• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imunoreaktivitas Neuregulin1 Serum dan SNP8NNRG433E1006 Gen Neuregulin1 pada Suku Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Imunoreaktivitas Neuregulin1 Serum dan SNP8NNRG433E1006 Gen Neuregulin1 pada Suku Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

IMUNOREAKTIVITAS NEUREGULIN I SERUM DAN

SNP8NRG433E1006 GEN NEUREGULIN I

PADA SUKU BATAK YANG MENDERITA

SKIZOFRENIA PARANOID

ELMEIDA EFFENDY

NIM: 098102004

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Latar belakang Neuregulin 1 (NRG1) merupakan faktor pertumbuhan pleiotropik, yang penting dalam perkembangan dan fungsi susunan saraf pusat, terlibat dalam modulasi migrasi neuronal, sinaptogenesis, gliogenesis, komunikasi neuron-glia, mielinasi dan neurotransmisi pada otak dan jaringan lainnya. NRG1 terletak pada 8p13, paling sering direplikasi untuk skizofrenia. SNP8NRG433E1006 gen NRG1 merupakan salah satu SNP yang berisiko untuk terjadinya skizofrenia.

Tujuan untuk mengetahui perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan tidak menderita gangguan jiwa.

Metode Setelah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran USU, diberikan penjelasan terperinci tentang tujuan dan manfaat penelitian, diberikan lembaran persetujuan penelitian, dilakukan wawancara psikiatrik menggunakan MINI ICD-X, diagnosis ditegakkan berdasarkan PPDGJI-III. Kemudian dilakukan pengambilan darah untuk ELISA, isolasi DNA, Nested-PCR, dan DNA sequencing pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan yang tidak menderita gangguan jiwa.

(3)

ABSTRACT

Background Neuregulin 1 (NRG1) gene is located at 8p13, one of the best replicated linkage loci for schizophrenia. NRG1 is a pleiotropic growth factor, important in nervous system development and function. It is involved in the modulation of neuronal migration, synaptogenesis, gliogenesis, neuron-glia communication, myelination and neurotransmission in the brain and other tissues. SNP8NRG433E1006 gene NRG1 is one of the five high risk SNP in schizophrenia.

Objective to look for differences NRG1 immunoreactivity serum and SNP8NRG433E1006 NRG1 gene in Bataks ethnic with schizophrenia paranoid and without mental disorders.

Methods This study was approved by the Research Ethics Committee of Medical Faculty University of Sumatera Utara. Written informed consents were obtained from all participant after giving a full explanation of the study protocol. Semi-structured interviews using MINI-ICD X were carried out for all participants. Diagnosis of schizophrenia paranoid were made based on PPDGJI-III criteria. DNA extraction, Nested PCR, DNA sequencing and ELISA were done for participants.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas segala rahmat dan karunia- Nya disertasi dengan judul

Imunoreaktivitas Neuregulin1 Serum dan SNP8NNRG433E1006 Gen Neuregulin1 pada Suku Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid dapat diselesaikan.

Saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa dan memberikan kontribusi. Kiranya Allah Maha Tahu, Maha Teliti dan berkenan membalas setiap kebaikan yang teramat besar, yang telah diberikan kepada saya hingga saat ini.

Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM& H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp.PD-KGEH, beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Doktor (S3).

Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Ketua Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan fasilitas. Demikian juga kepada Sekretaris Program Studi Doktor (S3) Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K) yang telah meluangkan waktu memberikan saran dan motivasi kepada saya selama mengikuti proses pendidikan.

(5)

pendidik sejati yang penuh dengan ide-ide cemerlang dengan berbagai solusi yang sudah mendidik saya sejak saya masih menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran sampai sekarang. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada beliau.

Dr. dr. Nurmiati Amir, Sp.KJ(K) , staf pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia selaku ko-promotor I yang telah dengan penuh kesabaran, meluangkan waktu datang ke Medan secara berulang, membimbing, memberikan dukungan moril, masukan dan koreksi dalam menyelesaikan penulisan disertasi ini dengan segala kearifan, kelapangan hati dan sikap selalu siap menolong. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada beliau.

dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D, staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara selaku ko-promotor II yang selalu bersedia dengan ikhlas meluangkan waktu untuk memotivasi, membimbing, mendorong dan mengarahkan saya dalam menjalankan pendidikan, penelitian dan penyelesaikan disertasi ini dengan kedalaman dan keluasan ilmu beliau dan sikap selalu siap menolong. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada beliau.

Prof. Dr. dr. HM. Syamsulhadi, Sp. KJ(K), Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Ketua Kolegium Psikiatri Indonesia, selaku penguji disertasi, yang dalam kesibukannya yang padat telah bersedia membantu menyempurnakan disertasi ini dengan segala masukan yang sangat berharga, menguji, menilai serta memberikan bimbingan.

dr. Gino Tann, Ph.D, Sp.PK, selaku penguji disertasi yang telah bersedia membantu menyempurnakan usulan penelitian, memberikan wawasan berharga tentang biomolekuler, dan menyempurnakan disertasi ini.

Dr. dr. Rosita Juwita Sembiring, Sp.PK, selaku penguji disertasi yang telah bersedia melakukan koreksi, masukan dan bimbingan sejak awal usulan penelitian sampai selesainya disertasi ini.

Dr. Ir. Erna Mutiara, MKN, selaku penguji disertasi yang telah bersedia memberikan masukan dan bimbingan sejak awal usulan penelitian sampai selesainya disertasi ini.

(6)

MD, MPH, DSc; Dr. dr. Rosita Juwita Sembiring, Sp.PK(K); dr. Gino Tann, Ph.D, Sp.PK; Prof. dr. Syafruddin, PhD, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas bimbingan dan diskusi selama saya mengikuti pendidikan Program Studi S3.

Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP-K selaku Ketua Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK USU yang telah memberikan izin untuk dapat dilakukannya penelitian ini.

Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp. A(K), selaku Pembantu Dekan I FK USU yang telah memberikan dukungan sehingga memperlancar proses pendidikan ini.

dr. Zainuddin Amir, M.Ked(Paru), Sp.P(K), Ketua TKP PPDS-I FK USU yang telah banyak memberikan masukan, dorongan dan kemudahan demi selesainya pendidikan ini.

dr. P. J. Sirait, M.Kes yang banyak membantu dalam hal pengolahan data, analisis dan interpretasi hasil penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru saya di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa: Prof. dr. Syamsir BS, Sp.KJ(K) (Alm), dr. Harun T. Parinduri, Sp.KJ(K), Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ(K), dr. Raharjo S, Sp.KJ dan dr. Marhanuddin Umar, Sp.KJ(K) (Alm).

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru saya baik dalam pendidikan formal maupun nonformal dari mulai Sekolah Dasar hingga saya menyelesaikan pendidikan Doktor.

dr. Dapot Parulian Gultom, Sp.KJ, M.Kes selaku Wakil Direktur Pelayanan Medik BLUD RSJ, Pemprovsu yang telah memberikan izin dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian ini.

Jajaran direksi Badan Layanan Umum Daerah RSJ Provinsi Sumatera Utara, RS Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik Medan, RS.Bhayangkara Medan, RS Haji Mina Medan selaku pimpinan tempat penulis bertugas yang telah memberikan dukungan selama ini.

(7)

dr. Ferdinan Leo Sianturi, M.Ked.KJ, dr. Hanip Fahri, MM, M.Ked.KJ, dr. Superida Ginting, M.Ked.KJ, dr. Wijaya Taufik Tiji, M.Ked.KJ, dr. Dessy Wahyuni, dr. Nining Gilang Sari, M.Ked. KJ, dr. Nazli Mahdinasari Nasution, dr. Poltak Jeremias Sirait, M.Kes, dr. Novita Linda Akbar, dr. Trisna Marni, dr. Catherine Tjong yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Dr. Tetty Aman Nasution, M. Med Sc selaku pimpinan Lab Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin untuk menggunakan fasilitas Laboratorium yang beliau pimpin; Mardiah Nasution, ST dan Indra Wahyudi, SP yang dengan penuh kesabaran mengajari, membimbing dan membantu saya saat melakukan pekerjaan laboratorium terkait penelitian ini.

