PERAN AL-JAZEERA DALAM TRANSFORMASI POLITIK TUNISIA PADA PERISTIWA ARAB SPRING 2010-2011
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Indi Nisauf Fikry Sakila (1111022000011)
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Menulis suatu karya adalah perjuangan yang melelahkan, sekaligus suatu
kebanggaan tersendiri yang tak dapat diungkapkan. Segala puji dan syukur penulis
ucapkan kepada Allah yang telah memberikan kemudahan serta kemampuan
untuk dapat menyusun kata demi kata dalam karya yang penulis sebut “Skripsi”
ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada beliau
yang telah memberikan kontribusinya dalam membuat skripsi ini menjadi lebih
baik. Dengan kesabaran dan ketelatenannya, penulis diarahkan dan dibimbingnya
untuk dapat menyempurnakan skripsi ini. Adalah Ibu Awalia Rahma, MA, yang
telah menyisihkan waktu dan tenaganya demi membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs.
Saidun Derani, MA. dan Dra.Tati Hartimah, MA. selaku pembimbing akademik
yang tanpa bosan selalu memberikan semangat serta nasehatnya kepada penulis.
Sehingga tanpa jasa mereka, penulis tidak akan sampai pada titik ini.
Adapun skripsi ini sendiri tidak akan ada tanpa dukungan dan dorongan
dari orang-orang terdekat penulis, khususnya Nimas dan Imas, adik tersayang
yang selalu memberi semangat, teman-teman SKI 2011 yang tak hanya sebagai
tempat berbagi suka duka namun juga sebagai partner bertukar ilmu – khususnya
Mulki Mulyadi yang telah membantu penulis dalam hal transliterasi sumber Arab,
para senior SKI khususnya Kak Endi yang telah banyak membantu penulis dalam
hal diskusi masalah skripsi dan pencarian sumber, teman-teman BJ Community
dan para sahabat tercinta (Timmy, Nurul, Maya, Yeni) yang tak henti-hentinya
memberi semangat serta dorongan kepada penulis, serta Ekky – teman, sahabat,
sekaligus saudara yang selalu menjadi rival dan motivator penulis selama
iii
Terakhir, tak lupa pula rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga
untuk kedua orang tua penulis yang selalu sabar dan tak henti-hentinya
memberikan doa serta dukungannya. Penulis pun mendedikasikan skripsi ini
untuk ayah dan ibu, yang tanpa ridho mereka penulis sadar tidak akan mampu
melewati perjuangan yang melelahkan ini.
iv ABSTRAK
Indi Nisauf Fikry Sakila
Peran Al-Jazeera dalam Transformasi Politik Tunisia pada Peristiwa Arab
Spring 2010-2011
Al-Jazeera merupakan salah satu media internasional yang berbasis di Doha, Qatar. Didirikan pertama kali pada tahun 1996 atas inisiatif Emir Qatar, sejak saat itu Al-Jazeera secara aktif meliput peristiwa-peristiwa yang terjadi di kawasan Arab. Al-Jazeera mulai banyak mendapatkan pujian serta pengakuan dari banyak kalangan, khususnya dunia internasional saat meliput peristiwa besar seperti perang Amerika yang terjadi di Irak dan Afghanistan, menjadikan Al-Jazeera sebagai media yang mempunyai peran dan pengaruh yang besar bagi dunia Arab dan Internasional. Al-Jazeera kembali membuktikan perannya yang penting sebagai media yang terdepan saat terjadi peristiwa Arab Spring di Tunisia tahun 2010-2011.
Melalui pendekatan media studies, serta metode historis, penulis mengetahui seberapa penting peran Al-Jazeera dalam peristiwa Arab Spring yang terjadi di Tunisia tahun 2010-2011. Al-Jazeera menjadi salah satu faktor terpenting munculnya revolusi yang terjadi di Tunisia sehingga dapat menyebar secara luas sampai akhirnya terjadi secara besar-besaran dan berhasil menumbangkan pemerintahan Ben Ali yang telah berkuasa selama 23 tahun.
Penulis menemukan bahwa peran Al-Jazeera dalam transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring sangatlah penting, yaitu telah menginspirasi dan menggerakkan masyarakat Tunisia melalui berita-berita yang disiarkannya sehingga mampu mempengaruhi masyarakat untuk melakukan aksi tersebut. Perannya yang lain yaitu Al-Jazeera telah menghasilkan sesuatu yang disebut diseminasi berita. Dimana dengan adanya diseminasi berita yang dibawa oleh Al-Jazeera tersebut mampu melahirkan peristiwa Arab Spring di Tunisia. Selain itu, keberadaan Al-Jazeera juga telah menginspirasi masyarakat di negara-negara MENA (Middle East and North Africa) untuk melakukan revolusi yang sama di negaranya masing-masing.
v
KATA PENGANTAR
Dalam era modern seperti saat ini, keberadaan media tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat. Dengan kata lain, media memiliki peran penting
dalam kehidupan sehari-hari. Media memainkan perannya dalam memberikan
informasi kepada masyarakat sehingga mampu mempengaruhi cara berpikir dan
bagaimana mereka bertindak, khususnya dalam menanggapi masalah-masalah
terkait politik, ekonomi, sosial, pemerintahan, dan masalah lainnya. Dalam dunia
Arab sendiri, keberadaan media tak ubahnya hanya sebagai „boneka‟ pemerintah,
dimana media harus tunduk dan patuh kepada penguasa. Media selalu berada di
bawah pengawasan dan harus melalui sensor yang ketat sebelum informasi yang
mereka sajikan sampai kepada masyarakat. Sehingga tidak hanya media di Arab
yang merasa terkekang, masyarakat Arab pun merasakan hal yang sama karena
terbatasnya informasi yang mereka peroleh.
Tak jarang media juga menjadi faktor penting dalam setiap konflik yang
terjadi di dunia Arab. Adapun kemunculan Al-Jazeera sebagai media yang
independen dan bebas dari pengaruh pemerintah, telah memberikan perubahan
penting dalam sejarah Arab. Media Al-Jazeera yang telah menghasilkan berita
serta menyebarkan informasi tentang apa yang sedang terjadi ketika konflik, telah
menempatkannya sebagai salah satu aktor penting yang tidak hanya mampu
mempengaruhi kondisi masyarakat, tapi juga suatu pemerintahan. Hal tersebut
selaras dengan perkataan mantan sekretaris jenderal PBB – Kofi Annan,
“Knowledge is power, information is liberating” yang artinya pengetahuan adalah
sebuah kekuatan, informasi adalah sebuah kebebasan. Berkat informasi yang
vi
sedang terjadi, sehingga dengan kesadaran tersebut masyarakat memiliki kekuatan
untuk bertindak dan memutuskan bagaimana nasib mereka di masa depan.
Terlepas dari hal diatas, studi kali ini mengambil salah satu media di
Arab, yaitu Al-Jazeera yang berbasis di Doha – Qatar, terkait dengan revolusi
yang dilakukan oleh masyarakat Tunisia terhadap pemerintahan mereka, dengan
vii DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii
ABSTRAK ... Iv KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 10
1. Identifikasi Masalah ... 10
2. Pembatasan Masalah ... 11
3. Rumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Tinjauan Pustaka ... 13
F. Landasan Teori ... 17
G. Metode Penelitian ... 18
H. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II JARINGAN MEDIA AL-JAZEERA ... 21
A. Sekilas Tentang Al-Jazeera ... 22
B. Saluran dan Program Al-Jazeera ... 29
1. Al-Jazeera English Television/AJE TV ... 30
2. Situs Al-Jazeera Arab dan Inggris ... 38
a. Al-Jazeera.net berbahasa Arab ... 39
b. Al-Jazeera.com berbahasa Inggris ... 40
viii
BAB III ZINE EL ABIDIN BEN ALI DAN TUNISIA DI BAWAH
PEMERINTAHANNYA (1957-2011) ... 47
A. Latar Belakang Sejarah Tunisia ... 47
B. Tunisia di bawah Pemerintahan Zine El Abidin Ben Ali ... 55
BAB IV PERAN AL-JAZEERA DALAM PERISTIWA ARAB SPRING DI TUNISIA ... 67
A. Laporan Peristiwa Arab Spring di Tunisia akhir tahun 2010 sd 2012 oleh Al-Jazeera ... 67
B. Peran Media Al-Jazeera ... 80
C. Arab Spring = Revolusi Al-Jazeera? ... 91
BAB V PENUTUP ... 94
A. Kesimpulan ... 94
B. Saran ... 96
DAFTAR PUSTAKA ... 97
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, media mempunyai peranan yang sangat
penting. Dengan adanya media kita dapat saling berkomunikasi dengan mudah
antara satu dengan lainnya. Melalui beberapa bukunya, seorang ilmuwan Kanada
yang bernama McLuhan juga mengatakan bahwa media merupakan „wujud
perluasan‟ dari manusia, sama seperti mobil, pakaian, arloji, dan berbagai benda
lainnya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia1. Dengan adanya hubungan yang tak terpisahkan tersebut maka tak heran jika kemudian
media menjadi salah satu alat penunjang untuk memenuhi salah satu kebutuhan
manusia, yaitu kebutuhan akan informasi serta hiburan. Adapun jenis-jenis media
seperti koran atau surat kabar, dan majalah yang termasuk dalam media cetak
telah dibuat dan terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu sampai
munculnya media elektronik seperti radio, televisi, dan juga internet.
