• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

SENSOR PENGUBAH ANALOG KE DI GI TALCI TRA

MASUKAN KOMPUTER DI GI TAL PENYI MPAN BI NGKAI CI TRA MONI TOR PERAGA

Gambar 2 Elemen-elemen dalam pengolahan citra Perangkat Keras Pengolahan Citra

Komponen utama dari perangkat keras citra digital adalah komputer dan alat peraga. Proses pengolahan citra umumnya dilakukan dari piksel ke piksel yang bersifat paralel.

Perangkat keras pengolahan citra terdiri dari beberapa sub sistem yaitu komputer, masukan video, keluaran video, kontrol proses interaktif penyimpanan berkas citra, dan perangkat keras sistim pengolahan citra.

Sub sistem masukan video digunakan untuk memasukkan data citra. Data citra berasal dari alat perekam dan pembaca video, hasil foto melalui sistim kamera atau gambar yang diubah menjadi berkas digital.

Sensor citra yang umum digunakan berupa kamera CCD (charge coupled device), kamera ini menghasilkan sebuah sinyal citra yang dapat digambarkan sebagai sinyal analog dari bentuk gelombang listrik. Sinyal analog ini kemudian dikonversi menjadi sinyal digital oleh sebuah analog-digital (A/D) converter. Selanjutnya sinyal digital keluaran A/D converter ditransmisikan kepada memori citra digital. Perangkat lainnya adalah unit display untuk memonitor citra yang ditangkap oleh kamera, menampilkan citra yang sudah diproses, dan sebagainya. Selain itu diperlukan peralatan tambahan berupa lampu- lampu khusus untuk mensuplai cahaya yang cukup dan diatur sedemikian rupa sehingga iluminasi merata pada seluruh objek yang akan ditangkap citranya (Ahmad 2005).

Sub sistem berikutnya adalah bagian keluaran video yang mengeluarkan hasil proses pengolahan citra. Hasil proses dapat berupa bentuk cetakan gambar, hasil plotter atau bentuk peragaan melalui layar peraga suatu monitor video.

Sub sistem kontrol proses interaktif digunakan untuk melaksanakan komunikasi antara pemakai dan mesin. Sedangkan sub sistem penyimpan berkas

10

citra terdiri dari keping penyimpan berukuran besar maupun kecil yang berfungsi sebagai memori.

Perangkat Lunak Pengolahan Citra

Perangkat lunak (software) yang digunakan pada image processing tergantung pada jenis image frame grabber yang digunakan. Biasanya setiap pembelian paket image digitizer, paket tersebut telah dilengkapi dengan perangkat lunak untuk menggunakannya.

Gambar yang telah tertangkap kamera diubah menjadi citra digital dan ditempatkan dalam memori komputer dalam file berekstension TIFF atam BMP. Selanjutnya data citra diolah kembali atau langsung disimpan pada media penyimpanan data dalam bentuk citra digital.

Komputer merupakan sebuah perangkat digital oleh karena itu fungsi- fungsi yang kontinyu tidak dapat direpresentasikan secara persis oleh komputer. Dari variabel yang kontinyu harus dirubah variabel digital berupa titik-titik yang terbatas dalam komputer. Ini disebut dengan pengambilan sampel dan kuantisasi.

Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur (piksel). Piksel merupakan elemen citra yang terkecil dengan panjang polong horizontal dan vertikal antar piksel adalah sama pada seluruh bagian citra. Setiap piksel diwakili oleh sebuah nilai dalam bilangan bulat (integer). Seringkali bilangan bulat tersebut besarnya 8-bit, dengan selang 0 – 255 dimana 0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih, dan tingkat abu-abu berada diantaranya. Nilai bilangan 0 hingga 255 merupakan nilai intensitas dari suatu piksel.