Teman peserta didik Program Doktor (S3) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, terima kasih tak terhingga atas segala kerjasama, keakraban serta saling mendukung dalam suka dan duka selama ini.

Seluruh staf administrasi Program Studi Doktor (S3) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang turut berjerih payah membantu kelancaran studi saya.

Sembah sujud, terima kasih yang tidak terhingga serta doa kami untuk orang tua tercinta Alm. Prof. Dr. dr. Hasjim Effendy dan Prof. dr. Yasmeiny Yazir yang telah, membesarkan,mendidik, membimbing dan memberi teladan dalam bekerja keras, mendalami ilmu pengetahuan, berpikir positif dan optimis, bertanggung jawab terhadap pilihan, amanah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, serta tabah dalam menjalani kehidupan.

Suami saya A. Reza Pahlevi, ST, SSi serta anak-anak saya Alifa Putri Mirza Pahlevi, dan M. Fadli Putra Pahlevi yang telah merelakan waktu mereka yang telah memberikan dukungan lahir bathin dan pengertian yang luar biasa selama ini.

Seluruh PPDS Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama saya menjalani pendidikan.

Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu namanya, semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik.

(8)

serta mendapat berkah untuk dapat membawa nama almamater di pentas ilmiah nasional dan internasional.

Saya memohon maaf atas segala khilaf dan selalu memohon arahan, bimbingan dan nasehat kepada guru-guru saya. Semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmat dan hidayahNya kepada kita semua, Amin. Ya Robbal Alamin.

Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Medan, Februari 2014

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama :Elmeida Effendy

NIP :197205011999032004

Tempat/tanggal lahir:Leiden, 1 Mei 1972

Pangkat/Golongan : Penata tk I/ III d

Jabatan : Lektor Kepala

Agama : Islam

Alamat rumah : Jl.dr, Hamzah no 9- Medan 20154

No telepon/HP : 061-8211623 /08163131734

Alamat kantor : Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU/SMF Psikiatri RSUP.H. Adam Malik- Jl. Bunga Lau no 17 Medan

Alamat e-mail :micipsych@yahoo.com

Instansi : Fakultas Kedokteran USU

Nama orang tua

Ayah : (Alm). Prof. Dr. dr. Hasjim Effendy

Ibu : Prof. dr. Yasmeiny Yazir

Nama suami : A. Reza Pahlevi, ST,SSi

Nama anak : Alifa Putri Mirza Pahlevi

(Alm) M. Faiz Al Azmi

M. Fadli Putra Pahlevi

RIWAYAT PENDIDIKAN

- SD Yayasan Pendidikan Harapan 2 Medan : tamat tahun 1985 - SMP Yayasan Pendidikan Harapan 2 Medan : tamat tahun 1988 - SMA Negri 1 Medan : tamat tahun 1991

(10)

- Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa FK USU : tamat tahun 2004

- Program Magister Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU : tamat tahun 2012

RIWAYAT PEKERJAAN

- Staf Pengajar Tetap Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU sejak tahun 1999 s/d sekarang

RIWAYAT JABATAN

- Sekretaris Departmen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU 2005-2007 - Sekretaris Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU 2007 –

2010

- Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU 2011- sekarang

KEANGGOTAAN ORGANISASI PROFESI

- Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Sumatera Utara - Ikatan Dokter Indonesia Cabang Medan

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I 1 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Hipotesis Penelitian ... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.4.1. Tujuan umum ... 5

1.4.2. Tujuan khusus ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1. Manfaat teoritis ... 6

1.5.2. Manfaat praktis (terapan) ... 7

1.6. Orisinalitas ... 7

1.7. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual ... 7

BAB II 8 2.1. Skizofrenia ... 8

2.1.1. Epidemiologi ... 8

2.1.2. Etiologi ... 9

2.1.2.1. Faktor-faktor biologik ... 9

2.1.2.1.1. Neurokimiawi otak ... 9

2.1.2.1.1.1. Hipotesis dopamin ... 9

2.1.2.1.1.2. Hipotesis serotonin ... 9

2.1.2.1.1.3. Hipotesis gamma-aminobutiryc acid (GABA) ... 10

2.1.2.1.1.4. Hipotesis glutamat ... 10

2.1.2.1.2. Hipotesis degeneratif saraf (neurodegenerative hypothesis) ... 10

2.1.2.1.3. Hipotesis perkembangan saraf (neurodevelopmental hypothesis) ... 11

2.1.2.1.4. Elektrofisiologi ... 11

2.1.2.1.5. Psikoneuroimunologi ... 12

2.1.2.1.6. Psikoneuroendokrinologi ... 12

2.1.2.2. Faktor psikososial ... 12

2.1.2.2.1. Teori psikoanalitik ... 12

2.1.2.2.2. Dinamika keluarga ... 12

2.1.2.3. Faktor genetik ... 13

(12)

2.1.4. Skizofrenia paranoid ... 14

2.1.5. Diagnosis ... 14

2.2. Genetika Skizofrenia ... 17

2.3 Neuregulin 1 ... 19

2.3.1 Protein neuregulin 1 ... 19

2.3.2. Gen NRG1 ... 20

2.4. Suku Batak ... 22

BAB III 24 3.1. Desain Penelitian ... 24

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.3. Variabel Penelitian ... 24

3.4. Populasi dan Sampel ... 24

3.4.1. Populasi ... 24

3.4.2. Sampel ... 24

3.4.2.1. Besar sampel ... 25

3.4.2.2. Teknik pengambilan sampel ... 25

3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi ... 25

3.6. Definisi operasional ... 26

3. 7. Bahan dan Alat Penelitian ... 28

3.7.1. Bahan ... 28

3.7.2. Alat penelitian ... 29

3.8. Cara kerja penelitian ... 29

3.8.1. Persiapan penelitian ... 29

3.8.1.1. Etika penelitian ... 29

3.8.1.2. Pelatihan tim peneliti ... 29

3.8.1.3. Identifikasi subjek yang berpotensi masuk ke dalam Penelitian ... 30

3.8.1.4. Informed consent ... 30

3.8.1.5. Penilaian lebih lanjut ... 30

3.8.1.6. Penegakan diagnosis ... 30

3.8.2. Prosedur pengambilan darah ... 31

3.8.3. ELISA ... 31

3.8.3.1. Cara kerja ... 31

3.8.4. Prosedur isolasi DNA... 32

3.8.5. Nested-polymerase chain reaction ... 33

3.8.6. Sequencing ... 34

3.9. Alur Penelitian ... 36

3.10.Manajemen dan Analisis Data ... 36

BAB IV 38 4.1. Protein NRG1 ... 39

4.2. Nested PCR NRG1 ... 41

4.3. Sequencing dari Gen NRG1 ... 42

BAB V 47 5.1. Protein NRG1 ... 49

5.2. Nested-PCR NRG1 ... 52

5.3. Sequencing dari gen NRG1 ... 52

(13)

BAB VI 56

6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 3. 1. Definisi Operasional ... 26

Tabel 4. 1. Data Dasar Usia, Durasi Penyakit, Awitan, Dosis Antipsikotika, Jenis Antipsikotika Suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak Menderita Gangguan Jiwa ... 38 Tabel 4. 2. Imunoreaktivitas NRG1 Serum Pada Suku Batak yang

Menderita Skizofrenia Paranoid dan Suku Batak yang

Tidak Menderita Gangguan Jiwa ... 40 Tabel 4. 3. Perbandingan Imunoreaktivitas NRG1 Serum pada Suku

Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid dengan Suku Batak yang tidak Menderita Gangguan Jiwa ... 40 Tabel 4. 4. Korelasi Usia, Awitan, Durasi Penyakit, Dosis Obat

Antipsikotika, dan Imunoreaktivitas NRG1 Serum ... 41 Tabel 4. 5. Distribusi Frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada

Suku Batak yang menderita Skizofrenia Paranoid ... 43 Tabel 4. 6. Distribusi Frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada

suku Batak yang Tidak Menderita Gangguan Jiwa ... 44 Tabel 4. 7. Hubungan Urutan Nukleotida ATCG dan GATC dengan

Suku Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid dan

Suku Batak yang Tidak Menderita Gangguan Jiwa ... 45 Tabel 4. 8. Perbandingan Nilai Rerata Imunoreaktivitas NRG1 Serum

pada Subjek dengan Dasar Perbedaan pada posisi bp 76-116 pada Suku Batak yang Menderita Skizofrenia

Paranoid ... 46 Tabel 4. 9. Perbandingan Nilai Rerata Imunoreaktivitas NRG1 Serum

pada Subjek dengan Dasar Perbedaan pada posisi bp 76-116 pada Suku Batak yang Tidak Menderita Gangguan

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Teoritis... ...23

Gambar 2.2. Kerangka Konsep... ...23

Gambar 3.1. Alur Penelitian... ...36

Gambar 4. 1. Kurva Linier Imunoreaktivitas NRG1 Serum ... 39

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

(17)

DAFTAR SINGKATAN

AMPA : alpha amino 3 hydroxy-5 methyl-4-isoxazolepropionic acid

BDNF : brain derived neurotropic factor COMT : catechol-O- methyl-transferase DALY : Disability-Adjusted Life Year DISC1 : disrupted in schizophrenia 1

DNA : Deoxy Ribonucleic Acid

DSM-IV-TR : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Text Revised

DTNBP1 : dystrobrevin-binding protein 1

ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay GBD : Global Burden of Disease

GRM3 : glutamate receptor metabotropic 3 NMDA : N methyl D Aspartate

NRG1 : neuregulin1

PCR : Polymerase Chain Reaction PRODH : Proline dehydrogenase LTP : long term potentiation

RNA : Ribo Nuclec Acid

SA-HRP : Streptavidin-Horse Radish Peroxidase SNP : Single Nucleotide Polymorphism SWB : stringent wash buffer

(18)

ABSTRAK

Latar belakang Neuregulin 1 (NRG1) merupakan faktor pertumbuhan pleiotropik, yang penting dalam perkembangan dan fungsi susunan saraf pusat, terlibat dalam modulasi migrasi neuronal, sinaptogenesis, gliogenesis, komunikasi neuron-glia, mielinasi dan neurotransmisi pada otak dan jaringan lainnya. NRG1 terletak pada 8p13, paling sering direplikasi untuk skizofrenia. SNP8NRG433E1006 gen NRG1 merupakan salah satu SNP yang berisiko untuk terjadinya skizofrenia.

Tujuan untuk mengetahui perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan tidak menderita gangguan jiwa.

Metode Setelah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran USU, diberikan penjelasan terperinci tentang tujuan dan manfaat penelitian, diberikan lembaran persetujuan penelitian, dilakukan wawancara psikiatrik menggunakan MINI ICD-X, diagnosis ditegakkan berdasarkan PPDGJI-III. Kemudian dilakukan pengambilan darah untuk ELISA, isolasi DNA, Nested-PCR, dan DNA sequencing pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan yang tidak menderita gangguan jiwa.

(19)

ABSTRACT

Background Neuregulin 1 (NRG1) gene is located at 8p13, one of the best replicated linkage loci for schizophrenia. NRG1 is a pleiotropic growth factor, important in nervous system development and function. It is involved in the modulation of neuronal migration, synaptogenesis, gliogenesis, neuron-glia communication, myelination and neurotransmission in the brain and other tissues. SNP8NRG433E1006 gene NRG1 is one of the five high risk SNP in schizophrenia.

Objective to look for differences NRG1 immunoreactivity serum and SNP8NRG433E1006 NRG1 gene in Bataks ethnic with schizophrenia paranoid and without mental disorders.

Methods This study was approved by the Research Ethics Committee of Medical Faculty University of Sumatera Utara. Written informed consents were obtained from all participant after giving a full explanation of the study protocol. Semi-structured interviews using MINI-ICD X were carried out for all participants. Diagnosis of schizophrenia paranoid were made based on PPDGJI-III criteria. DNA extraction, Nested PCR, DNA sequencing and ELISA were done for participants.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik berat, sangat destruktif,

penyebab disabilitas dengan prevalensi seumur hidup berkisar antara

0,5-1% (Stefansson et al., 2002; Li, Collier dan He, 2006; Mc Grath et al.,

2009; Nieratschker, Nothen dan Rietscel, 2010).

Menurut studi The Epidemiological Catchment Area yang

disponsori oleh National Institute of Mental Health prevalensi seumur

hidup skizofrenia berkisar antara 0,6-1,9 %, dan menurut Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revised (DSM-IV-TR)

insidens tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10.000 dengan

beberapa variasi geografis (Fatemi, 2008; Sadock dan Sadock, 2007).

Meskipun banyak penelitian terhadap gangguan ini, aspek dari

etiologi dan patofisiologinya sampai saat ini masih sedikit dipahami (Mc

Grath et al., 2009; Tamminga, 2009; Nieratschker, Nothen dan Rietscel,

2010; Jones dan Buckley, 2006; Tamminga, 2003). Namun demikian

pertimbangan terhadap kontribusi genetik pada gangguan ini sendiri telah

dikenal dengan baik. Dari berbagai studi keluarga mengemukakan peran

genetik dengan heritabilitas mencapai 70-85% (Mc Grath et al., 2009;

Braff dan Freedman, 2002; Cannon dan Keller, 2006) dan pada keluarga

derajat pertama memiliki peningkatan risiko 5-10 kali lebih tinggi untuk

menderita skizofrenia dibandingkan dengan populasi umum (Nieratschker,

(21)

Kebanyakan individu yang terlibat mungkin mempunyai beberapa

kombinasi dari variasi alel dalam variasi gen. Terdapatnya predisposisi

alel tersebut tidak cukup untuk menimbulkan manifesnya penyakit, namun

mempunyai kontribusi dalam pewarisan sifat (Volk dan Lewis, 2008).

Meta-analisis dari genome-wide linkage menemukan sejumlah loki

kromosom yang berhubungan dengan skizofrenia: 2p, 6p, 8p, 13q, dan

22q. Sejumlah loki ini mengandung gen-gen yang mengatur fungsi

neurobiologik, mengatur sistem molekuler, seperti neuregulin (NRG1),

dysbindin (DTNBP1), G72, suatu regulator dari G protein signaling 4

(RGS4), catechol-O–methyl transferase (COMT), proline dehydrogenase

(PRODH), metabotropic glutamate receptor 3 (GRM3), protein kinase

AKT1 dan disrupted-in-schizophrenia 1 (DISC1) (Volk dan Lewis, 2008;

Owen, Craddock dan O’Donovan, 2009; Riley dan Kendle, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Stefansson dan kawan-kawan

awalnya mengidentifikasi NRG1 sebagai suatu gen yang bertanggung

jawab untuk skizofrenia pada populasi Iceland (Stefansson et al., 2003;

Stefansson et al., 2002). Studi-studi asosiasi dan keterpautan pada

populasi etnik yang berbeda menyatakan NRG1 pada lokus 8p sebagai

kandidat gen yang berpengaruh untuk skizofrenia (Sei et al., 2007). Lebih

dari sepuluh studi-studi kasus kontrol dan lebih dari lima family-based

association studies menunjukkan bukti yang positif pada hubungan ini

(Buxbaum et al., 2008). Namun mekanisme pasti pengaruh kontribusi

(22)

Pada laporan asli asosiasi skizofrenia pada populasi Iceland,

Stefansson dan kawan-kawan mengidentifikasi suatu “core at-risk

haplotype” yang terdiri dari 5 SNP (SNP8NRG221132, SNP8NRG221533,

SNP8NRG241930, SNP8NRG243177 dan SNP8NRG433E1006).