Selain sebagai sarana komunikasi, informasi dan hiburan, media juga
berfungsi sebagai sarana pendidikan, serta alat pembentuk opini atau pendapat di
kalangan masyarakat. Dari berbagai fungsi tersebut, media mampu membantu
proses pembentukan masyarakat yang lebih dewasa dan modern. Dalam cakupan
yang lebih luas, misalnya dalam sebuah pemerintahan di suatu negara, media
sering dimanfaatkan sebagai wahana untuk melancarkan kegiatan propaganda2.
1
William L.Rivers, dll, Mass Media and Modern Society, edisi kedua. Diterjemahkan oleh Haris Munandar(Jakarta: Kencana, 2003), h. 37
2
2
Media menjadi wahana yang efektif untuk melakukan propaganda karena
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi masyarakat atau massa. Fungsi media
lainnya dalam propaganda adalah dapat mempengaruhi hubungan sosial dalam
masyarakat. Melalui media, khalayak mempelajari apa apa yang terjadi dalam
masyarakat dan akan mempengaruhi opini yang berkembang dalam masyarakat,
sehingga tak heran jika hal tersebut terkadang dapat menimbulkan perubahan
dalam sebuah masyarakat3.
Lebih lanjut, untuk memenuhi kebutuhan informasi dengan cara yang
cepat dan mudah, media elektronik seperti televisi dan media online seperti
internet menjadi salah satu pilihan yang diminati oleh masyarakat. Berbeda
dengan media cetak seperti koran dan majalah yang membutuhkan waktu yang
lama sebelum akhirnya sampai kepada masyarakat, media elektronik dan
khususnya online dapat akses secara praktis dan dapat dijangkau dengan mudah.
Selain itu masyarakat juga dapat mengakses selama 24 jam tanpa henti
berita-berita hiburan ataupun informasi terkini secara cepat4. Terlebih di era teknologi yang serba canggih seperti saat ini, media online juga menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena seperti ini melahirkan istilah
yang sering disebut dengan Aktivitas online. Aktivitas online sendiri merupakan
kegiatan yang mengandalkan internet atau berbasiskan Internet, terutama dalam
melakukan gerakan-gerakan politik. Aktivitas tersebut juga bertujuan untuk
dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang banyak agar menganut suatu aliran paham, sikap, atau arah tindakan tertentu; biasanya disertai dengan janji yang muluk-muluk. (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005), h.898
3
Mohammad Shoelhi, Propaganda dalam Komunikasi Internasional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), h. 117-118
4
3
mendokumentasikan serta menyebarkan peristiwa-peristiwa tertentu ke berbagai
wilayah di dunia5.
Adapun baru-baru ini di akhir tahun 2010, di kawasan Timur Tengah6 telah terjadi sebuah fenomena yang menjadi topik hangat di seluruh dunia.
Fenomena tersebut erat kaitannya dengan adanya aktivitas online. Memanfaatkan
media online, masyarakat di negara Timur Tengah telah melakukan perubahan
menuntut pemerintahan yang lebih demokratis. Hal ini tidak heran karena di
kawasan tersebut seperti yang telah kita ketahui banyak negara yang masih
menganut sistem otoriter dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh raja.
Peristiwa menuntut perubahan demokrasi tersebut, secara teoritis
dibedakan dalam dua fase, yaitu fase pembebasan dari pemerintahan yang otoriter
dan pembentukan konstitusi yang demokratis7. Adapun fenomena perubahan terhadap demokratisasi yang diawali oleh gelombang protes pada beberapa negara
Arab Timur Tengah tersebut lebih dikenal dengan nama Arab Spring atau disebut
5
Mc Caughey M dan Ayers MD, Cyberactivism: Online Activism in Theory and Practice,
(London: Routledge), h.71
6 Istilah Timur Tengah sebenarnya merupakan nama yang relatif baru. Nama ini mulai diperkenalkan oleh para sarjana Eropa semisal Mohan yang mencoba mengidentifikasi suatu wilayah yang menghubungkan antara benua Eropa dengan Asia. Benua Eropa seringkali dirujukkan dengan istilah Barat sedangkan Asia sering diistilahkan dengan Timur. Karenanya untuk menyebut wilayah tersebut Mohan menyebutnya dengan Timur Tengah (Middle East Alfred Thayer Mahan dalam Encarta Encyclopedia 2004). Lebih lanjut Definisi / Istilah Timur Tengah sesungguhnya merupakan sesuatu yang sampai sekarang masih bersifat „debatable‟ dikalangan para sejarawan sendiri. Menurut Nikki R. Keddie dalam tulisannya yang berjudul Is There a
Middle East?,menjelaskan bahwa awalnya Istilah Timur Tengah adalah istilah geografi yang secara umum menggambarkan daerah yang membentang antara Maroko sampai Afghanistan, dan merupakan daerah awal taklukan kaum Mulimin ditambah daerah Anatolia/Turki. Istilah tersebut sendiri merupakan istilah yang diciptakan oleh kaum orientalis di abad ke-19 dan 20. Lebih lanjut pada perkembangannya secara historis daerah Timur Tengah ini merupakan daerah hasil taklukan 3 dinasti besar Islam, yaitu Umayyah, Abasiyyah dan Usmani. Sedangkan menurut Marshall G.S.
Hodgson sendiri dalam bukunya menyebut istilah Timur Tengah sebagai istilah “Negeri atau
daratan – daratan dari Nil ke Oksus”. Dikutip dari The Venture of Islam, Volume I, (Chicago Press Books, 1974), h.161
7Humphrey Wangke, “Masyarakat Sipil dan Transisi Demokrasi di Timur Tengah”, Info Singkat Hubungan Internasional, Vol. 1, No.3, 2014, h. 6. Tersedia di
4
juga sebagai Musim Semi Arab, dimana awal mula munculnya peristiwa tersebut
berasal dari Tunisia pada Desember 2010 sampai akhir 2011 sebelum akhirnya
merambat ke Negara-negara lainnya seperti Mesir, Libya, Yaman, Syiria, Bahrain,
dll (selanjutnya disebut dengan negara-negara MENA / Middle East and North
Africa)8. Selain istilah Arab Spring, gelombang protes tersebut banyak juga yang
menyebutnya dengan Al-Tsawrat al-Arabiyyah dalam bahasa Arab, Kebangkitan
Arab atau The Arab Uprising/Arab Awakening, dan Revolusi Melati/Jasmine
Revolution9.
Istilah The Arab Spring sendiri dari berbagai sumber tertulis yang penulis
temukan, banyak pendapat yang mengemukakan mengenai arti dari istilah
tersebut. Menurut Massad, Arab Spring merupakan istilah yang terinspirasi dari
The Spring of Nations, yaitu Revolusi Eropa yang terjadi pada tahun 1848, dimana
istilah Spring tersebut digunakan untuk menggambarkan perjuangan rezim liberal
yang menentang pemerintahan diktator untuk membentuk negara demokrasi10. Lebih lanjut, peneliti lain mengatakan bahwa istilah tersebut merupakan label
yang diberikan oleh para pengamat politik dan media massa. Adapun istilah
„perlawanan sipil‟ atau „aksi protes‟ yang terjadi secara besar-besaran kemudian
berevolusi menjadi istilah „aksi pro-demokrasi‟ yang kemudian berevolusi lagi
menjadi The Arab Spring11.
8
Cosima Ungaro dan Paul Vale, “The Huffington Post: Arab Spring Timeline: 17 December 2010 to 17 December 2011”dalam http://www.huffingtonpost..co.uk/2011/12/16/arab-spring-timeline-_n_1153909.html, akses 28 Maret 2015, 10:25
9 Apriadi Tamburaka, Revolusi Timur Tengah, (Yogyakarta:Narasi, 2011), h.9
10
Massed Joseph, “The Arab Spring and Other American Seasons” dalam
http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2012/08/201282972539153865.html, akses 24 Maret 2015, 10:14
11 Black, Bahrain‟s Arab Spring chapter is still being Written Two Years On, dalam
5
Kata „Spring‟ dalam bahasa Inggris berarti musim semi. Kata tersebut biasa digunakan di negara-negara yang mempunyai 4 musim, yang diawali oleh
musim panas (summer), musim gugur (fall/autumn), musim dingin (winter), dan
musim semi (spring). Setelah musim dingin, tanaman-tanaman mulai tumbuh dan
segar kembali. Sehingga sering disebut bahwa musim semi merupakan musim
yang penuh dengan harapan baru. Sehingga tidak heran jika istilah Spring tersebut
menyimbolkan aksi perlawanan yang terjadi di kawasan Arab sebagai sebuah
musim baru bagi perpolitikan di Negara-negara Arab, yang mana diharapkan akan
muncul harapan baru seiring dengan tumbuhnya harapan baru saat musim semi
tiba.
