Dari 93 orang produk Nested-PCR yang dilakukan DNA sequencing sebanyak 80 orang, yang tidak dilakukan DNA sequencing sebanyak 13 orang karena teridentifikasi memiliki multiple close bands. Dari 80 pasang berkas (sequence forward dan hasil reverse complement) yang diunggah, sebanyak 6 pasang berkas tidak dapat dilakukan penggabungan, yaitu A3,
C6, D5, K1, X6 dan Y10. Sebanyak 74 orang berhasil didapatkan sequence lengkapnya.
Tabel 4. 5. Distribusi Frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1
pada Suku Batak yang menderita Skizofrenia Paranoid
bp NUKLEOTIDA bp NUKLEOTIDA bp NUKLEOTIDA
G C A T G C A T G C A T 1 0 0 0 45 40 0 45 0 0 79 45 0 0 0 2 0 0 0 45 41 0 45 0 0 80 0 45 0 0 3 45 0 0 0 42 45 0 0 0 81 0 45 0 0 4 0 45 0 0 43 45 0 0 0 82 0 0 0 45 5 0 45 0 0 44 45 0 0 0 83 0 45 0 0 6 0 0 45 0 45 45 0 0 0 84 45 0 0 0 7 0 45 0 0 46 45 0 0 0 85 45 0 0 0 8 0 0 0 45 47 0 45 0 0 86 0 0 0 45 9 0 0 45 0 48 45 0 0 0 87 45 0 0 0 10 0 45 0 0 49 45 0 0 0 88 0 0 0 45 11 0 0 0 45 50 0 45 0 0 89 45 0 0 0 12 45 0 0 0 51 45 0 0 0 90 0 45 0 0 13 0 45 0 0 52 45 0 0 0 91 0 0 0 45 14 0 0 0 45 53 0 45 0 0 92 0 0 45 0 15 45 0 0 0 54 0 45 0 0 93 0 45 0 0 16 0 45 0 0 55 45 0 0 0 94 0 0 0 45 17 0 0 0 45 56 45 0 0 0 95 0 45 0 0 18 45 0 0 0 57 0 45 0 0 96 45 0 0 0 19 0 45 0 0 58 0 0 45 0 97 0 0 0 45 20 0 0 0 45 59 0 0 45 0 98 0 45 0 0 21 45 0 0 0 60 0 45 0 0 99 0 45 0 0 22 45 0 0 0 61 45 0 0 0 100 0 45 0 0 23 45 0 0 0 62 0 0 45 0 101 0 45 0 0 24 45 0 0 0 63 45 0 0 0 102 45 0 0 0 25 0 0 45 0 64 45 0 0 0 103 0 45 0 0 26 0 45 0 0 65 0 45 0 0 104 0 45 0 0 27 0 45 0 0 66 45 0 0 0 105 0 45 0 0 28 45 0 0 0 67 45 0 0 0 106 0 0 45 0 29 0 45 0 0 68 0 45 0 0 107 45 0 0 0 30 45 0 0 0 69 0 0 0 45 108 0 45 0 0 31 45 0 0 0 70 0 45 0 0 109 45 0 0 0 32 0 45 0 0 71 0 45 0 0 110 0 0 0 44 33 0 45 0 0 72 0 45 0 0 111 45 0 0 0 34 0 45 0 0 73 45 0 0 0 112 44 0 0 1 35 0 0 0 45 74 0 45 0 0 113 6 0 39 0
37 45 0 0 0 76 41 0 4 0 115 0 39 0 6
38 0 45 0 0 77 45 0 0 0 116 39 6 0 0
39 45 0 0 0 78 45 0 0 0
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sequence DNA gen NRG1 suku Batak yang menderita skizofrenia didominasi dengan nukleotida G (39%), di mana 48 posisi bp dari 122 bp yang layak dianalisis, diisi oleh nukleotida G. Pada urutan kedua adalah nukleotida C (36%), di mana 44 posisi bp dari 122 bp yang layak dianalisis, diisi oleh nukleotida C.
