Bab 2 Antisipasi MEA 2015
C. Sektor yang Ditutup
Gambaran mengenai daya saing Indonesia di antara sesama negara ASEAN dapat dilihat pada Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index). Indeks Daya Saing Global yang dipublikasikan setiap tahun oleh World Economic Forum memotret daya saing dari 144 negara di dunia. Indeks tersebut disusun dengan menggunakan 12 pilar yang digolongkan ke dalam tiga kategori yang disebut subindex, yaitu basic requirements (pilar yang penting untuk perekonomian yang bersifat “factor-driven”), efficiency enhancers (pilar yang penting untuk perekonomian yang bersifat “efficiency-driven,” dan innovation
and sophistication factor (pilar yang penting untuk perekonomian yang bersifat “innovation-driven”).
Pilar yang masuk dalam subindeks basic requirements adalah: (1) institusi; (2) infrastruktur; (3) makroekonomi; dan (4) kesehatan dan pendidikan dasar. Pilar yang masuk ke dalam subindeks efficiency enhancers meliputi: (1) pendidikan tinggi dan pelatihan; (2) efisiensi
pasar barang; (3) efisiensi pasar tenaga kerja; (4) perkembangan pasar
keuangan; (5) kesiapan teknologi; dan (6) ukuran pasar. Sementara itu, pilar yang masuk ke dalam subindeks innovation and sophistication
factors adalah business sophistication dan inovasi.
Peringkat Indonesia dalam Indeks Daya Saing Global meningkat dari peringkat 38 pada tahun 2013 menjadi peringkat 34 pada tahun 2014. Pada Indeks tersebut, Indonesia masih berada di bawah Singapura (peringkat 2), Malaysia (peringkat 20), dan Thailand (peringkat 31). Pada 2013 posisi Brunei berada di atas Indonesia, yakni di peringkat 26. Namun, pada 2014 Brunei tidak disertakan dalam daftar Indeks Daya Saing Global. Walaupun Indonesia masih berada di bawah negara-
23 Antisipasi MEA 2015
Tabel 2.5. Peringkat Negara-Negara ASEAN dalam Indeks Daya Saing Global Tahun 2013 dan 2014
Negara Peringkat 2013 Peringkat 2014
Singapura 2 2 Malaysia 24 20 Brunei Darussalam 26 - Thailand 37 31 Indonesia 38 34 Filipina 59 52 Vietnam 70 68 Laos 81 93 Kamboja 88 95 Myanmar 139 134
Sumber: The Global Competitiveness Report 2014–2015
Namun, terkait dengan kualitas tenaga kerjanya, terlihat bahwa Indonesia masih kalah dari sejumlah negara ASEAN yang lain. Data dari United Nations Development Programme (UNDP) pada 2013 mengenai Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM), menempatkan Indonesia pada peringkat ke-108 dari 187 negara. Peringkat ini masih kalah jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya, yaitu Singapura (9), Brunei Darussalam (30), Malaysia (62), dan Thailand (89). Namun, peringkat HDI Indonesia masih di atas Filipina (117), Vietnam (121), Kamboja (136), Laos (139), dan Myanmar (150).
Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara di seluruh dunia. Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu ukuran yang sering digunakan untuk membandingkan keberhasilan
pembangunan sumber daya manusia antarnegara. Indeks tersebut merupakan indikator komposit yang terdiri atas indikator kesehatan (umur harapan hidup waktu lahir), pendidikan (angka melek huruf dan sekolah) serta ekonomi (pengeluaran riil per kapita).
Dengan mengacu pada Indeks Daya Saing Global dan Indeks Pembangunan Manusia, terlihat bahwa sumber daya manusia Indonesia masih menghadapi ancaman dengan akan diberlakukannya MEA pada 2015. Untuk itu, pemerintah perlu memproteksi beberapa sektor dari arus TKA guna melindungi Tenaga Kerja Indonesia menjelang pemberlakuan MEA. Sebab, adanya pasar barang dan jasa secara bebas dengan diberlakukannya MEA akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan.
Salah satu regulasi yang diterapkan untuk menyeleksi tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia adalah diberlakukannya Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bagi tenaga kerja asing yang bekerja di bidang industri. Regulasi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian Pasal 28 ayat (1) bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di bidang industri harus memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Tenaga kerja asing tersebut hanya diperbolehkan bekerja dalam jangka waktu tertentu. Selanjutnya, dalam rangka pengamanan kepentingan strategis industri nasional tertentu, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian dapat melakukan pelarangan penggunaan tenaga kerja asing (Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014).
Perusahaan industri dan/atau perusahaan kawasan industri mesti mengutamakan penggunaan tenaga kerja industri dan konsultan industri nasional. Dalam kondisi tertentu perusahaan industri dan/atau
25 Antisipasi MEA 2015 perusahaan kawasan industri dapat menggunakan tenaga kerja industri asing dan/atau konsultan industri asing. Namun, perusahaan industri dan/atau perusahaan kawasan industri yang menggunakan tenaga kerja industri asing dan/atau konsultan industri asing tersebut diharuskan melakukan alih pengetahuan dan keterampilan kepada tenaga kerja industri dan/atau konsultan industri nasional.
Demi kepentingan nasional, industri strategis dikuasai oleh negara. Industri strategis terdiri atas industri yang:
1. memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak;
2. meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis; dan/atau
3. mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara.
Penguasaan industri strategis oleh negara dilakukan melalui: pengaturan kepemilikan; penetapan kebijakan; pengaturan perizinan; pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan pengawasan. Pengaturan kepemilikan industri strategis tersebut dilakukan melalui: 1. penyertaan modal seluruhnya oleh Pemerintah;
2. pembentukan usaha patungan antara Pemerintah dan swasta; atau 3. pembatasan kepemilikan oleh penanam modal asing.
Yang dimaksud dengan “pembatasan kepemilikan” adalah tidak diperbolehkannya penanaman modal asing. Pembatasan kepemilikan industri strategis oleh penanam modal asing, secara langsung akan membendung arus TKA yang masuk ke dalam sektor tersebut. Dengan demikian, selain melindungi kepentingan nasional, regulasi ini juga dapat melindungi tenaga kerja lokal.
Selain industri strategis, beberapa sektor lain juga dibatasi kepemilikannya dari penanam modal asing. Industri kecil hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia. Artinya, orang asing yang telah mendapat izin membuka industri kecil di Indonesia tidak bisa memperpanjang izin, jika sudah selesai. Selain industri kecil, industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa juga hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia. Sementara itu, industri menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia. Ketentuan mengenai pembatasan kepemilikan asing untuk industri kecil, industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa, dan industri menengah diatur dalam Undang- Undang nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Alasan mengapa regulasi ini diatur dengan tegas dalam undang-undang tersebut adalah untuk membendung serbuan TKA di Indonesia, serta melindungi pelaku industri kecil di Indonesia.
Perlindungan terhadap tenaga kerja lokal juga dituangkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 10 undang-undang ini disebutkan bahwa perusahaan penanaman modal harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia (WNI). Mereka berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing (WNA) untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan. Namun, perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja. Mereka diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia (WNI).
Namun, di sisi lain, berkaitan dengan tenaga kerja asing, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh fasilitas
27 Antisipasi MEA 2015 pelayanan keimigrasian. Pasal 23 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian dapat diberikan untuk:
1. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam merealisasikan penanaman modal;
2. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya, dan pelayanan purnajual; dan
3. calon penanam modal yang akan melakukan penjajakan penanaman modal.
Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada penanaman modal tersebut diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu:
1. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun;
2. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
3. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan;
4. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; dan
5. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan.
Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana yang dimaksud dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.
29 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA