TENAGA KERJA ASING
Direktorat Jenderal Binapenta
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia Tahun 2014
DALAM DATA
DAN INFORMASI
Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam Data dan Informasi
©2014 oleh Direktorat Jenderal Binapenta, Kemnaker RI
Hak cipta yang dilindungi Undang-Undang dan hak penerbitan ada pada Direktorat Jenderal Binapenta, Kemnaker RI.
Cetakan I, Desember 2014
Direktorat Jenderal Binapenta
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 51 Lt. IV-A Jakarta 12950
Telepon: +62 21-5250991 Faksimile: +62 21-5227588
i Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam Data dan Informasi
KATA PENGANTAR
P
enggunaan tenaga kerja asing di Indonesia tidak dapat dihindari karena negara kita menganut pasar kerja terbuka/internasional dengan aturan tertentu. Indonesia telah sepakat untuk melaksanakan pasar kerja bebas, yang antara lain diatur dalam kesepakatan regional dan bilateral mengenai people mobility dan human resource development.Sejak masa Orde Lama, Orde Baru, hingga saat ini, kebijakan Pemerintah terhadap masuknya TKA ke Indonesia pada dasarnya tetap konsisten yaitu bersifat selektif terhadap jabatan-jabatan tertentu yang memang belum memungkinkan diisi oleh tenaga-tenaga kerja dari Indonesia. Antisipasi terhadap masuknya TKA ke Indonesia juga dirasakan makin mendesak dengan akan segera diberlakukannya ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015. Apabila MEA terwujud, akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi warga negara-negara ASEAN. Mereka dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain di lingkungan ASEAN untuk mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan di negara yang dituju.
ASEAN dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan. Hal ini menjadi tantangan bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia karena setiap negara pasti telah bersiap diri di bidang ketanagakerjaannya dalam menghadapi MEA.
.
Desember 2014
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja
Dr. Dra. Reyna Usman, M.M.
iii Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam Data dan Informasi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Gambar ... v
Daftar Singkatan ... vi
Bab 1 Pentingnya Data dan Informasi TKA ... 1
Bab 2 Antisipasi MEA 2015 ... 11
A. TKA di Indonesia Kini ... 12
B. Sektor yang Dibuka... 16
C. Sektor yang Ditutup ... 22
Bab 3 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengendalian TKA ... 29
A. Tata Cara Penggunaan TKA ... 29
B. Pelaporan TKA ... 35
C. Pengendalian TKA ... 44
Bab 4 Penutup ... 51
Lampiran ... 55
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sebaran TKA Berdasarkan Negara ... 13
Tabel 2.2. Sebaran TKA Berdasarkan Sektor ... 14
Tabel 2.3. Sebaran TKA Berdasarkan Jabatan ... 14
Tabel 2.4. Sebaran TKA Berdasarkan Provinsi ... 15
Tabel 2.5. Peringkat Negara-Negara ASEAN dalam Indeks Daya Saing Global Tahun 2013 dan 2014 ... 23
v Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam Data dan Informasi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Ruang pelayanan tenaga kerja asing ... 28
DAFTAR SINGKATAN
AEC ASEAN Economic Community
AFAS ASEAN Framework Agreement on Services
DKPTKA Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing
HDI Human Development Index
IMTA Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
IPM Indeks Pembangunan Manusia
ISCO International Standard Classification of Occupations KITAP Kartu Izin Tinggal Tetap
KITAS Kartu Izin Tinggal Terbatas
MEA Masyarakat Ekonomi ASEAN
MRA Mutual Recognition Arrangements
PIS Priority Integration Sectors
PMA Penanaman Modal Asing
PMDN Penanaman Modal Dalam Negeri
RPTKA Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
SKKNI Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
TKA Tenaga Kerja Asing
TKL Tenaga Kerja Lokal
SDM Sumber Daya Manusia
1 Pentingnya Data dan Informasi TKA 1
BAB 1 PENTINGNYA DATA DAN INFORMASI
TKA
S
eiring dengan perkembangan globalisasi yang mendorong terjadinya pergerakan aliran modal dan investasi ke berbagai penjuru dunia, terjadi pula migrasi penduduk atau pergerakan tenaga kerja antarnegara. Pergerakan tenaga kerja tersebut berlangsung karena investasi yang dilakukan di negara lain pada umumnya membutuhkan pengawasan secara langsung oleh pemilik/investor. Sejalan dengan itu, demi menjaga kelangsungan usaha dan investasinya, pemilik modal juga membutuhkan tenaga-tenaga terampil yang bisa dipercaya dalam mengelola investasinya di negara tujuan (country of destination). Untuk keperluan tersebut, para pemilik modal perlu membawa serta beberapa tenaga kerja dari negara asal (country of origin) atau negara lain untuk bekerja sebagai tenaga kerja asing (TKA) di negara tujuan.Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan tenaga kerja asing (TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di Indonesia. Tenaga kerja asing masuk ke Indonesia melalui dua jalur yaitu, penugasan dan rekrutmen. Penugasan adalah penempatan pegawai oleh perusahaan multinasional untuk menduduki satu posisi/jabatan tertentu di salah satu cabang ataupun anak perusahaannya di Indonesia. Berdasarkan jangka waktunya, penugasan dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Salah satu contoh penugasan yang bersifat jangka pendek (kurang dari 1 tahun) adalah pemasangan instalasi/mesin/ teknologi yang dibeli oleh perusahaan di Indonesia sekaligus melakukan pelatihan kepada pegawai yang akan menanganinya. Adapun contoh penugasan yang bersifat jangka panjang (lebih dari 1 tahun) adalah pekerjaan manajerial dan pengelolaan perusahaan.
Adapun yang dimaksud dengan jalur rekrutmen adalah masuknya TKA melalui jalur penerimaan pegawai baik yang berstatus kontrak maupun tetap. Rekrutmen tersebut pada umumnya dilakukan oleh perusahaan lokal yang memiliki bisnis berskala global sehingga membutuhkan tenaga kerja asing sebagai upaya menghadapi kompetisi di dunia internasional.
3 Pentingnya Data dan Informasi TKA 3 Dalam kaitannya dengan globalisasi, penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia tidak dapat dihindari karena negara kita menganut pasar kerja terbuka/internasional dengan aturan tertentu. Indonesia telah sepakat untuk melaksanakan pasar kerja bebas, yang antara lain diatur dalam kesepakatan regional dan bilateral mengenai people mobility dan human resource development.
Kewenangan pengaturan TKA tidak seluruhnya dilimpahkan ke daerah karena TKA terkait dengan lalu lintas orang asing yang menganut selective policy dan one gate policy. Selain itu, TKA terkait dengan hubungan internasional sehingga kewenangan pengaturannya dipegang oleh pemerintah pusat.
