelas XI, jika mempunyai Adversity Quotient yang tinggi dan mampu mengatasi kesulitan serta hambatan yang ada, maka akan timbul rasa puas dan percaya diri dalam menghadapi masalah. Akhirnya siswa-siswa tersebut akan mencapai kesuksesan dalam masa perkembangan selanjutnya. Begitu pula sebaliknya, bila siswa-siswa kelas XI mempunyai Adversity Quotient rendah, maka siswa-siswa tersebut tidak mampu mengatasi kesulitan dan hambatan yang ada, maka akan timbul perasaan gagal dan tidak mampu menghadapi masalah, yang akhirnya dapat menimbulkan kegagalan dalam masa perkembangan selanjutnya.

Melihat penjelasan diatas mengenai peran Adversity Quotient bagi siswa kelas XI sebagai remaja dan melihat sepintas mengenai SMA Pangudi Luhur Sedayu pada bagian sebelumnya, menimbulkan pertanyaan dalam diri peneliti yaitu bagaimana sebenarnya tingkat Adversity Quotient yang dimiliki oleh siswa- siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu.

BAB III

Dokumen terkait