Studi-studi lanjutan terpisah pada populasi Scottish, Irish, United Kingdom,

Dutch mengkonfirmasi asosiasi genetik antara skizofrenia dan NRG1

dengan penanda pada inti haplotype yang sama (Law et al., 2006).

Gen Neuregulin 1 menunjukkan perbedaan populasi pada alel dan

frekuensi haplotype (Wang et al., 2009; Corvin et al., 2004). Studi

terhadap populasi Asia Timur (khususnya Cina, Jepang dan Korea)

menunjukkan hasil yang inkonsisten dalam penemuan asosiasi antara

skizofrenia dan SNP8NRG433E1006 dan polimorfisme yang lain. Bahkan

dengan populasi Cina yang lain hasilnya berbeda (Li, Collier dan He,

2006; Munafo et al., 2006; Wang et al., 2009; Munafo, Attwood dan Flint,

2007).

Di Sumatera Utara, berdasarkan daftar kunjungan pasien ke Badan

Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa (BLUD RSJ) Propinsi

Sumatera Utara, kunjungan ke poliklinik jiwa rata-rata 52 orang per hari.

Prevalensi skizofrenia pada suku Batak di BLUD RSJ Propinsi Sumatera

Utara sebanyak 60 % (BLUD RS Jiwa Provinsi Sumatera Utara, 2012).

Suku Batak adalah kelompok masyarakat yang dikenal sebagai

orang Indonesia, dengan penampilan fisiknya yang mudah dibedakan

dengan orang kulit putih (Kaukasoid) dan orang kulit hitam (Negroid),

(23)

adat istiadat terutama yang berdomisili di Wilayah Sumatera Utara

(Simanjuntak, 2006).

Suku Batak dipilih karena selain prevalensi kunjungan ke poliklinik

BLUD RSJ Pemprovsu paling tinggi, kemurnian suku paling terjaga,

karena adanya adat istiadat yang kuat untuk tetap mempertahankan

kemurnian suku dengan menikah juga dengan suku Batak.

Peneliti memilih untuk memeriksa NRG1 di antara gen-gen yang

berpengaruh terhadap skizofrenia berdasarkan bukti kekuatan yang paling

menonjol baik di bidang asosiasi dengan skizofrenia, keterpautan dengan

lokus gen, biologic plausibility dan ekspresi yang berubah pada

skizofrenia. SNP8NRG433E1006 dipilih berdasarkan kemampulaksanaan

dalam pemeriksaan SNP tersebut.

Penelitian tentang NRG1, baik imunoreaktivitas NRG1 serum

maupun SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada bangsa Indonesia,

khususnya suku Batak belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu perlu

diketahui nilai imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006

gen NRG1 pasien skizofrenia di Indonesia khususnya suku Batak.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sudah diuraikan

dan penelusuran kepustakaan, dapat dirumuskan masalah yang

dituangkan sebagai pertanyaan penelitian berikut: Apakah ada perbedaan

(24)

suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang

tidak menderita gangguan jiwa?

1.3. Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum antara suku

Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak

menderita gangguan jiwa.

Terdapat perbedaan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 antara suku

Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak

menderita gangguan jiwa.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum dan

SNP8NRG433E1006 gen NRG1 antara suku Batak yang menderita

skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan

jiwa.

1.4.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik suku Batak yang menderita skizofrenia

paranoid (usia, durasi penyakit, dosis dan jenis antipsikotika yang

digunakan, faktor endogen dan stresor psikososial)

2. Untuk mengetahui imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak

yang menderita skizofrenia paranoid dan pada suku Batak yang tidak

(25)

3. Untuk mengetahui perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku

Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang

tidak menderita gangguan jiwa

4. Untuk mengetahui korelasi usia, awitan, durasi penyakit, dosis

antipsikotika dengan imunoreaktivitas NRG1 serum

5. Untuk mengetahui distribusi frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1

pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid.

6. Untuk mengetahui distribusi frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1

pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.

7. Untuk mengetahui hubungan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dan

besar risiko timbulnya skizofrenia paranoid pada suku Batak.

8. Untuk mengetahui hubungan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dengan

imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang menderita

skizofrenia paranoid.

9. Untuk mengetahui hubungan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dengan

imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang tidak menderita

gangguan jiwa.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat teoritis

1. Mendapatkan nilai imunoreaktivitas NRG1 serum sebagai salah satu

faktor kerentanan timbulnya skizofrenia paranoid pada suku Batak

2. Dengan mendapatkan frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada

pasien skizofrenia suku Batak dapat diketahui faktor predisposisi segi

(26)

1.5.2. Manfaat praktis (terapan)

1. Dapat digunakan sebagai metode screening untuk keluarga yang

mempunyai riwayat keluarga skizofrenia paranoid.

2. Memanfaatkan metode biologi molekuler pada konsul genetika untuk

tindakan preventif terjadinya skizofrenia pada suku Batak.

1.6. Orisinalitas

Penelitian tentang imunoreaktivitas NRG1 serum dan

SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada bangsa Indonesia, khususnya suku

Batak belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian ini diharapkan

dapat menyumbangkan sebuah hak atas kekayaan intelektual berupa

penemuan informasi baru yang menyajikan imunoreaktivitas NRG1 serum

dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada suku Batak baik pada suku

Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak

menderita gangguan jiwa.

1.7. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual

1. Diketahuinya nilai imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang

menderita skizofrenia paranoid dan suku Batak yang tidak menderita

gangguan jiwa.

2. Ditemukannya distribusi frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1

pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid.

3. Ditemukannya distribusi frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1

pada populasi suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.

4. Diketahuinya hubungan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dengan

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang bervariasi, tetapi

sangat destruktif, psikopatologinya mencakup aspek-aspek kognisi, emosi,

persepsi dan aspek-aspek perilaku lainnya. Ekspresi dari manifestasi

gangguan ini bervariasi di antara pasien, tapi efeknya selalu berlangsung

lama dan berat. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun,

dapat mengenai siapa saja dari kelompok sosial ekonomi manapun

(Sadock dan Sadock, 2007; Fatemi, 2008; Pesold, Roberts dan

Kirkpatrick, 2004).

2.1.1. Epidemiologi

Di Amerika Serikat prevalensi seumur hidup untuk skizofrenia

berkisar 1 %, ini berarti 1 dalam 100 orang akan mengalami skizofrenia

dalam hidupnya. Menurut studi The Epidemiological Catchment Area yang

disponsori oleh National Institute of Mental Health prevalensi seumur

hidup skizofrenia berkisar antara 0,6-1,9%. Menurut Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revised (DSM-IV-TR)

insidens tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10.000 dengan

beberapa variasi geografis.Insidens lebih tinggi pada orang–orang yang

dilahirkan di daerah urban. Skizofrenia ditemukan ditemukan di seluruh

kelas masyarakat dan area geografis, insidens dan rasio prevalens

(28)

DSM-IV, American Psychiatric Association, 2000; Van-Os dan Allardyce,

2009).

