• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR KEJIWAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINDAK PIDANA

A. Sekilas Tentang Tindak Pidana

Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, yang dibentuk oleh kesadaran dalam memberikan ciri tertentu dalam peristiwa hukum pidana. Di dalam perundang-undangan, dipakai istilah perbuatan pidana (di dalam undang undang Darurat no 1 tahun 1951), peristiwa pidana (di dalam konstitusi RIS maupun UUDS 1950), dan tindak pidana (di dalam undang-undang pemberantasan korupsi, narkotika, suap, ekonomi, dan lain-lain yang sering juga disebut delict). Di dalam bahasa Belanda dipakai dua istilah. Kadang-kadang dipakai istilah strafbaar feit, kadang-kadang juga pakai istilah delict. Di dalam Bahasa Indonesia ada beberapa terjemahan dari strafbaar feit itu, yaitu peristiwa pidana dan perbuatan yang dapat dihukum.

Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dikenai hukuman pidana. Prof. Moeljiatno, S.H. merumuskan perbuatan pidana dengan suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana melanggar larangan tersebut dan dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh suatu aturan hukum, namun perlu diingat bahwa larangan ditujukan pada

perbuatannya (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh seseorang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.14

Di dalam hukum Islam, tindak pidana dikenal dengan istilah “Jinayah” atau “Jarimah” pengertian jinayah yang digunakan para fuqaha adalah sama dengan istilah

jarimah, yang didefinisikan sebagai larangan-larangan hukum yang diberikan Allah

yang pelanggarnya dikenakan hukuman baik berupa hal maupun ta‟zir.15

Para ahli hukum Islam. Jinayah adalah sinonim dengan kata kejahatan. Namun di Mesir, istilah ini memiliki konotasi yang berbeda. Ia diterapkan untuk kejahatan yang diancam dengan hukuman mati, kerja paksa seumur hidup atau penjara. Dengan kata lain hanya ditujukan bagi kejahatan-kejahatan berat. Sementara syariah memerlukan setiap kejahatan sebagai jinayah.16

Hukum pidana Islam dalam artinya yang khusus membicarakan tentang satu persatu perbuatan beserta unsur-unsurnya yang berbentuk jarimah dibagi tiga golongan, yaitu golongan hudud yaitu golongan yang diancam dengan hukuman had, golongan kisas dan diyat yaitu golongan yang diancam dengan hukuman kisas dan diyat, golongan ta‟zir yaitu golongan yang diancam dengan hukuman

ta‟zir.17

14

Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), h. 51

15

Abdul Qadir Audah, At Tasyri Al Islami, (Beirut : Ar Risalah, 1998), Cet. 14. h. 66

16

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Bandung : As Syamil, 2001), Cet. 2. h. 132-133

17

Ahmad hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1995), Cet. 7. h. 48

Jarimah hudud terbagi kepada tujuh macam jarimah,antara lain : Jarimah zina, jarimah qadhaf, jarimah syarb al khamr, jarimah pencurian, jarimah hirabah, jarimah riddah dan jarimah pemberontakan. Sedangkan jarimah kisas dan diyat terbagi dalam dua macam yakni pembunuhan dan penganiayaan, namun apabila diperluas jumlahnya terbagi menjadi lima macam yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan sengaja dam penganiayaan tidak sengaja.

Selain dari kedua golongan jarimah tersebut termasuk golongan ta‟zir.

Jarimah-jarimah ta‟zir tidak ditentukan satu persatunya, sebab penentuan macam

-macam jarimah ta‟zir diserahkan kepada penguasa Negara pada suatu masa,

dengan disesuaikan kepada kepentingan yang ada padaa waktu itu.

Pengertian ta‟zir menurut bahasa adalah menolak dan mencegah, sedangkan

menurut istilah adalah hukuman-hukuman yang ketentuan hukumnya tidak terdapat dalam nash syariat secara jelas dan diserahkan kepada ulil amri atau ijtihad hakim.18

Adapun mengenai jarimah ta‟zir, dilihat dari segi sifatnya terbagi kepada tiga bagian, yakni ta‟zir karena telah melakukan perbuatan maksiat, ta‟zir karena telah

melakukan perbuatan merugikan atau membahayakan kepentingan umum, dan

ta‟zir karena melakukan suatu pelanggaran.

18

Muhammad Abu Zahra, Al Jarimah Wal „Uqubah Fil Islami, (Kairo : Dar Al Fikr Al Arabi, 1998), h. 57

Di samping itu, apabila dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), maka

ta‟zir dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu :

1. Golongan jarimah ta‟zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud dan

kisas, akan tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi atau terdapat syubhat, seperti pencurian yang tidak mencapai nisab, atau pencurian yang dilakukan oleh keluarganya sendiri.