Sejak masa Orde Lama, Orde Baru, hingga saat ini, kebijakan Pemerintah terhadap masuknya TKA ke Indonesia pada dasarnya tetap konsisten yaitu bersifat selektif terhadap jabatan-jabatan tertentu yang memang belum memungkinkan diisi oleh tenaga-tenaga kerja dari Indonesia. Di samping itu, untuk penempatan TKA tersebut perusahaan harus mendapat izin terlebih dulu dari Menteri.
Semangat dan upaya untuk memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada TKL dan membatasi penggunaan TKA ini juga tecermin dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa “Perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara Indonesia kecuali bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia” (Pasal 10 dan 11). Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 ini, di samping adanya kewajiban untuk mengutamakan penggunaan TKL, kepada perusahaan juga diwajibkan untuk “menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan di dalam dan/atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warganegara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur tenaga-tenaga warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga negara Indonesia” (pasal 12). Selanjutnya, sejalan dengan Undang-Undang PMA, ketentuan mengenai kewajiban untuk menggunakan tenaga kerja lokal ini juga diterapkan pada saat diterbitkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang salah satu pasalnya menyebutkan: “Perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asing, wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan yang diperlukan belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia... “ (Pasal 19).
5 Pentingnya Data dan Informasi TKA 5 perundang-undangan sebelumnya, dalam Keppres diatur antara lain rincian jabatan yang terbuka/tertutup bagi TKA dikaitkan dengan kepemilikan perusahaan penanam modal (pihak Indonesia/asing), kewajiban melaksanakan program penggantian TKA ke TKL, dan adanya kewajiban untuk menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Pendamping pada jenis pekerjaan yang dipegang oleh TKA.
Pada tahun 2000, Menteri Tenaga Kerja menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 173 tentang Jangka Waktu Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang. Hal pokok yang diatur dalam Kepmen ini adalah bahwa warga negara asing pendatang dapat bekerja di Indonesia sepanjang atas permintaan pengguna dan atau sponsor yang telah memperoleh izin dari instansi sesuai dengan bidang kegiatannya.
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan semakin memperjelas sikap pemerintah dalam merespons kedatangan TKA. Undang-undang ini secara tegas dan jelas mengatur penggunaan TKA dalam bab tersendiri (Bab VIII Penggunaan Tenaga Asing). Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja. Dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa:
1. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
3. Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
4. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
5. Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
6. Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya habis dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Rencana penggunaan tenaga kerja asing tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan:
1. alasan penggunaan tenaga kerja asing;
2. jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan;
3. jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing;
4. penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan.
Namun, ketentuan ini tidak berlaku bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing.
7 Pentingnya Data dan Informasi TKA 7 1. memiliki izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang
ditunjuk;
2. menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai tenaga pendamping TKA untuk alih teknologi dan alih keahlian (tidak berlaku bagi jabatan direksi dan/atau komisaris);
3. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja
Indonesia pendamping sesuai dengan kualifikasi jabatan yang
diduduki oleh tenaga kerja asing;
4. membayar kompensasi atas setiap TKA yang dipekerjakan (tidak berlaku bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan);
5. Memulangkan TKA ke negara asal setelah hubungan kerja berakhir.
Semangat untuk melindungi pasar tenaga kerja Indonesia dari serbuan pendatang semakin terasa dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.02/MEN/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Dalam Peraturan menteri ini antara lain disebutkan adanya persyaratan TKA yang akan dipekerjakan, yaitu memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki; bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja warga Negara Indonesia khususnya TKI pendamping; dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
Tenaga Kerja Asing. Berdasarkan peraturan menteri ini, TKA yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki oleh TKA;
2. memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi
atau pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA paling kurang 5 (lima) tahun;
3. bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Indonesia pendamping; dan
4. dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
Dari uraian tadi, tampak bahwa pada dasarnya sejak berdirinya Republik ini, Pemerintah telah menyadari akan adanya persaingan global yang tak terhindarkan di pasar tenaga kerja sehingga perlu disusun dan diterbitkan ketentuan yang bertujuan mengatur dan mengawasi penggunaan TKA. Selain itu, kebijakan ini dimaksudkan pula untuk memberikan kesempatan tenaga kerja warga negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di wilayah hukum Indonesia dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan tenaga kerja asing.
9 Pentingnya Data dan Informasi TKA 9 satu basis produksi tunggal (single production base) yang mensyaratkan aliran faktor-faktor produksi yang bebas, termasuk modal dan tenaga kerja terampil.
Dalam upaya mendukung liberalisasi sektor jasa, terutama terkait lalu lintas atau perpindahan tenaga kerja terampil, negara-negara anggota ASEAN menandatangani beberapa MRA (Mutual Recognition Arrangements), yang diawali dengan ASEAN MRA on Engineering Services pada tanggal 9 December 2005. Setidaknya saat ini telah disepakati 8 MRA dan MRA Framework, yang antara lain mencakup profesi seperti jasa teknik, arsitek, jasa keperawatan, praktisi medis-dokter, praktisi dokter gigi, jasa akuntan, profesi penyigian (surveying), dan pariwisata (tourism).
Apabila MEA terwujud pada tahun 2015, akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi warga negara-negara ASEAN. Mereka dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain di lingkungan ASEAN untuk mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan di negara yang dituju.
Tingkat keunggulan komparatif dan kompetitif yang berbeda antarnegara anggota ASEAN akan berpengaruh dalam menentukan manfaat MEA 2015 di antara negara-negara ASEAN. Karena itu, Indonesia harus meningkatkan daya saing tenaga kerjanya. Sebab, kualitas tenaga kerja yang ada di Indonesia relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja di beberapa negara ASEAN lainnya. Namun, selain berupaya meningkatkan kualitas tenaga kerjanya, pemerintah juga perlu membuat kebijakan untuk mengatur Tenaga Kerja Asing (TKA) guna melindungi Tenaga Kerja Indonesia menjelang pemberlakuan MEA.
11 Antisipasi MEA 2015
BAB 2 ANTISIPASI MEA 2015
P
ada ASEAN Summit bulan Januari 2007 di Cebu, Filipina, para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam ASEAN menghasilkan suatu kesepakatan bersama berupa cita-cita pencapaian komunitas ASEAN, yaitu ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Untuk mencapai tujuan tersebut, AEC blueprint (cetak biru MEA) diluncurkan pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura pada November 2007. Cetak biru ini dimaksudkan sebagai roadmap (peta jalan) yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan MEA pada 2015.Tujuan utama AEC adalah untuk mendorong efisiensi dan daya
saing ekonomi kawasan ASEAN, seperti tercermin dalam AEC blueprint, yaitu:
1. menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal);
2. menuju penciptaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi;
3. menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan program-program lainnya;
4. menuju integrasi penuh pada ekonomi global.
dalam AEC Blueprint. Semuanya merupakan elemen penting dalam pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi.
