• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II JARINGAN MEDIA AL-JAZEERA

A. Sekilas Tentang Al-Jazeera

Al-Jazeera adalah salah satu stasiun televisi berbahasa Arab dan Inggris yang berbasis di Doha, Qatar. Kata Al-Jazeera sendiri dalam bahasa Arab bermakna Semenanjung (Jazirah) atau pulau. Munculnya Al-Jazeera ini berawal dari gagasan seorang Putra Mahkota Qatar – Syekh Hamad bin Khalifa Al-Thani (lahir 1 Januari 1952) ketika Ia baru saja menduduki posisi Emir setelah menggantikan ayahnya pada tahun 199527. Dengan modal awal sebesar $137 juta yang sepenuhnya dari Emir Qatar, Al-Jazeera pun memulai siaran pertamanya

26

Kelly Kinner, Al-Jazeera.net and BBC.CO.UK: Media Framing of the Darfur

Humanitarian Crisis, (University of Colorado at Boulder, 2005), h.15 27

Setelah menduduki posisi Qatar, Ia langsung berinisiatif untuk mereformasi media Negara dan pemerintahan. Sehingga dengan dimunculkannya media Emirat sebagai sarana publisitas yang baik, diharapkan akan banyak membantu mencapai keinginannya tersebut (Pierre Tristam, “Revolutionizing Middle Eastern Media and Perception – Profile: Al Jazeera” dalam

http://middleeast.about.com/od/mediacultureandthearts/a/meme0080313.html, akses 1 Juni 2015, 09:11). Lebih lanjut Keinginan Syekh Hamad tersebut tidak lain dipengaruhi oleh ketertarikannya akan mudahnya memperoleh informasi secara bebas ketika Ia belajar di U.K dan lulus dari Akademi Elit Militer di Sandhurst pada tahun 1971. Syekh Hamad pun lalu mengenalkan serta menerapkan ide demokrasi dan kebebasan informasi saat masa pemerintahannya (Kelly Kinner,

23

pada akhir 1996. Sebelumnya pada tahun yang sama di bulan April, BBC World28 berbahasa Arab yang juga berbasis di Doha-Qatar harus menutup operasinya karena mengalami masalah dengan Arab Saudi terkait penolakan sensor29. Akibatnya 250 wartawan ahli BBC menjadi pengangguran. Melihat hal tersebut Emir Qatar pun merekrut 120 orang wartawan dari mereka untuk bekerja di Al-Jazeera, dan akhirnya pada tanggal 1 November 1996 Al-Jazeera untuk pertama kalinya resmi mengudara30.

Adapun sumber lain menjelaskan bahwa dengan dana sebesar $150 juta milik Emir, diharapkan setelah 5 tahun Al-Jazeera dapat berdiri sendiri pada tahun 2001. Namun ketika hal tersebut belum bisa tercapai, Emir Qatar tetap melanjutkan subsidinya. Dilihat dari kemampuan Emir Qatar dalam memback-up Al-Jazeera, dapat dikatakan bahwa Al-Jazeera secara finansial dan politikal dikuasai oleh Emir, atau bisa juga dikatakan milik pemerintah. Namun kenyataannya, Al-Jazeera sama sekali bebas dari kontrol pemerintah. Emir Qatar justru menghapus sensor media dengan cara membubarkan Menteri Informasi,

28

Singkatan dari The British Broadcaster yang pertama kali diluncurkan pada tahun 1931 di Inggris. Konflik antara BBC dengan Arab Saudi saat itu terkait dengan penarikan dukungan financialnya dikarenakan terjadi argumen mengenai penolakan BBC untuk mensensor siaran dokumenter tentang eksekusi di Arab Saudi.

29

Adapun ketatnya kontol atas suatu media oleh pemerintah pada tahun-tahun 1990an tersebut tidak hanya terjadi di Saudi Arabia atau di negara-negara Arab lainnya. Di Indonesia sendiri media juga tak kalah mendapat kontrol yang cukup ketat. Memasuki orde baru di bawah pemerintahan Soeharto, banyak media yang berupa surat kabar atau majalah yang dibredel dan dilarang terbit karena dianggap terlalu ikut campur dengan permasalahan pemerintah. Akibatnya surat kabar dan majalah besar seperti Tempo, Detik, Sinar Harapan terpaksa harus berhenti beredar karena telah dicabut SIUP / Surat Izin Usaha Penerbitannya oleh Kementrian Penerangan yang saat itu dipimpin oleh Harmoko