Peristiwa Arab Spring juga mempunyai beberapa julukan lain, yaitu the
Revolution of the „street‟ atau revolusi jalanan karena sebagian besar aksi protes
terjadi di jalan-jalan, dan the revolution of sabab al-feisbuk (the youth of
facebook) atau revolusi facebook muda12
. Besarnya peran media, baik itu seperti
facebook dan twitter, serta media seperti Al-Jazeera, telah menjadi elemen utama
dalam setiap revolusi yang terjadi. facebook dan twitter, begitupun juga dengan
Al-Jazeera telah menjadi alat komunikasi penting bagi demonstran dalam
menyampaikan pesan serta apa-apa yang akan dan telah mereka lakukan. Untuk
itu, istilah-istilah seperti Facebook Revolution, Twitter Revolution, atau
Al-Jazeera‟s Revolution, telah menjadi slogan terkenal pada masa-masa awal
terjadinya revolusi.
Terlepas dari hal di atas, peristiwa revolusi yang terjadi di Tunisia disebut
juga sebagai revolusi melati. Melati sebagai simbol revolusi, disematkan pada
12
Armando Salvatore, Before (and After) the „Arab Spring‟: from Connectedness to
6
peristiwa yang terjadi di Tunisia sebagai suatu refleksi nasionalisme masyarakat
Tunisia. Spesies dari bunga melati itu sendiri mulai masuk ke Tunisia pada abad
ke-18, yang dibawa untuk pertama kalinya dari Andalusia (Spanyol) menuju
Tunisia dan kemudian berkembang. Sejak saat itu bunga melati dianggap sebagai
bunga nasional Tunisia. Tempat terjadinya peristiwa revolusi di Tunisia pada
tahun 2011 sendiri berawal dari sebuah kota kecil yang juga mempunyai nilai
sejarah tersendiri bagi masyarakat Tunisia, yaitu kota Sidi Bouzid. Sidi Bouzid
berasal dari kata Bou Said, yang mana Bou merupakan panggilan hormat yang
disematkan terhadap orang yang dituakan. Bou Said yang dikenal sebagai seorang
wali yang dihormati, dulunya hidup di tempat yang sekarang dikenal sebagai kota
Sidi Bouzid tersebut. Sampai sekarang, masyarakat Tunisia masih banyak yang
mengunjungi makam Bou Said di Sidi Bouzid yang merupakan tujuan wisata
ziarah di Tunisia. Selain sebagai tempat yang pernah ditinggali seorang wali
sekaligus tempat bermulanya revolusi, Sidi Bouzid juga merupakan tempat asal
Muhammad Bouazizi (lahir 29 Maret 1984, wafat 4 Januari 2011) yang dianggap
sebagai martir / syuhada dalam peristiwa revolusi tersebut. Sehingga nilai sejarah
dari Sidi Bouzid telah memberi warna tersendiri pada revolusi melati di Tunisia
tahun 201113.
Adapun maksud dari Revolusi Melati disini adalah sebuah aksi protes
besar-besaran masyarakat kepada pemerintah Tunisia yang bermula sejak
peristiwa pembakaran diri Muhammad Bouazizi di sebuah kota kecil Sidi Bouzid,
yang kemudian mampu menyebar ke kota-kota di seluruh Tunisia. Aksi protes
13
7
sosial tersebut akhirnya mampu menggulingkan kekuasaan Ben Ali sebagai
presiden dan membuatnya angkat kaki dari Tunisia, negara yang telah
dipimpinnya selama kurang lebih 23 tahun lamanya. Melihat keberhasilan aksi
revolusi yang terjadi di Tunisia tersebut, banyak masyarakat dari negara-negara
Arab yang akhirnya melakukan aksi serupa. Peristiwa tergulingnya kekuasaan
para pemimpin secara paksa yang terjadi di beberapa negara seperti MENA
tersebut kemudian dikenal sebagai peristiwa Arab Spring atau the Arab
Awakening. Sehingga dapat dikatakan baik itu Revolusi Melati, ataupun Arab
Spring telah menjadi peristiwa yang mempunyai makna tersendiri bagi
masyarakat Tunisia.
Awal munculnya gelombang Arab Spring itu sendiri berawal dari aksi
bakar diri salah seorang penjual buah di Tunisia yang bernama Mohammad
Bouazizi (selanjutnya disingkat dengan Bouazizi) kepada pemerintah pada tanggal
17 Desember 2010 di kota Sidi Bauzizi. Aksi protes tersebut dilakukan karena Ia
merasa marah dan dizholimi oleh seorang polisi wanita yang telah menyita
gerobak serta buah dagangannya dengan alasan tak ada izin berdagang14. Aksi tersebut sontak dengan cepat menyebar ke seluruh negeri melalui berbagai media.
Gelombang protes mulai dilakukan oleh berbagai masyarakat di Tunisia kepada
pemerintah. Informasi tersebut bahkan sampai menyebar ke berbagai Negara di
Timur Tengah yang pada akhirnya membuat masyarakat untuk melakukan aksi
protes menuntut perubahan di negaranya masing-masing.
Menurut situs the guardian, faktor penyebab terjadinya Arab Spring jauh
telah ada sebelum peristiwa bakar diri Bouazizi. Memasuki abad ke-21 banyak
14
Al-Jazeera, “Man Sets Himself Ablaze in Tunisia” dalam
8
negara MENA yang mengalami krisis air akut, dimana persedian air tidak
sebanding dengan pertumbuhan masyarakat yang semakin meningkat.
Kebanyakan negara MENA yang kaya akan minyak, mengandalkan proses
desalinasi (proses yang menghilangkan kadar garam berlebih dalam air untuk
mendapatkan air yang dikonsumsi binatang, tanaman, dan manusia) untuk
mendapatkan pasokan air bersih. Akibatnya air menjadi sesuatu yang mahal untuk
diperoleh. Ketika harga minyak dan makanan semakin mahal, masyarakat menjadi
semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga kemiskinan,
kelaparan, pengangguran, serta penindasan untuk saling bertahan hidup menjadi
dampak yang tidak terelakkan. Kondisi tersebut kemudian menjadi salah satu
faktor pemicu adanya Arab Spring di negara-negara MENA15.
Menurut Primoz Manfreda sendiri, salah seorang ahli masalah Timur
Tengah, mengatakan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan
munculnya peristiwa Arab Spring adalah adanya internet, dalam hal ini adalah
media sosial seperti twitter dan facebook16. Melalui media sosial tersebut, masyarakat mampu berkomunikasi dengan lainnya dan mampu menggerakkan
masyarakat untuk melakukan perubahan dan aksi kepada pemerintah. Namun
kenyataannya tidak hanya twitter dan facebook, media massa lainnya seperti
koran, radio dan juga televisi juga berperan dalam memberikan informasi
mengenai perkembangan terbaru seputar aksi protes tersebut.
15
Damian Carrington, “The Middle East is running dry –and into the perfect storm?”,
(19 Mei 2011), dalam http://www.theguardian.com/environment/damian-carrington-blog/2011/may/19/water-climate-change, akses 23 Oktober 2015, 11:21
16
9
Adalah Al-Jazeera, sebuah media massa yang berbasis di Doha – Qatar,
merupakan salah satu media massa internasional pertama yang memberikan
liputan mengenai peristiwa protes yang terjadi di Tunisia tersebut. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam mendapatkan informasi aktual secara
cepat dan mudah, media adalah pilihan yang efektif. Selama 24 jam Al-Jazeera
telah menyiarkan berita kepada masyarakat mengenai perkembangan terbaru
seputar terjadinya protes. Baik itu melalui stasiun televisinya, maupun melalui
situs website Al-Jazeera. Hal tersebut tentu menjadikan Al-Jazeera sebagai
alternatif pilihan bagi masyarakat untuk dapat memperoleh informasi tersebut,
khususnya bagi masyarakat yang tidak mempunyai akun twitter ataupun facebook.
Adanya peristiwa black out atau pemutusan internet oleh pemerintah yang terjadi
selama beberapa hari setelah aksi protes terjadi juga turut menjadi faktor utama
dipilihnya Al-Jazeera oleh masyarakat dalam memperoleh berita secara cepat dan
mudah.