AEC atau MEA tentu akan membawa dampak positif dan negatif ke Indonesia. Dampak positifnya sebagai berikut:
1. perluasan pasar bagi produk dan jasa Indonesia;
2. terbukanya lapangan kerja bagi tenaga kerja terampil Indonesia.
Adapun dampak negatif pemberlakuan AEC sebagai berikut:
1. masuknya produk dan jasa luar negeri atau ASEAN ke Indonesia;
2. masuknya tenaga kerja terampil luar negeri atau ASEAN ke Indonesia, bersaing dengan tenaga kerja lokal;
3. emigrasi tenaga kerja terampil berkualitas dari Indonesia ke negara-negara ASEAN atau luar negeri.
Untuk mengantisipasi dampak pemberlakuan AEC 2015 ini, perlu ada langkah-langkah untuk mengantisipasinya. Hal ini terutama untuk mencegah efek brain drain dan efek tersingkirnya tenaga kerja domestik karena ketidakmampuan berkompetisi dengan tenaga kerja asing. Strategi yang bisa diterapkan adalah perlindungan tenaga kerja di dalam negeri dengan regulasi yang mengatur pengendalian penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dan pengembangan SDM berbasis kompetensi dan kebutuhan pasar kerja.
A. TKA di Indonesia Kini
13 Antisipasi MEA 2015 terbanyak berasal dari Malaysia, Thailand, dan Filipina. Di luar kawasan Asia, pangsa TKA lainnya yang cukup besar berasal dari Amerika Serikat, Australia, dan Inggris. Sebaran TKA berdasarkan negara asal dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1. Sebaran TKA Berdasarkan Negara
No Negara 2011 2012 2013 2014*
1 RR Tiongkok 16.153 16.731 14.371 15.341
2 Jepang 10.935 12.803 11.081 10.183
3 Korea Selatan 6.505 8.190 9.075 7.678
4 India 4.974 5.923 6.047 4.680
5 Malaysia 4.938 5.330 4.962 3.779
6 Amerika Serikat 4.483 4.644 2.197 2.497
7 Thailand 3.863 4.146 1.841 941
8 Australia 3.834 3.644 3.376 2.503
9 Filipina 3.816 3.588 2.601 2.509
10 Inggris 3.144 3.292 2.631 2.092
11 Negara Lainnya 14.662 4.136 10.775 12.401
Total 77.307 72.427 68.957 64.604
* Januari sampai dengan Oktober 2014
Sumber: Dit PPTKA - Ditjen Binapenta
Tabel 2.2. Sebaran TKA Berdasarkan Sektor
No Sektor 2011 2012 2013 2014*
1 Pertanian 10.537 2.200 8.015 2.582
2 Industri 23.354 34.051 24.029 23.482
3 Perdagangan dan Jasa 43.416 36.176 36.913 38.540
Total 77.307 72.427 68.957 64.604
* Januari sampai dengan Oktober 2014
Sumber: Dit PPTKA - Ditjen Binapenta
Sementara itu, jika dilihat dari level jabatan, TKA didominasi level profesional, advisor/consultant, manajer, direksi, supervisor, teknisi, dan komisaris. Sebaran TKA berdasarkan jabatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.3. Sebaran TKA Berdasarkan Jabatan
No Jabatan 2011 2012 2013 2014*
1 Profesional 34.811 32.285 23.650 19.522
2 Advisor/Consultant 12.746 13.131 14.125 13.617
3 Manajer 12.485 11.707 13.924 12.557
4 Direksi 6.508 6.448 9.066 8.867
5 Supervisor 4.753 4.311 3.798 6.163
6 Teknisi 5.271 3.750 3.557 2.889
7 Komisaris 733 795 837 989
Total 77.307 72.427 68.957 64.604
* Januari sampai dengan Oktober 2014
Sumber: Dit PPTKA - Ditjen Binapenta
15 Antisipasi MEA 2015 DKI Jakarta pada tahun 2013 sebanyak 58,49% dari total jumlah TKA di Indonesia. Hal ini merupakan hal yang wajar karena wilayah DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian Indonesia merupakan sentra lokasi kegiatan sebagian besar kantor pusat, baik perusahaan nasional maupun asing (PMA). Sementara itu, bagi kebanyakan TKA yang bekerja di kawasan industri di sekitar Jakarta seperti di daerah Tangerang dan Bekasi, dapat dipastikan mereka akan lebih memilih tinggal di Jakarta yang memiliki fasilitas infrastruktur lengkap. Sebagai pusat perekonomian, Jakarta juga dijadikan sebagai basis operasional sehari-hari. Sebaran TKA di Indonesia berdasarkan provinsi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.4. Sebaran TKA Berdasarkan Provinsi
No Provinsi 2013
12 Nusa Tenggara Barat 322
No Provinsi 2013
28 Nusa Tenggara Timur 27
29 Sulawesi Tengah 20
Sumber: Dit PPTKA - Ditjen Binapenta
B. Sektor yang Dibuka
Apabila MEA terwujud pada 2015, akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi warga negara ASEAN. Bagi tenaga kerja terdidik di wilayah ASEAN, rencana penerapan MEA memberi peluang sekaligus tantangan. Mereka dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain di kawasan ASEAN untuk mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan di negara yang dituju. Seorang tenaga kerja warga salah satu negara ASEAN akan punya kesempatan bekerja di sembilan negara ASEAN yang lain. Contohnya, seorang warga negara Indonesia mempunyai peluang bekerja di Malaysia, Singapura, Thailand, dan negara-negara ASEAN yang lain.
17 Antisipasi MEA 2015 yang lain akan bisa datang ke Indonesia untuk mencari peluang kerja di negara kita ini. Artinya, peluang kerja yang ada di Indonesia akan diperebutkan oleh lebih banyak orang.
Dalam kesepakatan AEC Blueprint, elemen-elemen yang terkait dengan sektor ketenagakerjaan adalah Arus Bebas Jasa dan Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil (Skilled Labour). Liberalisasi jasa bertujuan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa di antara negara-negara ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS).
Liberalisasi jasa dilakukan dengan pengurangan atau penghapusan hambatan dalam 4 (empat) modes of supply, baik untuk Horizontal Commitment maupun National Treatment sebagai berikut:
1. Mode 1 (cross-border supply): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada pengguna jasa dalam negeri;
2. Mode 2 (consumption abroad): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada konsumen domestik yang sedang berada di negara penyedia jasa;
3. Mode 3 (commercial presence): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada konsumen di negara konsumen;
4. Mode 4 (movement of natural person): tenaga kerja asing yang menyediakan keahlian tertentu dan datang ke negara konsumen.
Arus bebas tenaga kerja sebenarnya juga bisa masuk dalam kerangka kerja sama AFAS dalam Mode 4. Kerja sama dalam Mode 4 tersebut diarahkan untuk memfasilitasi pergerakan tenaga kerja yang didasarkan pada suatu kontrak/perjanjian untuk mendukung kegiatan perdagangan dan investasi di sektor jasa. Salah satu upaya untuk mendukung hal tersebut adalah dengan disusunnya Mutual Recognition Arrangement (MRA).
