• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Seleksi Isolat Potensial Berdasarkan Uji In vitro

Diantara 8 isolat yang telah diisolasi, hanya 5 isolat yang memiliki kemampuan menghambat bakteri patogen E. coli ATCC 25922 dan Staph. aureus ATCC 25923, namun tidak dapat menghambat C. albicans. 5 isolat tersebut yaitu NQ1, NQ2, NQ3, NQ4 dan NQ5. Penghambatan tersebut diduga disebabkan karena adanya aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh 5 isolat tersebut.

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0

E. coli ATCC 25922 Staph. aureus ATCC 25923

D ia mat er z o n a h amb at ( mm ) NQ1 NQ2 NQ3 NQ4 NQ5

Gambar 4.2 Diameter zona hambat (mm) 5 isolat BAL terpilih terhadap E. coli ATCC 25922 dan Staph. aureus ATCC 25923

Diameter zona hambat yang dibentuk oleh 5 isolat terhadap E. coli ATCC 25922 bervariasi (Gambar 4.1) yaitu 1,5 mm hingga 8,5 mm, sedangkan untuk patogen Staph. aureus ATCC 25923 juga bervariasi dari 1,2 mm hingga 4 mm. Penghambatan tertinggi terhadap E. coli dan Staph. aureus berturut-turut ditunjukkan oleh isolat NQ2 yaitu sebesar 8,5 mm dan 4 mm. Penghambatan terendah ditunjukkan oleh isolat NQ3 dan NQ4, masing-masing sebesar 1,5 mm dan 1,2 mm.

Adanya aktivitas antimikroba dapat diketahui dengan timbulnya zona bening di sekitar koloni isolat-isolat BAL setelah diinkubasi selama 24-48 jam pada uji antagonis (Gambar 4.2). Terbentuknya zona bening menyebabkan bakteri E. coli dan Staph. aureus tidak dapat tumbuh. Hal tersebut mengindikasikan bahwa senyawa asam ataupun komponen metabolit dari isolat NQ1 sampai NQ5 menghambat pertumbuhan bakteri uji tersebut. Penghambatan yang ditunjukkan oleh 5 isolat BAL tersebut diduga disebabkan terjadinya perubahan pH medium karena dihasilkannya asam-asam organik selama fermentasi. Menurut Salminen et al. (2007), fermentasi oleh BAL mengurangi jumlah karbohidrat yang tersedia dan menghasilkan komponen organik dengan bobot molekul rendah yang menunjukkan aktivitas antimikroba.

Penelitian yang dilakukan oleh Trimulyono et al., (2011) menyebutkan bahwa kultur sel dan supernatan BAL mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli ATCC 35218 dan Staph. aureus ATCC 25923. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh tidak memproduksi bakteriosin, namun mampu menghambat bakteri uji sehingga diduga antimikroba yang berperan ialah asam organik yang dihasilkan oleh isolat-isolat yang diperoleh. Bakteri uji yang digunakan merupakan bakteri yang tidak tahan asam sehingga produksi asam organik yang tinggi dari isolat BAL mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji. Produksi asam organik yang tinggi didukung oleh hasil titrasi asam yang menunjukkan bahwa asam tertitrasi masing-masing isolat di atas 90%. Namun demikian, senyawa antimikroba lain juga ikut berperan dalam efek antimikroba yang terjadi karena senyawa antimikroba yang

dihasilkan oleh BAL saling bersinergi dalam memberikan efek antimikroba yang hingga kini belum diketahui mekanismenya secara pasti. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mansilla (2008) juga melaporkan bahwa BAL yang diisolasi dari berbagai macam buah dan sayur dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroorganisme patogen. Komponen antimikroba yang terdeteksi dari isolat-isolat yang diperoleh ialah asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin yang berperan utama dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Gambar 4.3 Uji in vitro 5 isolat terpilih terhadap E. coli ATCC 25922 (A, B, C) dan Staph.