Berdasarkan pemaparan tersebut, tulisan ini sendiri akan membahas
bagaimana terjadinya peristiwa Arab Spring di Tunisia pada bulan Desember
2010 sampai Januari 2011 lalu sebagai sebuah peristiwa sejarah, serta peran media
dalam melakukan perubahan masyarakat di Tunisia, dimana peran media yang
akan dibahas serta ditekankan dalam tulisan ini adalah satelit televisi Al-Jazeera,
dan situs Al-Jazeera.com yang merupakan situs resmi Al-Jazeera Media Network
sebagai penguat informasi yang ada.
Lebih lanjut alasan penulis memilik topik ini karena seperti yang telah
penulis temukan dalam berbagai buku ataupun artikel yang membahas tentang
10
lebih banyak ditekankan sebagai faktor utama dalam terjadinya peristiwa tersebut.
Namun kenyataannya kehadiran media seperti Al-Jazeera juga turut memberi
andil dalam peristiwa Arab Spring melalui berita-berita yang disampaikannya.
Melalui beritanya tersebut Al-Jazeera secara tidak langsung telah mendorong
masyarakat Tunisia untuk ikut berpartisipasi dan berperan aktif turun ke
jalan-jalan untuk melakukan aksi protes. Sehingga dari uraian tersebut penulis memiliki
ketertarikan untuk membahas lebih lanjut tentang seberapa penting peran media
Al-Jazeera dalam peristiwa Arab Spring yang terjadi di Tunisia tahun 2010-2011.
B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang pemikiran di atas, peneliti menemukan bahwa tidak
hanya media sosial seperti twitter atau facebook, media lainnya seperti televisi
Al-Jazeera dan media online seperti situs Al-Al-Jazeera.com juga mempunyai perannya
tersendiri dalam melakukan transformasi politik pada peristiwa Arab Spring di
Tunisia. Adanya transformasi politik tersebut tidak lepas dari peran media
Al-Jazeera yang mampu menggerakkan masyarakat untuk bersama-sama melakukan
perubahan. Banyaknya pemirsa yang dimiliki Al-Jazeera (khususnya dari
kalangan remaja hingga dewasa umur 15-29 tahun17) telah menjadikan informasi yang disampaikan Al-Jazeera dapat menyebar secara luas. Selain itu, adanya
dukungan dari berbagai kalangan dan profesi termasuk serikat buruh; konfederasi
industri, kerajinan dan perdagangan; pengacara; serta kelompok hak asasi, yang
masing-masing diwakili oleh Houcine Abbasi, Ouided Bouchamaoui, Mohammed
17
Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant
Terrible Goes Global, (Singapore: INSEAD, 2010), h. 12. Tersedia di
11
Fadhel Mahfoudh, dan Abdessattar Ben Moussa, telah berhasil mensukseskan
transisi demokrasi di Tunisia secara damai. Bahkan keempat orang tersebut
sampai sekarang masih aktif dalam perpolitikan di Tunisia dan baru-baru ini
berhasil menerima nobel perdamaian atas kontribusi dan kiprah mereka18.
Terlepas dari hal tersebut, Al-Jazeera yang selama 24 jam terus
menayangkan berita terkait Arab Spring di Tunisia secara aktual telah
mempengaruhi serta mendorong masyarakat yang menontonnya untuk ikut
berpartisipasi dalam aksi tersebut. Melalui sumber-sumber yang diperoleh dari
media sosial seperti facebook dan twitter berupa video-video, Al-Jazeera kembali
menyampaikan kepada masyarakat tentang apa yang sedang terjadi, dan membuat
berita yang ada menjadi lebih nyata dengan video-video yang langsung diambil
dari tempat kejadian. Hal tersebut kemudian mampu membangkitkan rasa simpati
dan solidaritas masyarakat yang melihatnya untuk ikut berkontribusi dalam
peristiwa Arab Spring di Tunisia. Sehingga dari uraian di atas timbul beberapa
permasalahan yang dapat diidentifikasikan, antara lain peran Al-Jazeera dalam
transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring 2010-2011.
2. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan tema penelitian yang dipilih, penulis merasa perlu untuk
memberikan batasan kajian dan merumuskan terlebih dahulu masalah yang akan
dibahas agar arah, tujuan dan sasaran yang akan disampaikan penulis menjadi
lebih jelas dan terarah. Dengan demikian penelitian ini difokuskan pada peristiwa
Arab Spring yang terjadi di Tunisia, mulai terjadinya gelombang protes pada
bulan Desember 2010, sampai bulan Januari 2011 setelah Ben Ali dilengserkan
18
12
dari kursi kepemimpinannya. Penulis juga akan membahas tentang kondisi
Tunisia pasca revolusi arab spring sampai awal tahun 2012. Adapun objek pada
studi ini mencakup pembahasan mengenai proses terjadinya peristiwa Arab
Spring di Tunisia serta peran televisi Al-Jazeera dan situs Al-Jazeera.com dalam
peristiwa tersebut.
3. Rumusan Masalah
Masalah pokok dalam studi ini adalah bagaimana peran Al-Jazeera dalam
transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring tahun 2010-2011?
Adapun sub masalahnya sebagai berikut:
1. Apa fungsi serta pengaruh Al-Jazeera sebagai salah satu media massa di
Timur Tengah?
2. Bagaimana kondisi Tunisia sebelum terjadinya peristiwa Arab Spring
2010-2011?
3. Bagaimana peran Al-Jazeera pada peristiwa Arab Spring di Tunisia
tahun 2010-2011?
C. Tujuan Penelitian
Dengan sejumlah permasalahn di atas, maka tujuan studi ini ingin
menjelaskan seberapa penting peran Al-Jazeera dalam perubahan masyarakat pada
peristiwa Arab Spring di Tunisia. Adapun tujuan secara spesifik dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui fungsi serta pengaruh Al-Jazeera sebagai salah satu
13
2. Untuk mengetahui kondisi Tunisia sebelum terjadinya peristiwa Arab
Spring tahun 2010-2011
3. Untuk mengetahui peran media Al-Jazeera pada peristiwa Arab Spring
di Tunisia tahun 2010-2011
D. Manfaat Penelitian
Studi ini pun diharapkan memiliki manfaat untuk:
1. Secara edukatif dapat menambah wawasan para pembaca, khususnya
wawasan kesejarahan, terkait media Al-Jazeera dan peristiwa Arab Spring
di Tunisia
2. Secara inspiratif dapat menjadi bahan studi dan referensi bagi mahasiswa
atau masyarakat yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai media
Al-Jazeera atau peristiwa Arab Spring di Tunisia.
E. Tinjauan Pustaka
Studi yang berkaitan dengan media Al-Jazeera dan peristiwa Arab Spring
sudah banyak dilakukan, beberapa diantaranya yang dijadikan tinjauan pustaka
ialah;
Skripsi karya Subkhan dalam repository Universitas Indonesia yang
berjudul Revolusi Melati di Tunisia Januari 2011. Meskipun sama-sama
membahas mengenai peristiwa Arab Spring atau yang disebut juga Revolusi
Melati, fokus kajian dalam tulisan ini berbeda dengan penelitian tersebut. Jika
tulisan milik Subkhan lebih fokus kepada peran situs jejaring sosial facebook
dalam peristiwa tersebut, dalam tulisan ini lebih fokus terhadap peran Al-Jazeera
14
Penulis juga menemukan tulisan lain berbentuk thesis yang berjudul
Al-Jazeera‟s Democratizing Role and the Rise of Arab Public Sphere karya
Ezzeddine Abdelmoula. Secara garis besar thesis tersebut menjelaskan tentang
peran Al-Jazeera dalam proses demokrasi serta dampak politiknya di kawasan
Arab. Dalam salah satu bab pada thesis tersebut, yaitu di Bab 8 terdapat
pembahasan mengenai pemberitaan melalui media televisi tentang peristiwa Arab
Spring di kawasan Arab yang dilakukan oleh Al-Jazeera. Sedangkan kajian studi
ini lebih fokus ke peran serta pemberitaan Al-Jazeera terhadap peristiwa Arab
Spring di Tunisia, bukan di kawasan Arab secara umum.