MRA merupakan kesepakatan yang diakui bersama oleh seluruh negara ASEAN untuk saling mengakui atau menerima beberapa atau
semua aspek hasil penilaian seperti hasil tes atau berupa sertifikat.
Adapun tujuan dari pembentukan MRA ini adalah untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mendapatkan kesamaan/ kesetaraan serta mengakui perbedaan antarnegara untuk pendidikan, pelatihan, pengalaman, dan persyaratan lisensi untuk para profesional yang ingin berpraktik.
Hingga tahun 2009, terdapat beberapa MRA yang telah disepakati oleh ASEAN yaitu MRA untuk jasa-jasa engineering, nursing, architectural,
surveying qualification, tenaga medis (dokter umum dan dokter gigi), jasa-jasa akuntansi di mana semua MRA ini ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN (untuk Indonesia, Menteri Perdagangan) pada waktu yang berbeda-beda yaitu:
1. ASEAN MRA on Engineering Services, tanggal 9 December 2005 di Kuala Lumpur;
2. ASEAN MRA on Nursing Services, tanggal 8 Des 2006 di Cebu, Filipina;
19 Antisipasi MEA 2015 4. ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of
Surveying Qualifications, tanggal 19 November 2007 di Singapura; 5. ASEAN MRA on Medical Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di
Cha-am, Thailand;
6. ASEAN MRA on Dental Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand;
7. ASEAN MRA Framework on Accountancy Services, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand;
8. ASEAN Sectoral MRA for Good Manufacturing Practice (GMP)
Inspection of Manufacturers of Medicinal Products, tanggal 10 April 2009 di Pattaya, Thailand.
Sektor Prioritas Integrasi (Priority Integration Sectors/PIS) adalah sektor-sektor yang dianggap strategis untuk diliberalisasikan menuju pasar tunggal dan berbasis produksi. Para Menteri Ekonomi ASEAN dalam Special Informal AEM Meeting, tanggal 12-13 Juli 2003 di Jakarta menyepakati sebanyak 11 sektor yang masuk kategori PIS. Selanjutnya, pada tanggal 8 Desember 2006 di Cebu, Filipina, para Menteri Ekonomi ASEAN menyetujui penambahan sektor Logistik sehingga jumlah PIS menjadi 12 (dua belas) sektor. Dalam proses meliberalisasikan seluruh sektor PIS tersebut, disepakati agar setiap negara anggota ASEAN bertindak sebagai koordinator untuk 12 sektor PIS berikut:
1. Agro-based product (produk pertanian), negara koordinator: Myanmar;
2. Air travel (transportasi udara), negara koordinator: Thailand;
3. Automotives (otomotif), negara koordinator: Indonesia;
4. e-ASEAN (ITC), negara koordinator: Singapura;
6. Fisheries (perikanan), negara koordinator: Myanmar;
7. Healthcare (kesehatan), negara koordinator: Singapura;
8. Rubber-based product (produk turunan dari karet), negara koordinator: Malaysia;
9. Textile and apparels (tekstil dan pakaian), negara koordinator: Malaysia;
10. Tourism (pariwisata), negara koordinator: Thailand;
11. Wood-based products (produk turunan dari kayu), negara koordinator: Indonesia;
12. Logistics (jasa logistik), negara koordinator: Vietnam.
Secara umum, PIS memiliki langkah khusus dan langkah spesifik
untuk mempercepat integrasi 12 sektor tersebut. Pada umumnya langkah-langkah tersebut merupakan langkah-langkah yang juga digariskan dalam ASEAN Trade In Goods (ATIGA), yang antara lain berkaitan dengan ketenagakerjaan, yaitu perpindahan pelaku usaha, tenaga ahli, profesional, tenaga terampil dan orang berbakat. Dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dalam negeri, setiap negara anggota ASEAN wajib:
1. Mengembangkan suatu Persetujuan ASEAN untuk memfasilitasi perpindahan para pelaku usaha, termasuk pemberlakuan suatu Kartu Perjalanan ASEAN;
21 Antisipasi MEA 2015 3. Mempercepat penyelesaian MRAs untuk memfasilitasi perpindahan
bebas dari para tenaga ahli, profesional, tenaga terampil dan orang berbakat di ASEAN, pada tanggal 31 Desember 2008.
Dalam rangka memfasilitasi arus bebas tenaga kerja terampil, hingga tahun 2009 ASEAN telah menyusun dan menyepakati beberapa MRA yang diharapkan dapat memfasilitasi pergerakan arus tenaga kerja terampil secara bebas di wilayah ASEAN. Penyusunan dan pembahasan MRAs tersebut dilakukan dalam pertemuan Sectoral Working Groups di bawah koordinasi Coordinating Committee on Services (CCS). Dari delapan MRAs yang sudah disepakati/ditandatangani pada waktu yang berbeda-beda, satu-satunya MRA yang sudah diimplementasikan adalah MRA on Engineering Services.
Dari sisi jumlah tenaga kerja, Indonesia yang mempunyai penduduk yang sangat besar dapat menyediakan tenaga kerja yang cukup dan pasar yang besar, sehingga menjadi pusat industri. Selain itu, Indonesia dapat menjadikan ASEAN sebagai tujuan pekerjaan guna mengisi investasi yang akan dilakukan dalam rangka AEC 2015. Standardisasi yang dilakukan melalui Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dapat memfasilitasi pergerakan tenaga kerja tersebut.
C. Sektor yang Ditutup
Gambaran mengenai daya saing Indonesia di antara sesama negara ASEAN dapat dilihat pada Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index). Indeks Daya Saing Global yang dipublikasikan setiap tahun oleh World Economic Forum memotret daya saing dari 144 negara di dunia. Indeks tersebut disusun dengan menggunakan 12 pilar yang digolongkan ke dalam tiga kategori yang disebut subindex, yaitu basic requirements (pilar yang penting untuk perekonomian yang bersifat “factor-driven”), efficiency enhancers (pilar yang penting untuk perekonomian yang bersifat “efficiency-driven,” dan innovation
and sophistication factor (pilar yang penting untuk perekonomian yang bersifat “innovation-driven”).
Pilar yang masuk dalam subindeks basic requirements adalah: (1) institusi; (2) infrastruktur; (3) makroekonomi; dan (4) kesehatan dan pendidikan dasar. Pilar yang masuk ke dalam subindeks efficiency enhancers meliputi: (1) pendidikan tinggi dan pelatihan; (2) efisiensi
pasar barang; (3) efisiensi pasar tenaga kerja; (4) perkembangan pasar
keuangan; (5) kesiapan teknologi; dan (6) ukuran pasar. Sementara itu, pilar yang masuk ke dalam subindeks innovation and sophistication
factors adalah business sophistication dan inovasi.