2. Golongan jarimah ta‟zir yang jenisnya terdapat di dalam nash syara, akan

tetapi hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap (risywah) dan mengurangi takaran atau timbangan.

3. Golongan jarimah ta‟zir yang jenis dan hukumannya belum ditentukan

oleh syara‟. Dalam hal ini diserahkan sepenuhnya kepada Ulil Amri untuk

menentukannya, seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.

Abdul Azis Amir, seperti yang dikutip dari buku Wardi Muslich yang

berjudul Hukum Pidana Islam, membagi jarimah ta‟zir secara rinci kepada

beberapa bagian, yaitu :19

1. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan pembunuhan.

2. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan pelukaan.

3. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan

kerusakan akhlak.

4. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan harta.

19

Muhammad Abu Zahrah, al Jarimah Wal „Uqubah al Fiqh Al islami, (Kairo : Dar Al Fikr Al Arabi, 1998), h. 225-226

5. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu.

6. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan keamanan umun.

Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi seperti penimbunan bahan pokok, mengurangi timbangan dan takaran, dan menaikkan harga dengan semena-mena.

Dalam pidana Islam dijelskan tentang pembebasan seseorang dengan hasil (akibat) perbuatan atau tidak ada perbuatan yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, dimana ia mengetahui maksud-maksud dan akibat dari perbuatannya itu.20

Dalam syari‟at Islam pertanggung jawaban itu didasarkan pada tiga hal yaitu:

Kesatu, adanya perbuatan yang dilarang. Kedua, perbuatan tindak pidana itu dikerjakan dengan kemauan sendiri. Ketiga, pelaku tindak pidana mengetahui akibat perbuatan itu. Pembebasan jawaban ini didasarkan pada al-qur‟an dalam surat an-nahl ayat 106 disebutkan tentang orang yang dipaksa

                                

Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.

Penjelasan dari ayat di atas bahwasannya bagi umat Allah yang kafir kepada-Nya padahal ia sudah beriman, kecuali jika ia dipaksa untuk kafir padahal ia tetap

20

beriman ke pada Allah maka tidak berdosa baginya, tetapi jika ia melapangkan dan berusa untuk kafir pada Allah, maka azab yang menimpa sangat besar baginya.

Sebagaimana kita ketahui, sifat-sifat hasud, iri, cepat marah, atau terlalu banyak berangan-angan adalah sifat-sifat yang buruk dan merupakan sumber dari berbagai tekanan jiwa. Betapa banyak manusia yang menderita stress, depresi, atau penyakit kejiwaan lain sebagai akibat dari rasa iri dan hasudnya kepada orang lain. Bila seorang manusia berhasil mendeteksi adanya sifat-sifat buruk ini dalam dirinya, ia dapat mengobati penyakit kejiwaan yang menimpanya dengan cara menghilangkan sifat-sifat buruk ini. Seperti dalam qur‟an surat As Sajadah ayat 15 yang berbunyi:

                    

Artinya: Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud[1192] seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.

Dalam penjelasan ayat di atas yang mengandung dan yang terkat tentang adanya berbagai tekanan kejiwaan hendaklah mereka kembali bersujud dan bertasbih kepada Allah.

Selain itu, agama Islam juga memberikan ajaran yang akan mencegah manusia tertimpa berbagai penyakit kejiwaan. Al-Quran dalam surat Al An‟am ayat 82

              

Artinya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Penjelasan ayat di atas mengkaitkan untuk melindungi diri agar tidak tertimpa penyakit kejiwaan seperti stress, depresi, atau bahkan penyimpangan perilaku, manusia harus tetap teguh memegang iman dan tidak melakukan berbagai perbuatan yang dilarang oleh agama.21

c. Macam-macam tindak pidana

Suatu kejahatan yang merupakan delik hukum apabila perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum yang ada dalam kesadaran hukum dari rakyat, terlepas dari apakah asas-asas hukum tersebut dicantumkan atau tidak dalam undang-undang pidana. Rechtdelictum adalah perbuatan dalam keinsyafan batin manusia yang dirasakan sebagai perbuatan tidak adil menurut undang-undang dan perbuatan tidak adil menurut asas-asas hukum yang tidak dicantumkan secara tegas dalam undang-undang pidana. Misalnya kejahatan yang telah ditentukan dalam undang- undang hukum pidana mengenai kejahatan

terhadap yang ditentukan oleh pasal 338 KUHP yang berbunyi: ” Barang siapa

yang sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.”

21

Macam- macam kejahatan dalam KUHP kita yang terdapat dalam buku kedua adalah yang berkenaan sebagai berikut:

1. Kejahatan terhadap keamanan negara.

2. Kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil presiden.

3. Kejahatan terhadap negara sahabat, kepala negara sahabat, dan wakilnya. 4. Kejahatan terhadap kewajiban dan hak kenegaraan.

