• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAAHAN PUSTAKA A. Uraian Tanaman

B. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik umumnya ditemukan pada tanaman, baik yang dapat dimakan ataupun yang tidak dapat di makan dan dilaporkan mempunyai sejumlah aktivitas biologis (Cheng, 2012). Senyawa fenolik dalam buah dan sayuran

memproduksi efek yang menguntungkan sebagai penangkap radikal. Telah banyak senyawa fenolik mempunyai aktivitas antioksidan dan dapat melindungi sel dari kerusakan oksidatif akibat radikal bebas ( Wada and Ou 2002; Chun and Lee, 2003). Ekstrak buah, sayuran dan bahan-bahan lain yang kaya senyawa fenolik menarik bagi kalangan industri makanan karena ekstrak ini mampu menunda kerusakan oksidatif senyawa-senyawa lemak dan mampu meningkatkan nilai nutrisi suatu makanan (Khakonen, Hopia, Vourela, Raula, Pihlaja, kujala, and Heinonen, 1999 ).

Senyawa fenolik atau polifenol merupakan metabolit sekunder yang mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituent gugus hidroksi (OH) yang berasal dari jalur metabolisme asam sikimat. Termasuk dalam kelompok senyawa fenolik atau polifenol adalah fenol sederhana, kumarin, tannin dan flavonoat. Dalam tanaman senyawa ini biasa dalam bentuk glikosida atau ester (Proestos, 2003). Senyawa fenolik tanaman paling banyak terdapat dalam bentuk aglikon, glikosida atau ester dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne, 1987).

Metode penetapan fenolik total dengan pereaksi Folin-Ciocalteu ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1927 untuk analisis asam amino tirosin. Metode ini berdasarkan prinsip redoks dalam suasana basa yakni adanya senyawa fenolik akan dioksidasi oleh reagen asam fosfomolibdat-tungstat menghasilkan senyawa berwarna yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal 745 sampai 750 nm. Metode penambahan natriun karbonat pada metode Folin-Ciocalteu ini bertujuan untuk membentuk suasana basa. Metode ini juga dapat mendeteksi semua

golongan fenolik yang terdapat dalam sampel. Kandungan fenoliknya dapat distandarisasi antara lain dengan asam galat, katekin, asam tanat dan asam kafeat (Prior, Ronald, Wu and Scharch, 2005).

Senyawa-senyawa flavonoid merupakan senyawa alami dengan berbagai macam struktur fenolik lebih dari 4.000 telah diindetifikasi dan kelompokkan sesuai struktur molekulnya (Wilmsen, Spada, and Salvador, 2005). Klasifikasi flavonoid ditemukan oleh pola substitusi dan hidroksi pada atom C3. Klasifikasi tersebut meliputi flavon, flavanon, flavonol, flavonolol, isoflavon aouron dan khalkon (Robinson, 1995). Senyawa polifenol banyak dijumpai hampir semua tanaman mulai dari fungi sampai angiospermae dan terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit bunga, buah dan biji (Markham, 1970). Aktivitas senyawa flavonoid yang bermanfaat untuk kesehatan antara lain efek antioksidan, antikarsinogenik, antiproliferatif, antiangoiogenik, antiinflamasi dan antiestrogenik. Berdasarkan sifat di atas banyak suplemen makanan atau produk herbal yang mengandung flavonoid dapat diterima secara komersial pada saat ini (Zhang and Morris, 2003).

Sifat digunakan untuk menggambarkan flavonoid, salah satunya adalah kemampuan flavonoid untuk beraksi sebagai antioksidan dengan menangkap radikal bebas dan spesies oksigen reaktif lainnya. Aktivitas antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan oleh adanya gugus hidroksil fenolik dalam struktur molekulnya. Ketika senyawa-senyawa ini bereaksi dengan radikal bebas, mereka membentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik.

Dengan demikian fase profagasi yang meliputi reaksi radikal berantai dapat dihambat (Wilmsen et al, 2005). Selain itu, flavonoid dapat berfungsi sebagai penangkap radikal hidroksil yang merupakan radikal yang paling reaktif. Flavonoid dapat beraksi sebagai antioksidan dengan menangkap radikal bebas melalui pemberian atom hidrogen pada radikal tersebut. Kemampuan flavonoid untuk menangkap radikal DPPH (Pokorny, Yanishlieva, and Gordon, 2001).

Ekstraksi flavonoid dari dalam simplisia tumbuhan dapat dilakukan dngan menggunakan pelarut polar, semi polar maupun non polar sesuai dengan kelarutan flavonoid yang diekstraksi. Kelarutan flavonoid berbeda sesuai dengan golongan dan subsitusinya (Robinson, 1995). Pelarut kurang polar digunakan untuk mengekstraksi aglikon flavonoid, sedangkan pelarut yang lebih polar digunakan untuk flavonoid atau antosianin. Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi atau suatu gula. Oleh karena itu, umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton dan air (Markham, 1970).

C. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain. Senyawa antioksidan ini akan menyerahkan satu atau lebih elektronnya kepada radikal bebas sehingga dapat menghentikan kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Di dalam tubuh terdapat mekanisme antioksidan endogenik. Tetapi bila jumlah radikal bebas dalam tubuh berlebih maka dibutuhkan antioksidan yang berasal dari luar tubuh (eksogenik) (Pratiwi, Dewi, Harapini, 2006). Antioksidan dalam tubuh

berfungsi sebagai penangkal radikal bebas dalam tubuh kita. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu (Droge, 2002):

(1). Antioksidan alami adalah antioksidan dapat diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alam yang diisolasi dari tumbuhan. Antioksidan alami tersebar pada bagian kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari. Antioksidan alami umumnya merupakan senyawa fenolik/polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki efek antioksidan meliputi flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, katekin dan kalkon.

(2). Antioksidan sintetik adalah antioksidan ini merupakan antioksidan buatan dari sintetis reaksi kimia. Senyawa-senyawa yang termasuk antioksidan sintetik yaitu

butylhidroksianisol (BHA), butylhidroksitoluene (BHT), propil galat, ter-butyl

hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan primer, sekunder dan tersier (Droge, 2002):

a. Antioksidan primer

Antioksidan yang bekerja untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas yang baru dengan mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang efek radikalnya berkurang sebelum radikal bebas ini bereaksi. Contoh antioksidan primer adalah Superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase dan protein pengikat logam. Kerja dari antioksidan ini membutuhkan bantuan zat mineral seperti mangan, seng dan tembaga.

b. Antioksidan sekunder

Antioksidan yang bekerja dengan pemutus rantai, berfungsi menangkap radikal bebas dan mencegah reaksi berantai. Contoh dari antioksidan golongan sekunder adalah Vitamin C, Tokoferol, Betakaroten, golongan fenol, amin aromatik, asam urat, bilirubin dan albumin.

c. Antioksidan tersier

Antioksidan golongan tersier memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan (biomolekular) yang disebabkan radikal bebas. Contoh dari antioksidan tersier yaitu enzim metionin sulfoksida reduktase.

Dokumen terkait