• Tidak ada hasil yang ditemukan

•Peran serta Indonesia khususnya dalam pemanfaatan Open Source Software sebagai sumbang pikir bagi

SEPUTAR OPEN SOURCE SOFTWARE

Open Source Software memberikan posisi yang unik kepada para developer dan penggunanya. Begitu juga perusahaan yang terlibat pada bisnis Open Source Software akan memiliki relasi yang berbeda dengan para pengguna. Sebagai contoh pada kasus pengungkapan suatu bug atau kesalahan.

Tidak seperti produk closed source yang cenderung menutupi masalah sekuriti sistem hingga ada orang yang membongkarnya; pada open source, programmer di luar kelompok diperkenankan untuk melihat source code sebelum terjadi “crash”, dan melakukan perbaikan segera terhadap perangkat lunak tersebut.

Sebagai contoh, kelemahan dari model sekuriti Microsoft Windows terbuka setelah adanya virus Melissa, tapi tanggapan dari perusahaan relatif lama setelah adanya kasus. Mereka tidak pernah memberikan peringatan akan kemungkinan hal ini dapat terjadi.

Dengan open source software biaya untuk perbaikan dapat dikatakan mendekati nol. Waktu yang dibutuhkan untuk

mendeteksi dan memberbaiki kerusakan juga berkurang. Dengan demikian user pada pola Open Source Software memiliki posisi yang penting dan dapat menentukan arah perkembangan perangkat lunak.

Pengguna memperoleh posisi yang berbeda pada pendektan Open Source ini. Juga sebagai co-developer. Hal ini sejalan dengan terjadi pergeseran masyarakat pengguna saat ini yang bergeser dari “

consumer society

” ke “

user society

”. Solusi tidak saja berasal dari para vendor tetapi dapat juga dari user.

Pola Open Source Software ini menimbulkan pergeseran struktur kekuatan, yang tadinya berada di tangan “penjual perangkat lunak” sekarang condong ke tangan para pengguna. Sehinggga timbul peletakkan posisi ulang, dalam arti kompetisi untuk memberikan kualitas, utilitas dan juga mencegah memperoleh keuntungan dari manipulasi yang diperoleh melalui perangkat distribusi, pola pemasaran, batasan lisensi dan perjanjian dengan penyedia perangkat keras. Kasus perjanjian OEM antara vendor perangkat keras dan perangkat lunak menjadi contoh nyata dari ketakberdayaan konsumen.

Open Source Software juga secara otomatis menyediakan suatu lingkungan pendidikan yang lebih baik, yaitu menyediakan source code yang memungkinkan pengguna melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhannya.

Dengan dimanfaatkannya Open Source Software secara luas akan memberikan berbagai keuntungan, misalnya dari segi sosial masyarakat yaitu user dapat saling berbagi penggunaan dengan pengguna lainnya atau komunitas secara luas, dapat berkembangnya dukungan lokal dan user akan terpacu untuk memenuhi kebutuhan sendiri untuk dukungan teknis, memodifikasi perangkat lunak untuk kepentingan lokal sangat dimungkinkan, serta kesempatan bagi tenaga kerja lokal.

sesungguhnya terhadap sistem operasi dari teknologi yang mereka gunakan. Tidak seperti lisensi proprietary yang membuat suatu pembatas (barrier) untuk menggunakan solusi karena kebutuhan akan negosiasi dan persetujuan.

Pada bisnis model Open Source, penyedia jasa menjadi lebih fokus pada layanan daripada sekedar berjualan lisensi. Jelas ini membuat terbukanya kesempatan bagi tenaga kerja lokal (TKL) yang ingin memanfaatkannya. Lokasi yang dekat ke customer memberikan kemungkinan persaingan harga dan pelayanan yang lebih baik, daripada dengan pemberi jasa dari luar negeri. Pola Open Source Software memungkinkan para pengguna komputer dan para developer di Indonesia menggunakan perangkat lunak secara murah dan legal. Citra sebagai bangsa pembajak dapat dihilangkan dengan menggunakan Open Source Software. Hal ini disebabkan sistem lisensi yang diterapkan Open Source Software memperbolehkan proses duplikasi tersebut.

Dengan berpartisipasi dalam proyek Open Source Software berarti programmer telah menimba pengalaman dengan berpartisipasi dalam proyek yang berukuran besar. Mereka yang terlibat dalam proyek Open Source Software akan mendapat “bayaran tambahan” berupa apresiasi publik, tukar menukar pikiran, pengaruh baik pada metoda disain mendatang.

Bagi perusahaan yang ingin mengontrak para pengembang tersebut, paradigma Open Source Software menyebabkan mereka tidak perlu repot-repot membuktikan kualifikasi dengan pola konvensional, misal reference, atau proses interview yang memakan waktu. Cukup dari hasil kerja dan reputasi dari programmer atau kelompok developer tersebut. Artinya yang menerima keuntungan bukan saja programmer tetapi juga pihak yang ingin mempekerjakan programmer.

keuntungan utama bagi para pelaku bisnis TI lokal yaitu lebih dekat dengan costumer. Dengan diterapkannya Open Source Software secara luas, akan banyak lapangan pekerjaan yang terbuka bagi tenaga kerja lokal.

Akan tetapi bila tenaga kerja lokal tidak mempersiapkan diri untuk memberikan service yang baik, dan masih bertumpu pada pola penjualan lisensi, maka akan terjadi hal sebaliknya. Tenaga kerja luar negeri akan kembali merebut kesempatan tersebut. Disinilah kualitas SDM menjadi lebih penting daripada kepemilikan lisensi penjualan.

Beberapa daerah di Indonesia pada saat ini memiliki kemungkinan menerapkan solusi dengan Open Source Software akan tetapi ketersediaan SDM lokal menjadi suatu halangan untuk menerapkannya.

Pada dasarnya suatu perusahaan akan lebih suka dengan dukungan teknis dari SDM lokal, karena bisa sewaktu-waktu dipanggil ketika terjadi kerusakan. Secara ekonomis perusahan menjadi rugi kalau harus memanfaatkan SDM non lokal, karena harus mengeluarkan “overhead cost”, sedangkan lapangan kerja lokal juga rugi karena tidak bisa memanfaatkan tenaga kerja. Pengakuan keterlibatan dukungan teknis lebih dirasakan pada produk Open Source Software, sebab customer telah memperoleh perangkat lunak dengan gratis. Sehingga nilai keberadaan dukungan teknis akan jauh lebih terasa, baik melalui perbaikan, ataupun dokumentasi. Di sisi pemberian dukungan teknis inilah SDM lokal dapat memberikan jasanya dengan harga yang lebih bersaing.

Disamping terbukanya partisipasi yang dapat dilakukan oleh tenaga kerja lokal pada penyediaan jasa, terbuka juga kesempatan untuk berpartisipasi dalam hal lainnya, misalnya: menerbitkan tulisan dan buku, membuat dokumentasi dari program tersebut, mencoba program dan memberikan laporan

bug, mendefinisikan requirement dari suatu program, membuat program, mendorong perbaikan SDM, dll.

Pola pengembangan perangkat lunak Open Source Software seperti pada GNU/Linux memberikan harapan cerah untuk memperkenalkan kemampuan para tenaga kerja TI Indonesia di pasar dunia. Hambatan-hambatan di atas dapat diatasi dengan memanfaatkan pola pendekatan Open Source Software, karena pola ini memberikan kemungkinan keterlibatan seorang programmer pada Open Source Software yang akan meningkatkan reputasi tenaga kerja TI Indonesia. Pada pola Open Source Software ini, reputasi lebih dipentingkan daripada kepemilikan sertifikasi dan pembayaran menjadi jaringan pengembang ala pengembang perangkat lunak proprietary. Dikenalnya para pengembang perangkat lunak Indonesia ini jauh lebih mudah melalui jalur Open Source Software, tinggal bergantung pada kemauan dan kemampuan mereka.

Keterlibatan tenaga kerja pengembang di dalam pengembangan Open Source Software ini tidak saja bagi mereka yang bekerja sebagai programmer, tetapi juga bagi mereka yang mengerjakan dokumentasi, pelaporan bug, dan lain sebagainya. Penghargaan dan kenaikan reputasi terhadap mereka yang menyumbangkan patch (perbaikan) atau laporan bug akan lebih diterima, sebab semua akan diumumkan secara terbuka. Tidak tertimbun secara tertutup dalam dokumentasi perusahaan pembuat perangkat lunak. Penemuan bug mendapat tempat dalam komunitas Open Source Software, tidak ditutupi seperti halnya dalam pola Closed Source.