• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sektor Informal

Di negara berkembang sektor informal telah menjadi pusat perhatian pemerintah, karena sektor ini dipandang sebagai salah satu alternatif yang cukup penting dalam memecahkan masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan. Di Indonesia sektor informal juga mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, hal ini dikarenakan menurunnya kemampuan sektor formal dalam menyerap angkatan kerja kota yang semakin lama semakin meningkat.

Pertambahan angkatan kerja di kota disebabkan karena tingkat urbanisasi yang tinggi dan tidak disertai dengan bertambahnya jumlah kesempatan kerja, akibatnya tidak sedikit para urbanit yang datang ke kota hanya akan menambah jumlah pengangguran yang ada. Para urbanit ini sebagian besar termasuk penduduk usia muda dan alternatif yang diambil adalah masuk dalam usaha sektor informal.

Keberadaan sektor informal yang umumnya tidak terorganisasi dan tertata secara khusus melalui peraturan resminya baru dikenal pada tahun 1970-an. Sesudah diadakannya serangkaian observasi di beberapa Negara- Negara Dunia Ketiga yang sejumlah besar tenaga kerja perkotaannya tidak memperoleh kesempatan atau pekerjaan disektor modern yang formal (Todaro, 2000:350)

commit to user

Sektor informal sering dianggap menjadi penyebab kesemrawutan lalu lintas dan menjadikan lingkungan kotor. Meskipun demikian sektor informal sangat membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja secara mandiri, selain itu juga menyediakan kebutuhan masyarakat golongan menengah kebawah dengan harga relatif murah.

Para pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya di sektor informal biasanya tidak memiliki pendidikan formal. Pada umumnya mereka tidak mempunyai ketrampilan khusus dan sangat kekurangan modal kerja. Oleh sebab itu mereka yang berada di sektor informal tersebut tidak memiliki jaminan keselamatan kerja dan fasilitas- fasilitas kesejahteraan seperti yang dinikmati rekan-rekan yang berada di sektor formal, misalnya tunjangan keselamatan kerja dan dana pensiun (Todaro, 2000:352).

Sektor informal muncul dalam kegiatan perdagangan yang bersifat kompleks oleh kerena menyangkut jenis barang, tata ruang dan waktu. Berkebalikan dengan sektor formal pada umumnya menggunakan teknologi maju, bersifat padat modal, dan mendapat perlindungan pemerintah. Sektor informal lebih banyak ditangani oleh masyarakat golongan bawah. Sektor informal ini umumnya berupa usaha berskala kecil, dengan modal, ruang lingkup dan pengembangan yang terbatas (Harsiwi, 2002:1).

Pada umumnya mereka yang berada disektor informal adalah pendatang baru dari daerah pedesaan atau pinggiran yang gagal memperoleh pekerjaan disektor formal. Motivasi kerja mereka semata–mata sebatas pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

upaya untuk memepertahankan kelangsungan hidup agar bisa makan hari ini dan hari esok, dan bukan untuk memupuk keuntungan dan meraih kekayaan.

Sektor informal memiliki banyak keterkaitan dengan sektor–sektor lainnya dalam perekonomian perkotaan. Yang pertama, sektor informal terkait dengan sektor pedesaan merupakan sumber kelebihan tenaga kerja miskin, yang kemudian mengisi sektor informal di daerah perkotaan guna menghindari kemiskinan dan pengangguran di desa, walaupun sebenarnya kondisi kerja dan kualitas hidup dikota belum tentu lebih baik. Selain itu sektor informal dalam penyediaan input-input produksi dan tenaga kerja murah, sedangkan sektor informal sangat tergantung pada sektor formal dalam kedudukannya sebagai dasar pokok dari sebagian besar pendapatan yang mereka terima.

Klasifikasi yang didasarkan pada kemungkinan-kemungkinan untuk memperoleh pendapatan yang bersifat informal (Manning dan Effendi, 1985:79-80).

1. Kemungkinan kemungkinan pendapatan yang sah.

Menurut Manning dan Effendi beberapa kemungkinan pendapatan yang sah adalah sebagai berikut ini :

1) Kegiatan-kegiatan usaha primer dan sekunder, pertanian, perkebunan, untuk pasar, kontraktor bangunan serta kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengannya, tukang yang berdiri sendiri.

2) Badan–badan usaha tersier (tertiary enterprises) dengan input modal yang relatif besar, perumahan, pengangkutan, spekulasi barang.

commit to user

3) Distribusi berlingkup kecil, petugas petugas pasar, pedagang kecil, penjaja di jalanan, pengusaha makanan dan minuman, agen–agen komisi dan pengecer.

4) Jasa-jasa lainnya, tukang musik, tukang semir sepatu, tukang cukur, tukang potret, tukang reparasi kendaraan, serta kerja-kerja pemeliharaan lainnya, perantara dan makelar, jasa–jasa keagamaan, obat-obatan.