Proses merepresentasikan citra dalam suatu nilai bit tertentu disebut dengan proses kuantisasi citra. Suatu proses kuantisasi citra dapat juga dilakukan pada tingkat intensitas 32, 64, 128, dan 512, bahkan untuk bidang kedokteran dapat mencapai 4096 tingkat.

Ukuran dari suatu citra merupakan jumlah banyaknya piksel yang dikandung sebuah citra. Ukuran citra dikenal sebagai resolusi dan dinyatakan sebagai ukuran panjang kali lebar dari satuan piksel. Resolusi 65536 piksel merupakan ukuran piksel 256 (lebar) x 256 (pajang).

Segmentasi Citra

Segmentasi citra adalah proses memisahkan suatu region dengan latar belakang, hasil dari segmentasi citra disebut sebagai citra biner. Region adalah sekumpulan piksel yang terkoneksi satu sama lain dan mempunyai sifat yang secara umum sama. Region penting dalam pengolahan citra, karena region mungkin berkorespondensi dengan beberapa obyek dalam dunia nyata.

Dalam citra biner hanya ada dua tingkat intensitas, yaitu terang dan gelap. Pada kuantisasi 256 tingkat intensitas, nilai 255 merup akan intensitas yang terang, dan nilai 0 untuk intensitas gelap. Umumnya region diberi tingkat intensitas terang, sedangkan untuk latar belakang diberi intensitas gelap, tetapi tentu saja keadaan ini dapat berubah tergantung dari sisi mana pengamat hendak melakukan analisis.

Teknik sederhana memisahkan region dengan latar belakang pada citra greyscale (abu-abu) adalah thresholding yang menghasilkan citra biner. Apabila nilai intensitas suatu obyek berada pada suatu interval, dan nilai intensitas latar belakang berada di luar selang interval tersebut, maka operasi thresholding dapat dilakukan dengan memberikan nilai batas minimal atau maksimal selang intensitas obyek yang berdekatan dengan selang interval latar belakang (threshold metode manual).

Citra denga n karakteristik pencahayaan tertentu memiliki nilai threshold yang spesifik. Oleh karena itu suatu nilai threshold tidak dapat digunakan pada semua citra, tergantung pada pengamatan citra yang disegmentasi. Demikian pula dengan citra yang komplek, adakalanya proses threshold sederhana sulit dilakukan. Oleh karena itu dikembangkan metode threshold yang lain sebagai berikut ini. 1 Threshold dengan Metode P-Tile

Metode P-Tile menggunakan pengetahuan tentang region atau ukuran dari obyek yang diinginkan untuk melakukan threshold citra. Dengan kata lain persentase region terhadap keseluruhan citra perlu diketahui. Metode ini sangat terbatas penggunaannya.

2 Threshold dengan Metode Iterasi

Metode Iterasi dibangun dengan cara memilih nilai kira-kira untuk threshold citra dengan secara berturut-turut memperbaikinya. Diharapkan nilai threshold

12

yang baru akan memberikan nilai pemisahan yang lebih baik dari nilai sebelumnya.

Proses perhitungan dari beberapa fitur pengolahan citra dilakukan pada citra biner, seperti pengukur an area, jarak, titik pusat, dan faktor bentuk. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengukuran variabel diatas, proses segmentasi perlu dilakukan. Area

Area merupakan salah satu ciri umum yang dapat digunakan untuk mengenali obyek. Area merupakan ukuran dari suatu obyek yang dinyatakan dalam satuan piksel. Pengetahuan tentang area sangat membantu dalam mengidentifikasikan obyek jika dibandingkan dengan noise. Noise umumnya memiliki ukuran yang jauh lebih kecil daripada obyek. Dalam pengolahan citra digital, area dapat digunakan pula sebagai salah satu penentuan standar mutu produk.