Tabel 4. 6. Distribusi Frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1
pada suku Batak yang Tidak Menderita Gangguan Jiwa BP G C A T BP G C A T BP G C A T 1 0 0 0 29 40 0 29 0 0 79 29 0 0 0 2 0 0 0 29 41 0 29 0 0 80 0 29 0 0 3 29 0 0 0 42 29 0 0 0 81 0 29 0 0 4 0 29 0 0 43 29 0 0 0 82 0 0 0 29 5 0 29 0 0 44 29 0 0 0 83 0 29 0 0 6 0 0 29 0 45 29 0 0 0 84 29 0 0 0 7 0 29 0 0 46 29 0 0 0 85 29 0 0 0 8 0 0 0 29 47 0 29 0 0 86 0 0 0 29 9 0 0 29 0 48 29 0 0 0 87 29 0 0 0 10 0 29 0 0 49 29 0 0 0 88 0 0 0 29 11 0 0 0 29 50 0 29 0 0 89 29 0 0 0 12 29 0 0 0 51 29 0 0 0 90 0 29 0 0 13 0 29 0 0 52 29 0 0 0 91 0 0 0 29 14 0 0 0 29 53 0 29 0 0 92 0 0 29 0 15 29 0 0 0 54 0 29 0 0 93 0 29 0 0 16 0 29 0 0 55 29 0 0 0 94 0 0 0 29 17 0 0 0 29 56 29 0 0 0 95 0 29 0 0 18 29 0 0 0 57 0 29 0 0 96 29 0 0 0 19 0 29 0 0 58 0 0 29 0 97 0 0 0 29 20 0 0 0 29 59 0 0 29 0 98 0 29 0 0 21 29 0 0 0 60 0 29 0 0 99 0 29 0 0 22 29 0 0 0 61 29 0 0 0 100 0 29 0 0 23 29 0 0 0 62 0 0 29 0 101 0 29 0 0 24 29 0 0 0 63 29 0 0 0 102 29 0 0 0 25 0 0 29 0 64 29 0 0 0 103 0 29 0 0
27 0 29 0 0 66 29 0 0 0 105 0 29 0 0 28 29 0 0 0 67 29 0 0 0 106 0 0 29 0 29 0 29 0 0 68 0 29 0 0 107 29 0 0 0 30 29 0 0 0 69 0 0 0 29 108 0 29 0 0 31 29 0 0 0 70 0 29 0 0 109 29 0 0 0 32 0 29 0 0 71 0 29 0 0 110 0 0 0 29 33 0 29 0 0 72 0 29 0 0 111 29 0 0 0 34 0 29 0 0 73 29 0 0 0 112 29 0 0 0 35 0 0 0 29 74 0 29 0 0 113 16 0 13 0 36 29 0 0 0 75 29 0 0 0 114 0 0 16 13 37 29 0 0 0 76 29 0 0 0 115 0 13 0 16 38 0 29 0 0 77 29 0 0 0 116 13 16 0 0 39 29 0 0 0 78 29 0 0 0
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa, pada posisi bp 113-116, sebanyak 13 subjek (44,83%) memiliki susunan nukleotida ATCG, sedangkan 16 subjek (55,17%) memiliki susunan nukleotida GATC.
Tabel 4. 7. Hubungan Urutan Nukleotida ATCG dan GATC dengan Suku Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid dan Suku Batak yang Tidak Menderita Gangguan Jiwa
Suku Batak yang Tidak Menderita Gangguan Jiwa Suku Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid P RO IK (95%) ATCG GATC 13 16 39 6 0,001 0,125 0,04-0,39 *menggunakan uji Chi square
Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dari hasil uji Chi square didapatkan adanya hubungan risiko bermakna (p=0,001), di mana suku Batak dengan urutan nukleotida ATCG pada gen NRG1 bp 113-116 akan berisiko 0,125 kali untuk menderita skizofrenia dibandingkan dengan suku Batak yang memiliki urutan nukleotida GATC pada gen NRG1 bp 113-116.
Tabel 4. 8. Perbandingan Nilai Rerata Imunoreaktivitas NRG1 Serum pada Subjek dengan Dasar Perbedaan pada posisi bp 76-116 pada Suku Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid
Urutan Nukleotida bp 76-116 N Rerata
(pg/ml) P AGGGC CTCGG TGTGC TACTC GTCCC CGCCC AGCGT GGATC G GGGGC CTCGG TGTGC TACTC GTCCC CGCCC AGCGT GGATC G GGGGC CTCGG TGTGC TACTC GTCCC CGCCC AGCGT GGGAT C GGGGC CTCGG TGTGC TACTC GTCCC CGCCC AGCGT GTATC G 4 23 6 1 13,74 15,49 13,94 13,62 0,937*
*menggunakan uji Kruskal-Wallis
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari hasil uji Kruskal-Wallis yang dilakukan, didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p=0,937) imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid berdasarkan perbedaan urutan nukleotida yang ada.