( http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/surat-kabar-di-indonesia_550061a2813311a219fa776 dan

http://www.tempo.co.id/read/news/2015/06/21/078676972/21-tahun-pembredelan-tempo-pemberangusan-kebebasan-pers, akses 20 Desember 2015, 06:38)

30“Al-Jazeera Satellite Channel – Company Profile, Information, Business Description, History, Background Information on Al-Jazeera Satellite Channel” dalam

http://www.referenceforbusiness.com/history2/15/Aljazeera-Satellite-Channel.html, akses 1 Juni 2015, 09:12

24

sehingga Al-Jazeera menikmati kebebasan dalam hal pengeditan yang belum pernah terjadi sebelumnya31. Hal tersebut juga berbanding terbalik jika dilihat dari Negara Qatar dan kebanyakan Negara Arab yang bersifat otokrasi, Al-Jazeera dapat menikmati pengalaman media yang bebas dibanding dengan media lainnya di dunia Arab. Keuntungan yang dimiliki Al-Jazeera tersebut tentu menjadi salah satu fakor pendukung tingginya popularitas Al-Jazeera di kalangan pemirsa Arab.

Setelah berhasil mengudara, secara bebas Al-Jazeera banyak mengkritik pemerintahan resmi di wilayah Arab, termasuk wilayah yang mensponsorinya yaitu Qatar. Tak jarang Al-Jazeera berselisih dengan pemerintahan di suatu wilayah, yang sempat berhasil membuat dunia Arab kebingungan. Sifat Al-Jazeera yang independen serta bebas dalam mengemukakan pemikirannya ini sedikit banyak dipengaruhi oleh BBC. Adanya perekrutan sebagian besar mantan staff BBC oleh Al-Jazeera secara tidak langsung membuat Al-Jazeera mewarisi sifat BBC, yaitu “Editorial spirit, freedom and style” atau jiwa semangat yang bebas dalam pengeditan. Terlepas dari tekanan-tekanan politik yang didapat, serta penghasilan dari pajak iklan yang juga dirasa kurang mencukupi, Al-Jazeera terus berkembang dan fokus menjalankan tugasnya dalam peliputan berita, dimana kebanyakan sumber berita menggunakan sumber-sumber lokal32.

Dalam perkembangannya Al-Jazeera mulai mendirikan markas-markas di beberapa kota di Arab, termasuk juga di Israel. Hal tersebut sangat membantu Al-Jazeera dalam memperoleh berita-berita eklusif secara langsung, dimana hal

31

Joseph Oliver Boyd-Barret and Shuang Xie, “Al-Jazeera, Phoenix Satellite Television and the Return of the State: Case studies in market liberalization, public sphre and media

imperialism”, International Journal of Communication, (2008), h. 211. Tersedia di

http://ijoc.org/index.php/ijoc/article/viewFile/200/134, akses 28 Maret 2015, 11:33

32

Philip Fiske de Gouveia, An African Al-Jazeera? Mass Media and the African

25

tersebut merupakan kelebihan tersendiri dibanding dengan media lain seperti CNN (Cable News Network). Al-Jazeera akhirnya dapat mengakses berita-berita panas terkait apa yang terjadi di Irak saat itu, tentang usaha Saddam Husein dalam melawan raja-raja Arab, atau tentang Taliban yang berhasil menghancurkan patung-patung Budha di Bamiyan, Afghanistan. Al-Jazeera bahkan berhasil meliput berita tentang pemilihan yang terjadi di Israel serta wawancaranya dengan penguasa setempat33.

Hal tersebut tentu memberikan informasi baru tentang Israel terlepas dari fokus masyarakat terhadap konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina. Pada tahun 2000, Al-Jazeera berhasil meliput Intifada yang terjadi di Palestina. Liputan tersebut banyak menarik perhatian masyarakat karena dalam berita ditampilkan video seorang anak umur 12 tahun yang meninggal dalam pelukan ayahnya dengan diiringi musik Palestina “Jerussalem will return to us”34.