Perimeter

Perimeter adalah batas daerah yang dimiliki oleh suatu region terhadap background. Jika S merupakan region dan S’ merupakan background, maka batas daerah merupakan sekumpulan piksel dari S yang mempunyai 4 – tetangga dari S’. Bagian dalam region yang bukan merupakan batas daerah disebut dengan interior. Faktor Bentuk

Faktor bentuk merupakan salah satu sifat geometri. Umumnya faktor bentuk merupakan suatu rasio antara area dengan perimeter atau rasio antara area dengan panjang maksimal suatu citra. Ada dua faktor bentuk yang umum digunakan yaitu compactness (kekompakan) dan roundness (kebundaran). Ukuran dari dua macam faktor bentuk ini dapat digunakan untuk menentukan jenis suatu obyek dari suatu citra, ataupun digunakan sebagai patokan mutu suatu jenis obyek.

Pengolahan Warna

Warna adalah tidak lebih dari sekedar respon psycho-physiological dan intensitas yang berbeda (Ahmad 2005). Energi dari cahaya ditangkap oleh mata dan diterjemahkan oleh otak sebagai warna. Persepsi warna dalam pengolahan citra tergantung pada tiga faktor yaitu (1) spectral reflectance (menentukan bagaimana suatu permukaan memantulkan warna), (2) spectral content (kandungan warna dari

cahaya yang menyinari permukaan), dan (3) spectral response (kemampuan merespon warna dari sensor dalam imaging system).

Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli seperti model RGB (red, green, blue), model CMYK (cyan, magenta, yellow, black), YCbCr (luminase dan dua komponen krominasi Cb dan Cr) dan HSI (hue, saturation, intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif dimana warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan. Display komputer menggunakan model warna RGB.

Salah satu cara menghitung nilai warna dan menafsirkan hasilnya dalam model warna RGB adalah dengan melakukan normalisasi terhadap ketiga sinyal warna tersebut. Normalisasi dilakukan bila sejumlah citra ditangkap dengan penerangan yang berbeda-beda. Hasil perhitungan tiap sinyal warna pokok yang telah dinormalisasi akan menghilangkan pengaruh penerangan, sehingga nilai setiap sinyal warna dapat dibandingkan satu sama lainnya walaupun berasal dari citra dengan kondisi penerangan yang tidak sama, asalkan tidak ekstrim perbedaannya (Ahmad 2005).

Jika indeks warna merah (r), indeks warna hijau (g), dan indeks warna biru (b) adalah notasi untuk normalisasi sinyal warna, maka dirumuskan persamaan sebagai berikut ini.

r = R / (R+G+B) g = G / (R+G+B) b = B / (R+G+B)

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan lahir dari usaha memodelkan otak manusia karena manusia dianggap sebagai sistem yang paling sempurna. Berbagai usaha memodelkan otak manusia telah dilakukan dan memunculkan tiga golongan model. Adapun golongan tersebut adalah sebagai berikut ini.

Golongan pertama meniru pola manusia dalam mengambil keputusan. Golongan ini disebut sebagai sistem pakar (expert system). Golongan kedua menirukan cara kerja manusia yang tidak pernah dilakukan dalam variabel tegas

14

(crisp). Semua variabel yang diolah dalam otak manusia bersifat samar (fuzzy). Dengan menggabungkan variabel samar dengan sistem pakar maka lahirlah logika samar (fuzzy logic). Golongan ketiga lahir dari usaha memodelkan sel syaraf. Oleh karena itu disebut sebagai jaringan syaraf tiruan (artificial neural network).

Model jaringan syaraf tiruan (JST) pertamakali dikenalkan oleh Mc. Culloh dan Pitts sebagai komputasi aktifitas syaraf. Hasil karyanya kemudian menjadi arah bagi penelitian dibidang ini pada masa berikutnya. Hebb mempostulatkan bahwa neuron berhubungan satu sama lain pada pola terorganisasi secara mandiri. Hubungan secara kontinyu berubah ketika sebuah organisasi mempelajari suatu tugas baru yaitu penjelasan mengenai model syaraf biologis.