Tabel 4. 9. Perbandingan Nilai Rerata Imunoreaktivitas NRG1 Serum pada Subjek dengan Dasar Perbedaan pada posisi bp 76-116 pada Suku Batak yang Tidak Menderita Gangguan Jiwa
Urutan Nukleotida bp 76-116 N Rerata
(pg/ml) P GGGGC CTCGG TGTGC TACTC GTCCC CGCCC AGCGT GGATC G GGGGC CTCGG TGTGC TACTC GTCCC CGCCC AGCGT GGGAT C 9 13 13,93 13,45 0,738* *menggunakan uji Mann-whitney
Dari Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa dari hasil uji Mann-Whitney yang dilakukan, didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p=0,738) imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa berdasarkan perbedaan urutan nukleotida yang ada.
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian baru dalam bidang psikiatri genetika yang membahas tentang imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid. Belum pernah dilakukan penelitian tentang imunoreaktivitas Ig NRG1 dan gen NRG1 di Indonesia.
Penelitian ini dilaksanakan karena skizofrenia merupakan suatu gangguan yang prevalensinya cukup tinggi, dapat mengenai segala usia, terutama golongan usia produktif. Skizofrenia merupakan masalah global yang sangat perlu mendapatkan perhatian besar. Metode pencegahan yang tepat perlu dipikirkan dengan harapan target dari upaya penurunan prevalensi dan disabilitas skizofrenia terpenuhi.
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai rerata usia suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid adalah 37,73+7,79 tahun. Sedangkan pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa nilai rerata usianya adalah 37,16+7,09 tahun. Hal ini sesuai dengan referensi yang menyebutkan bahwa sekitar 90 % pasien dalam pengobatan untuk skizofrenia berusia antara 15 sampai 55 tahun (Sadock dan Sadock, 2007; Jablensky, Krikbride dan Jones, 2011)
Nilai rerata durasi penyakit 7,45+3,8 tahun. Nilai rerata awitan penyakit 30,27+3,51 tahun. Hal ini sesuai dengan referensi yang menyebutkan bahwa awitan usia penderita skizofrenia paranoid lebih tua
dibandingkan dengan skizofrenia katatonik dan hebefrenik (Sadock dan Sadock, 2007).
Jenis-jenis antipsikotika yang digunakan:kombinasi haloperidol dan klorpomazin 28 orang, risperidon 27 orang. Dosis antipsikotika yang digunakan setara dengan klorpromazin adalah 1134,55+657,49 mg. Pada penelitian ini seluruh subjek penelitian yang menderita skizofrenia paranoid diikutsertakan tanpa melihat fase pengobatan skizofrenia dan tingkat keparahan penyakitnya, sehingga didapati rentang dosis antipsikotik yang digunakan cukup besar.
Pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid, ditemukan 9 orang (9,33%) yang memiliki faktor endogen. Faktor endogen yang dijumpai adalah ayah sebanyak 1 orang, ibu sebanyak 2 orang, kakek sebanyak 1 orang, saudara kandung sebanyak 2 orang, saudara kandung dari orang tua sebanyak 2 orang, dan anak dari saudara kandung sebanyak 1 orang. Dalam referensi disebutkan apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia maka insidens untuk menderita skizofrenia sebesar 12 % (Sadock dan Sadock, 2007).
Dari Tabel 4.1 juga dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan (p>0,05) pada variabel usia, jenis kelamin dan stresor psikososial antara suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa. Untuk mendeteksi adanya perbedaan usia antara suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa digunakan uji t-independen.
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebanyak 21 orang (38,18%) suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid memiliki stresor psikososial dan pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa 17 orang (44,74%) memiliki stresor psikososial saat penelitian dilakukan. Tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap stresor psikososial (p> 0,05) antara suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa. Untuk timbulnya skizofrenia paranoid tidak harus disertai adanya stresor psikososial. Hal ini menunjukkan stresor psikososial kurang memiliki peranan pada gangguan ini, sesuai dengan referensi yang menyatakan skizofrenia merupakan gangguan yang sangat ditentukan oleh faktor biologik (Stahl, 2008). Stresor psikososial juga ditemukan pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa, hal ini menunjukkan bahwa stresor psikososial saja tanpa kontribusi faktor biologik tidak dapat menyebabkan gangguan ini (Nieratschker, Nothen dan Rietscel, 2010; Gejman, Sanders dan Duan, 2010).