Untuk masalah sumber yang berupa buku, penulis sedikit kesulitan dalam
menemukan sumber buku yang membahas secara detail mengenai peristiwa
tersebut dikarenakan peristiwa Arab Spring di Tunisia masih tergolong peristiwa
kontemporer. Penulis sendiri banyak menemukan tulisan-tulisan berupa jurnal dan
artikel, ataupun buku-buku yang berisi kumpulan dari artikel ataupun jurnal yang
membahas mengenai peristiwa Arab Spring. Adapun Toby Manhire dengan
karyanya yang berjudul The Arab Spring: Rebellion, revolution and a new world
order (2013) merupakan salah satu karya dari sederet karya yang membahas
tentang Arab Spring. Buku ini merupakan kumpulan tulisan para penulis dari situs
Guardian yang berbasis di London, Cairo, dan New York. Secara umum peristiwa
Arab Spring di berbagai Negara seperti di Tunisia, Mesir, Libya, Suriah, serta
negara lainnya di Timur Tengah diceritakan dalam buku ini. Lebih lanjut dalam
buku ini juga terdapat tulisan mengenai Al-Jazeera yang disebutkan sebagai
15
Foreign Affairs Journal (USA) juga menertbitkan sebuah karya yang
berisi kumpulan artikel terkait dengan kondisi wilayah Timur Tengah saat
peristiwa Arab Spring terjadi. Karya tersebut diberi judul The New Arab Revolt:
What Happened, What It Means and What Comes Next (2011). Dalam karya
tersebut, penulis mengambil beberapa artikel yang berkaitan dengan pembahasan
penulis, seperti Morning in Tunisia: The Frustations of the Arab World Boil Over
oleh Michele Penner Angrist, Demystifying the Arab Spring: Parsing the
Differences Between Tunisia, Egypt, and Libya oleh Lisa Anderson,
Understanding the Revolutions of 2011: Weakness and Resilience in Middle
Eastern Autocracies oleh Jack A. Goldstone, yang mana ketiga artikel tersebut
sama-sama membahas masalah aksi protes di Tunisia khususnya, dan di kawasan
Timur Tengah itu sendiri secara umum.
Muhammad Zayani dalam bukunya yang berjudul The Al-Jazeera
Phenomenon: Critical Perspectives on New Arab Media (2005) berisi tentang
kumpulan artikel serta jurnal-jurnal yang ditulis oleh para pakar Timur Tengah
seputar Al-Jazeera sebagai sebuah media baru yang ada di dunia Arab. Dalam
buku ini kebanyakan artikel membahas tentang latar belakang serta sejarah
munculnya Al-Jazeera, peran dan posisi Al-Jazeera dalam setiap peristiwa yang
terjadi di kawasan Arab, serta dampak kemunculan Al-Jazeera di wilayah Arab.
Penulis sendiri mengambil beberapa artikel yang berhubungan dengan penelitian
ini, antara lain The Politics of Al-Jazeera or the Diplomacy of Doha oleh Olivier
Da Lage, Influence without Power: Al-Jazeera and the Arab Public Sphere oleh
16
Media oleh Gloria Awad, dimana semua artikel tersebut terangkum dalam satu
bab yang berjudul Al-Jazeera, Regional Politics and the Public Sphere.
Selain buku dan karya tulis lainnya, penulis juga menggunakan rujukan
jurnal-jurnal sebagai sumber utama yang penulis ambil dari situs berita
Al-Jazeera.com. Dalam situs-situs tersebut, tidak hanya menyediakan berita-berita
serta video footage seputar peristiwa Arab Spring secara langsung, namun juga
terdapat banyak tulisan serta hasil wawancara yang dilakukan oleh para jurnalis
kepada tokoh-tokoh yang bersangkutan dalam peristiwa Arab Spring tersebut.
Selain melalui situs Al-Jazeera, penulis juga menggunakan rujukan situs-situs lain
seperti The Guardian, BBC serta CNN dalam pengambilan sumber-sumber yang
terkait dengan penulisan ini.
Penulis juga memakai rujukan dari situs YouTube.com milik Al-Jazeera
English sebagai sumber utama yang tak kalah penting, dimana di situs tersebut
telah memuat program-program unggulan dari saluran TV Al-Jazeera. Adapun
beberapa program yang dijadikan rujukan penulis antara lain Inside Story: Are
Politicians Hijacking the Tunisian Revolution?, The Café: Tunisia – The Arab
Spring‟s Success Story, Empire: Tunisia – A Revolutionary Model, serta program
Talk to Al-Jazeera, episode Moncef Marzouki tentang the Price of Revolution dan
Tunisia at the Crossroads.
Kesimpulan dari pemaparan di atas yang penulis lakukan dalam buku
ataupun jurnal-jurnal lainnya tidak penulis temukan pembahasan atau penjelasan
secara spesifik mengenai peran Al-Jazeera dalam peristiwa Arab Spring yang
17 F. Landasan Teori
Studi ini menggunakan teori Jarum Suntik atau Hypodermic Needle
Theory yang menyebutkan bahwa media massa memiliki kemampuan penuh
dalam mempengaruhi seseorang. Media massa dianggap lebih pintar dan lebih
segalanya dibanding dengan audiens, sehingga mempunyai pengaruh yang kuat
dalam pesan-pesan atau berita yang disampaikannya19. Dengan kata lain media massa mempunyai peran penting dalam mempengaruhi atau mengubah cara
berpikir, bertindak, dan berperilaku manusia.
Adapun dinamakan teori jarum suntik karena media dianggap seperti
jarum suntik yang langsung “menyuntikkan” pesan dan berita yang dibawanya
kepada para audiensnya. Selain itu teori ini juga disebut sebagai teori peluru atau
bullet theory karena apa yang disampaikan oleh media langsung sampai terhadap
audiens yang dianggap pasif dalam menerima berondongan pesan dan berita dari
media tersebut20.
Jadi dari uraian dimuka, penulis menggunakan teori tersebut untuk
mengetahui seberapa penting peran media massa, dalam hal ini adalah media
massa Al-Jazeera dalam tranformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring
2010-2011.
19
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa. (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2007), h. 65 20
18 G. Metode Penelitian
Skripsi ini menggunakan pendekatan media studies, dan metode historis.
Metode ini sendiri merupakan seperangkat aturan dan tata cara untuk
mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan
mengajukannya secara sistematis hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan21. Sebagaimana tujuan dari penelitian ini sendiri yaitu untuk mencapai penulisan
sejarah, oleh karena itu upaya merekonstruksi masa lampau dari obyek yang
diteliti ditempuh melalui metode sejarah dan menggunakan penelitian deskriptif
analisis, yaitu mencoba untuk menjelaskan peran Al-Jazeera terhadap peristiwa
Arab Spring di Tunisia.
Adapun Deddy Mulyana menyatakan bahwa media massa secara pasti
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pikiran dan tindakan khalayak
tentang dampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi, sikap dan perilaku
masyarakat22. Sehingga dalam studi ini penulis berusaha melihat masalah yang ada melalui pendekatan media untuk mengetahui seberapa penting peran media
Al-Jazeera dalam mempengaruhi masyarakat Tunisia.
Adapun tahap-tahap penulisan ini terdiri atas empat tahapan, yaitu:
1. Heuristik atau teknik mencari, yaitu mengumpulkan data atau sumber
(dokumen)23. Dalam hal ini, penulis mengumpulkan data-data sebagai bahan penulisan dan melakukan kepustakaan (Library Research) dengan merujuk
kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema dalam skripsi ini.
Penulis mencari sumber-sumber tersebut dari beberapa perpustakaan seperti
21
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Yogyakarta; Ar Ruzz Media), h.43-44
22
Deddy Mulyana, Nuansa – nuansa Komunikasi: Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h.121
19
Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan Utama Universitas Indonesia,
serta Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selain itu, penulis juga
mengunjungi repository atau situs-situs perpustakaan kampus di Indonesia
seperti lontar.ui.ac.id, tulis.uinjkt.ac.id, lib.uin-suka.ac.id, library.usu.ac.id dan
repository kampus dari luar negeri seperti journals.cambridge.org, ijoc.org,
jis.oxfordjournals.org, dll. Tak lupa pula situs berbayar yang dilanggan UIN
Jakarta seperti Jstor juga penulis kunjungi untuk mendapatkan sumber-sumber
berupa jurnal, e-book, dll. Selain itu, penulis juga mengambil sumber-sumber
melalui situs berita seperti Al-Jazeera.com, guardian.com, bbc.co.uk, serta
cnn.com. Adapun hasil dari proses ini penulis telah mengumpulkan sumber
sebanyak 28 buku, 36 artikel dari situs internet, dan 25 sumber yang terdiri dari
skripsi, thesis, koran, dan jurnal.
2. Tahap selanjutnya penulis melakukan kritik dan uji (verifikasi) terhadap
sumber-sumber yang telah terkumpul, baik dengan kritik internal maupun
eksternal dengan maksud untuk mengidentifikasi keabsahan sumber yang
dipakai.
3. Tahap interpretasi, yaitu pada tahap ini penulis mengkritik dan menganalisis
berbagai sumber yang telah didapat. Adapun berbagai sumber tersebut
biasanya masih memiliki perbedaan dalam hal isi, untuk itu dalam tahap
interpretasi ini penulis akan menguraikan sebab akibat peristiwa yang terjadi,
menafsirkan serta menganalisanya.
