• Tidak ada hasil yang ditemukan

Semiotik Kepemimpinan Dalam Adegan Utama

BAB II KERANGKA TEORITIS

D. Semiotik Kepemimpinan Dalam Adegan Utama

Setiap adegan memiliki tanda- tanda dan kode dalam adegan dapat kita lihat dari segala sesuatu yang menonjol yang ditampilkan dan secara alami memiliki makna tertentu. Tetapi tanda-tanda yang memiliki makna atau ide-ide tertentu, jelas merupakan hasil representasi dari setiap peneliti yang membutuhkan pengetahuan seputar konvensi yang berlaku dalam sebuah wilayah tertentu.

Pada penelitian kali ini, peneliti mencoba mencari unsur Tanda dan kode pada adegan kepemimpinan pada Sekuen adegan utama dengan mengklasifikasikan tanda-tanda yang memiliki makna lain atau yang disebut sebagai konotasi. Pemilihan denotasi dan konotasi dapat melalui beberapa objek yang dapat dirasakan maupun di dengar. Adapun denotasi dan konotasi adegan utama pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Denotasi dan Konotasi Pada Fokus Permasalahan Tanda dan Kode Tabel 7.4.

Analisis Tanda Denotasi, Konotasi dan Mitos Dalam Skenario Tanda Denotasi Tanda Konotasi dan Mitos

Sultan Status kehormatan yang mengisyaratkan sebuah kepemimpinan dan kealiman. Pemimpin dalam islam Pria Kegagahan dan keberanian dalam mengayomi kaum

lemah, anak-anak dan wanita.

Sorban Kesalehan yang disertai intensitas ibadah yang tinggi serta keistimewaan dalam pribadi.

Jubah / gamis Tanda kebesaran dan teladan kaum agamis.

Pendeta Penterjemah setiap tanda dan simbol agama melalui kacamata kesucian.

Pedang Media untuk melambangkan kekuatan dalam memerintah dan menjadi pelindung bagi masyarakat. Sumber kekuatan yang tidak dapat bersuara.

Pintu gerbang Masa depan dan peradaban dalam sebuah kerajaan, jalan utama dan mejadi penghormatan bagi yang berjalan diatasnya sebagai bentuk penerimaan di mata sosial Bendera Identitas, melambangkan sebuah kehormatan dan

nilai-nilai ideologi

Kumis Kenyamanan secara fisik bagi kaum pria. Penjagaan terhadap nilai-nilai suatu ajaran dan budaya.

Kuda perang Perangkat perang yang menjadi simbol kecepatan, berwibawa dan perkasa

Wanita Lemah lembut, penyayang, menjadi pengabdi yang taat. Gereja Perangkat keagamaan dan Tempat peribadatan umat

Kristen

Ketakutan Tidak percaya yang meghasilkan bentuk ketidaknyamanan

Sederhana Nilai dari sebuah ajaran yang mengedepankan kepentingan akhirat daripada dunia.

Anak kecil Polos, simbol Kasih sayang, kelemahan bagi setiap orang tua.

Wazir Aparatur Negara dalam bidang tertentu dan Struktur dalam kepemimpinan Turki Utsmani

Prajurit Perangkat pemerintahan dan menjadi simbol kekuatan dalam peperangan.

Pelukan Memberikan keghangatan dan ekspresi penerimaan dalam kondisi tertentu.

Guru Pahlawan yang ikhlas mentrasnformasikan ilmu yang dimilikinya.

Ustadz Status yang menandakan bahwa seseorang telah mencapai derajat dan tingkat tertentu.

b. Ikon, Indeks dan Simbol dalam Adegan “Kepemimpinan Sultan Muhammad Al-fatih dalam Film Fetih”.

Tabel 8.4.

Ikon Gereja dengan pendetanya menjadi ikon keagamaan yang sudah memiliki indentitas. Surban yang dikenakan Sultan Mehmed yang mirip dengan surban yang dipakai bangsawan-bangsawan ketimuran. Gamis atau jubahnya yang panjang juga memiliki persamaan dengan budaya negara lain. Pedang, kuda perang, pintu gerbang, dan bendera yang mewakili ideologi sebagai identitas diri.

Pada dasarnya ikon identik dengan gambar atau benda lain yang memiliki kemiripan terhadap suatu objek. Namun, pada bagian ini peneliti ingin mencoba mengeksplorasi bentuk lain dari ikon sebagai term yang menyatakan sebagai kemiripan.

Indeks Perkataan, yang memiliki unsur pengaruh terhadap sebuah peristiwa. Di dalam adegan ini, khususnya telah terangkum dalam sebuah teks besar dalam percakapan maupun narasi. Terdapat beberapa indeks yang muncul dan cukup dominan pada adegan tersebut. Yang pertama

terletak pada ketakutan penduduk Konstantinopel saat kedatangan sultan ke

gereja. Mengahruskan sultan memberikan pernyataan dalam k Kata-kata Sultan yang sudah terangkum terhadap parapenduduk Konstantinopel dengan

toleransi dan memberikan kebebasan memeluk agama. Berikut kata-kata

tersebut: ”Jangan takut. Mulai saat ini, hidup kalian harta kalian adalah bagian dari kami juga. Dan kalian bebas hidup sesuai dengan keyakinan kalian.

Setelah percakapan ini, penduduk pun menerima otoritas Sultan sebagai pemegang kekuasaan atas Konstantinopel.

Simbol Tutur kata yang sopan dan santun dari Sultan sebagai simbol keagungan dari sebuah pemimpin yang memiliki keilmuan dan intelektualitas. Pakaian dan atribut lain sebagai simbol agama dan kekuasaan. Mencintai sesama dan anak-anak sebagai simbol cinta kasih terhadap yang lemah. Sikap tenang dan tidak terburu-buru sebagai simbol kesabaran dan keteguhan.

2. Tabulasi Analisis Elemen Adegan

Sebelum masuk pada penelitian elemen film, peneliti mencoba memunculkan beberapa potongan shot yang berhubungan langsung dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini, berikut visualisasinya:

Tabel 9.4.

Visualisasi shot dari Adegan “Kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih”

Adegan Utama Adegan-adegan Pendukung

02:26:44

02:26:47

02:27:51

02:28:17

02:28:04

02:28:25

02:28:50

02:28:53

02:29:25

3. Analisis Narasi dan Simbolik Antara Adegan Utama dan Pendukung Pada Tabel 9.3.

Pada tabel di atas menunjukkan adegan-adegan dengan narasi yang berhubungan satu sama lain. Adegan berikut akan peneliti analisis sesuai dengan kebutuhan analisis film dari Christian Metz. Dalam adegan yang terdiri dari rangkaian gambar tersebut, Faruk Aksoy sebagai sutradara film ini mencoba menggambarkan sebuah nilai-nilai penting terkait dengan kepemimpinan dalam Isalam.

Pada adegan yang pertama di kolom ke 1, menunjukkan simbol Kepemimpinan dalam islam, simbol terdapat pada iring-iringan sultan saat masuk gerbang kota Konstantinopel yang membawa panji-panji dengan tulisan dua kalimat syahadat sekaligus menjadi media dakwah sultan kemanupun ia melangkah didalam film ini kibaran bendera Ak Sancak selalu hadir dalam setiap perjalanan Sultan. Penampilan gambar ini diambil dengan teknik medium close up oleh kamera dari Anggel menarik yang seakan-akan ingin mengetahui lebih dekat perjalan Sultan menuju Kota Konstantinopel.

Pada scene yang ke 2, dapat kita lihat adegan ketika sultan disambut oleh pasukanya yang berbaris membentuk dua barisan yang diantara barisan itu mereka memberikan jalan kepada Sultan diiringi kata yang serentntak dan terucap dari mulut mereka mengatakan ”Hidup Sultan” berulang-ulang kali selama sultan melewati barisan tersebut seolah ucapan syukur pasukan karena memiliki pemimpin dan menjadi pasukan yang terlah diriwatkan untuk menaklukan benteng Konstantinopel. Adegan ini dapat dilihat pada durasi menit ke 02:25:50. Adegan ini ditampilkan untuk menyajikan suatu fakta dan bukti tentang apa yang terjadi Saat itu ketika Sultan hendak memasuki Kota.

Adegan selanjutnya pada scene pendukung yang ke 2, kolom ke 2. Setelah disambut dengan sangat meriah oleh para pasukanya, Sultan langsung memperingatkan pasukannya berhenti karena melihat tawanan yang tertangkap pasukanya, Dalam adegan ini bisa kita lihat Sultan mengankat tanganya agar situasi menjadi tenang saat ia akan mengatakan kebijakan ketika melihat mayat kaisar Constantine yang dibawa oleh Notras dan senatornya.

Pada scene pendukung yang ke 3, memperlihatkan tawanan dan mayat Kaisar Constantine saat sultan memulai katakan kebijakan untuk setiap tawanan dan mayat Kaisar, Sultan menyuruh mereka untuk berdiri dan berkatalah sultan kepadanya: “Makamkanlah Kaisarmu sesuai dengan kepercayaanmu” pada perkataan ini Sultan Mehemed II menjadi contoh yang baik sekaligus mengambarkan nilai-nilai toleransi yang dimiliki umat Islam kepada seluruh pasukanya khususnya kepada umat Kristiani yang pada saat itu telah menjadi tawanan pasukan Sultan. Nilai-nilai tersebut dalam islam tergambar jelas dalam ayat Al-Quran surat Al-Kafirun – 06:

ö/ä3s9

ö/ä3ãΨƒÏŠ

u

’Í<uρ

È

ÏŠ

∩∉∪

Yang artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

Adegan pendukung selanjutnya adalah wajah Saikh Samsuddin yang terlihat sangat bangga memiliki murid seperti Sultan yang memegang teguh prinsip dan nilai-nilai toleransi antar umat beragama, Saikh Samsuddin divisualisasikan dengan wajah tersenyum kemudian melanjutkan perjalanannya mengiringi sultan masuk ke dalam kota konstantinopel. Adegan ini memperlihatkan bahwasanya senyuman Saikh adalah senyuman seorang guru yang bangga terhadap muridnya yang mengamalkan nilai-nilai yang telah ia ajarkan.

Adegan pendukung selanjutnya memperlihatkan Sultan Mehmed II memasuki pintu gerbang Gereja Haggia Sophia yang dikawal oleh pasukan Yenisseri yang berada di luar ruangan yang terlihat sedang mengawasi keadaan di dalam Gereja yang dipenuhi oleh penduduk Konstantiopel. Terlihat dalam adegan ini Sultan sebagai seorang penakluk memiliki karisma yang kuat dengan membawa pedangnya yang menambah kewibawaan seperti seorang kesatria penakluk. Adegan ini mengunakan pencahayaan Back Light karena degan efek seperti ini sutradara ingin mengambarkan kewibawaan dan Sultan adalah pembawa pencerahan untuk penduduk Konstantinopel setelah bentengnya ditaklukan.

Adegan selanjutnya adalah penduduk Konstantinopel yang Nampak ketekutan saat melihat Sultan masuk kedalam ruangan Gereja. Terlihat sultan sangat menghormati penduduk Konstantinopel dengan tidak membawa pasukannya yang telah berlumuran darah karena usai berperang untuk tidak

memasuki tempat peribadatan umat Kristiani. tergambar sultan tidak menyuruh pengawal dan pasukannya untuk bersama-sama memasuki Gereja. Dalam adegan sebelumnya sultan telah menyuruh pengawalnya untuk tetap berada diluar. Dalam adegan ini Sifat pemberani digambarkan oleh sutradara, tergambar Sultan memasuki ruangan yang penuh sesak oleh penduduk konstantinopel sendiri tidak ditemani pengawal ataupun pasukanya.

Adegan pendukung selanjutnya adalah ekspresi para penduduk yang cemas dan terlihat ketakutan, megambarkan suasana dalam kecemasan penduduk setelah pemerintahan Kaisar Constantine berhasil ditaklukan oleh Sultan, teknik kamera yang digunakan dalam adegan ini mengunakan teknik Medium Close-Up, karena Sutradara inin memperlihatkan kesamaan ekspresi yang dialami para penduduk dalam tempat dan suasana yang sama. Kemudian dalam adegan pendukung pda tabel ke-8 dengan mengunakan tehnik Camera Tracking dari adegan sebelumnya diperlihatkan seorang balita yag sedang menangis di pangkuan ibunya yang membuat kondisi memperihatinkan penduduk Konstantinopel terlihat dalam adegan ini sehingga pemaknaan yang disampaikan terlihat lebih nyata.

Adegan selanjutnya ketika Sutan hendak meneneangkan selruh penduduk Konstantiopel yang berada di dalam Gereja. Terlihat ekspersi sultan yang penuh keprihatinan melihat kondisi dan keadaan yang di alami penduduk Konstantinopel setelah ditaklukan. Kemudian sultan berusaha menenagkan para penduduk dengan sebuah jaminan darinya kepada seluruh penduduk Konstantinopel yang ada di dalam ruangan, sultan memberikan jaminan kepada mereka tentang harta yang mereka miliki tidak akan dirampas dan

mereka bebas memeluk Agama yang mereka yakini. Sang Narator membuat narasi dari monolog yang diucapkan Sultan Mehmed II sebagai berikut:

“Jangan takut. Mulai saat ini hidup kalian, harta kalian, adalah bagian dari kami juga. Dan kalian bebas hidup sesuai dengan keyakinan kalian”

Pesan yang di sampaikan di atas adalah pesan untuk Selrurh Penduduk yang ada di Konstantinopel, melalui pesan ini narator ingin menyampaikan gaya kepemimpinan Sultan Mehmed yang menjadikan nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan hak asasi manusia yang menjadi pondasi awal pembangunan kota Konstantinopel, yang pada saat ini pahan tersebut dikenal dengan paham Sekulerisme.

Adegan pada durasi 02:28:50 didalam kolom ke-9 memperlihatkan sebuah wajah yang teramat bahagia, yang tidak bisa mengerti lagi kenapa sultan memberikan hadiah seperti ini atas penaklukan Kota. Raut wajah dari penduduk dan seorang Pendeta terlihat sangat bahagia ketika Sultan mengatakan janjinya, karena pada pemerintahan Kaisar Constantine XI malah justru berbalik dengan keinginan mereka untuk memeluk Agama Kristen Ortodoks tanpa intervensi dari Agama Kristen Katolik.

Adegan pendukung selanjutnya memperlihatkan wajah seorang balita dan seorang ibu yang kemudian tersenyum atas kegembiraanya mendengar perkataan Sultan, Divisualisasikan dari yang semula mereka tertunduk dalam keadaan ketakutan hingga mereka tersenyum setelah sultan berjanji kepeda mereka. Adegan ini memperlihatkan suatau penerimaan dari penduduk konstantinopel atas pergantian tongak kepemimpinan.

Kemudian pada adegan tambahan selanjutnya digambarkan sultan megendong seorang balita dan balita itu mencium pipi sultan. Sutradara ingin memperlihatkan sisi sultan yang memiliki sifat kelembutan dan menyayangi setiap orang yang lemah. Pada adegan ini Back Sound yang dipadukan dengan gambar membuat adegan berkesan dengan akhir yang bahagia bagi penduduk Konstantinopel. Kemudian pada adegan pendukung selanjutnya dengan teknik kamera moving up diperlihatkan sebagian bentuk pada bagian atap bangunan Gereja Haggia Sophia yang menjadi cirri khas bangunan bergaya eropa yang menjadi saksi sejarah peradaban islam pada masa itu.

4.Fokus Permasalahan Elemen Kepemimpinan Dalam Film Tabel 10.4

Analisis Adegan Utama Melalui Tabulasi Analisis Film Steve Campsal

No Elemen Temuan Analisis

1. Mise En Scene What :

Dapat diperhatikan pada simbol kostum. Sultan Mehemed II merupakan salah satu tokoh yang berasal dari kerajaan Turki Utsmani dari Timur. Beliau merupakan representasi di mana kekhalifahan Utsmani menjunjung tinggi simbol-simbol agama Islam.

Dikatakan bahwa Jubah dan mahkota yang dikenakan Sultan Mehmed II ketika itu merupakan simbol keagungan dan kecerdasan secara intelektual.

Kibaran bendera/ panji-panji pepernagan Ak Sancak yang bertuliskan dua kalimat sahadat adalah representasi dari perjuangan dakwah islam yang selelu menemani sultan kemanapun beliau berjalan. Dengan pedang turun temurun dari kekalifahan Utsmani yang dicertitakan sebagai pedang sang penakluk dan termasuk 10 pedang paling bersejarah didunia setelah pedang Zulfikar. Kuda perang yang di hiasi lempengan besi, pasukan yang berbaris. Pintu gerbang yang tinggi dan sepatu yang dikenakan sultan serta Gestur pada sultan yang tenang dan berjalan tegap. Penduduk yang ketakutan dan pasukan sultan, seorang pendeta dan anak kecil dengan latar ruangan gereja Hagia Sophia pada siang hari.

What effect :

Efek yang muncul dari serangkaian perpaduan mise en scene adalah perwujudan setting shot on location yang luas merepresentasikan kondisi Gereja Haggia Sophia yang cukup luas dan muat untuk sebagian

penduduk. Penunjuk status sosial Seorang Sultan, penunjuk ruang dan waktu peristiwa. Pencahayaan yang maksimal, pembangunan karakter kebijakan dan ketegasan yang memadai, serta pemeran yang yang mampu membangun sebuah narasi berdasarkan kisah yang realistis.

What Meaning :

Sistem makna yang ditampilkan adalah melalui pendekatan denotasi konotasi. Dalam adegan denotasi yang muncul adalah mahkota, jubah, panji-panji/bendera, kuda perang, pedang, sepatu, gestur, pintu gebang,gereja, pendeta, seorang anak kecil. Adapun penjelasan makna denotasi dan konotasi pada adegan sudah dipaparkan di atas.

How :

Pembangunan mise en scene biasanya dilakukan dengan teknik yang relative sesuai keadaan. Pada adegan ini, tampaknya sutradara memfokuskan pada dua aspek yaitu setting dan pemain. Setting yang kuat di gerbang dan gereja merupakan sebuah konstruksi mise en scene yang difokuskan. Pemilihannya pun tidak sembarangan, ini bertujuan agar mood yang dibangun dapat dirasakan oleh penonton. Begitupun pada pemilihan pemeran utama. Pemeran dalam adegan ini sudah mengalami seleksi atau dilakukan Casting sehingga telah teruji kemampuanya. Sehinnga karakter yang melekat pada pemain sangat baik dan sesuai dengan karakter yang yang ada pada narasi.

Purpose :

Dengan melihat adegan di atas, tampaknya tujuan dari sutradara adalah untuk memvisualisasikan Sultan Mehmed II dengan berbagai atributnya, mood yang mengkhawatirkan pada penduduk telah membangun karakter Sultan yang sangat penting untuk merepresentasikan sejarah secara utuh.

2. Editing Pada adegan ini, unsur editing lebih didominasi bentuk cut, di mana perpindahan dari shot satu ke shot dua terjadi secara langsung tanpa jeda efek editing lainnya. Pada bagian Monolog Sultan di dalam Gereja, terdapat sebuah shot pendek yang membuat tempo aksi yang disajikan terkesan sebentar. Sedangkan efek Green Screen yang mendominasi editing dalam adegan ini, membuat adegan menjadi lebih berisi dan memiliki latar yang bagus.

Penggunaan editing jump cut juga tampak sering digunakan pada adegan ini. Hal ini ingin menunjukkan bahwa serangkaian peristiwa memperlihatkan posisi yang berbeda-beda yang terjadi pada objek. 3. Shot Types Terdapat beberapa tipe shot dalam adegan ini. Pertama, medium long

shot. Medium long shot digunakan ketika pasukan Turki Utsmani berbaris dan menyambut Sultan di depan gerbang benteng Konstantinopel. Kedua adalah Medium shot yang menampilkan mayat dari Kaisar Constsntine XI dengan Notras dan jajaranya sedang membungkung dihadapan sultan. kemudian, tipe shot ini juga digunakan ketika Sultan sedang memasuki gerbang Hagia Sophia..

Ketiga adalah medium close up yang digunakan ketika shot Sultan sedang menunggangi kuda dan ketika penduduk yang berada di gereja ketekutan bersama seorang pendeta. Kemudian Close Up digunakan untukSultan pada saat mengendong seoarng anak balita. Pembangunan karakter yang cukup signifikan ini, memunculkan sebuah mood yang membawa penonton juga merasakan apa yang sedang Sultan Mehmed II rasakan dengan mimik, tatapan matanya, serta senyuman yang terlihat dari bibirnya.

Adapun pada potongan adegan, tipe shot yang digunakan adalah Long Shot, di mana objek diperlihatkan seluruh bagian tubuhnya, selain itu untuk memperlihatkan semua objek yang berada di tempat Sultan Mehmed Memasuki gerbag Gereja Hagia Sophia.

4. Camera Angle Sudut kamera. Tipe sudut.

Tipe sudut kamera yang tampak pada adegan ini adalah tipe high angle, di mana objek diperlihatkan tampak lebih kecil daripada setting. Hal ini memunculkan kesan bahwa seseorang tersebut sedang terintimidasi, kecil, bahkan lemah Anggle ini tedapat ketika Sultan melihat mayat kaisar Constantine dari atas kuda5.

Kemiringan

Dalam adegan ini, teknik kemiringan kamera tidak digunakan. Hal ini bisa menimbulkan makna bahwa narasi dan kisah dalam adegan ini masih stabil.

