• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Self Esteem

Menurut Santrock (2003) self esteem adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dalam diri. Self esteem juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri.

Self esteem merupakan hasil evaluasi dari pemahaman remaja mengenai dirinya sendiri. Pemahaman diri (self understanding) merupakan gambaran kognitif remaja mengenai dirinya, dasar dan isi dari konsep diri remaja. Dimensi dari pemahaman diri remaja menurut (Santrock, 2003) terdiri dari:

1. Abstrak dan idealistik

Remaja awal mulai berfikir mulai berfikir secara abstrak dan idealistik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia abstrak adalah sesuatu yang tidak berwujud dan tidak berbentuk. Menurut Oxford Dictionaries (2013) abstrak adalah sesuatu yang berwujud dalam suatu pemikiran atau ide tanpa adanya bentuk fisik atau eksistensi yang konkret. Remaja mulai menggunakan konsep konsep untuk menjelaskan siapa dirinya dalam kehidupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia idealistik (2013) adalah seseorang yang hidup menurut cita cita atau menurut patokan yang dianggap sempurna. Remaja mulai menetapkan jati dirinya dan patokan hidup yang harus dia jalani.

2. Terdiferensiasi

Pemahaman diri remaja bisa menjadi terdiferensiasi. Remaja dapat memahami peran perannya yang berbeda tergantung pada konteks tertentu. Remaja dapat menggambarkan perbedaan karateristik hubungannya atara keluarga, teman sebaya, dan lawan jenis (Santrock, 2003). Menurut Harter (1990) dalam Santrock (2003) remaja memahami bahwa dirinya memilliki diri yang berbeda-beda, tergantung pada peran atau konteks tertentu.

14

3. Kontradiksi dalam diri

Remaja akan mengalami kontradiksi dalam dirinya akibat banyaknya peran yang berada adalam diri remaja tersebut (Santrock, 2003). Berdasarkan suatu penelitian oleh Harter, Bresnick, Bouchey, & Whitesell (1997) terhadap beberapa siswa kelas tujuh, sembilan, dan sebelas menunjukkan bahwa terdapat sejumlah kontradiksi dalam diri remaja ketika mendeskripsikan mengenai diri mereka sendiri.

4. Fluktuasi diri

Remaja akan memunculkan sikap fluktuasi dalam diri mereka akibat kontradiksi yang mereka alami. Remaja akan mengalami perubahan mood dan sikap dengan cepat pada suatu waktu. Ketidakstabilan ini akan terus muncul sampai remaja berhasil membentuk gambaran dirinya yang utuh.

5. Ideal self dan real self

Remaja akhirnya dapat mengkonstruksikan diri mereka yang ideal dan diri mereka yang sebenarnya. Kemampuan untuk menyadari adanya perbedaan antara diri yang nyata dan diri yang ideal menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif, namun terkadang akan muncul perbedaan yang terlalu jauh antara diri yang nyata dengan diri yang ideal sehingga remaja tidak mampu menyesuaikan dirinya. Pandangan remaja mengenai diri yang ideal dapat menciptakan pandangan possible self yaitu diri yang mungkin dapat menjadi kenyataan dan diri yang mereka takutkan menjadi kenyataan.

6. True self dan false self

Remaja akan membentuk diri mereka yang benar dan diri mereka yang palsu dalam interaksi sosial mereka. Remaja cenderung untuk menunjukkan diri mereka yang palsu kedtika berada pada situasi yang romantis dan ketika berada dengan teman teman sekelasnya. Remaja menunjukkan diri mereka yang palsu untuk membuat orang lain kagum, untuk mencoba tingkah laku

15

atau peran baru akibat pemaksaan dari orang lain,dan karena orang lain tidak memahami diri mereka yang sebenarnya.

7. Perbandingan sosial

Remaja akan lebih sering menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi diri mereka sendiri, namun remaja tidak mengakui bahwa mereka menggunakan perbandingan sosial. Remaja menganggap terungkapnya motif perbandingan sosial dapat membahayakan popularitas mereka. Remaja terkadang akan bingung memilih kelompok sosial yang akan menjadi perbandingan sosial mereka.

8. Kesadaran diri

Remaja akan lebih sadar dan lebih memikirkan mengenai pemahaman dirinya. Remaja menjadi lebih introspektif. Namun, introspeksi tidak serlalu terjadi ketika remaja berada dalam keadaan isolasi sosial. Remaja kadang-kadang meminta dukungan dan penjelasan diri dari teman-temannya yang akan memunculkan suatu definisi baru mengenai diri mereka.