Pada tahun 1958 Rosenblat et al, menemukan aturan pelatihan untuk pertama kalinya pada perceptron. Minsky dan Papert (1969), mengemukakan bahwa perceptron sangat terbatas digunakan sebagai metode perhitungan pada kehidupan nyata. Bernard Widrow menemukan unsur neural sederhana yang hampir sama dengan perceptron yang dinamakan ADALINE (adaptive linier neuron), dan jaringan multi layernya dikenal sebagai MADALINE (multiple adalines). Berikutnya Widrow juga mengembangkan prosedur pelatihan terawasi yang dikenal sebagai Least Mean Square (LMS) atau Widrow-Hoff learning method. Pada era selajutnya JST berkembang sedemikian hingga ditemukan berbagai macam metode dan aturan pelatihan.

Sebuah JST yang berorientasi pada aplikasi memiliki tiga karakteristik sebagai berikut ini.

1 Bersifat adaptif, artinya JST mampu mengubah parmeter dan struktur dirinya berdasarkan masukan yang diberikan, serta menangani masukan yang sebelumnya belum pernah dikenal sebelumnnya.

2 Merupakan proses non linier, fungsi aktifasi merupakan unit non linier JST. 3 Merupakan proses paralel, seperti halnya sistem syaraf biologis jutaan neuron

yang dimilikinya bekerja secara paralel sehingga masing- masing melakukan proses secara bersamaan.

Sifat-sifat di atas membedakan antara JST dengan metoda komputasi yang konvensional yang umumnya tidak bersifat adaptif dan linier. Sifat adaptif menjadikan JST menjadi sistem yang fleksibel dalam menghadapi suatu persoalan.

Fleksibelitasnya menjadikan JST sangat sesuai dengan persoalan yang tidak memiliki model matematik yang cukup baik.

Sifat non linier merupakan kekuatan dari JST yang lain. Di sisi lain metode konvensional terlalu rumit dan tidak disukai apabila memasuki model yang non linier. Padahal sebagian besar permasalahan di dunia nyata membawa sifat ketidak linieran. Sifat pemrosesan secara paralel menjadikan sifat JST menjadi sangat penting seiring dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan.

Neuron Biologis

Jaringan syaraf tiruan merupakan jaringan yang dibuat dengan meniru jaringan syaraf manusia dengan diilhami oleh struktur dan cara kerja otak dan sel syaraf manusia. Otak manusia mengandung kurang lebih 1011 neuron dan sekitar 104 hubungan per neuron. Sebuah neuron mengandung soma (badan sel), axon (pengirim sinyal) dan dendrite (penerima sinyal). Yang menghubungkan antara satu neuron dan neuron yang lain adalah synapse (sinapsis). Dendrite berfungsi sebagai penerima sinyal dari neuron lain melalui sinapsis sedangkan axon berfungsi meneruskan sinyal ke ujung serat yang berhubungan dengan sinapsis.

Sebuah neuron akan bereaksi apabila potensial listrik mencapai suatu batasan tertentu (threshold). Cara kerja dari neuron adalah dengan menjumlahkan sinyal yang masuk melalui dendrite yang berasal dari axon neuron lain yang dikalikan dengan pembobot sinapsis. Proses pelatihan terjadi dengan perubahan pada sinapsis. Ada dua jenis sinapsis yakni sinapsis yang bersifat membangkitkan (exite) dan sinapsis yang bersifat menghambat (inhibit). Sinyal yang masuk dijumlahkan oleh badan sel dan dikonversi oleh fungsi aktifasi tertentu sehingga menghasilkan sinyal pemicu yang dialirkan ke neuron melalui akson. Skema fisiologis neuron dapat dilihat pada Gambar 3.

NEURON NEURON SYNAPSES AXON DENDRI TES Arah Aliran

16

Representasi Matematis dari Neuron

Model matematik orde pertama dari neuron dapat dilihat pada gambar berikut ini. 1 0.1 >2 Akumulasi dan Pelipatan Threshold 0.5 Output Bobot atau kekuatan dari hubungan

Gambar 4 Skema neuron untuk JST

Hubungan (connection) yang masuk pada neuron digambarkan dengan garis input dengan bobot tertentu. Neuron hanya melakukan akumulasi dan memberik an nilai pembatas (threshold) untuk pulsa yang datang dari input. Jika sebuah pulsa datang dari suatu hubungan, maka pulsa tersebut akan dilipatkan nilainya dengan suatu nilai yang disebut dengan bobot dari hubungan yang menentukan kepentingan dari hubungan tersebut (identik dengan besar kecilnya ukuran dendrit biologis). Nilai dari hubungan-hubungan diakumulasikan menjadi nilai overall unit aktifasi, melewati nilai batas tertentu, dan akan mengeluarkan pulsa jika nilai overall mencapai nilai batas tersebut. Keluaran dari tahap threshold akan menjadi masukan dari neuron yang lain, dan terbentuklah suatu jaringan syaraf yang lengkap.

Fungsi operasi diatas diaplikasikan pada neuron buatan dan dikenal sebagai Threshold Logic Unit (TLU) dikemukakan oleh McCulloch and Pitts (1943). Berikut ini adalah gambaran dari konsep yang dikemukakan oleh McCulloch and Pitts dan disempurnakan oleh Rosenblat (1958).

y

a y

: dilipatkan oleh bobot w1 w2 wn . . .

Elemen dasar yang membangun sebuah JST adalah sebuah simpul (unit). Simpul berfungsi untuk mengubah sinyal masukan menjadi sebuah keluaran. Model ini mempunyai masukan berupa x1, x2, ..., xn, bobot adalah w1, w2, ..., wn. Sinyal

berharga 0 dan 1 yang merupakan nilai boolean (hal ini sesuai denga n contoh gerbang logika dalam rangkaian elektronika).

Nilai aktifasi (a) adalah sebagai berikut ini.

a = w1x1 + w2x2 + ..., wnxn atau (1)

= = n i i ix w 1 α (2)

Keluaran dari y diberikan dengan membandingkan nilai aktivasi dengan nilai batas (threshold) sebagai berikut ini.

1 if a = ? y =

0 if a < ? (3)

Threshold (?) seringkali bernilai 0, fungsi threshold sering disebut sebagai fungsi step atau pembatas keras.

Cara kerja dari TLU adalah menjumlahkan seluruh masukan setelah diberi pembobot dan menyesuaikan hasil penjumlahan ini ke dalam sebuah fungsi aktifasi yang berfungsi untuk mengubah suatu nilai tidak terbatas (unbounded) menjadi nilai yang terbatas (bounded) atau dikenal dengan fungsi pemampat. Pada model asli Rosenblatt fungsi yang digunakan adalah fungsi pembatas keras seperti pada gambar diatas.

Jika dianalogikan dengan neuron biologis, munculnya aksi potensial disimbolkan dengan nilai biner 1 dan jika tidak disimbolkan dengan nilai biner 0.

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Minsky dan Papert (1969), bahwa perceptron terbatas penggunaannya sebagai metode perhitungan pada aplikasi nyata, masalah akan timbul jika masukan yang diumpankan adalah bilangan real, dan bilangan real pada keluaran. Proses analisa matematis untuk jaringan semacam ini cukup kompleks, dan dapat dilakukan dengan salah satu varian dari JST yaitu multilayer perceptron.

Penggunaan bilangan real untuk masukan dan keluaran mensyaratkan penggunaan threshold dengan fungsi matematis antara lain fungsi sigmoid, arctangen, arcsin, dan lain- lain. Fungsi yang digunakan haruslah mulus dan

18

kontinyu (tidak diperkenankan menggunakan potongan fungsi linier atau fungsi step) dan mempunyai nilai batas atas dan batas bawah absolut. Fungsi sigmoid merupakan fungsi yang umum digunakan dalam JST .

