• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.2 Sekilas Tentang Sampoerna Hijau

Sampoerna Hijau merupakan merek sigaret kretek tangan (SKT) kedua dari Sampoerna setelah Dji Sam Soe. Pada waktu itu Dji Sam Soe sedang menapak kesuksesan awal sebelum akhirnya menjadi merek utama seperti sekarang. Para penjual merasa perlu untuk terus meningkatkan stok mereka seiring permintaan konsumen yang tinggi atas rokok gurih non filter ini. Tidak diragukan Dji Sam Soe adalah penguasa pasar SKT.

Meski begitu, meluncurkan merek baru pasca komunisme bukanlah keputusan mudah. Waktu itu, Sampoerna baru saja melewati periode pahit dalam hubungan internal perusahaannya. Akibat dari masuknya komunisme, eskalasi konflik antara atasan dan bawahan pun meningkat di dalam perusahaan hinggga menyebabkan sang pendiri Sampoerna, Liem Seeng Tee, karena pertimbnagan darinya, tidak bisa mengunjungi ruang pelingtingan yang semakin sensitif sejak 1954, kondisi yang akhirnya terhenti berkat kehadiran Aga Sampoerna, seorang atasan yang terkenal akan hubungan emosionalnya dengan karyawan di semua level.

Adalah Aga Sampoerna jugalah yang mempunyai inisiatif untuk memunculkan Sampoerna Hijau. Waktu itu ia melihat bahwa kesuksesan Sampoerna melalui Dji Sam Soe dapat ditingkatkan dengan cara memperluas

pasar menggunakan merek berbeda. Pasar SKT memeng masih sangat terbuka bagi merek baru, dan sampai sekrang pun pasar SKT menjadi salah satu pasar-pasar utama dari Sampoerna melalui merek Dji Sam Soe. Pemahaman akurat atas pasar ini adalah buah pengalaman Aga Sampoerna yang sejak 1952 mulai berkecimpung di bisnis rokok. Ia bahkan telah meluncurkan beberapa merek dari pabrik rokok miliknya yang berlokasi di Surabaya pada tahun tersebut.

Peluncuran Sampoerna Hijau juga dinilai wajar karena Sampoerna saat itu sedang berada di awal kebangkitannya pasca bencana kebangkrutan pada Maret 1959. Kehadiran bermacam merek rokok putih produk pesaing yang semakin menguat di pasar membuat strategi perusahaan masuk ke kategori rokok putih menjadi kontra produktif. Hal ini memberi alasan kuat bagi Aga Sampoerna untuk menghentikan mesin pembuat rokok perusahaan dan memilih berkonsentrasi hanya pada pasar yang selama ini memang dikuasai Sampoerna, yaitu pasar SKT.

Aga Sampoerna bernama asli Liem Swie Ling ini kemudian menggunakan pengalamannya guna merumuskan strategi pemasaran Sampoerna Hijau. Ia menetapkan bahwa segmen pasar Sampoerna Hijau adalah laki-laki berusia 25-35 tahun, yang menempati kelas C dalam strata sosial ekonomi, dan termasuk dalam kategori pekerja kerah-biru (blue collar), staff clerical, atau pengusaha kecil dengan karyawan dari 5 orang.

Dari gambaran segmentasinya terlihat bahwa Aga memliki agenda tersembunyi untuk menjaga berlarinya konsumen SKT Sampoerna ke merek

lain akibat faktor harga. Sampoerna Hijau memang diluncurkan untuk bermain di pasar mid-price SKT, karena itu ia memiliki disparitas harga yang cukup signifikan dengan Dji Sam Soe.

Model perbentangan konsumen dalam satu kategori produk seperti yang dipraktekkan Sampoerna ini kini telah menjadi tren umum dalam strategi persaingan rokok di Indonesia. Sejumlah produk seakan menutup kelas atas dan bawah dari segmennya dengan elemen harga. Cara ini pernah dilakukan oleh Liem Seeng Tee pada periode awal berdirinya Sampoerna. Selain itu, Seeng Tee juga meluncurkan beberapa merek lain seperti Djangan Lawan, sebuah merek SKT yang bermain di level low-price yang dibuat dari tembakau yang lebih murah dengan aroma dan rasa tambahan. Seeng Tee memang memiliki misi untuk menjadikan rokok buatannya dapat dinikmati oleh semua kalangan yang berbeda, termasuk kalangan menengah bawah.

