• Tidak ada hasil yang ditemukan

A DARAH MANUSIA

1. Sel-Sel Darah

Bagian terbesar dari darah adalah sel-sel darah. Sel-sel darah dibedakan menjadi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan sel darah pembeku (trombosit).

a. Sel Darah Merah (Eritrosit)

1) Ciri dan Fungsi Sel Darah Merah

Sel darah merah merupakan penyusun sel-sel darah yang jumlahnya paling banyak. Pada wanita, jumlahnya ± 4,5 juta/mm3 darah, sedangkan pada laki-laki ± 5 juta/mm3 darah. Akan tetapi, jumlah itu bisa naik atau turun, tergantung dari kondisi seseorang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit adalah: a) Jenis Kelamin

Pada laki-laki normal jumlah (konsentrasi) eritrosit mencapai 5,1 – 5,8 juta per mililiter kubik darah. Pada wanita normal 4,3 – 5,2 juta per mililiter kubik darah.

b) Usia

Orang dewasa memiliki jumlah eritrosit lebih banyak dibanding anak-anak.

c) Tempat Ketinggian

Orang yang hidup di dataran tinggi cenderung memiliki jumlah ertrosit lebih banyak.

d) Kondisi Tubuh Seseorang

Sakit dan luka yang mengeluarkan banyak darah dapat mengurangi jumlah ertrosit dalam darah.

Sel-sel darah merah berbentuk cakram dengan diameter 75 nm, ketebalan di tepi 2 nm dan ketebalan di tengah 1 nm. Sel darah merah dibentuk di dalam sumsum tulang. Sel-sel pembentuk sel darah merah ini disebut eritroblast, tetapi pada embrio (bayi), sel-sel darah merah dibentuk di dalam hati dan limpa.

Warna sel-sel darah merah disebabkan karena pigmen merah yang disebut hemo-globin (Hb). Hemohemo-globin adalah suatu pro-tein yang terdiri atas hemin dan globin. Hemin mengandung zat besi (Fe). Hb ini mempunyai daya ikat tinggi terhadap O2. Dalam peredarannya ke seluruh tubuh, darah diikat oleh Hb yang kemudian diberi nama oksihemoglobin. Selain mengikat O2, Hb juga dapat mengikat CO2 sisa meta-bolisme tubuh untuk dibuang melalui or-gan ekskresi. Hb yang menor-gangkut CO2 ini disebut karbominohemoglobin.

Pada kasus donor darah, kehilangan darah pada tubuh seseorang akan bisa cepat diatasi karena sumsum tulang akan menghasilkan dan mengem-balikan sel darah merah menjadi normal kembali. Tetapi pada kasus penda-rahan yang hebat misalnya kecelakaan, apabila hilangnya sel darah merah melebihi laju pembentukannya, akan mengakibatkan seseorang kekurangan sel darah merah, sehingga dapat mengakibatkan anemia. Selain pendarahan, anemia juga disebabkan karena gizi buruk dan infeksi kuman penyakit. 2) Pembentukan Sel Darah Merah (Eritrosit)

Eritrosit dihasilkan pertama kali di dalam kantong kuning telah saat embrio pada minggu-minggu pertama. Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoisis. Setelah beberapa bulan kemudian, eritrosit terbentuk di dalam hati, limfa, dan kelenjar sumsum tulang. Produksi eritrosit ini dirangsang

Perlu Diketahui

- Sel-sel darah merah mempunyai usia ± 120 hari. Setiap detik ada 3 juta sel darah merah yang mati dan dibersih-kan oleh hati dan limpa. - Sumsum tulang dapat menghasilkan 4-5 kali laju kerusakan sel darah merah.

oleh hormon eritropoietin. Setelah dewasa eritrosit dibentuk di sumsum tulang membranosa. Semakin bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum tulang semakin turun.