5) Pembayaran–pembayaran antar perorangan (private transfer payment), peminjaman barang antar orang perorang, pengemis.

2. Kemungkinan – kemungkinan pendapatan informal yang tidak sah. Menurut Manning dan Effendi beberapa kemungkinan pendapatan yang sah adalah sebagai berikut ini :

1) Jasa-jasa para penjual tenaga kerja-kerja parasit pada umumnya mereka yang menerima barang curian, kegiatan meriba dan kegiatan gadai menggadai (dengan tingkat bunga ilegal), menjual obat-obatan terlarang, pelacuran, kegiatan penyelundupan.

2) Pencurian, pencopetan, perampasan bersenjata, perjudian.

Istilah sektor formal menurut Manning dan Effendi (1985:139) digunakan dalam pekerjaan permanen yang menimbulkan gaji tetap, seperti pekerjaan dalam perusahaan industri, kantor pemerintah dan perusahaan besar lainnya. Sektor informal meliputi (1) Sejumlah pekerjaan yang saling berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur pekerjaan yang terjalin dan terorganisir. (2) Pekerjaan secara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (3) Syarat-syarat bekerja yang dilindungi hukum. Kegiatan diluar kriteria tersebut sebagai sektor informal.

Kutipan oleh Imam Subhkan dalam tulisannya pada wordpress.com dari hernando de Soto ekonom dari Peru, yang banyak dirujuk pemikirannya yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal untuk dapat terintregasi dalam pasar. Kapitalisme yang bertumpu pada ekonomi pasar semestinya mampu memperkaya orang-orang yang terlibat didalamnya sebagaimana yang terjadi di dunia barat. Namun di negara-negara berkembang kapitalisme belum mampu membawa berkah kekayaan pada masyarakat kepada masyarakat.

Menurut de Soto ekonom dari Peri,batu sandungan utama yang menahan di dunia barat untuk mendapatkan keuntungan dari kapitalisme adalah ketidakmampuan menghasilkan kapital. Kapital adalah kekuatan yang memunculkan produktifitas kerja dan menciptakan kemakmuran bagi bangsa. Ia adalah darah bagi kehidupan bagi sistem kapitalisme, dan pondasi bagi kemajuan. Ketidakmampuan mereka menghasilkan kapital bukan karena ketiadaan aset. Mereka punya aset bahkan melimpah yang diperlukan untuk kapitalisme. Namun semua aset yang dimiliki orang miskin tersebut mati, tidak dapat dirubah menjadi kapital. Aset- aset tersebut tidak dapat diperdagangkan masuk kepasar, tidak dapat digunakan untuk pinjaman dan tidak dapat dijadikan saham untuk investasi. Hal ini disebabkan aset-aset itu tidak dapat dipresentasikan secara formal sehingga mampu menghasilkan

commit to user

kapital. Representasi adalah produk dari masyarakat yang telah mencapai

tahap konsensus, dalam hal “siapa memiliki property apa“ dan bagaimana

setiap pemilik dapat menciptakan nilai tambah dari propertinya tersebut. Mereka memiliki bisnis tanpa status usaha, mempunyai alat produksi tanpa ada surat kepemilikan, punya lapak tanpa surat izin formal. Sebagian alat-alat yang mati ini menimbun di sekor informal.

Sektor informal adalah sektor yang tidak memiliki suatu hukum dan tidak dilindungi hukum. Itulah yang menyebabkan potensi sektor informal menjadi aset mati, terhambat dan tidak berkembang karena tidak bisa berinteraksi dengan sektor diluarnya. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk menghidupkan atau mempresentasikan aset-aset sektor informal menjadi kapital adalah dengan mendorong formulasi aset-aset tersebut sehingga dapat terintegrasi kedalam pasar. Dengan kata lain, formulasi sektor informal menjadi jalan lain untuk menciptakan kekayaan bagi pelaku usaha sektor informal. Formalisasi yang dimaksud adalah pemberian status legal terhadap aset dan alat produksi yang dimiliki oleh pelaku usaha sektor informal.

1. Pengertian Sektor Informal

Konsep sektor informal digunakan pertama kali oleh Keith Hart, sewaktu ia meneliti di Ghana, Afrika. Kemudian Organisasi Buruh Internasional (ILO) menerangkan konsep ini dalam berbagai penelitiannya di Negara–Negara Dunia Ketiga, terutama untuk membantu memperjelas proses kemiskinan, yang dikaitkan dengan pengangguran, migrasi dan urbanisasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Pengertian sektor informal dalam data sensus penduduk disebut sebagai pekerja yang berusaha sendiri dengan buruh tidak tetap atau keluarga sang pekerja keluarga tak dibayar (sensus penduduk 1971 dalam Jefta Leibo).

Sedangkan menurut Aris Ananta (1985) mendefinisikan “Sektor informal

adalah suatu kegiatan bisnis yang dilakukan sambilan, oleh seorang yang

dibantu oleh sanak keluarga“.