5. Kejahatan terhadap ketertiban umum.

6. Kejahatan yang membahayakan keamanan negara bagi orang atau barang. 7. Kejahatan terhadap penguasa umum.

8. Kejahatan sumpah palsu dan keterangan palsu. 9. Kejahatan pemalsuan mata uang dan uang kertas. 10.Kejahatan pemalsuan materai dan perak.

11.Kejahatan pemalsuan surat.

12.Kejahatan terhadap asal usul dan perkawinan. 13.Kejahatan terhadap kesusilaan.

14.Kejahatan yang meninggalkan orang yang memerlukan pertolongan. 15.Kejahatan penghinaan.

16.Kejahatan membuka rahasia. 17.Kejahatan terhadap nyawa. 18.Kejahatan penganiayaan.

20.Kejahatan terhadap pencurian.

21.Kejahatan terhadap pemerasan dan pengancaman. 22.Kejahatan penggelapan.

23.Kejahatan perbuatan curang.

24.Kejahatan perbuatan merugikan pemihutang atau orang yang mempunyai hak.

25.Kejahatan menghancurkan atau merusakkan barang. 26.Kejahatan jabatan.

27.Kejahatan pelayaran.

28.Kejahatan penadahan penerbitan dan percetakan.

29.Aturan tentang kejahatan yang bersangkutan dengan berbagai Bab.

Itulah beberapa ketentuan mengenai kejahatan yang dicantumkan dalam KUHP kita, tetapi banyak kejahatan-kejahatan yang diatur di luar KUHP, yang tercantum dalam perundang-undangan lainnya. Seperti undang-undang Tindak Pidana Narkotika, undang-undang Pajak, undang-undang Tindak Pidana Perbankan, dan lain-lain.22

22

d. Sebab-sebab Timbulnya Tindak Pidana

Sebab musabab kejahatan menurut penggolongan Paul Mudikno Moeliono mengemukakan ada empat golongan.23 Pertama, golongan salahmu sendiri. Golongan salahmu sendiri adalah golongan yang berpendapat bahwa kejahatan adalah ekspresi (pernyataan) kemauan jahat yang terdapat pada diri si petindak sendiri. Jadi, menurut ajaran golongan ini sebab kejahatannya timbul dari kemauan si petindak sendiri. Maka konsekuensinya, bila kamu berbuat kejahatan salahmu sendiri. Masyarakat dan pihak lain sama sekali lepas dari pertanggungjawaban atas timbulnya kejahatan-kejahatan dalam masyarakat yang dilakukan oleh anggotanya. Perlu diketahui bahwa masyarakat dalam timbulnya kejahatan berusaha melepaskan diri (cuci tangan) dari pertanggungjawaban atas timbulnya kejahatan dengan cara pengambinghitaman terhadap orang-orang tertentu yang dicap sebagai penjahat, yaitu mereka yang menghadapi kelemahan pada kondisi pribadi. Sikap ini merupakan suatu perbuatan yang egoistis yang akan cuci tangan melalui kesalahan orang lain, dan orang yang kebetulan melakukan kejahatan akan ditimbuni beban, baik dosa perbuatannya maupun dosa orang-orang lain yang dilemparkan kepadanya.

Kedua, golongan tiada orang salah. Golongan ini menyebutkan bahwa kejahatan adalah ekspresi manusia yang dilakukan tanpa ekspresi. Golongan ini merupakan perlawanan terhadap golongan salahmu sendiri, sebab golongan tiada

23

Soerdjono Dirdjosisworo. Pengantar Penelitian Kriminologi”. (Bandung : CV Remaja

orang salah, otang itu tidak dapat dipersalahkan dan tidak dapat dipidana. Golongan tiada orang salah, membebaskan diri dari pertanggungjawaban atas kesalahannya.

Ketiga, golongan salah lingkungan. Golongan ini menyanggah pendapat Lambroso dan para pendukungnya. Menurut golongan ini bukan bakat yang menyebabkan kejahatan tetapi lingkungan. Die welt ist mehr shuld anmir, as ich (Dunia lebih bertanggung jawab terhadap bagaimana jadinya saya dari pada diri saya sendiri). Pengertian Die Welt adalah lingkungan, maka lingkungan lebih menentukan jadinya seseorang dari pada orang itu sendiri. Dengan demikian segala persoalan dikembalikan kepada faktor lingkungan, juga sebab musabab kejahatan berasal dari lingkungan pergaulan sekalipun aspek lingkungan berbeda-beda satu sama lain. Tetapi jelas golongan ini menentang pendapat yang menyatakan bahwa kejahatan adalah diwariskan.