aureus ATCC 25923 (D, E, F)

De Vuyst dan Vandamme (1994) menyatakan asam laktat merupakan salah satu senyawa inhibitor yang dihasilkan BAL dan merupakan produk akhir utama dari katabolisme karbohidrat, karena dari proses konversi sumber karbon ini dihasilkan setidaknya 50% asam laktat, sehingga kelompok bakteri ini dinamakan bakteri asam laktat. Asam yang dihasilkan selama proses metabolisme oleh BAL akan menyebabkan

NQ2 NQ2 A B C D E F NQ1 NQ1 NQ4 NQ4 NQ3 NQ3 NQ5 NQ5 NQ5 NQ5 NQ1 NQ2 NQ2 NQ1 NQ3 NQ3 NQ4 NQ4

penurunan pH dan menyebabkan mikroba patogen maupun perusak bahan pangan yang umumnya tidak tahan suasana asam akan terhambat. Akumulasi produk akhir asam mengakibatkan turunnya pH dan akan menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Aktivitas asam-asam lipofilik seperti asam laktat dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat menembus sel mikroba, dan pada pH intraseluler yang lebih tinggi, berdisosiasi menghasilkan ion-ion hidrogen dan mengganggu fungsi metabolit esensial, translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif sehingga mereduksi pH intraseluler.

Selain itu mekanisme penghambatan lain terhadap mikroba uji diantaranya ialah penghambatan terhadap sintesis dinding sel. Komposisi dinding sel dari ketiga mikroba yang diujikan berbeda sehingga menyebabkan sensitivitas yang berbeda pula.

S.aureus merupakan bakteri Gram positif yang dinding selnya tersusun oleh beberapa komponen seperti peptidoglikan yang tebal, asam teikoat, protein dan polisakarida. E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang mempunyai komponen dinding sel peptidoglikan yang lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram positif tetapi bakteri Gram negatif mempunyai dua membran yaitu membran luar dan membran dalam, membran luar tidak terdapat pada bakteri Gram positif. Membran luar bakteri Gram negatif mengandung protein, lipid, lipoprotein dan lipopolisakarida (Jawetz et al., 2005; Madigan et al., 2012). Garraway dan Evans, 1984; Griffin, 1994 menyatakan bahwa dinding sel C. albicans terdiri dari kitin, selulosa, β-glukan, mannan, khitosan, protein, lemak dan ion anorganik. Senyawa antimikroba yang dapat menghambat biosintesis dinding sel fungi pada umumnya menghambat biosintesis kitin.

Senyawa antimikroba juga dapat merusak membran sel dengan mendenaturasi protein serta lemak yang menyusun memban sel mikroba, sehingga mengganggu pertukaran zat yang dibutuhkan oleh mikroba tersebut. Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barir permeabilitas selektif, membawa fungsi transpor aktif, dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika

fungsi integritas membran sitoplasma dirusak, makromolekul dan ion keluar dari sel yang menyebabkan kerusakan pada sel. Membran sel pada fungi dan bakteri mempunyai struktrur yang berbeda, membran sel pada fungi mengandung sterol sedangkan bakteri tidak. Jadi antimikroba yang dapat berikatan dengan sterol yang akan mampu merusak membran sel fungi (Jawetz et al., 2005). Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa kedelapan isolat BAL yang diujikan tidak mampu menghambat C. albicans yang dapat disebabkan oleh tidak adanya senyawa-senyawa metabolit yang dihasilkan oleh isolat-isolat tersebut yang dapat berikatan dengan komponen penyusun dinding maupun membran sel fungi tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Kariptas et al., (2010) dan Lertcanawanichakul (2005) juga menunjukkan rendahnya aktivitas antifungal dari BAL terhadap C. albicans, bahkan tidak ada sama sekali. Hal tersebut diduga karena C. albicans yang diisolasi dari manusia lebih resisten terhadap zat antimikroba karena pemakaian obat antifungal.

Dokumen terkait