5.1. Protein NRG1
Dari keseluruhan 93 subjek penelitian yang dilakukan pemeriksaan imunoreaktivitas NRG1 serum-nya sebanyak 72 subjek, hal ini disebabkan terdapat 21 sampel yang tidak dapat dianalisis. Kemungkinan karena kerusakan sampel saat pengolahan. Akan tetapi hal ini tidak memengaruhi penarikan kesimpulan, dikarenakan penulis sudah mengantisipasi hal tersebut dengan melebihkan jumlah subjek penelitian dari besar sampel minimal.
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid adalah 14,51+ 6,81 pg/ml. Nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa adalah 13,12+2,49 pg/ml. Shibuya mendapatkan nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum pasien yang menderita skizofrenia kronis sebesar 5,97 +0,40 ng/ml (Shibuya et al.,2010). Pada penelitian ini didapat nilai keseluruhan imunoreaktivitas NRG1 serum menggunakan satuan pg/ml. Hal ini sesuai dengan petunjuk operasional kit reagensia. Konsentrasi terendah yang dapat dibaca oleh kit reagensia adalah 82 pg/ml. Sehingga pada dasarnya keseluruhan nilai imunoreaktivitas adalah di bawah batas terendah yang dapat dibaca oleh kit reagensia. Akan tetapi hal ini tidak menutup cara lain untuk mendapatkan nilai sebenarnya, yaitu dengan memperhitungkan nilai absorben yang ditunjukkan oleh ELISA reader.
Melalui uji hipotesis Mann-Whitney pada Tabel 4.3 disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum yang bermakna (p=0,036) antara suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa. Pada penelitian ini, nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum lebih tinggi pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dibandingkan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa. Hal ini sesuai dengan referensi yang menyatakan bahwa ekspresi dari NRG1 diinduksi oleh keadaan iskemik pada masa dewasa dan cedera otak traumatik, sebagaimana juga dengan hipoksia neonatal. Oleh karena itu memungkinkan bahwa ekspresi
abnormal yang lebih banyak dari NRG1 diinduksi pada embrio atau neonatus yang membawa SNP ini yang dipengaruhi faktor lingkungan, semakin parahnya faktor ini dapat merusak perkembangan otak yang akan meningkatkan risiko terjadinya skizofrenia. (Kato et al., 2011; Nadri, Belmaker dan Agam, 2007; Parker et al., 2002; Tokita et al., 2001).
Dari Tabel 4.4 setelah dilakukan uji korelasi Spearman, dapat dilihat bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna (p>0,05) baik antara usia, durasi penyakit, awitan usia dan dosis obat antipsikotika dengan imunoreaktivitas NRG1 dalam serum, dan dapat dilihat bahwa kekuatan korelasinya sangat lemah (r di antara 0,00–0,20). Korelasi yang sangat lemah antara usia terhadap imunoreaktivitas NRG1 serum. Pada penelitian ini berbeda dari yang didapatkan Shibuya (2010), yang menemukan korelasi sedang antara usia (r=0,340; p=0,032). Hal ini mungkin disebabkan oleh matching yang dilakukan dalam penelitian ini.
Korelasi yang sangat lemah antara awitan dan durasi penyakit terhadap imunoreaktivitas NRG1 serum pada penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Shibuya yang menemukan korelasi yang bermakna dengan kekuatan korelasi sedang antara awitan dan durasi penyakit terhadap imunoreaktivitas NRG1 serum. Pada penelitian ini seperti dapat dilihat pada Tabel 4.1, bahwa seluruh suku Batak yang menderita skizofrenia telah mengkonsumsi antipsikotika. Seperti yang dikemukakan oleh Hahn (2006), bahwa pengobatan antipsikotika kronis menyebabkan penurunan aktivasi ErbB4 yang dimediasi oleh Neuregulin 1 dan menurut Rimer (2005) dan Stefansson (2002) antipsikotika dapat
menekan perilaku seperti skizofrenia yang diakibatkan mutasi NRG1 dan ErbB4 pada tikus. Hal ini memungkinkan jumlah ekspresi protein reseptor NRG1 dan ErbB juga dimodifikasi oleh pengobatan antipsikotika kronik, dan perubahan ini mungkin berkontribusi terhadap aksi farmakologis dari obat-obatan antipsikotika. Beberapa fakta ilmiah di atas dapat menyebabkan korelasi yang tidak bermakna dan sangat lemah sebagaimana juga yang ditemukan pada penelitian ini.