2.1.2. Etiologi

Etiologi skizofrenia terdiri dari : faktor-faktor biologik,psikososial dan

genetik.

2.1.2.1. Faktor-faktor biologik

Faktor-faktor biologik terdiri dari :

2.1.2.1.1. Neurokimiawi otak

Terdiri dari hipotesis dopamin, hipotesis serotonin,hipotesis GABA,

hipotesis glutamat (Sadock dan Sadock, 2007; Benes dan Tamminga,

2002).

2.1.2.1.1.1. Hipotesis dopamin

Formulasi paling sederhana dari hipotesis dopamin skizofrenia

menyatakan skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang

berlebihan. Teori dasar ini tidak mengelaborasi apakah hiperaktivitas

dopaminergik itu sehubungan dengan terlalu banyak pelepasan dopamin,

terlalu banyak reseptor dopamin, hipersensitivitas reseptor dopamin

terhadap dopamin atau kombinasi dari mekanisme-mekanisme ini (Stahl,

2008; Guillin, Abi-Dargham dan Laruelle, 2007; Goto dan Grace, 2007;

Bobo dan Rapoport, 2008; Abi-Dargham dan Grace, 2011).

2.1.2.1.1.2. Hipotesis serotonin

Hipotesis ini menyatakan serotonin yang berlebihan sebagai

penyebab gejala positif dan negatif pada skizofrenia (Sadock dan Sadock,

(29)

2.1.2.1.1.3. Hipotesis gamma-aminobutiryc acid (GABA)

Neurotransmiter asam amino inhibitory gamma-aminobutiryc acid

(GABA) dikaitkan dengan patofisiologi skizofrenia didasarkan pada

penemuan bahwa beberapa pasien skizofrenia mempunyai kehilangan

neuron-neuron GABA-ergic di hipokampus. GABA memiliki efek regulatory

pada aktivitas dopamin, dan kehilangan neuron inhibitory GABA-ergic

dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron-neuron dopaminergik (Sadock

dan Sadock, 2007; Lewis dan Hashimoto, 2007; Krystal dan Moghaddam,

2011).

2.1.2.1.1.4. Hipotesis glutamat

Glutamat dianggap terlibat karena penggunaan fensiklidin, suatu

antagonis glutamat menghasilkan suatu sindroma akut yang serupa

dengan skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2007).

2.1.2.1.2. Hipotesis degeneratif saraf (neurodegenerative hypothesis)

Sejumlah proses degeneratif saraf dihipotesiskan, berkisar dari

apoptosis abnormal yang diprogram secara genetik, degenerasi dari

neuron-neuron yang kritis, pemaparan prenatal terhadap anoksia, toksin-

toksin, infeksi atau malnutrisi, proses kehilangan neuronal yang dikenal

sebagai excitotoxicity akibat aksi berlebihan dari neurotransmiter glutamat.

Jika neuron- neuron tereksitasi ketika memperantarai gejala-gejala positif,

kemudian mati akibat proses toksik yang disebabkan neurotransmisi

(30)

gejal-gejala negatif (Stahl, 2008; Stan, Lesselyong dan Ghose, 2009;

Konrad dan Winterer, 2008; Balu dan Coyle, 2011).

2.1.2.1.3. Hipotesis perkembangan saraf (neurodevelopmental hypothesis)

Banyak teori-teori tentang skizofrenia menyatakan gangguan ini

berasal dari abnormalitas dalam perkembangan otak. Sebagian

menyatakan bahwa problem didapatkan dari lingkungan otak janin.

Skizofrenia dapat berawal dengan proses degeneratif yang didapat yang

berpengaruh dengan perkembangan saraf. Sebagai contoh skizofrenia

meningkat pada orang-orang dengan riwayat semasa janin mengalami

komplikasi obstetrik saat dalam kehamilan ibu, berkisar dari infeksi virus,

kelaparan, proses autoimun dan masalah-masalah lain yang

menyebabkan gangguan pada otak di awal perkembangan janin, dapat

berkontribusi terhadap penyebab skizofrenia. Faktor-faktor ini juga

akhirnya dapat mengurangi faktor-faktor pertumbuhan saraf dan

merangsang proses-proses tetentu yang membunuh neuron-neuron yang

kritis, seperti sitokin, infeksi virus, hipoksia, trauma, kelaparan atau stres

(Stahl, 2008; Busatto et al., 2010; Jaaro-Peled et al., 2009; Kato et al.,

2011; Waddington dan Morgan, 2001; Harrison, Lewis dan Kleinman,

2011; Weinberger dan Levitt, 2011).

2.1.2.1.4. Elektrofisiologi

Studi-studi elektrofisiologi menunjukkan bahwa banyak pasien

skizofrenia mempunyai rekaman elektrofisiologik abnormal, peningkatan

(31)

kurangnya tidur, penurunan aktivitas alfa, peningkatan aktivitas theta dan

delta) (Sadock dan Sadock, 2007; Salisbury, Krljes dan McCarley, 2003;

Winterer dan McCarley, 2011).

2.1.2.1.5. Psikoneuroimunologi

Sejumlah abnormalitas berkaitan dengan skizofrenia, mencakup

penurunan produksi T-cell interleukin-2, pengurangan jumlah dan respons

limfosit perifer, reaktivitas humoral dan seluler abnormal terhadap neuron,

adanya antibodi brain-directed (antibrain) (Stahl, 2008).

2.1.2.1.6. Psikoneuroendokrinologi

Banyak laporan menggambarkan perbedaan neuroendokrin pada

pasien skizofrenia dan kelompok kontrol. Contohnya: abnormalitas

dexamethason suppression test, penurunan luteinizing hormone dan

follicle-stimulating hormone (Stahl, 2008).

2.1.2.2. Faktor psikososial 2.1.2.2.1. Teori psikoanalitik

Sigmund Freud menyatakan skizofrenia berasal dari perkembangan

yang terfiksasi. Fiksasi ini mengakibatkan defek pada perkembangan ego

dan defek-defek ini memberikan kontribusi terhadap gejala-gejala

skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2007).

2.1.2.2.2. Dinamika keluarga

Sejumlah pasien skizofrenia berasal dari keluarga-keluarga yang

disfungsi. Perilaku keluarga patologis dapat meningkatkan stres emosional

yang merupakan hal yang rentan pada pasien skizofrenia untuk

(32)

communication, schisms and skewed family, pseudomutual dan

pseudohostile families, dan emosi yang diekspresikan secara tinggi

(Sadock dan Sadock, 2007).

2.1.2.3. Faktor genetik

Terdapat kontribusi genetik pada sebagian atau mungkin semua

bentuk skizofrenia, dan proporsi yang tinggi dari variasi dalam

kecenderungan skizofrenia sehubungan dengan efek genetik. Risiko

menderita skizofrenia sebesar 1% pada populasi umum jika tidak ada

keluarga yang terlibat. Bila salah satu orang tua menderita skizofrenia

maka insidens untuk menderita skizofrenia sebesar 12%. Insidens

skizofrenia pada kembar dizigotik jika salah satu menderita skizofrenia

sebesar 12%, pada kembar monozigotik sebesar 47%. Jika kedua orang

tua menderita skizofrenia insidensnya sebesar 40% (Sadock dan Sadock,

2007; Owen, O'Donovan dan Harrison, 2005; Weeks dan Lange, 1988).

2.1.3. Gambaran klinis

Tidak ada gejala dan tanda klinis yang patognomonis untuk

skizofrenia; setiap gejala atau tanda yang terlihat pada skizofrenia juga

ada di gangguan neurologik dan psikiatrik lainnya. Gejala-gejala seorang

pasien dapat berubah sejalan dengan waktu. Misalnya seorang pasien

mungkin mengalami halusinasi intermiten atau kemampuan yang

bervariasi dalam menghadapi situasi sosial secara adekuat, atau

gejala-gejala gangguan mood yang bermakna dapat datang dan pergi selama

perjalanan penyakit skizofrenia. Klinisi juga harus mempertimbangkan

(33)

Sebagai contoh, kemampuan yang terganggu untuk memahami konsep

abstrak dapat mencerminkan pendidikan pasien atau intelegensianya.