Sel pembentuk eritrosit adalah hemositoblas yaitu sel batang mieloid yang terdapat di sumsum tulang. Sel ini akan membentuk berbagai jenis leukosit, eritrosit, megakariosit (pembentuk keping darah). Rata-rata umur sel darah merah kurang lebih 120 hari. Sel-sel darah merah menjadi rusak dan dihancurkan dalam sistem retikulum endotelium terutama dalam limfa dan hati. Globin dan hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk dibuang dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin (warna kuning empedu) dan biliverdin, yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar.

b. Sel Darah Putih (Leukosit)

Sel darah putih ibarat serdadu penjaga tubuh dari serangan musuh. Jika kita terluka, maka sel darah putih ini akan berkumpul di bagian tubuh yang terkena luka, agar tidak ada kuman penyakit yang masuk melalui luka itu. Jika ada kuman yang masuk, maka dia akan segera melawannya. Dapat digambarkan, bahwa akan terjadi pertarungan antara kuman dengan sel darah putih. Timbulnya nanah pada luka itu merupakan gabungan dari sel darah putih yang mati, kuman, sel-sel tubuh, dan cairan tubuh.

Sel darah putih mempunyai nu-kleus dengan bentuk yang bervariasi. Ukurannya berkisar antara 10 nm–25 nm. Fungsi sel darah putih ini adalah untuk melindungi badan dari infeksi penyakit serta pembentukan antibodi di dalam tubuh. Untuk membedakan strukturnya dari sel darah merah, cobalah Anda perhatikan Gambar 4.2!

Jumlah sel darah putih lebih sedikit daripada sel darah merah dengan perbandingan 1:700. Pada tubuh manusia, jumlah sel darah putih berkisar antara 6 ribu–9 ribu butir/mm3, namun jumlah ini bisa naik atau turun. Faktor penyebab turunnya sel darah putih, antara lain karena infeksi kuman penyakit. Pada tubuh seseorang yang menderita penyakit tifus, sel darah putihnya hanya berjumlah 3 ribu butir/mm3.

Gambar 4.2 Salah satu sel darah putih

S um b er: E nc art a E nc y clo p ed ia, 2006

Kondisi sel darah putih yang turun di bawah normal disebut leukopeni. Pada kondisi ini seseorang harus diberikan obat antibiotik untuk meningkatkan daya tahan dan keamanan tubuh. Apabila tidak, maka orang tersebut dapat meninggal dunia.

Pada orang yang terkena kanker darah atau leukemia, sel darah putih bisa mencapai 20 ribu butir/mm3 atau lebih. Kondisi di mana jumlah sel darah putih naik di atas jumlah normal disebut leukositosis.

Sel darah putih dibuat di dalam sumsum tulang, limfe, dan kelenjar limfe. Sel darah putih terdiri atas agranulosit dan granulosit. Agranulosit bila plasmanya tidak bergranuler, sedangkan granulosit bila plasmanya bergranuler.

Tabel 4.1 Macam Sel Darah Putih Agranulosit

Tabel 4.2 Macam Sel Darah Putih Granulosit

No. 1. 2. Agranulosit Monosit Limfosit Keterangan

Bersifat fagosit dan motil dengan inti bulat panjang. Tidak motil, inti satu, berfungsi untuk kekebalan. Limfosit membentuk 25% dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini dibentuk di dalam kelenjar limfa dan dalam sumsum tulang. Sel ini dibagi lagi menjadi limfosit besar dan kecil.

No. 1. 2. 3. Granulosit Netrofil Basofil Eosinofil Keterangan

Bersifat fagosit, intinya bermacam-macam, dengan bentuk bermacam-macam pula antara lain batang, bengkok, dan bercabang-cabang. Sel-sel netrofil paling banyak dijumpai pada sel darah putih. Sel golongan ini mewarnai dirinya dengan pewarna netral atau campuran pewarna asam dan basa serta tampak berwarna ungu.

Bersifat fagosit dan cenderung berwarna biru. War-na biru ini disebabkan kareWar-na sel basofit menyerap pewarna basa.