Peringkat Indonesia dalam Indeks Daya Saing Global meningkat dari peringkat 38 pada tahun 2013 menjadi peringkat 34 pada tahun 2014. Pada Indeks tersebut, Indonesia masih berada di bawah Singapura (peringkat 2), Malaysia (peringkat 20), dan Thailand (peringkat 31). Pada 2013 posisi Brunei berada di atas Indonesia, yakni di peringkat 26. Namun, pada 2014 Brunei tidak disertakan dalam daftar Indeks Daya Saing Global. Walaupun Indonesia masih berada di bawah
23 Antisipasi MEA 2015
Tabel 2.5. Peringkat Negara-Negara ASEAN dalam Indeks Daya Saing Global Tahun 2013 dan 2014
Negara Peringkat 2013 Peringkat 2014
Singapura 2 2
Sumber: The Global Competitiveness Report 2014–2015
Namun, terkait dengan kualitas tenaga kerjanya, terlihat bahwa Indonesia masih kalah dari sejumlah negara ASEAN yang lain. Data dari United Nations Development Programme (UNDP) pada 2013 mengenai Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM), menempatkan Indonesia pada peringkat ke-108 dari 187 negara. Peringkat ini masih kalah jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya, yaitu Singapura (9), Brunei Darussalam (30), Malaysia (62), dan Thailand (89). Namun, peringkat HDI Indonesia masih di atas Filipina (117), Vietnam (121), Kamboja (136), Laos (139), dan Myanmar (150).
pembangunan sumber daya manusia antarnegara. Indeks tersebut merupakan indikator komposit yang terdiri atas indikator kesehatan (umur harapan hidup waktu lahir), pendidikan (angka melek huruf dan sekolah) serta ekonomi (pengeluaran riil per kapita).
Dengan mengacu pada Indeks Daya Saing Global dan Indeks Pembangunan Manusia, terlihat bahwa sumber daya manusia Indonesia masih menghadapi ancaman dengan akan diberlakukannya MEA pada 2015. Untuk itu, pemerintah perlu memproteksi beberapa sektor dari arus TKA guna melindungi Tenaga Kerja Indonesia menjelang pemberlakuan MEA. Sebab, adanya pasar barang dan jasa secara bebas dengan diberlakukannya MEA akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan.
Salah satu regulasi yang diterapkan untuk menyeleksi tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia adalah diberlakukannya Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bagi tenaga kerja asing yang bekerja di bidang industri. Regulasi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian Pasal 28 ayat (1) bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di bidang industri harus memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Tenaga kerja asing tersebut hanya diperbolehkan bekerja dalam jangka waktu tertentu. Selanjutnya, dalam rangka pengamanan kepentingan strategis industri nasional tertentu, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian dapat melakukan pelarangan penggunaan tenaga kerja asing (Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014).
25 Antisipasi MEA 2015 perusahaan kawasan industri dapat menggunakan tenaga kerja industri asing dan/atau konsultan industri asing. Namun, perusahaan industri dan/atau perusahaan kawasan industri yang menggunakan tenaga kerja industri asing dan/atau konsultan industri asing tersebut diharuskan melakukan alih pengetahuan dan keterampilan kepada tenaga kerja industri dan/atau konsultan industri nasional.
Demi kepentingan nasional, industri strategis dikuasai oleh negara. Industri strategis terdiri atas industri yang:
1. memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak;
2. meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis; dan/atau
3. mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara.
Penguasaan industri strategis oleh negara dilakukan melalui: pengaturan kepemilikan; penetapan kebijakan; pengaturan perizinan; pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan pengawasan. Pengaturan kepemilikan industri strategis tersebut dilakukan melalui:
1. penyertaan modal seluruhnya oleh Pemerintah;
2. pembentukan usaha patungan antara Pemerintah dan swasta; atau
3. pembatasan kepemilikan oleh penanam modal asing.
Selain industri strategis, beberapa sektor lain juga dibatasi kepemilikannya dari penanam modal asing. Industri kecil hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia. Artinya, orang asing yang telah mendapat izin membuka industri kecil di Indonesia tidak bisa memperpanjang izin, jika sudah selesai. Selain industri kecil, industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa juga hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia. Sementara itu, industri menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia. Ketentuan mengenai pembatasan kepemilikan asing untuk industri kecil, industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa, dan industri menengah diatur dalam Undang-Undang nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Alasan mengapa regulasi ini diatur dengan tegas dalam undang-undang tersebut adalah untuk membendung serbuan TKA di Indonesia, serta melindungi pelaku industri kecil di Indonesia.
Perlindungan terhadap tenaga kerja lokal juga dituangkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 10 undang-undang ini disebutkan bahwa perusahaan penanaman modal harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia (WNI). Mereka berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing (WNA) untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan. Namun, perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja. Mereka diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia (WNI).
27 Antisipasi MEA 2015 pelayanan keimigrasian. Pasal 23 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian dapat diberikan untuk:
1. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam merealisasikan penanaman modal;
2. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya, dan pelayanan purnajual; dan
3. calon penanam modal yang akan melakukan penjajakan penanaman modal.
Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada penanaman modal tersebut diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu:
1. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun;
2. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
3. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan;
5. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan.
Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana yang dimaksud dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.
29 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA
BAB 3 REGULASI PENGGUNAAN TKA DAN
PENGENDALIAN TKA
P
enggunaan dan pengendalian TKA diatur dalam beberapa regulasi yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan ini penggunaan tenaga kerja asing diatur secara khusus dalam satu bab tersendiri, yaitu Bab VIII. Regulasi tersebut berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Keputusan Direktur Jenderal Binapenta, dan MoU Ditjen Binapenta dengan Ditjen Imigrasi.A. Tata Cara Penggunaan TKA
Tata cara penggunaan TKA diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Peraturan Menteri ini merupakan pengganti Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.02/MEN/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketenagakerjaan, sehingga perlu disempurnakan. Tata cara penggunaan tenaga kerja asing ini merupakan pelaksanaan Pasal 42 ayat (1), Pasal 43 ayat (4), dan Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
1. instansi pemerintah, badan-badan internasional, perwakilan negara asing;
2. kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing, kantor perwakilan berita asing;
3. perusahaan swasta asing;
4. badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia atau badan usaha asing yang terdaftar di instansi berwenang di Indonesia;
5. lembaga sosial, keagamaan, pendidikan dan kebudayaan;
6. usaha jasa impresariat, yakni kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan di Indonesia, baik yang mendatangkan maupun memulangkan TKA di bidang seni dan olahraga yang bersifat sementara.
Pemberi kerja TKA yang berbentuk persekutuan perdata, Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV) dan Usaha Dagang (UD) dilarang mempekerjakan TKA kecuali diatur dalam undang-undang.