Ketinggian

Dalam adegan ini, ketinggian kamera tidak digunakan oleh sutradara. Objek dan kamera masih sejajar.

5. Camera Movement

Pergerakan kamera dalam adegan ini di dominasi oleh teknik tilt up yang digunakan untuk memperlihatkan objek yang lebih tinggi dari objek utama terutama pada saat adegan sultan memasuki gerbang kota dan tilt Down digunakan pada saat memasuki Pintu gereja Hgia Sophia yang begitu megah. Kemudian Tilt Up digunakan untuk Bumper Out pada akhir adegan yang memperlihatkan bagian atap bangunan Gereja.

6. Lighting Kualitas cahaya pada adegan ini megunakan pencahayaan yang dikenal dengan sebutan soft light atau denga kata lain cahaya membuat objek tampak lebih tipis. Hal ini menjadi tanda bahwa sutradara ingin menampakkan sepenuhnya objek yang ada di gereja dengan menghilangkan bayangan objek.

Arah pencahayaan pada adegan ini adalah back lighting, di mana sutradara mencoba memperlihatkan objek yang misterius. sehingga objek tampak kurang jelas dari arah depan. Dalam adegan ini objek Sultan dan seluruh properti yang ada di dalamnya memiliki bayangan, sehingga objek Sultan dan komponen lain tampak kurang jelas. Kemudian saat percakapan barulah sutradara mengunakan arah pencahayaan frontal lighting yang bermkasud memperlihatkan dengan

5

jelas seluruh kopmponen yang ada di dalamnya dan menghapus seluruh bayangan yang ada pada objek.

Sumber cahaya pada adegan ini menggunakan key light. Di mana sumber cahaya utama dan paling kuat menghasilkan cahaya. Adapun cahaya utama pada adegan ini adalah sinar matahari yang muncul dari atap bangunan yang keluar dari lunag lunang atap gereja.

7. Dieges and Sound

Suara yang digunakan di dalam adegan ini adalah tipe suara yang dieges sound. Tipe ini memberi pemahaman bahwa sumber suara adalah dari objeknya langsung. Namun, di sisi lain ada suara non dieges sound yang terdengar sangat pelan, yaitu suara musik yang mengilustrasikan suatu kondisi kekhawatiran atau offscreen sound.

8. Visual Effect / SFX

Ada beberapa bagian visual efek di dalam film ini. hal ini menandakan bahwa film ini merupakan jenis film yang yang diintervensi unsur teknologi komputer.

9. Narrative secara singkat, narasi yang dibangun dalam film ini merupakan jenis narasi dengan pola linier. Walaupun pada sebagian adegan sebelumnya narasi ada narasi Flash Bck dalam film ini

10. Genre Genre film ini adalah Epic Movie, di mana sutradara ingin memvisualisasikan mengenai perjalanan seorang tokoh-tokoh tertentu yang sudah melakukan sebuah peristiwa besar atau sudah cukup dikenal oleh masyarakat banyak.

11. Iconoghraphy Ikonografi merupakan sebuah sistem yang mendukung genre. Ikonografi dalam film ini adalah Gereja Hagia Sophia, panji-panji perang, kuda perang, Benteng kota, jubah dan mahkota Sultan mendukung narasi sebagai tokoh Sultan dan gesture yang penuh pengambaran Sultan pada saat itu.

12. The Star System

Pemilihan bintang film dalam film ini persiapannya dengan cara melakukan audisi. Faruk Aksoy sebagai sutradara terjun langsung untuk melakuakan audisi yang dilaksanakan untuk mendapatkan orang yang cocok berperan sebagai Sultan Mehemed II.

Selain peran manusia, sutradara juga menghadirkan peranan penting dalam peperangan sejarah yaitu kuda-kuda perang pada adegan film. 13. Realism Bangunan realitas dalam adegan ini cukup mendukung aspek

realism. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa shot yang seolah-olah membuatnya benar-benar terjadi. Aspek realism biasanya dipelajari dari sistem budaya masyarakat, aspek-aspek demografis dan kisah-kisah penting yang berhubungan dengan film, sehingga penonton juga dapat merasakan sebuah atmosfer yang juga dirasakan oleh tokoh di dalam film tersebut.

Dalam adegan ini, aspek realisme dibangun berdasarkan kisah Sultan

Dokumen terkait