9. Perlindungan diri

Remaja memiliki mekanisme untuk melindungi dan mengembangkan diri mereka. Remaja cenderung akan menolak karaterstik negatif dalam diri mereka dan mengeksplorasi karateristik positif dalam diri mereka. Remaja akan berfikir secara introspektif untuk melindungi diri mereka dan bertindak secara idealistik.

10. Integrasi diri

Pemahaman diri remaja, terutama di masa remaja akhir, menjadi lebih terintegrasi menjadi suatu kesatuan yang sistemik. Menurut Harter (1990) dan Selman (1980) dalam Santrock (2003) remaja yang lebih tua lebih mampu mendeteksi adanya ketidakkonsistenan dalam deskripsi diri mereka di masa

16

sebelumnya. Remaja akan menyatukan berbagai konsep diri yang mereka bentuk sebelumnya.

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Rasa Percaya Diri

Menurut Santrock (2003) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri adalah sebagai berikut :

1. Penampilan fisik

Penampilan fisik merupakan suatu kontributor yang sangat berpengaruh pada rasa percaya diri remaja (Santrock, 2003). Menurut Santrock (2003) yang mengutip penelitian Harter (1989) menemukan bahwa didapati hubungan yang kuat antara penampilan diri dengan harga diri remaja secara umum yang tidak hanya bertahan selama remaja namun juga seumur hidup. Menurut Santrock (2003) yang mengutip penelitian Lord & Eccles (1994) mengungkapkan bahwa konsep diri remaja yang berhubungan dengan ketertarikan fisik merupakan faktor terkuat untuk menentukan rasa percaya diri keseluruhan remaja. Menurut Jarry, Kossert, & Ip (2012) dalam penelitiannya mengenai hubungan rasa percaya diri wanita terhadap penampilan menunjukkan bahwa wanita dengan rasa percaya diri yang ditingkatkan merasa tidak puas dengan penampilan fisik mereka ketika ditunjukkan gambar model yang kurus.

2. Pengaruh orang tua

Hubungan remaja dengan orang tua mereka memberikan pengaruh terhadap rasa percaya diri remaja. Menurut Santrock (2003) yang mengutip penelitian Coopersmith (1967) terhadap hubungan anak dengan ibunya mengukapkan bahwa ekspresi rasa kasih sayang, penilaian terhadap masalah yang dihadapi anak, keharmonisan di rumah, partisipasi dalam aktivitas bersama keluarga, kesediaan untuk memberikan pertolongan kepada anak ketika mereka membutuhkannya, penetapan peraturan yang jelas dan adil, kepatuhan terhadap peraturan tersebut dan memberikan kebebasan kepada

17

anak dengan batas-batas yang telah ditentukan berhubungan terhadap rasa percaya diri anak.

3. Teman sebaya

Penilaian teman sebaya memiliki derajat yang tinggi pada anak anak yang lebih tua dan remaja. Menurut Santrock (2003) yang mengutip penelitian Harter (1987) mengenai hubungan teman sebaya menunjukkan bahwa dukungan teman sebaya merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan dengan dukungan orang tua di masa remaja akhir. Terdapat dua jenis dukungan teman sebaya yang diteliti, yaitu dukungan teman sekelas dan dukungan teman akrab. Dukungan teman sekelas lebih berpengaruh kuat terhadap rasa percaya diri remaja dibandingkan dengan dukungan teman akrab. Hal tersebut mungkin sebab teman akrab selalu memberikan dukungan yang dibutuhkan sehingga dukungan tersebut tidak dianggap oleh remaja sebagai sesuatu yang dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka.

2.3.2. Konsekuensi dari Rendahnya Tingkat Rasa Percaya diri

Menurut Damon (1991) dalam Santrock (2003) rasa percaya diri yang rendah dapat menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara. Tapi bagi beberapa remaja dapat menimbulkan banyak masalah. Rendahnya rasa pecaya diri dapat menyebabkan depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, dan masalah penyesuaian diri lainnya. Menurut Rutter & Garmezy (1983) dalam Santrock (2003) remaja dengan tingkat percaya diri yang rendah akan mengalami kesulitan dalam proses perpindahan sekolah, kehidupan keluarga, kejadian kejadian yang membuat tertekan, dan peningkatan masalah masalah lain dalam hidup remaja tersebut.

18

Dokumen terkait