Kejadian tersebut tentu berhasil melambungkan nama Al-Jazeera. Masyarakat Arab akhirnya merasa mendapatkan berita yang disampaikan melalui sudut pandang Arab, bukan dari sudut pandang Barat melalui medianya. Dari Arab, oleh Arab. Al-Jazeera menjadi wakil masyarakat Arab dalam membuka wawasan tentang apa yang sebenarnya terjadi di dunia Arab kepada masyarakat luar, khususnya kepada dunia Barat35. Mengingat sebelumnya berita-berita yang

33

Megan E Zingarelli, The CNN Effect and The Al-Jazeera Effect in Global Politics and

Society. Thesis. Georgetown University, Washington D.C, 2010. h. 32

34

William Rugh, Arab Mass Media: Newspaper, Radio, and Television in Arab Politics,

(Westport, Conn: Praeger, 2004), h. 230 35

Mohamed Zayani, The Al-Jazeera Phenomenon: Critical Perspectives on New Arab Media, (UK: Pluto Press, 2005), 173.

26

dibawa oleh Media Barat selalu disampaikan melalui sudut pandang mereka, dan demi memenuhi kepuasan orang Barat36.

Akibatnya masyarakat merasa jenuh dengan berita-berita tersebut. Kebanyakan berita yang ada selalu menjelek-jelekkan Arab dan Islam secara khusus. Kesan negatif yang melekat kepada Arab dan Islam tentu tidak terelakkan lagi. Media Barat terus mencekoki masyarakat dengan berita-berita yang tidak jauh dari konflik, terorisme, serta liputan tentang negara Arab yang hanya unggul dalam sumber daya minyaknya yang melimpah, dibanding dengan menyajikan berita tentang sejarah serta kebudayaannya yang khas dan beragam.

Dengan kemunculan Al-Jazeera sebagai representasi media Arab, tentu sangat disambut baik oleh masyarakat. Namun lain halnya dengan para pemimpin Arab, mereka merasa tidak nyaman dengan gaya Al-Jazeera yang berbicara soal politik secara terang-terangan. Sebagai Negara yang kebanyakan bersifat monarki, sifat Al-Jazeera yang cenderung demokrasi dianggap sebagai ancaman tersediri bagi pemerintahan mereka. Hasilnya beberapa negara Arab akhirnya melarang akses saluran Al-Jazeera dan bahkan menutup markas mereka. Namun hal tersebut tidak banyak mempengaruhi keberadaan Al-Jazeera dan bahkan Al-Jazeera semakin banyak mendapat respon positif dari dunia Barat37.

Nama Al-Jazeera kembali melambung dimata internasional ketika terjadi peristiwa pemboman gedung WTC 11 September 2001 (peristiwa 9/11). Pro kontra kembali muncul ketika Al-Jazeera menyiarkan secara langsung peristiwa konflik yang terjadi di Afghanistan terkait aktivitas kelompok Taliban, yang mana

36

Nicolas Eliades, “The Rise of Al- Jazeera”, h.7 37

27

kelompok tersebut dituduh sebagai dalang dibalik peristiwa 9/1138. Dengan adanya markas di Kabul-Afghanistan, secara otomatis Al-Jazeera dapat meliput peristiwa secara langsung, seperti ketika terjadinya ledakan bom, jatuhnya para korban yang kebanyakan warga sipil, bahkan hasil wawancara dengan pemimpin kelompok Taliban – Osama bin Laden. Hal tersebut tentunya menimbulkan banyak reaksi negatif dimata Barat karena Al-Jazeera dianggap telah bekerja sama dengan kelompok teroris. Ditambah saat itu media Barat seperti BBC dan CNN dan yang lainnya tidak bisa mendapatkan berita seperti Al-Jazeera karena tidak mempunyai akses langsung di wilayah tersebut.

Hal yang sama juga terjadi saat perang Irak-Amerika, dimana Al-Jazeera menampilkan berita secara langsung dari tempat kejadian. Ketika kebanyakan media Barat menyajikan berita yang sudah diedit dan dikemas seperti sebuh presentasi, Al-Jazeera menampilkan apa adanya tanpa ada pengeditan. Ketika liputan berita tersebut sampai di wilayah Barat, baik itu melalui internet atau media lain, kebanyakan dari mereka merasa kaget karena selama ini mereka melihat perang dari satu sudut pandang saja39. Meskipun akhirnya tetap menimbulkan pro kontra, Al-Jazeera tak sedikit telah menarik banyak simpati masyarakat Barat atas usahanya dalam hal peliputan berita yang sangat berbeda dari media lain, khususnya media Barat. Lebih lanjut Pintak menjelaskan perbedaan liputan antara Al-Jazeera dan media barat:

38

Jika sebelumnya Al-Jazeera telah dikenal dan dipuji akan kemampuannya yang berani dalam mengkritik pemerintahan Arab dan mengangkat topik-topik yang dianggap tabu seperti seks, agama dan politik, maka setelah terjadinya peristiwa 9/11 tersebut orang Barat menganggap bahwa Al-Jazeera terlibat dalam aksi terorisme dan mendukung adanya Israel dan anti-Amerika. Lihat: Kai Hafez, The Role of Media in the Arab World‟s Transformation Process,

h.330. Tersedia di https://www.uni-erfurt.de/fileadmin/user-docs/philfak/kommunikationswissenschaft/files_publikationen/hafez/inhalt899_bound_hafez.pdf, akses 29 Oktober 2015, 16.45

39

Megan E Zingarelli, The CNN Effect and The Al-Jazeera Effect in Global Politics and

28

“Al-Jazeera specialized in an up-close, in-your-face approach to

covering the Muslim world‟s first television wars. Dead babies, wounded

children, screaming mothers dominated the channel‟s coverage of Iraq,

Afghanistan and Palestine. Almost nothing was too gruesome to show: close-ups of open wounds, limbs torn asunder, people collapsing in agony. But those pictures were largely ignored by the U.S. networks. Where audiences watching Al-Jazeera and the other broadcasters saw bleeding children and destroyed homes, Americans experienced the war as a Hollywood extravaganza on the small screen, billed in advance by the

White House as certain to evoke „shock and awe”40

(Al-Jazeera secara khusus melakukan pendekatan langsung di depan muka dalam meliput siaran perang dalam dunia islam untuk pertama kalinya. Bayi-bayi yang meninggal, anak kecil yang terluka, teriakan-terian para ibu mendominasi peliputan saluran tersebut pada perang Irak, Afghanistan dan Palestina. Hampir tidak ada yang tidak mengerikan untuk diperlihatkan: luka dalam jarak dekat, anggota badan yang robek dan terbelah, orang-orang yang tak tergeletak kesakitan. Tetapi gambaran seperti itu kebanyakan diabaikan oleh jaringan Amerika Serikat. Ketika para penonton melihat Al-Jazeera dan saluran lain melihat anak-anak yang berdarah dan rumah-rumah yang hancur, Orang-orang Amerika melihat perang sebagai pertunjukan Holliwod di layar kecil, yang telah dirancang sebelumnya oleh Gedung Putih untuk menimbulkan kekejutan dan kekaguman)

Terlepas dari pemaparan di atas, seiring berkembangnya waktu Al-Jazeera terus berkembang dan semakin maju. Dengan diluncurkannya situs internet berbahasa Arab dan Inggris, serta Al-Jazeera English membuat nama Al-Jazeera semakin diakui sebagai salah satu media terbaik di Timur Tengah bahkan di dunia. Tidak hanya itu, dalam “The Top 40 Arab Brands in 2006” Forbes Arabia juga menetapkan Al-Jazeera sebagai brand nomer satu di Arab41. Adapun beberapa faktor yang menjadikan Al-Jazeera sebagai salah satu merek yang berpengaruh antara lain karena Al-Jazeera dianggap sebagai The Voice of Voiceless (wakil suara bagi mereka yang tak memiliki hak suara), keterkaitannya

40

Lawrence Pintak, Reflections in a Bloodshot Lens: America, Islam and the War of Ideas,(Ann Arbor: Pluto, 2006), h.208-209

41

Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, h. 4

29

dengan masalah-masalah tabu, ulasannya tentang Perang di Irak dan Afghanistan, terlepas dari kesan misterius pada merek / brand42

Pada perkembangannya, Al-Jazeera mulai melebarkan jaringannya dengan berbagai inovasinya seperti meluncurkan Al-Jazeera English, meluncurkan situs website Al-Jazeera dalam bahasa Arab dan Inggris, serta saluran dan program-program unggulan lainnya (program-program-program-program unggulan tersebut akan dibahas dalam sub bab berikutnya). Saat ini, untuk mengakses berita-berita serta perkembangan terbaru Al-Jazeera dapat dilakukan dengan mudah. Terus meningkatnya kecanggihan di bidang teknologi yang dibarengi dengan berkembangnya sosial media, memudahkan masyarakat untuk terhubung langsung degan Al-Jazeera, antara lain melalui Facebook, Twitter, Youtube, Dailymotion, dan Aplikasi iPhone43. Bahkan pada saluran youtube sendiri, baik itu yang berbahasa Arab dan Inggris telah mempunyai lebih dari 50.000 video dengan lebih dari 700.000 pelanggan44. Hal tersebut tentu membuktikan bahwa minat masyarakat terhadap jaringan media Al-Jazeera sangatlah tinggi.

Dokumen terkait