31 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA
1. Pengajuan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)
Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis atau online kepada Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja melalui Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing dengan melampirkan:
1. alasan penggunaan TKA;
2. formulir RPTKA yang sudah diisi;
3. surat izin usaha dari instansi yang berwenang;
4. akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh instansi yang berwenang;
5. keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat;
6. bagan struktur organisasi perusahaan;
7. surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA dan rencana program pendampingan;
8. surat pernyataan kesanggupan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan
kualifikasi jabatan yang diduduki TKA;
9. kopi bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981;
10. rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi teknis apabila diperlukan.
Formulir RPTKA memuat:
1. nama pemberi kerja TKA;
2. alamat pemberi kerja TKA;
3. nama pimpinan perusahaan;
5. uraian jabatan TKA;
6. jumlah TKA yang akan dipekerjakan;
7. lokasi kerja TKA;
8. jangka waktu penggunaan TKA;
9. upah/gaji TKA;
10. tanggal mulai dipekerjakan;
11. jumlah tenaga kerja Indonesia yang dipekerjakan dan peluang kesempatan kerja yang diciptakan;
12. penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA;
13. rencana progam pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.
2. RPTKA untuk Pekerjaan yang Bersifat Sementara
RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara diberikan untuk pekerjaan yang sekali selesai dan pekerjaan yang berhubungan dengan pemasangan mesin, elektrikal, layanan purna jual, atau produk dalam masa penjajakan usaha.
Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja melalui Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing dengan melampirkan:
1. alasan penggunaan TKA;
2. formulir RPTKA yang sudah diisi;
3. surat izin usaha dari instansi yang berwenang;
4. akte pendirian sebagai badan hukum yang disahkan oleh instansi yang berwenang;
33 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA 6. bagan struktur organisasi perusahaan;
7. surat penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA;
8. kopi bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981;
9. kopi kontrak pekerjaan.
Formulir RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara memuat:
1. identitas pemberi kerja TKA;
2. jabatan, uraian jabatan, dan persyaratan jabatan TKA;
3. jumlah TKA;
4. jangka waktu penggunaan TKA.
RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara diberikan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan tidak dapat diperpanjang.
3. RPTKA untuk Pekerjaan yang Bersifat Darurat
Selain RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara, ada juga RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat darurat. Pekerjaan yang bersifat darurat adalah pekerjaan yang mendesak dan apabila tidak ditangani secara langsung dapat mengakibatkan kerugian fatal bagi perusahaan dan/ atau masyarakat umum. Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat darurat, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja melalui Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing. dengan melampirkan:
1. alasan penggunaan TKA;
2. formulir RPTKA yang sudah dilengkapi;
4. surat pernyataan kondisi darurat dari pemberi kerja TKA.
Formulir RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat darurat memuat:
1. identitas pemberi kerja TKA;
2. jabatan, uraian jabatan dan persyaratan jabatan TKA;
3. jumlah TKA; dan
4. jangka waktu penggunaan TKA.
Setelah semua persyaratan dipenuhi, Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing menerbitkan keputusan pengesahan RPTKA selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap. RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat darurat diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan dan tidak dapat diperpanjang.
4. RPTKA di Kawasan Ekonomi Khusus
Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA di Kawasan Ekonomi Khusus, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada pejabat yang ditunjuk di Kawasan Ekonomi Khusus, dengan melampirkan persyaratan sebagaimana RPTKA biasa. Kawasan ekonomi khusus adalah kawasan dalam wilayah hukum negara kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi perekonomian yang bersifat khusus dan memperoleh fasilitas tertentu.
5. RPTKA Jasa Impresariat
35 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dengan melampirkan: 1. alasan penggunaan TKA;
2. formulir RPTKA yang sudah diisi;
3. surat izin usaha dari instansi yang berwenang;
4. akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh instansi yang berwenang;
5. keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat;
6. bagan struktur organisasi perusahaan;
7. surat pernyataan kesanggupan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan
kualifikasi jabatan yang diduduki TKA;
8. kopi bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981; dan
9. rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi teknis apabila diperlukan.
Formulir RPTKA jasa impresariat memuat: 1. nama pemberi kerja TKA;
2. alamat pemberi kerja TKA;
3. nama pimpinan perusahaan;
4. jumlah TKA yang akan dipekerjakan; 5. lokasi kerja TKA;
6. jangka waktu penggunaan TKA;
7. tanggal mulai dipekerjakan.
B. Pelaporan TKA
disebut Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Kewajiban memiliki izin tersebut tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan TKA sebagai pegawai diplomatik dan konsuler. IMTA awal diterbitkan oleh Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Adapun IMTA perpanjangan diterbitkan oleh:
1. Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
2. Kepala Dinas Provinsi; atau
3. Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
1. Pengajuan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA
Pemberi kerja TKA yang akan mengurus IMTA, terlebih dahulu harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing untuk mendapatkan rekomendasi kawat persetujuan visa (TA-01) dengan melampirkan:
1. kopi keputusan pengesahan RPTKA;
2. kopi paspor TKA yang akan dipekerjakan;
3. daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
4. kopi ijazah sarjana atau keterangan pengalaman kerja TKA atau
sertifikat kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;
5. kopi surat penunjukan tenaga kerja Indonesia pendamping; dan
6. pasfoto berwarna ukuran 4 × 6 cm sebanyak 1 (satu) lembar.
37 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA dengan ditembuskan kepada pemberi kerja TKA. Rekomendasi kawat persetujuan visa (TA-01) tersebut berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkan.
Ketentuan sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dikecualikan bagi pemberi kerja yang mempekerjakan TKA yang berstatus kawin campuran.
Selanjutnya, jika Ditjen Imigrasi telah mengabulkan permohonan visa untuk dapat bekerja atas nama TKA yang bersangkutan dan menerbitkan surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa, maka pemberi kerja TKA mengajukan permohonan IMTA kepada Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing dengan melampirkan:
1. kopi draf perjanjian kerja;
2. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Ketenagakerjaan;
3. kopi polis asuransi;
4. kopi surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa; dan
5. foto berwarna ukuran 4 × 6 sebanyak 2 (dua) lembar.
Jika persyaratan tersebut telah dipenuhi, Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing menerbitkan IMTA selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja. Jangka waktu berlakunya IMTA diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
Pembayaran dana kompensasi dilakukan oleh pemberi kerja TKA dan disetorkan pada rekening Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (DKPTKA) pada bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Ketenagakerjaan. Dana kompensasi penggunaan TKA tersebut merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pemberi kerja TKA dilarang mempekerjakan TKA pada lebih dari 1 (satu) jabatan dalam perusahaan yang sama. Pemberi kerja TKA juga dilarang mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan oleh pemberi kerja TKA yang lain. Namun, ketentuan ini dikecualikan bagi TKA yang menduduki jabatan Direksi atau Komisaris berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2. Perpanjangan IMTA
Pemberi kerja TKA yang akan melakukan perpanjangan IMTA, harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing atau Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
Perpanjangan IMTA diterbitkan oleh:
1. Direktur, untuk TKA yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) wilayah provinsi;
2. Kepala Dinas Provinsi, untuk TKA yang lokasi kerjanya lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
3. Kepala Dinas Kabupaten/Kota, untuk TKA yang lokasi kerjanya dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
39 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA 1. kopi IMTA yang masih berlaku;
2. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Ketenagakerjaan atau retribusi melalui bank yang ditunjuk oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota;
3. kopi polis asuransi;
4. laporan realisasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia pendamping;
5. kopi keputusan RPTKA yang masih berlaku;
6. foto berwarna ukuran 4 × 6 sebanyak 2 (dua) lembar; dan 7. rekomendasi dari instansi terkait untuk sektor tertentu.