Pengertian sektor informal secara konsensus disepakati bahwa sektor informal adalah unit- unit usaha kecil yang tidak atau sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi oleh pemerintah. Proteksi ekonomi menurut Mulyadi Subri (2003 : 93) adalah tarif proteksi, kredit dengan bunga rendah penyuluhan, perlindungan dan perawatan tenaga kerja, terjaminnya arus teknologi impor, hak paten dan sebagainya.

2. Ciri–ciri Sektor Informal.

Menurut Aris Ananta (1985), ciri–ciri sektor informal adalah : a. Kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik.

b. Belum mempunyai surat ijin usaha yang resmi. c. Modal dan perputaran usahanya sangat terbatas. d. Teknologi yang digunakan sederhana.

e. Pendidikan formal dari para pengelolanya tidak menjadi pertimbangan dalam mengelola usahanya.

f. Usahanya bersifat mandiri, jika ada karyawan biasanya dari keluarga sendiri.

commit to user

Ciri–ciri sektor informal menurut Breman yang dikutip oleh Chris manning dan Tandjudin Noer Effendi (2001 : 142) adalah :

a. Padat karya

b. Tingkat produktifitas rendah

c. Teknologi yang digunakan masih rendah d. Tingkat pendidikan formal yang rendah. e. Mudah sekali keluar masuk usaha

f. Kurangnya dukungan serta pengakuan dari pemerintah.

Dari beberapa ciri- ciri yang ada, dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar dari ciri–ciri sektor informal menyatakan bahwa ciri-ciri sektor informal yakni modal kecil, teknologi yang digunakan sederhana, kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik, serta karyawan sedikit dan merupakan kerabat atau anggota keluarga dari pengusaha.

3. Perkembangan Sektor Informal di Indonesia.

Selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir bahkan dalam jangka waktu panjang, sektor informal di daerah perkotaan Indonesia menampakkan pertumbuhan pesat. Meningkatnya sektor ini, punya kaitan erat dengan menurunnya kemampuan sektor modern (industri) dalam menyerap membengkaknya angkatan kerja di kota, dan disisi lain pertumbuhan angkatan kerja di kota –kota sebagai akibat migran dari desa-kota lebih cepat dibandingkan dengan peluang kerja yang ada. Keadaan yang demikian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

menjadi sebab pengangguran, termasuk dikalangan penduduk usia muda serta semakin banyaknya muncul sektor informal dikota sendiri.

Memekarnya sektor informal di kota-kota besar di Indonesia banyak

ditanggapi sebagai “ganjalan“ oleh pihak penguasa (pemerintah kota) karena

sektor ini beroperasi ditempat-tempat strategis dan dipandang merusak lingkungan serta keindahan kota. Bahkan sudah sangat biasa usaha ini dikaitkan dengan masalah seperti kemacetan lalu lintas, pemukiman liar, pelacuran, percaloan dan sejenisnya. Karena itu pihak penguasa kota sengaja membatasi ruang gerak sektor informal ini. Di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Jogjakarta, dan Semarang misalnya pemerintah kota telah menempuh cara-cara yang kurang manusiawi yaitu dengan mengusir, menghancurkan peralatan usaha yang digunakan, atau boleh dikatakan kebijaksanaan pemerintah kota selama ini hanya melihat dengan “sebelah mata“ yaitu dari segi menata lingkungan fisik kota dan tidak melihat secara

jeli bahwa sumbangan yang telah diberikan oleh sektor ini. Karena kalau mau dilihat, sektor informal telah memberikan tambahan penghasilan yang berarti bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah dikota. Sektor ini juga mempunyai kemampuan yang lumayan dalam memberikan kesempatan kerja bagi kaum pengangguran di kota-kota besar. Kenyataan diatas diperkuat oleh suatu survey yang dilakukan diberbagai kota di negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia dimana ditentukan kurang lebih 20-70 % kesempatan kerja terdapat dalam kegiatan “kecil–kecilan“ dengan “label“

commit to user

Di Indonesia sektor informal mulai dikenal sejak tahun 1970. Namun keberadaanya mulai diperhitungkan sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, karena sektor informal terbukti mampu menyerap sebagian besar tenaga kerja yang mengalami PHK. Di perkotaan sektor informal menyediakan lapangan pekerjaan untuk kalangan miskin sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari– hari dalam krisis ekonomi.

Tempat kerja sektor informal biasanya merupakan lingkungan yang kotor sehingga jaminan kesehatan tidak ada, walaupun telah ada usaha yang memberikan upah yang memadai kondisi kerja yang tidak layak akan mempengaruhi kualitas dan kondisi hidup, upah serta harapan hidup bagi sebagian masyarakat, selain itu, hal tersebut mengakibatkan rendahnya produktifitas, daya saing dan kinerja bisnis sektor informal berdampak pada ketidakpastian pendapatan yang diperoleh.

Dokumen terkait