Bersifat fagosit dan cenderung berwarna merah. Sel eosinofil hanya sedikit dijumpai pada sel darah putih. Sel ini menyerap pewarna yang bersifat asam (eosin) dan kelihatan merah.

Granulasit dan monosit mempunyai peranan penting dalam perlin-dungan badan terhadap kuman-kuman penyakit. Dengan kemampuannya sebagai fagosit mereka memakan bakteri-bakteri hidup yang masuk ke peredaran darah. Pada waktu menjalankan fungsi ini mereka disebut fagosit. Dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat bergerak bebas di dalam mengitari seluruh bagian tubuh. Dengan cara ini ia dapat:

1) mengepung daerah yang terkena infeksi 2) menangkap kuman-kuman penyakit hidup

3) menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran.

Granulosit juga mempunyai enzim yang dapat memecah protein yang memungkinkan merusak jaringan hidup, menghancurkan, dan mem-buangnya. Dengan cara ini jaringan yang rusak atau terluka dapat dibuang dan memungkinkan untuk penyembuhan. Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, yaitu peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatan sel darah putih tersebut tidak berhasil dengan baik, maka dapat terbentuk nanah. Nanah berisi kuman-kuman yang sudah mati.

c. Sel-Sel Darah Pembeku (Trombosit)

Ketika kita mengalami luka pada permukaan tubuh, maka tubuh akan mengeluarkan darah. Terjadinya pendarahan itu disebabkan oleh sobeknya pembuluh darah. Pada keadaan luka yang ringan, setelah beberapa saat darah akan berhenti mengalir. Dalam hal ini tubuh kita memiliki keistime-waan bukan? Pada saat terjadi luka pada permukaan tubuh, komponen darah, yaitu trombosit akan segera berkumpul mengerumuni bagian yang terluka dan akan menggumpal sehingga dapat menyumbat dan menutupi luka. Bagaimana hal tersebut dapat terjadi?

Di dalam darah terdapat protein (trombin) yang larut dalam plasma darah yang mengubah fibrinogen (Gambar 4.3) menjadi fibrin atau benang-benang. Fibrin ini akan membentuk anyaman dan terisi keping darah, sehingga mengakibatkan penyumbatan dan akhirnya darah bisa membeku. Proses pembekuan darah ini dapat Anda lihat pada Gambar 4.4. Gambar 4.3 Fibrinogen S um b er: www.p eo p le. ed u.vc u

Perlu Diketahui

Jumlah sel darah pembeku ± 250 ribu sel/mm3 darah normal dan hanya dapat bertahan hidup dengan usia 8-10 hari.

Keterangan proses pembe-kuan darah:

1. Kulit terluka menyebab-kan darah keluar dari pembuluh. Trombosit ikut keluar juga bersama da-rah kemudian menyentuh permukaan-permukaan kasar dan menyebabkan trombosit pecah. Trom-bosit akan mengeluarkan zat (enzim) yang disebut trombokinase.

2. Trombokinase akan ma-suk ke dalam plasma da-rah dan akan mengubah protrombin menjadi en-zim aktif yang disebut trombin. Perubahan terse-but dipengaruhi ion kal-sium (Ca2+) di dalam plas-ma darah. Protrombin adalah senyawa protein yang larut dalam darah yang mengandung globu-lin. Zat ini merupakan enzim yang belum aktif yang dibentuk oleh hati. Pembentukannya dibantu oleh vitamin K.

3. Trombin yang terbentuk akan mengubah firbri-nogen menjadi benang-benang fibrin.

Terbentuk-nya benang-benang fibrin menyebabkan luka akan tertutup sehingga darah tidak mengalir keluar lagi. Fibrinogen adalah sejenis protein yang larut dalam darah. Coba Anda bayangkan, apabila fibrin ini beredar di dalam darah kita tanpa ada-nya luka, apa yang akan terjadi? Tentuada-nya akan terjadi banyak penyumbatan darah yang bisa berakibat fatal dalam tubuh kita.

S um b er: B io lo g i 2 K im b all, 1999