Organisasi keagamaan dan kebudayaan mungkin memiliki pola-pola yang

kelihatan aneh bagi orang di luar tetapi normal bagi yang terlibat di

dalamnya (Sadock dan Sadock, 2007; Goldberg, David dan Gold, 2011;

Yeganeh et al., 2011).

2.1.4. Skizofrenia paranoid

Skizofrenia paranoid ditandai oleh preokupasi satu atau lebih

waham atau halusinasi pendengaran yang sering. Umumnya waham

besar dan waham kejaran. Biasanya mengalami episode pertama pada

usia yang lebih tua dibandingkan skizofrenia disorganized dan katatonik

(Sadock dan Sadock, 2007).

2.1.5. Diagnosis

Di Indonesia kriteria diagnostik skizofrenia ditegakkan berdasarkan

Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III yang

dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1993

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993).

Walaupun tidak ada gejala-gejala yang patognomonik, dalam

praktek ada manfaatnya untuk membagi gejala-gejala tersebut ke dalam

kelompok-kelompok yang penting untuk diagnosis dan yang sering

terdapat secara bersama-sama, misalnya :

a) thought echo,thought insertion atau withdrawal dan thought

(34)

b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi

(delusion of influence) atau passivity, yang jelas merujuk pada

pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau

pikiran,perbuatan atau perasaan khusus;persepsi delusional;

c) Suara halusinasi yang berkomentar terus-menerus terhadap perilaku

pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri,

atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian

tubuh;

d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap

tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai

identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan

manusia super (misalnya mampu mengendalikan cuaca,atau

berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain);

e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah

berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide

berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi

setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan

terus-menerus;

f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi)

yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau

(35)

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap

tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas serea, negativism, mutisme

dan stupor;

h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodoh (apatis),

pembicaraan yang terhenti dan respons emosional yang menumpul

atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari

pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas

bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau

medikasi neuroleptika;

i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi

sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam

diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial;

Pedoman diagnostik

Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus

ada sedikitnya satu gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya

dua gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang

jelas) dari gejala (a) sampai (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua

gejala dari kelompok (e) sampai (h) yang harus selalu ada secara jelas

selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi

persyaratan gejala tersebut tetapi yang lamanya kurang dari satu bulan

(baik diobati atau tidak) harus didiagnosis pertama kali sebagai ganggun

(36)

gejala-gejala tersebut menetap selama kurun waktu yang lebih lama

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993).

2.2. Genetika Skizofrenia

Minat yang besar dalam genetika dari gangguan psikiatrik berasal

dari kekuatan potensial dari pendekatan genetik untuk mengidentifikasi

penyakit gen dan menegaskan dasar molekuler psikopatologi gangguan

tersebut. Beberapa bukti mendukung peranan terhadap pewarisan

gangguan tersebut. (Volk dan Lewis, 2008; Bakker et al., 2004; Craddock

dan Owen, 1996; Gejman, Sanders dan Duan, 2010; Hauser et al., 1996;

Maier, Zobel dan Kuhn, 2006; Mowry, 2010; Harrison dan Weinberger,

2005; Riley, Asherson dan McGuffin, 2003).

Model transmisi genetik pada skizofrenia belum diketahui, tetapi

sejumlah gen tampak memiliki kontribusi pada kerentanan terhadap

skizofrenia. Studi keterkaitan dan asosiasi genetik telah mendapatkan

bukti yang kuat untuk sembilan tempat terkait : 1q,5q,6p,6q,8p,10p,13q,15

q dan 22q (Sadock dan Sadock, 2007; Riley dan Kendler, 2005; Hirvonen

et al., 2004; Badner dan Gershon, 2002; Riley dan Kendler, 2011).

Studi-studi yang membuktikan keterlibatan genetik dan pengaruh

lingkungan pada skizofrenia antara lain :

Studi Epidemiologi Populasi

Studi ini mempelajari prevalensi dan insiden dari gangguan dan

penyakit berdasarkan survey komunitas. Variasi dalam nilai rerata tertentu

dapat memberikan informasi berharga mengenai penyakit dan

(37)

populasi merupakan dasar yang kritis untuk mengestimasi kemampuan

pewarisan pada studi genetik yang melibatkan keluarga. Studi pada

populasi yang terisolasi secara geografik, kebudayaan juga memberikan

manfaat yang khusus karena selain terisolasi secara geografik biasanya

populasi ini merupakan keluarga besar (large pedigree) dan akan

memudahkan mengambil kesimpulan oleh karena peningkatan

homogenitas baik variasi gennya maupun interaksi lingkungannya (Moldin

dan Daly, 2009; Fears dan Freimer, 2009; O'Donovan dan Owen, 2011).

Studi Keluarga

Studi-studi keluarga menunjukkan suatu gangguan atau simtom

spesifik yang diwariskan pada anggota keluarga. Meskipun demikian sulit

untuk memisahkan apakah keadaan tersebut berasal dari faktor

lingkungan atau faktor genetik, karena keluarga memang berbagi materi

genetik tetapi juga berbagi elemen lingkungan yang sama. Dalam rangka

memisahkan faktor genetik dan faktor lingkungan diadakan studi kembar

dan studi adopsi (Moldin dan Daly, 2009; Riley dan Kendler, 2005).

Studi Molekular Genetik

Studi keterpautan, studi asosiasi dan studi transgenik banyak

dilakukan untuk mengidentifikasi faktor genetik pada tingkat molekuler

(Nieratschker, Nothen dan Rietscel, 2010; Craddock dan Owen, 1996;

Craddock, O’Donovan dan Owen, 2005). Studi keterpautan memakai

sampel dari keluarga (pedigree) yang memiliki masalah/penyakit yang

(38)

menggambarkan kerentanan terhadap penyakit tersebut (Fears dan

Freimer, 2009; Clerget-Darpoux, Bonaiti-Pellie dan Hochez, 1986).

Studi-studi yang berkaitan dengan kandidat gen, baik posisi; lokasi

pada regio genom yang berhubungan dengan skizofrenia dan fungsi;

keterlibatan dalam perkembangan otak, hubungan sinaptik dan

neurotransmisi menghasilkan beberapa kandidat yang menjanjikan yang

dianggap mempunyai kontribusi terhadap skizofrenia, seperti : dysbindin

(DTNBP 1), neuregulin1(NRG1), G 72, RGS4,cathecol- O- methyl

transferase (COMT), proline dehydrogenase (PRODH), metabotropic

glutamate receptor 3 (GRM3), protein kinase AKT1 dan disrupted-in-

schizophrenia (DISC1) (Munafo et al., 2006; Kim et al., 2012).

Empat gen-gen kunci yang mengatur konektivitas dan

sinaptogenesis pada skizofrenia adalah: brain- derived neurotrophic factor

(BDNF), dysbindin (disebut juga dystrobrevin-binding protein1) yang

terlibat dalam pembentukan struktur-struktur sinaptik, neuregulin, terlibat

dalam migrasi neuronal dan pembentukan sel-sel glia dan mielinisasi; dan

DISC-1(disrupted in schizophrenia-1) yang membuat protein yang terlibat

dalam neurogenesis, migrasi neuronal dan organisasi dendritik (Stahl,

2008; Hall et al., 2006; Dammann et al., 2008; Haraldsson et al., 2010;

Buonanno, 2010).