4. Tahapan terakhir adalah historiografi. Pada tahap ini penulis memaparkan dan
20
disajikan sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta24.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi ke dalam lima bab
penulisan. Berikut dituliskan secara singkat bab I sampai bab V beserta
sub-babnya masing-masing.
Bab I, Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang masalah, permasalahan (identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan
masalah), tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II, menjelaskan mengenai Jazera, meliputi sejarah munculnya Al-Jazeera, saluran dan program-program Al-Al-Jazeera, serta pengaruh yang dibawa
oleh Al-Jazeera.
Bab III, deskripsi Tunisia sebelum terjadinya Arab Spring (keadaan sosial, ekonomi, serta politik pemerintahan), dalam bab ini mencakup pembahasan
mengenai Tunisia berada di bawah pemerintahan Ben Ali.
Bab IV, Al-Jazeera dan Arab Spring di Tunisia, meliputi laporan Al-Jazeera terhadap peristiwa Arab Spring di Tunisia, peran Al-Jazeera dalam
perubahan masyarakat Tunisia, serta pembahasan mengenai revolusi Al-Jazeera.
Bab V, penutup yang berisi kesimpulan, saran serta rekomendasi penulis mengenai penelitian ini.
24
21 BAB II
JARINGAN MEDIA AL-JAZEERA
Dalam tulisannya yang berjudul The Rise of Al-Jazeera, Nicholas Eliades
mengatakan bahwa kemunculan Al-Jazeera merupakan salah satu fenomena
media yang paling kontroversial dalam kurun waktu dekade terakhir. Terkait
dengan plus minusnya, efek yang dibawanya tidak terelakkan lagi. Al-Jazeera
telah melakukan apa yang sebelumnya belum mampu dilakukan oleh media lain,
yaitu membawa semua Arab bersatu, di bawah satu payung, bersama-sama
mengemukakan pikiran mereka25. Sejarah media di dunia Arab sendiri pada dekade-dekade sebelumnya cukup tertinggal jika dibanding dengan dunia Barat.
Adanya media di Arab cenderung selalu di bawah kontrol negara yang
menaunginya, dan harus melewati sensor yang cukup ketat sebelum akhirnya
sampai kepada masyarakat Arab. Akibatnya berita-berita yang tersaji tidak jarang
kurang akurat karena telah mendapat campur tangan dari pemerintah.
Pembatasan serta sensor juga berlaku terhadap berita yang datang dari
media luar Arab. Hal ini tentu mengakibatkan kurang leluasanya masyarakat Arab
dalam mengakses dan memperoleh informasi tentang dunia di dalam dan luar
Arab, dan begitu pun sebaliknya. Selain itu ketatnya kontrol pemerintah terhadap
media Arab mengakibatkan kurang dihargainya profesi seorang jurnalis oleh
masyarakat. Masyarakat menganggap kebanyakan jurnalis hanyalah boneka milik
para diktator yang berada dalam skenario politik mereka.
25
22
Kemunculan Al-Jazeera tentunya seperti angin segar yang akhirnya
muncul dalam kering dan terbatasnya informasi di dunia Arab. Dengan membawa
slogan “Bebas dari belenggu sensor dan kontrol pemerintahan” atau Free from the
Shackles of Cencorship and Government Control26, Al-Jazeera secara independen
berusaha untuk keluar dari stereotip media Arab yang sangat tunduk oleh
pemerintahan. Al-Jazeera pun menawarkan kepada masyarakat Arab ruang untuk
bebas berpikir, berdebat serta tentunya media penyalur informasi yang lebih luas.
Sehingga dengan perspektif baru inilah tentu menjadikan Al-Jazeera berbeda
dengan media lainnya.
A. Sekilas tentang Al-Jazeera
Al-Jazeera adalah salah satu stasiun televisi berbahasa Arab dan Inggris
yang berbasis di Doha, Qatar. Kata Al-Jazeera sendiri dalam bahasa Arab
bermakna Semenanjung (Jazirah) atau pulau. Munculnya Al-Jazeera ini berawal
dari gagasan seorang Putra Mahkota Qatar – Syekh Hamad bin Khalifa Al-Thani
(lahir 1 Januari 1952) ketika Ia baru saja menduduki posisi Emir setelah
menggantikan ayahnya pada tahun 199527. Dengan modal awal sebesar $137 juta yang sepenuhnya dari Emir Qatar, Al-Jazeera pun memulai siaran pertamanya
26
Kelly Kinner, Al-Jazeera.net and BBC.CO.UK: Media Framing of the Darfur
Humanitarian Crisis, (University of Colorado at Boulder, 2005), h.15 27
Setelah menduduki posisi Qatar, Ia langsung berinisiatif untuk mereformasi media Negara dan pemerintahan. Sehingga dengan dimunculkannya media Emirat sebagai sarana publisitas yang baik, diharapkan akan banyak membantu mencapai keinginannya tersebut (Pierre Tristam, “Revolutionizing Middle Eastern Media and Perception – Profile: Al Jazeera” dalam
http://middleeast.about.com/od/mediacultureandthearts/a/meme0080313.html, akses 1 Juni 2015, 09:11). Lebih lanjut Keinginan Syekh Hamad tersebut tidak lain dipengaruhi oleh ketertarikannya akan mudahnya memperoleh informasi secara bebas ketika Ia belajar di U.K dan lulus dari Akademi Elit Militer di Sandhurst pada tahun 1971. Syekh Hamad pun lalu mengenalkan serta menerapkan ide demokrasi dan kebebasan informasi saat masa pemerintahannya (Kelly Kinner,
23
pada akhir 1996. Sebelumnya pada tahun yang sama di bulan April, BBC World28 berbahasa Arab yang juga berbasis di Doha-Qatar harus menutup operasinya
karena mengalami masalah dengan Arab Saudi terkait penolakan sensor29. Akibatnya 250 wartawan ahli BBC menjadi pengangguran. Melihat hal tersebut
Emir Qatar pun merekrut 120 orang wartawan dari mereka untuk bekerja di
Al-Jazeera, dan akhirnya pada tanggal 1 November 1996 Al-Jazeera untuk pertama
kalinya resmi mengudara30.
Adapun sumber lain menjelaskan bahwa dengan dana sebesar $150 juta
milik Emir, diharapkan setelah 5 tahun Al-Jazeera dapat berdiri sendiri pada tahun
2001. Namun ketika hal tersebut belum bisa tercapai, Emir Qatar tetap
melanjutkan subsidinya. Dilihat dari kemampuan Emir Qatar dalam memback-up
Al-Jazeera, dapat dikatakan bahwa Al-Jazeera secara finansial dan politikal
dikuasai oleh Emir, atau bisa juga dikatakan milik pemerintah. Namun
kenyataannya, Al-Jazeera sama sekali bebas dari kontrol pemerintah. Emir Qatar
justru menghapus sensor media dengan cara membubarkan Menteri Informasi,
28
Singkatan dari The British Broadcaster yang pertama kali diluncurkan pada tahun 1931 di Inggris. Konflik antara BBC dengan Arab Saudi saat itu terkait dengan penarikan dukungan financialnya dikarenakan terjadi argumen mengenai penolakan BBC untuk mensensor siaran dokumenter tentang eksekusi di Arab Saudi.
29
Adapun ketatnya kontol atas suatu media oleh pemerintah pada tahun-tahun 1990an tersebut tidak hanya terjadi di Saudi Arabia atau di negara-negara Arab lainnya. Di Indonesia sendiri media juga tak kalah mendapat kontrol yang cukup ketat. Memasuki orde baru di bawah pemerintahan Soeharto, banyak media yang berupa surat kabar atau majalah yang dibredel dan dilarang terbit karena dianggap terlalu ikut campur dengan permasalahan pemerintah. Akibatnya surat kabar dan majalah besar seperti Tempo, Detik, Sinar Harapan terpaksa harus berhenti beredar karena telah dicabut SIUP / Surat Izin Usaha Penerbitannya oleh Kementrian Penerangan yang saat itu dipimpin oleh Harmoko
( http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/surat-kabar-di-indonesia_550061a2813311a219fa776 dan
http://www.tempo.co.id/read/news/2015/06/21/078676972/21-tahun-pembredelan-tempo-pemberangusan-kebebasan-pers, akses 20 Desember 2015, 06:38)
30“Al-Jazeera Satellite Channel – Company Profile, Information, Business Description, History, Background Information on Al-Jazeera Satellite Channel” dalam
24
sehingga Al-Jazeera menikmati kebebasan dalam hal pengeditan yang belum
pernah terjadi sebelumnya31. Hal tersebut juga berbanding terbalik jika dilihat dari Negara Qatar dan kebanyakan Negara Arab yang bersifat otokrasi, Al-Jazeera
dapat menikmati pengalaman media yang bebas dibanding dengan media lainnya
di dunia Arab. Keuntungan yang dimiliki Al-Jazeera tersebut tentu menjadi salah
satu fakor pendukung tingginya popularitas Al-Jazeera di kalangan pemirsa Arab.