Keempat, golongan kombinasi. Golongan ini merupakan kombinasi dari ajaran-ajaran terdahulu. Dalam penggolongan Bonger dikemukakan golongan kombinasi bio sosiologi atau menurut Noach dalam buku-buku kriminologi adalah golongan bakat dan lingkungan, yang merupakan kombinasi, sebab kejahatan bersumber pada diri pribadi (individu) dan faktor lingkungan pergaulan hidupnya.

e. Faktor Seseorang Melakukan Tindak Pidana

Tidak ada satupun faktor tunggal yang menjadi penyebab dan penjelas semua bentuk kriminalitas. Bagi pelaku tindak pidana ada beberapa faktor yang mempengaruhi adanya tindak pidana, yaitu faktor ekonomi, faktor lingkungan dan

faktor pendidikan. Pada faktor ekonomi, seseorang dituntut untuk memperoleh kehidupan yang layak dengan cara singkat. Pada persoalan hubungan antara kejahatan dan pengangguran, yaitu analisa tentang hubungan antara tindak kejahatan sebagai penyebab dan pengangguran seseorang sebagai akibatnya.

Granovetter telah membuat suatu analisa kausalitas hubungan antara kejahatan dan pengangguran dengan menempatkan kejahatan sebagai proximat determinant terhadap pengangguran. Konsep ini merupakan suatu jawaban terhadap model ekonomis dari suatu pengangguran, yang sama seperti model heterogenitas kriminal. Granovetter mengatakan masa pengangguran yang lama yang dialami seseorang biasanya disebabkan karena lemah pada awalnya, dan itu akan membuatnya sulit dalam kontak-kontak untuk mendapatkan kerja.24

Faktor lingkungan penyebab seseorang melakukan kejahatan. Dapat timbul dari faktor lingkungan dimana ia hidup dan berkediaman. Lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu kejahatan.

Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan untuk menentukan seseorang melakukan suatu kejahatan, sehingga tidak menjadi jaminan bahwa seseorang yang hidup dalam lingkungan yang baik, untuk tidak melakukan kejahatan, oleh karena itu harus disesuaikan dengan iptek dan imtak (seimbang). sehingga tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan masyarakat tersebut.

24

Soerdhono Dirdjosisworo, Pengantar Penenelitian Kriminologi, (Bandung : CV. Remaja Karya, 1984)

Faktor pendidikan, pertanyaan soal darimana sumbernya dan munculnya ada tendensi manusia berbuat jahat dan darimana datangnya kejahatan itu, sudah menjadi satu perdebatan yang panjang dan rumit adanya. Kejahatan timbul akibat manusia hidup di dalam kemiskinan dan kebodohan. Maka menurut mereka, dunia akan menjadi lebih baik jika dua hal ini diperbaiki, yaitu faktor pendidikan dan faktor kesejahteraan hidup diperbaiki. Jika faktor pendidikan diperbaiki, jika orang lebih tinggi edukasinya, jika orang diajarkan hal-hal yang baik di dalam kehidupannya, maka dengan sendirinya meminimalkan segala pelanggaran di dalam dunia ini. Optimisme kedua adalah kalau orang itu mendapatkan makanan dan kesejahteraan hidup semakin dipelihara baik, kesenjangan antara kaya dan miskin tidak ada lagi, maka dengan sendirinya dunia akan lebih baik, kita akan hidup seperti saudara satu sama lain, dan lama-lama dunia ini tidak lagi memiliki faktor kejahatan. Justru makin tingginya pendidikan seseorang, makin kayanya seseorang, makin mudah bagi mereka melakukan kejahatan di dalam dunia ini. Cuma bedanya, yang bodoh gampang ketahuan dan ketangkap, yang pintar bukan saja tidak mengaku dia melakukan kesalahan, yang menangkapnya malah dipersalahkan.25

Dengan pengertian dari beberapa faktor tindakan kejahatan atas motivasi kejiwaan cara menangani perilaku kriminalitas yang tidak mungkin bisa hilang dari muka bumi ini. Cara penanganannya bisa dikurangi. Pertama, melalui tindakan-tindakan pencegahan dengan hukuman yang menjadi sarana utama untuk memebuat

25

Soerdhono Dirdjosisworo, Pengantar Penenelitian Kriminologi, (Bandung : CV. Remaja Karya, 1984)

jera pelaku kriminal. Kedua, penghilang model melalui tanyangan media masa ibarat dua sisi mata pisau, ditayangkan nanti penjahat tambah ahli tidak ditayangkan masyarakat tidak siap-siap. Ketiga, membatasi kesempatan seseorang bisa mencegah terjadinya tindakan kriminal dengan membatasi munculnya kesempatan untuk mencuri akan lewat pintu masuk dan kita sudah menguncinya, tentunya cara itu termasuk mengurangi kesempatan untuk mencuri. Keempat, jaga diri dengan keterampilan beladiri dan beberapa persiapan lain sebelum terjadinya tindak kriminal bisa dilakukan oleh warga masyarakat.26

Dokumen terkait