2.3 Neuregulin 1

2.3.1 Protein neuregulin 1

Protein neuregulin 1 dan reseptor-reseptornya merupakan anggota

(39)

penting dalam perkembangan sistem saraf dan jantung. Kebanyakan

isoform neuregulin 1 disintesis sebagai proprotein transmembran yang

diproses secara proteolitik terhadap fragmen terminal N yang

mengandung bioaktif EGF-like domain (Ozaki et al., 2004; Feng et al.,

2010; Frenzel dan Falls, 2001; Keri, Kiss dan Kelemen, 2009; Newbern

dan Birchmeier, 2010). NRG 1 juga dikenal sebagai faktor pertumbuhan

glial, suatu protein yang dimurnikan sebagai mitogen untuk Schwann cells

(SC). NRG1 dapat menginduksi diferensiasi neural crest menjadi fenotip

SC. NRG1 juga meningkatkan pergerakan SC, migrasi dan menginduksi

proliferasi SC (Corfas et al., 2004; Boucher et al., 2011).

2.3.2. Gen NRG1

Neuregulin 1 (NRG1) awalnya merupakan suatu kandidat gen yang

bertanggung jawab untuk skizofrenia pada studi yang dilakukan di Iceland

(Petryshen et al., 2005; Munafo et al., 2006; Marball et al., 2012; Gardner

et al., 2006). Gen NRG1 terletak pada 8p21-p12,satu dari loki yang

berkaitan dengan skizofrenia (Li, Collier dan He, 2006; Pedrosa et al.,

2009; Tosato, Dazzan dan Collier, 2005; Kirov, O'Donovan dan Owen,

2005; Levinson, 2005) NRG1 merupakan faktor pertumbuhan pleiotropik,

penting dalam perkembangan dan fungsi sistem saraf. Gen ini terlibat

dalam modulasi migrasi neuronal, sinaptogenesis, gliogenesis, komunikasi

neuron-glia, myelinisasi dan neurotransmisi dalam otak dan

jaringan-jaringan lain (Li, Collier dan He, 2006; Hashimoto et al., 2004; Tosato et

(40)

NRG1 memengaruhi regulasi myelinisasi susunan saraf pusat

dengan menginduksi migrasi dan diferensiasi oligodendrosit susunan

saraf pusat (Wang et al., 2009; Stahl, 2008). Lebih jauh lagi bukti preklinis

menunjukkan bahwa perubahan dalam NRG1-ErbB signalling

menyebabkan abnormalitas pada struktur dan fungsi oligodendrosit,

seperti pengurangan ketebalan myelin dan perlambatan kecepatan

konduksi di akson susunan saraf pusat (Wang et al., 2009; Huang dan

Chen, 2009).

Stefansson dan kawan-kawan pertama kali melaporkan suatu

hubungan antara NRG1 dan skizofrenia, mengikuti positional mapping

pada kromosom 8p pada keluarga Icelandic (Stefansson et al., 2002; Riley

dan Kendler, 2005; Stefansson et al., 2003). Inti dari haplotype yang

berisiko (HAPice) pada 5’ ujung gen yang terdiri dari 5 SNP

(SNP8NRG221132, SNP8NRG221533, SNP8NRG 241930,

SNP8NRG243177, SNP8NRG433E1006) dan dua mikrosatelit

(478B14-848, 420M91395) ditemukan berhubungan dengan skizofrenia pada

populasi Icelandic, dan populasi Scottish (Thomson et al., 2007; Li, Collier

dan He, 2006; Hanninen et al., 2008; Stefansson et al., 2003; Naz, Riaz

dan Saleem, 2011). Bukti yang kuat untuk hubungan dengan haplotype

yang sama, dikenal dengan HAPICE ditemukan pada sampel yang besar

dari Scotland, dan didukung lebih jauh lagi dengan sampel dari United

Kingdom (Owen, Craddock dan Jablensky, 2010). SNP8NRG433E1006

merupakan salah satu dari kelima SNP dari HAPICE. Hal ini mengubah

(41)

(Javitt, 2007). Secara keseluruhan terdapat bukti yang kuat dari beberapa

studi bahwa variasi genetik pada NRG1 memberikan risiko terhadap

skizofrenia, tetapi tidak semua studi menemukan haplotype terkait yang

sama, pengaruh spesifik dan varian protektif belum ditemukan (Owen,

Craddock dan Jablensky, 2010; Corvin et al., 2004)..

2.4. Suku Batak

Suku Batak adalah kelompok masyarakat yang dikenal sebagai

orang Indonesia, dengan penampilan fisiknya yang mudah dibedakan

dengan orang kulit putih (Kaukasoid) dan orang kulit hitam (Negroid).

Suku Batak diduga berasal dari utara dan India Sampai abad XIX, suku

Batak terisolasi di pegunungan Bukit Barisan selama 3000 tahun,

sebanyak 100 generasi. Suku Batak termasuk Proto Malayan (subras

Mongoloid) seperti juga suku Toraja, sedangkan suku Jawa, Aceh,

Minangkabau, Bugis, Makasar, Sunda dan Madura termasuk subras Neo

Malayan. Subras Proto Malayan seperti Suku Batak dan Suku Toraja

merupakan suku yang suka hidup terisolasi di pegunungan dan menolak

pengaruh luar. (Simanjuntak, 2006; Munir, 2007; Gultom Raja Marpadang,

(42)

Gambar 2. 1. Kerangka Teoritis

Gambar 2. 2. Kerangka Konsep

Imunoreaktivitas NRG 1 Serum LH

FSH

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Karakteristik Subjek: A. Usia

B. Durasi Penyakit C. Awitan

D. Dosis Antipsikotika E. Jenis Kelamin F. Faktor Endogen G. Stresor Psikososial SNP8NRG433E1006

Imunoreaktivitas NRG1 Serum

Suku Batak

menderita skizofrenia paranoid

tidak menderita gangguan jiwa

Usia Durasi Penyakit

Awitan Dosis Antipsikotika

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah suatu jenis eksploratif observasional analitik,

yang menilai hubungan antara faktor risiko dengan kejadian penyakit

dengan cara membandingkan kelompok kasus dengan kontrol (Ghazali et

al., 2008; Madiyono et al., 2008).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di beberapa lokasi, yaitu : BLUD RSJ Provinsi

Sumatera Utara, RS Bhayangkara Medan, Laboratorium Terpadu FK

USU, dan First Base Sequencing Service Selangor dengan waktu

penelitian dilaksanakan dalam periode waktu dua belas bulan.

3.3. Variabel Penelitian

Variabel tergantung (dependen): skizofrenia paranoid

Variabel bebas (independen): SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dan

imunoreaktivitas NRG1 dalam serum

3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi

Populasi target pada adalah suku Batak yang menderita skizofrenia

paranoid, sedangkan populasi terjangkau adalah suku Batak yang

menderita skizofrenia paranoid dan berobat di BLUD RSJ ProvSU.

3.4.2. Sampel

Sampel penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan kontrol.

(44)

dan memenuhi kriteria inklusi. Kelompok kontrol adalah suku Batak yang

tidak menderita skizofrenia paranoid.

3.4.2.1. Besar sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus

untuk uji hipotesis terhadap dua proporsi dua kelompok independen

(Dahlan, 2009; Dahlan, 2009) sebagai berikut:

(

)

(

)

= proporsi SNP8PNRG433E1006 berdasarkan judgement Peneliti

2

P

= proporsi SNP8NRG433E1006 yang didapat dari kepustakaan

(Stefansson et al., 2003; Zhao et al., 2004)

1= 0,504; P2=0,154; Q1= 0,496; Q2

Q= 1-P α=0,05  Zα =1,96; β=0,20 Zβ=0.84

=0,846 P=1/2 (P1+P2);

n1=n2= 27,67

Besar sampel minimal kasus dan kontrol adalah masing-masing 30.