Arsitektur Multilayer Neural Network

Kemampuan dari sebuah simpul terbatas pada pengenalan pola-pola yang linier dan fungsi- fungsi logika sederhana. Kemampuan lebih tinggi dapat diperoleh dengan menggabungkan beberapa simpul membentuk JST. Gambar 6 menunjukkan skema dari JST lapisan multilayer.

Hal yang terpenting dari JST bukan hanya bagaimana neuron diimplementasikan tetapi juga bagaimana hubungan antar neuron dibangun (seringkali disebut dengan arsitektur).

Arsitektur JST dibagi menjadi empat golongan sebagai berikut ini. 1 JST lapisan tunggal (single layer neural network).

2 JST lapisan majemuk (multi layer neural network). 3 JST arah depan (feedforward neural network). 4 JST recurent (recurent neural network).

Beberapa pengertian dari JST :

1 Simpul (unit) adalah elemen pengolahan yang terkecil

2 Lapis (layer) adalah kelompok simpul-simpul yang paralel. Berdasarkan lokasi dibedakan menjadi lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan keluaran (output layer).

3 Sampel adalah sepasang masukan (input) dan keluaran (output) yang diberikan pada JST pada proses pelatihan (trainning).

1 2 3 n 1 2 3 p . . . xi vij wjk . . . yk zj Gambar 6 JST multilayer Notasi yang digunakan:

Xi : masukan

Vi j : nilai pembobot antara lapisan i dan lapisan j (lapisan masukan dan

lapisan tersembunyi)

Zj : keluaran pada simpul j (pada lapisan tersembunyi)

Wjk : nilai pembobot antara lapisan j dan lapisan k (lapisan tersembunyi

dan lapisan keluaran)

Yk : keluaran dari simpul k (lapisan keluaran)

Setiap lingkaran yang terdapat pada Gambar 6 merupakan simpul yang melakukan perhitungan kecuali pada lapisan masukan. Lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran melakukan perhitungan dengan fungsi tertentu yang disebut dengan fungsi aktifasi. Fungsi aktifasi merupakan suatu fungsi kontinyu, monoton tidak turun, keluaran terbatas, dan mudah untuk dideferensialkan. Lapisan tersembunyi pada JST bisa lebih dari satu lapisan. Menurut Wang et al (1991) pemakaian lebih dari satu lapisan tersembunyi tidak akan meningkatkan kinerja dari jaringan.

Aturan pelatihan dari JST bertujuan untuk mengubah-ubah faktor pembobot dan merupakan serangkaian algoritma yang dapat beradaptasi sehingga diperoleh pembobot yang diinginkan. Metode pelatihan dalam JST terdiri dari tiga macam yaitu pelatihan terawasi (supervised learning), pelatihan tak terawasi (unsupervised learning), dan pelatihan perkuatan (reinforced learning).

Pelatihan terawasi merupakan proses pelatihan menggunakan pembanding pada keluaran JST sehingga diperoleh sinyal kesalahan (error). Besarnya kesalahan

20

ini digunakan untuk menata faktor pembobot pada jaringan sehingga diperoleh keluaran jaringan yang mendekati keluaran yang diinginkan. Prinsip kerja jaringan berdasarkan kesalahan yang digunakan untuk mengkoreksi faktor pembobot jaringan ini disebut dengan error correction learning. Algoritma dari error correction learning ini adalah metode pelatihan penurunan gradien yaitu kuadrat rata-rata terkecil (least mean square) dan propagasi balik kesalahan (error backpropagation) (Demuth et al 1998).

Pelatihan tidak terawasi tidak memerlukan pola sasaran sehingga tidak ada proses pembandingan keluaran terhadap respon yang diharapkan. JST dengan pelatihan tidak terawasi dapat belajar dengan cara memasukkan data ke dalam jaringan, dan jaringan-jaringan membentuk kelas-kelas tertentu dan mengklasifikasikan data masukan dalam kelas tertentu. Algoritma metode pelatihan ini dapat ditemukan pada jaringan Hamming, Linsker, dan Kohonen (Peterson 1996).

Pelatihan perkuatan berhubungan dengan pembaruan pembobot jaringan dengan mengevaluasi sinyal. Hal yang membedakan dengan pelatihan terawasi adalah pada pelatihan terawasi sinyal pembanding dianggap sebagai sinyal yang benar. Algoritma yang menggunakan metode pelatihan ini adalah learning automata.

Backpropagation

Kekuatan utama dari backpropagation adalah klasifikasi patern, yaitu mengklasifikasikan pasangan input dan output. Selain itu jaringan syaraf backpropagation juga dapat digunakan untuk memprediksi output suatu sistem, ataupun pengolahan sinyal digital.

Jika data diaplikasikan pada JST dan outputnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka yang dilakukan adalah memodifikasi bobot hubungan. Karena bobot awal adalah acak, maka kemungkinan mendapatkan output tidak sesuai dengan yang diharapkan tinggi. Untuk meningkatkan kinerja jaringan tidak dapat dilakukan dengan hanya memodifikasi bobot hubungan, karena ketidaktahuan akan kontribusi masing- masing bobot hubungan terhadap kesalahan output. Oleh karena itu digunakan algoritma yang secara efisien dapat memodifikasi hubungan atau faktor bobot untuk meminimisasi kesalahan (error) dari output.

Algoritma yang digunakan pada kondisi diatas adalah error corection learning yang dapat ditemukan pada backpropagation. Proses pelatihan (training) dari backpropagation terdiri atas beberapa tahap sebagai berikut ini.

1 Pemilihan dan persiapan data training. 2 Persiapan bobot awal.

3 Modifikasi bobot hubungan neuron. 4 Iterasi.

5 Validasi.

1. Pemilihan dan Persiapan Data Training

Pemilihan dan persiapan data training merupakan faktor yang penting dalam algoritma backpropagation. Berikut ini hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan dan persiapan data training.

1 JST tidak berguna jika hanya menganalisa hanya satu contoh pasangan input / output saja. JST tidak akan dapat menduga karakteristik dari data input dari hanya satu contoh saja, sehingga diperlukan banyak contoh pasangan input / output untuk mendapatkan pendugaan klasifikasi yang benar.

2 Prosedur training yang baik adalah menyusun data dengan range yang lebar. Untuk permasalahan yang lebih komplek diperlukan sampel yang lebih banyak. Data harus menunjukkan semua perbedaan karakter yang diminati. Sangat penting untuk memilih sampel yang tidak mengandung faktor dominan yang bukan pokok permasalahan. Sebagai contoh adalah JST untuk pengklasifikasian tank angkatan darat Amerika. Contoh yang digunakan adalah tank Soviet pada berbagai sudut dan jarak pada keadaan hari cerah, dan contoh tank Amerika pada hari yang berawan. Bisa dikatakan bahwa jaringan tersebut lebih handal untuk mengklasifikasikan cuaca dari pada untuk mengidentifikasi tank lawan.

3 Jika memungkinkan pada saat pelatihan, diberikan noise atau dilakukan pengacakan dari sampel. Metode ini akan memberikan kemampuan jaringan untuk mengatasi noise dan variasi alami pada data nyata, sehingga akan meningkatkan kehandalan jaringan.

22

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu JST akan menghasilkan keluaran yang baik, sebaik data training yang diberikan.

2. Inialisasi Pembobot

Pembobot mula- mula dipilih secara acak dengan bilangan acak kecil, atau ditentukan dengan metode Nguyen-Widrow.

3. Modifikasi Bobot Hubungan Neuron

Gambar 6 menunjukkan masukan xi diberikan pada lapisan masukan, simpul

Dokumen terkait