Apabila persyaratan tidak terpenuhi, permohonan perpanjangan ditolak. Jika persyaratan telah lengkap, Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing atau Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota menerbitkan IMTA paling lama 4 (empat) hari kerja.
IMTA dapat diperpanjang sesuai jangka waktu berlakunya RPTKA dengan ketentuan setiap kali perpanjangan paling lama 1 (satu) tahun. Jangka waktu perpanjangan IMTA tersebut dikecualikan untuk jabatan Komisaris dan Direksi. Jangka waktu perpanjangan IMTA untuk jabatan Komisaris dan Direksi paling lama 2 (dua) tahun. IMTA perpanjangan digunakan sebagai dasar untuk memperpanjang KITAS.
3. IMTA untuk Pekerjaan Sementara
1. kopi keputusan pengesahan RPTKA;
2. kopi polis asuransi;
3. kopi paspor TKA yang bersangkutan;
4. pasfoto TKA ukuran 4 × 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; dan 5. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui bank
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Ketenagakerjaan.
Jika permohonan tersebut telah lengkap, Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing akan menerbitkan IMTA dalam waktu paling lama 4 (empat) hari kerja. IMTA untuk pekerjaan yang bersifat sementara diberikan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.
4. IMTA untuk Pekerjaan Darurat
Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA untuk pekerjaan yang bersifat darurat wajib mengajukan permohonan IMTA secara tertulis kepada Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dengan melampirkan:
1. surat pernyataan dari pemberi kerja TKA tentang kondisi darurat;
2. kopi paspor TKA yang bersangkutan;
3. pasfoto TKA ukuran 4 × 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
4. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Ketenagakerjaan.
41 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA
5. IMTA untuk Kawasan Ekonomi Khusus
Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA di Kawasan Ekonomi Khusus wajib mengajukan permohonan IMTA secara tertulis kepada pejabat yang ditunjuk di Kawasan Ekonomi Khusus. Tata cara memperoleh IMTA di Kawasan Ekonomi Khusus mengikuti ketentuan pengurusan IMTA biasa.
6. IMTA untuk Pemandu Nyanyi/Karaoke
Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA sebagai pemandu nyanyi/karaoke wajib mengajukan permohonan IMTA kepada Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dengan melampirkan:
1. kopi izin tempat usaha yang memiliki fasilitas karaoke;
2. RPTKA yang telah disahkan oleh Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
3. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Ketenagakerjaan;
4. kopi polis asuransi; dan
5. perjanjian kerja TKA dengan pemberi kerja.
IMTA untuk pemandu nyanyi/karaoke diberikan paling lama 6 (enam) bulan dan tidak dapat diperpanjang. Selain itu, ada ketentuan bahwa pemberi kerja yang mempekerjakan TKA sebagai pemandu nyanyi/karaoke, harus mempekerjakan pemandu nyanyi/karaoke tenaga kerja Indonesia yang jumlahnya 5 (lima) kali jumlah pemandu nyanyi/karaoke TKA.
7. IMTA Untuk Pemegang Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP)
Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing dengan melampirkan:
1. kopi RPTKA yang masih berlaku;
2. kopi izin tinggal tetap yang masih berlaku;
3. daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
4. kopi ijazah atau pengalaman kerja;
5. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri Ketenagakerjaan;
6. kopi polis asuransi; dan
7. pasfoto berwarna ukuran 4 × 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.
Jika dokumen permohonan telah lengkap dan memenuhi persyaratan, Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing menerbitkan IMTA.
8. Perubahan Nama Pemberi Kerja dan Perubahan Lokasi Kerja
Jika pemberi kerja TKA berganti nama, Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk mengubah KITAS/KITAP. Tata caranya, pemberi kerja TKA menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing dengan melampirkan:
1. kopi RPTKA perubahan;
2. kopi KITAS/KITAP yang masih berlaku;
3. kopi IMTA yang masih berlaku;
4. kopi bukti perubahan nama perusahaan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang.
43 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA perubahan IMTA dan membayar dana kompensasi/retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Permohonan dan pelayanan penggunaan TKA yang meliputi pengesahan RPTKA, rekomendasi persetujuan kawat visa bekerja, dan IMTA dilakukan secara online melalui website Kementerian Ketenagakerjaan di www.tka-online.depnakertrans.go.id.
9. Pelaporan dan Pengawasan TKA
Pemberi kerja TKA wajib melaporkan penggunaan TKA dan laporan realisasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia pendamping di perusahaan secara periodik 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing atau Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja.
Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing atau Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota melaporkan penerbitan IMTA secara periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri Ketenagakerjaan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja.
C. Pengendalian TKA
Sebagai upaya pengendalian TKA, pemerintah telah memberlakukan beberapa regulasi yang antara lain tertuang dalam:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223/ MEN/2003 tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi;
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 67/ MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Program JAMSOSTEK bagi Tenaga Kerja Asing;
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.247/ MEN/X/2011 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori Konstruksi;
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing;
45 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA 9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 463
Tahun 2012 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia;
10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 464 Tahun 2012 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Perdagangan Besar dan Eceran Serta Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor;
11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 707 Tahun 2012 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Transportasi dan Pergudangan Golongan Pokok Angkutan Udara;
12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 708 Tahun 2012 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori Kesenian, Hiburan dan Rekreasi Golongan Pokok Kegiatan Hiburan, Kesenian dan Kreativitas dan Golongan Pokok Olahraga dan Rekreasi Lainnya;
13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 354 Tahun 2013 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Minuman;
14. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 355 Tahun 2013 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Daur Ulang, Pembuangan dan Pembersihan Limbah dan Sampah Golongan Pokok Pengelolaan Limbah;
Kerja Asing pada Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Tekstil;
16. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 357 Tahun 2013 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Pakaian Jadi;
17. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 358 Tahun 2013 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Makanan;
18. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 359 Tahun 2013 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Barang Logam Bukan Mesin dan Peralatannya;
19. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Nomor KEP.70/PPTK/IV/2013 tentang Pedoman Pendampingan Tenaga Kerja Asing;
20. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Nomor KEP.71/PPTK/IV/2013 tentang Pedoman Penilaian Kelayakan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
21. Nota Kesepahaman Bersama antara Ditjen Binapenta dengan Ditjen Imigrasi Nomor B.539/PPTK/IV/2013 dan Nomor IMI-UM.01.01-1214 tentang Penggunaan Sistem Online Penempatan Tenaga Kerja dan Keimigrasian.