Setelah berhasil mengudara, secara bebas Al-Jazeera banyak mengkritik
pemerintahan resmi di wilayah Arab, termasuk wilayah yang mensponsorinya
yaitu Qatar. Tak jarang Al-Jazeera berselisih dengan pemerintahan di suatu
wilayah, yang sempat berhasil membuat dunia Arab kebingungan. Sifat
Al-Jazeera yang independen serta bebas dalam mengemukakan pemikirannya ini
sedikit banyak dipengaruhi oleh BBC. Adanya perekrutan sebagian besar mantan
staff BBC oleh Al-Jazeera secara tidak langsung membuat Al-Jazeera mewarisi
sifat BBC, yaitu “Editorial spirit, freedom and style” atau jiwa semangat yang
bebas dalam pengeditan. Terlepas dari tekanan-tekanan politik yang didapat, serta
penghasilan dari pajak iklan yang juga dirasa kurang mencukupi, Al-Jazeera terus
berkembang dan fokus menjalankan tugasnya dalam peliputan berita, dimana
kebanyakan sumber berita menggunakan sumber-sumber lokal32.
Dalam perkembangannya Al-Jazeera mulai mendirikan markas-markas di
beberapa kota di Arab, termasuk juga di Israel. Hal tersebut sangat membantu
Al-Jazeera dalam memperoleh berita-berita eklusif secara langsung, dimana hal
31
Joseph Oliver Boyd-Barret and Shuang Xie, “Al-Jazeera, Phoenix Satellite Television and the Return of the State: Case studies in market liberalization, public sphre and media
imperialism”, International Journal of Communication, (2008), h. 211. Tersedia di
http://ijoc.org/index.php/ijoc/article/viewFile/200/134, akses 28 Maret 2015, 11:33
32
Philip Fiske de Gouveia, An African Al-Jazeera? Mass Media and the African
25
tersebut merupakan kelebihan tersendiri dibanding dengan media lain seperti
CNN (Cable News Network). Al-Jazeera akhirnya dapat mengakses berita-berita
panas terkait apa yang terjadi di Irak saat itu, tentang usaha Saddam Husein dalam
melawan raja-raja Arab, atau tentang Taliban yang berhasil menghancurkan
patung-patung Budha di Bamiyan, Afghanistan. Al-Jazeera bahkan berhasil meliput berita tentang pemilihan yang terjadi di Israel serta wawancaranya dengan
penguasa setempat33.
Hal tersebut tentu memberikan informasi baru tentang Israel terlepas dari
fokus masyarakat terhadap konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina. Pada
tahun 2000, Al-Jazeera berhasil meliput Intifada yang terjadi di Palestina. Liputan
tersebut banyak menarik perhatian masyarakat karena dalam berita ditampilkan
video seorang anak umur 12 tahun yang meninggal dalam pelukan ayahnya
dengan diiringi musik Palestina “Jerussalem will return to us”34.
Kejadian tersebut tentu berhasil melambungkan nama Al-Jazeera.
Masyarakat Arab akhirnya merasa mendapatkan berita yang disampaikan melalui
sudut pandang Arab, bukan dari sudut pandang Barat melalui medianya. Dari
Arab, oleh Arab. Al-Jazeera menjadi wakil masyarakat Arab dalam membuka
wawasan tentang apa yang sebenarnya terjadi di dunia Arab kepada masyarakat
luar, khususnya kepada dunia Barat35. Mengingat sebelumnya berita-berita yang
33
Megan E Zingarelli, The CNN Effect and The Al-Jazeera Effect in Global Politics and
Society. Thesis. Georgetown University, Washington D.C, 2010. h. 32
34
William Rugh, Arab Mass Media: Newspaper, Radio, and Television in Arab Politics,
(Westport, Conn: Praeger, 2004), h. 230 35
26
dibawa oleh Media Barat selalu disampaikan melalui sudut pandang mereka, dan
demi memenuhi kepuasan orang Barat36.
Akibatnya masyarakat merasa jenuh dengan berita-berita tersebut.
Kebanyakan berita yang ada selalu menjelek-jelekkan Arab dan Islam secara
khusus. Kesan negatif yang melekat kepada Arab dan Islam tentu tidak terelakkan
lagi. Media Barat terus mencekoki masyarakat dengan berita-berita yang tidak
jauh dari konflik, terorisme, serta liputan tentang negara Arab yang hanya unggul
dalam sumber daya minyaknya yang melimpah, dibanding dengan menyajikan
berita tentang sejarah serta kebudayaannya yang khas dan beragam.
Dengan kemunculan Al-Jazeera sebagai representasi media Arab, tentu
sangat disambut baik oleh masyarakat. Namun lain halnya dengan para pemimpin
Arab, mereka merasa tidak nyaman dengan gaya Al-Jazeera yang berbicara soal
politik secara terang-terangan. Sebagai Negara yang kebanyakan bersifat monarki,
sifat Al-Jazeera yang cenderung demokrasi dianggap sebagai ancaman tersediri
bagi pemerintahan mereka. Hasilnya beberapa negara Arab akhirnya melarang
akses saluran Al-Jazeera dan bahkan menutup markas mereka. Namun hal tersebut
tidak banyak mempengaruhi keberadaan Al-Jazeera dan bahkan Al-Jazeera
semakin banyak mendapat respon positif dari dunia Barat37.
Nama Al-Jazeera kembali melambung dimata internasional ketika terjadi
peristiwa pemboman gedung WTC 11 September 2001 (peristiwa 9/11). Pro
kontra kembali muncul ketika Al-Jazeera menyiarkan secara langsung peristiwa
konflik yang terjadi di Afghanistan terkait aktivitas kelompok Taliban, yang mana
36
Nicolas Eliades, “The Rise of Al- Jazeera”, h.7 37
27
kelompok tersebut dituduh sebagai dalang dibalik peristiwa 9/1138. Dengan adanya markas di Kabul-Afghanistan, secara otomatis Al-Jazeera dapat meliput
peristiwa secara langsung, seperti ketika terjadinya ledakan bom, jatuhnya para
korban yang kebanyakan warga sipil, bahkan hasil wawancara dengan pemimpin
kelompok Taliban – Osama bin Laden. Hal tersebut tentunya menimbulkan
banyak reaksi negatif dimata Barat karena Al-Jazeera dianggap telah bekerja sama
dengan kelompok teroris. Ditambah saat itu media Barat seperti BBC dan CNN
dan yang lainnya tidak bisa mendapatkan berita seperti Al-Jazeera karena tidak
mempunyai akses langsung di wilayah tersebut.