Setelah strategi selesai dirumuskan, produksi pun di mulai.menggunakan pabrik SKT Panamas di Denpasar, Bali, Sampoerna Hikau mulai dilinting tepatnya yanggal 16 Juni 1986. Merek ini nampaknya menjadi tanda kehadiran generasi kedua dalam sejarah Sampoerna. Personalisai Aga yang kuat pada Sampoerna Hijau ini juga terlihat dalam desain kemasan Sampoerna Hijau yang menggunakan huruf “A”, yang tidak lain berati “Aga”.

Tapi meski memiliki asosiasi yang kuat dengan Aga Sampoerna, huruf khas dalam kemasan Sampoerna Hijau ini tidak lantas dihilangkan tetapi malah dikembangkan menjadi trade mark eklusif bagi kemasan dari

merek-merek berikutnya yang diluncurkan oleh Sampoerna di bawah kepemimpinan anak kedua dari Aga, Putera Sampoerna. Keberadaan Sampoerna Hijau dan Aga memang diakui sebagai tonggak penting dalam sejarah perjalanan Sampoerna menjadi perusahaan moderen seprti sekarang. Dalam hal persaingan, pada periode awal ini, Sampoerna Hijau menggunakan keunggulan produk sebagai basis membangun keunggulan kompetitif. Kampanyenya malalui iklan untuk membentuk persepsi konsumen belumlah berjalan seperti yang kita lihat sekarang. Namun, Sampoerna Hijau diakui sedikit beruntung karena mewarisi kredensial “gurih dan nikmat” yang dimiliki Dji Sam Soe. Jika bukan rasa, setidaknya persepsi atas kualitas merek keluaran Sampoerna telah cukup terbentuk di benak konsumen rokok saat itu.

Dalam hal pemasaran Sampoerna Hijau, merek ini tidaklah memiliki masalah dalam halm kualitas, sesuatu yang pada saat itu dipandang sebagai nilai utama produk dari suatu produk. Di samping itu, secara strategis, merek ini memiliki prospek cerah untuk berkembang bermain di segmen yang jelas.

Tapi ternyata kedua faktor tersebut kualitasnya yang kredibel dan strategi yang mempunyai tidaklah mencukupi. Pemasaran Sampoerna Hijau mengalami stagnasi dalam periode yang cukup lama disebabkan oleh ketidak mampuan dalam menunjukkan identitas dibalik mereknya, padahal identitas merek merupakan syarat bagi sebuah merek untuk bersaing dalam pasar moderen, pasar yang porsi kendalinya sebagian besar di tangan konsumen.

Identitas merek Sampoerna Hijau melalui desain kemasan produk yang tidak mencantumkan mereknya merupakan kendala bagi perkembangan pemasaran Sampoerna Hijau. Akibatnya, konsumen memiliki sebutan tersendiri bagi Sampoerna Hijau, seperti konsumen di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang menyebutnya Sampoerna Aga, atau konsumen di Jawa Timur yang memanggilnya Sampoerna kretek, bahkan kadang-kadang ada yang menyebutnya A Green.

Sejak 1968 sampai 1988, kemasan Sampoerna Hijau hanya mencantumkan nama perusahaa, Sampoerna. Kondisi ini bahkan terus berlanjut setidaknya sampai 1988 yakni ketika Sampoerna Hijau akhirnya mulai dicantumkan dalam setiap materi kampanye iklan.

Pada tahun 1993 iklan Sampoerna Hijau mulailah disusun strategi untuk mendapatkan minat dari konsumen. Iklan-iklan yang dihadirkan oleh Sampoerna Hijau ini menjadikan kualitas rasa sebagai basis untuk menciptakan keunggulan dari pesaing. Sampoerna Hijau adalah adik kandung Dji Sam Soe yang sama-sama unggul dalam rasa dan bermaksud menjadi yang teratas di kelasnya.

Dokumen terkait