47 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013, TKA yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki oleh TKA;
2. memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi
atau pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA paling kurang 5 (lima) tahun;
3. bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Indonesia pendamping; dan
4. dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing; dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja
Indonesia tersebut yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki
oleh tenaga kerja asing. Pendidikan dan pelatihan kerja oleh pemberi kerja tersebut dapat dilaksanakan baik di dalam negeri maupun dengan mengirimkan tenaga kerja Indonesia untuk berlatih di luar negeri. Ketentuan ini tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.
kemampuan sehingga pada waktunya diharapkan dapat mengganti tenaga kerja asing yang didampinginya. Tenaga kerja pendamping yang
mengikuti pendidikan dan pelatihan mendapat sertifikat pelatihan dan sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sebagai bagian dari upaya pengendalian TKA, pemerintah juga melakukan pembinaan pemberi kerja TKA melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan dinas yang membidangi ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Selain itu, dilakukan juga pengawasan atas pelaksanaan penggunaan TKA serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pendamping. Pengawasan ini dilaksanakan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan pada Kementerian Ketenagakerjaan dan dinas yang membidangi ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
49 Regulasi Penggunaan TKA dan Pengelolaan TKA
Tabel 3.1. Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing
No
Nama Jabatan
Indonesia Kode ISCO* Inggris
1 Direktur Personalia 1210 Personnel Director
2 Manajer Hubungan Industrial 1232 Industrial Relation Manager
3 Manajer Personalia 1232 Human Resource Manager
4 Supervisor Pengembangan Personalia
1232 Personnel Development Supervisor
5 Supervisor Perekrutan Personalia 1232 Personnel Recruitment Supervisor
6 Supervisor Penempatan Personalia 1232 Personnel Placement Supervisor
7 Supervisor Pembinaan Karier Pegawai
1232 Employee Career Development Supervisor
8 Penata Usaha Personalia 4190 Personnel Declare Administrator
9 Kepala Eksekutif Kantor 1210 Chief Executive Officer 10 Ahli Pengembangan Personalia dan
Karier
2412 Personnel and Careers Specialist
11 Spesialis Personalia 2412 Personnel Specialist
12 Penasihat Karier 2412 Career Advisor
13 Penasihat Tenaga Kerja 2412 Job Advisor
14 Pembimbing dan Konseling Jabatan 2412 Job Advisor and Counseling
15 Perantara Tenaga Kerja 2412 Employee Mediator
16 Pengadministrasi Pelatihan Pegawai 4190 Job Training Administrator
17 Pewawancara Pegawai 2412 Job Interviewer
18 Analis Jabatan 2412 Job Analyst
19 Penyelenggara Keselamatan Kerja
Pegawai 2412 Occupational Safety Specialist
*ISCO = International Standard Classiication of Occupations
Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya. Kewajiban membayar kompensasi dimaksudkan dalam rangka menunjang upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Namun, kewajiban membayar kompensasi tersebut tidak berlaku bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
Ketentuan mengenai jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan yang dikecualikan dari kewajiban membayar kompensasi diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.223/MEN/2003. Jabatan-jabatan tertentu pada lembaga pendidikan tersebut adalah:
1. TKA sebagai kepala sekolah dan guru di lembaga pendidikan yang dikelola kedutaan negara asing;
51 Penutup
BAB 4 PENUTUP
P
erkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan aliran modal dan investasi ke berbagai penjuru dunia, terjadi pula migrasi penduduk atau pergerakan tenaga kerja antarnegara. Pergerakan tenaga kerja tersebut berlangsung karena investasi yang dilakukan di negara lain pada umumnya membutuhkan pengawasan secara langsung oleh pemilik/investor. Untuk menjaga kelangsungan usaha dan investasinya, pemilik modal juga membutuhkan tenaga-tenaga terampil yang bisa dipercaya dalam mengelola investasinya di negara tujuan. Untuk itu, para pemilik modal perlu membawa serta beberapa tenaga kerja dari negara asal atau negara lain untuk bekerja sebagai tenaga kerja asing (TKA) di negara tujuan.Dalam kaitannya dengan globalisasi, penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia tidak dapat dihindari karena negara kita menganut pasar kerja terbuka/internasional dengan aturan tertentu. Indonesia telah sepakat untuk melaksanakan pasar kerja bebas, yang antara lain diatur dalam kesepakatan regional dan bilateral mengenai people mobility dan human resource development.
dampak positif berupa transfer of knowledge, pembelajaran kultur kerja modern (internasional), dan peluang untuk menjadi pekerja berkelas internasional.
Kebijakan Pemerintah terhadap masuknya TKA ke Indonesia pada dasarnya tetap konsisten, yaitu bersifat selektif terhadap jabatan-jabatan tertentu yang memang belum memungkinkan diisi oleh tenaga-tenaga kerja dari Indonesia. Sebagai upaya pengendalian TKA, pemerintah telah memberlakukan beberapa regulasi yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang secara khusus mengatur penggunaan tenaga kerja asing dalam satu bab tersendiri, yaitu Bab VIII. Berbagai regulasi yang mengatur TKA tersebut berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Keputusan Direktur Jenderal Binapenta, dan MoU Ditjen Binapenta dengan Ditjen Imigrasi.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tercantum regulasi mengenai TKA, dimulai dari kewajiban pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja. Aturan ini dilandasi semangat dan upaya untuk memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada TKL dan membatasi penggunaan TKA.
53 Penutup pasar kerja. Adapun dampak negatifnya, dengan adanya pasar barang dan jasa secara bebas tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja asing dari sesama negara ASEAN dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan. Hal ini menjadi tantangan bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia karena setiap negara pasti telah bersiap diri di bidang ketanagakerjaannya dalam menghadapi MEA.
Pemberlakuan MEA ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia di bidang ketenagakerjaan. Dari sisi sumber daya manusia (SDM) pekerja Indonesia, kompetisi SDM antarnegara ASEAN merupakan hal yang pasti terjadi saat diberlakukannya MEA nanti. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah antisipatif dalam rangka menjelang berlakunya MEA 2015. Salah satunya adalah peraturan-peraturan yang dapat melindungi tenaga kerja lokal dari arus TKA. Hal ini terutama untuk mencegah efek brain drain dan efek tersingkirnya tenaga kerja domestik karena ketidakmampuan berkompetisi dengan tenaga kerja asing. Strategi yang bisa diterapkan adalah perlindungan tenaga kerja di dalam negeri dengan regulasi yang mengatur pengendalian penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dan pengembangan SDM berbasis kompetensi dan kebutuhan pasar kerja.