Hal yang sama juga terjadi saat perang Irak-Amerika, dimana Al-Jazeera
menampilkan berita secara langsung dari tempat kejadian. Ketika kebanyakan
media Barat menyajikan berita yang sudah diedit dan dikemas seperti sebuh
presentasi, Al-Jazeera menampilkan apa adanya tanpa ada pengeditan. Ketika
liputan berita tersebut sampai di wilayah Barat, baik itu melalui internet atau
media lain, kebanyakan dari mereka merasa kaget karena selama ini mereka
melihat perang dari satu sudut pandang saja39. Meskipun akhirnya tetap menimbulkan pro kontra, Al-Jazeera tak sedikit telah menarik banyak simpati
masyarakat Barat atas usahanya dalam hal peliputan berita yang sangat berbeda
dari media lain, khususnya media Barat. Lebih lanjut Pintak menjelaskan
perbedaan liputan antara Al-Jazeera dan media barat:
38
Jika sebelumnya Al-Jazeera telah dikenal dan dipuji akan kemampuannya yang berani dalam mengkritik pemerintahan Arab dan mengangkat topik-topik yang dianggap tabu seperti seks, agama dan politik, maka setelah terjadinya peristiwa 9/11 tersebut orang Barat menganggap bahwa Al-Jazeera terlibat dalam aksi terorisme dan mendukung adanya Israel dan anti-Amerika. Lihat: Kai Hafez, The Role of Media in the Arab World‟s Transformation Process, h.330. Tersedia di https://www.uni-erfurt.de/fileadmin/user-docs/philfak/kommunikationswissenschaft/files_publikationen/hafez/inhalt899_bound_hafez.pdf, akses 29 Oktober 2015, 16.45
39
Megan E Zingarelli, The CNN Effect and The Al-Jazeera Effect in Global Politics and
28
“Al-Jazeera specialized in an up-close, in-your-face approach to
covering the Muslim world‟s first television wars. Dead babies, wounded
children, screaming mothers dominated the channel‟s coverage of Iraq,
Afghanistan and Palestine. Almost nothing was too gruesome to show: close-ups of open wounds, limbs torn asunder, people collapsing in agony. But those pictures were largely ignored by the U.S. networks. Where audiences watching Al-Jazeera and the other broadcasters saw bleeding children and destroyed homes, Americans experienced the war as a Hollywood extravaganza on the small screen, billed in advance by the
White House as certain to evoke „shock and awe”40
(Al-Jazeera secara khusus melakukan pendekatan langsung di depan muka dalam meliput siaran perang dalam dunia islam untuk pertama kalinya. Bayi-bayi yang meninggal, anak kecil yang terluka, teriakan-terian para ibu mendominasi peliputan saluran tersebut pada perang Irak, Afghanistan dan Palestina. Hampir tidak ada yang tidak mengerikan untuk diperlihatkan: luka dalam jarak dekat, anggota badan yang robek dan terbelah, orang-orang yang tak tergeletak kesakitan. Tetapi gambaran seperti itu kebanyakan diabaikan oleh jaringan Amerika Serikat. Ketika para penonton melihat Al-Jazeera dan saluran lain melihat anak-anak yang berdarah dan rumah-rumah yang hancur, Orang-orang Amerika melihat perang sebagai pertunjukan Holliwod di layar kecil, yang telah dirancang sebelumnya oleh Gedung Putih untuk menimbulkan kekejutan dan kekaguman)
Terlepas dari pemaparan di atas, seiring berkembangnya waktu Al-Jazeera
terus berkembang dan semakin maju. Dengan diluncurkannya situs internet
berbahasa Arab dan Inggris, serta Al-Jazeera English membuat nama Al-Jazeera
semakin diakui sebagai salah satu media terbaik di Timur Tengah bahkan di
dunia. Tidak hanya itu, dalam “The Top 40 Arab Brands in 2006” Forbes Arabia juga menetapkan Al-Jazeera sebagai brand nomer satu di Arab41. Adapun beberapa faktor yang menjadikan Al-Jazeera sebagai salah satu merek yang
berpengaruh antara lain karena Al-Jazeera dianggap sebagai The Voice of
Voiceless (wakil suara bagi mereka yang tak memiliki hak suara), keterkaitannya
40
Lawrence Pintak, Reflections in a Bloodshot Lens: America, Islam and the War of Ideas,(Ann Arbor: Pluto, 2006), h.208-209
41
29
dengan masalah-masalah tabu, ulasannya tentang Perang di Irak dan Afghanistan,
terlepas dari kesan misterius pada merek / brand42
Pada perkembangannya, Al-Jazeera mulai melebarkan jaringannya dengan
berbagai inovasinya seperti meluncurkan Al-Jazeera English, meluncurkan situs
website Al-Jazeera dalam bahasa Arab dan Inggris, serta saluran dan
program-program unggulan lainnya (program-program-program-program unggulan tersebut akan dibahas
dalam sub bab berikutnya). Saat ini, untuk mengakses berita-berita serta
perkembangan terbaru Al-Jazeera dapat dilakukan dengan mudah. Terus
meningkatnya kecanggihan di bidang teknologi yang dibarengi dengan
berkembangnya sosial media, memudahkan masyarakat untuk terhubung langsung
degan Al-Jazeera, antara lain melalui Facebook, Twitter, Youtube, Dailymotion,
dan Aplikasi iPhone43. Bahkan pada saluran youtube sendiri, baik itu yang berbahasa Arab dan Inggris telah mempunyai lebih dari 50.000 video dengan
lebih dari 700.000 pelanggan44. Hal tersebut tentu membuktikan bahwa minat masyarakat terhadap jaringan media Al-Jazeera sangatlah tinggi.
B. Saluran dan Program Al-Jazeera
Sejak pertama kali diluncurkan tahun 1996 sampai awal tahun 2000-an,
Al-Jazeera merupakan saluran TV yang hanya fokus menyajikan berita Arab dan
hal-hal yang berhubungan dengannya. Setelah itu Al-Jazeera mulai memperluas
jaringannya sebagai saluran TV dalam berbagai bahasa di beberapa wilayah di
dunia. Pada tahun 2009 Al-Jazeera mulai menawarkan berbagai program seperti
42
Penjelasan lebih lanjut lihat Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, h. 5-6.
43
Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant
Terrible Goes Global, h.16 44
http://www.youtube.com/AlJazeeraEnglish dan
30
bincang-bincang / talk show, analisis berita dan dokumentasi45
. Sebagai tambahan
dari saluran asli – Al-Jazeera Arabic, jaringan lain juga ditambah seperti saluran
Al-Jazeera Amerika (AJ America), Al-Jazeera Plus (AJ +), Al-Jazeera Arab (AJ
Arabic), Al-Jazeera Balkans (AJ Balkans), Al-Jazeera Turki (AJ Turk), Al-Jazeera
Mubasher46, dan Al-Jazeera Dokumenter (AJ Documentary)47.
1. Al-Jazeera English Television / AJE TV
Al-Jazeera English yang masih saudara dengan Al-Jazeera berbahasa
Arab, adalah saluran berita internasional berbahasa Inggris 24 jam yang
berbasis di Doha - Qatar. Saluran ini tidak hanya bertujuan untuk
mengemukakan suara rakyat di suatu wilayah namun juga perspektif
global kepada pemirsa Internasional yang satu juta lebih dari mereka
berbahasa Inggris. Al-Jazeera English sendiri pertama kali diluncurkan
pada tanggal 15 November 2006 dan mempunyai stasiun pusat di Doha,
London, dan Washington DC. Sejak pertama kali diluncurkan, Al-Jazeera
English terus berkembang dan melampaui target awal dengan mencapai 80
juta pemirsa. Pada tahun 2009 Al-Jazeera English sudah dapat akses di
sebagian besar Eropa, serta dapat dinikmati oleh 130 juta pemirsa di lebih
dari 100 negara48.
Sebagai saluran berita global pertama berbahasa Inggris di dunia yang
berbasis di Timur Tengah, fokus konsumennya adalah mereka yang tidak
45
Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant
Terrible Goes Global, h. 2
46
Siaran langsung politik dan minat publik yang disiarkan di waktu yang tepat tanpa editan atau penjelasan. Dengan kata lain, jaringan ini didedikasikan untuk menyiarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi tanpa adanya campur tangan bagian pengeditan / editorial interference. Jaringan yang mempunyai tugas unik tersebut pertama kali diluncurkan pada tahun 2005 dan beroperasi selama 24 jam perhari.
47
http://www.aljazeera.com/aboutus/, akses 1 Mei 2015, 20:15
48
31
berbahasa Arab, khususnya kepada mereka yang berbicara bahasa Inggris sebagai
bahasa utama mereka, dalam hal ini adalah Barat. Al-Jazeera English ingin
menjadi saluran berita berbasis Internasional yang dapat bersaing dengan
media-media Barat seperti CNN dan BBC, dan memberikan liputan berita yang berbeda
dari perspektif kebanyakan media Barat. Tidak hanya itu, demi mencapai
tujuannya dalam meliput perkembangan dunia, yang kebanyakan sering diabaikan
oleh saluran global lainnya, Al-Jazeera English menyewa beberapa penyiar berita
dan orang-orang yang ahli di bidang media, yang sebelumnya bekerja di saluran
besar seperti BBC dan CNN49.
Dengan anggaran dana awal sebesar satu milyar dolar Amerika yang
kebanyakan dari Emir Qatar, Al-Jazeera English telah mendirikan markas
utamanya di beberapa negara dan membuka 21 cabang stasiun di Afrika, Amerika
Latin dan juga Asia, dimana ketiga wilayah tersebut merupakan daerah yang
sering dipinggirkan dan diabaikan oleh kebanyakan media barat. Karena
kepopulerannya yang semakin berkembang, Al-Jazeera English yang memiliki
keuntungan penghasilan yang cukup besar, menjadikan Al-Jazeera English tidak
terkena dampak dari tekanan ekonomi yang mengakibatkan menurunnya kualitas
seperti kebanyakan media Barat50.
Sejak pertama kali diluncurkan sampai sekarang, Al-Jazeera English tidak
hanya berhasil menarik simpati serta kesan yang baik bagi pemirsanya, namun
juga telah membawa kesan tersendiri bagi para pegawai Al-Jazeera English.
49
Muhammad M. Abdul Mageed, dan Susan C. Herring, “Arabic and English News
Coverage on Al-Jazeera.net”, Proceedings of Cultural Attitudes Towards Technology and
Communication 2008, h.3. Tersedia di http://info.ils.indiana.edu/~herring/catac08.aljazeera.pdf, akses 29 Oktober 2015, 16.40
50
Mohammed el-Nawawy & Shawn Powers, Mediating Conflict: Al-Jazeera English and
32
Ketika ditanya tentang apa arti Al-Jazeera English bagi mereka, Scott Furgeson –
direktur acara Al-Jazeera English (AJE) mengungkapkan bahwa Al-Jazeera
English berarti kebebasan, salah