3.4.2.2. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive

sampling (Ghazali et al., 2008; Madiyono et al., 2008).

3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria Inklusi Kasus adalah pasien skizofrenia paranoid suku Batak yang

didiagnosis berdasarkan PPDGJI III, kooperatif, berusia 15 sampai

(45)

Kriteria Eksklusi Kasus adalah yang menderita penyakit fisik berat,

mengalami gangguan jiwa, hamil dan menyusui dan menolak

berpartisipasi.

Kriteria kelompok populasi normal (sebagai kontrol) adalah manusia

berasal dari suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa, tidak

mempunyai hubungan keluarga dengan sampel kasus, dan tidak

mempunyai riwayat skizofrenia dalam keluarga dua generasi vertikal dan

horizontal, berusia 15-55 tahun.

3.6. Definisi operasional

Tabel 3. 1. Definisi Operasional

No Definisi Variabel Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

A Skizofrenia paranoid adalah salah satu subtipe skizofrenia yang gejala klinisnya didominasi oleh adanya waham dan halusinasi, diagnosis ditegakkan melalui PPDGJI-III

wawancara klinis

B Imunoreaktivitas NRG1 serum merupakan hasil pengukuran reaksi imunitas terhadap NRG1

Teknik ELISA pg/ml Rasio

C SNP8NRG433E1006 adalah salah satu SNP dari gen NRG1 yang berhubungan dengan skizofrenia pada populasi Icelandic dan Asia

Dengan cara

D Suku Batak adalah kelompok masyarakat yang dikenal sebagai orang Indonesia, dengan penampilan fisiknya yang mudah dibedakan dengan orang kulit putih (Kaukasoid ) dan orang kulit hitam (Negroid). Suku Batak dibedakan menjadi: Batak Toba, Mandailing, Karo, Dairi, Simalungun, Angkola. Suku Batak dalam hal ini adalah yang ayah kandung dan ibu kandungnya juga Suku Batak, demikian juga kakek dan nenek dari kedua pihak adalah Batak (2 generasi Batak murni)

Wawancara sistematis menggunakan

peta silsilah (Pedigree)

Suku Batak Nominal

E Usia adalah lamanya hidup sejak lahir

Wawancara Usia dalam tahun

(46)

F Durasi penyakit ladalah lamanya waktu pasien menderita skizofenia paranoid

dalam tahun Rasio

G Awitan usia pertama sekali pasien menunjukkan gejala skizofrenia

dalam tahun Rasio

H Dosis Antipsikotika adalah jumlah antipsikotika dalam mg yang dikonsumsi pasien saat dilakukan pemeriksaan disetarakan dengan

I Jenis Antipsikotika adalah jenis antipsikotika yang dikonsumsi pada saat dilakukan pemeriksaan.

J Riwayat endogen adalah riwayat memiliki keluarga yang menderita skizofrenia pada turunan derajat pertama atau kedua baik secara horizontal maupun vertikal.

K Stresor psikososial suatu keadaan atau peristiwa yang mengakibatkan perubahan pada diri seseorang sehingga orang tersebut harus beradaptasi atau mengatasi stresor tersebut, yang timbul dalam waktu satu tahun atau kurang.

(47)

3. 7. Bahan dan Alat Penelitian 3.7.1. Bahan

Penelitian ini membutuhkan beberapa bahan, reagen sebagai berikut :

1. Bahan untuk proses isolasi DNA yaitu darah EDTA 3cc, KIT isolasi

DNA (promega), ery lysis buffer (EL buffer), ethanol absolut, ethanol

70%, air destilata, buffer fosfat, NaCl 6 M, proteinase K, agarosa,

ethidium bromida, loading buffer.

2. Bahan untuk pemeriksaan Nested Polymerase Chain Reaction (PCR)

yaitu master mix (10% gliserol, KCL <0,001% dATP, dCTP, dGTP,

dUTP, biotinylated pemicu, 0,01 % tag polymerase,0,05 % sodium

azide, MgCl2 25 mM, air destilata, wash hybridization buffer (WHB),

stringent wash buffer (SWB) 300ml, ambient wash buffer (AWB) 700ml,

working conjugate solution (WCS), SA-HRP (Streptavidin-Horse Radish

Peroxidase) 10µ l dan buffer sitrat.

3. Bahan NRG1 BETA 1 Human ELISA, yang terdiri dari:

a. NRG 1 beta 1 Microplate (Item A)

b. Wash buffer concentrate (20x) (Item B)

c. Standard (Item C)

d. Assay Diluent A (Item D)

e. Assay Diluent B (Item E)

f. Detection Antibodi NRG1 beta 1 (Item F)

g. HRP-Streptavidin Concentrate (Item G)

h. TMB One-step Substrate Reagent (Item H)

(48)

3.7.2. Alat penelitian

1. Alat untuk mengambil sampel darah, yaitu alcohol swabs, spuit 5 cc,

torniquette, Pad/plester

2. Alat untuk ELISA, yaitu : washer thermoscientific, reader

thermoscientific, multichannel pippete thermoscientific, microsentrifuge

eppendorf, tabung microcentrifuge eppendorf, tips biru, kuning dan

putih.

3. Alat untuk isolasi DNA, yaitu tips kuning, tips biru, tabung

microcentrifuge, mikropipet 1000 mikro liter, mikropipet 200 mikro liter,

vortex, microcentrifuge, Centrifuge klinik, Mesin centrifuge, inkubator,

spatula, elektroforesis, transluminator dan kamera Polaroid

4. Alat untuk pemeriksaan PCR yaitu : Thermal cycler Perkin Elmer 9600,

shaking waterbath dan X-ray film

3.8. Cara kerja penelitian 3.8.1. Persiapan penelitian 3.8.1.1. Etika penelitian

Penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Komite Etik

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara nomor

18/KOMET/FKUSU/2013 tanggal 31 Januari 2013.

3.8.1.2. Pelatihan tim peneliti

Pelatihan tentang cara melakukan wawancara terstruktur dengan

MINI ICD X dan penegakan diagnosis dilakukan pada semua tim peneliti

yang terdiri dari residen ilmu kedokteran jiwa dan psikiater. Kelayakan tim

(49)

penilaian praktik. Dinyatakan memadai jika nilai post test mencapai nilai

minimal 90. Bagi tim dokter, dilakukan penilaian konsistensi intra dan antar

observer. Dinyatakan konsisten bila nilai kappa minimal 0,8.

3.8.1.3. Identifikasi subjek yang berpotensi masuk ke dalam Penelitian

Identifikasi subjek dilakukan oleh residen ilmu kedokteran jiwa dan

perawat yang sudah dilatih menggunakan daftar tilik identifikasi subjek

penelitian. Apabila subjek memenuhi kriteria penelitian, petugas tersebut

akan menghubungi peneliti untuk prosedur informed consent.

3.8.1.4. Informed consent

Diberikan penjelasan yang terperinci pada Suku Batak yang

menderita skizofrenia paranoid maupun suku Batak yang tidak menderita

gangguan jiwa yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi tentang

tujuan dan manfaat penelitian, yang berminat mengikuti penelitian

diberikan lembar persetujuan penelitian (informed consent).

3.8.1.5. Penilaian lebih lanjut

Subjek penelitian yang bersedia ikut serta dalam penelitian akan

menjalani penilaian lebih lanjut sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria

ekslusi.

3.8.1.6. Penegakan diagnosis

Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

dilakukan wawancara terstruktur dengan menggunakan MINI ICD-X untuk

penapis adanya gangguan jiwa dan untuk menegakkan diagnosis

(50)

3.8.2. Prosedur pengambilan darah

Pengambilan darah dilakukan pada pukul 08.00–09.00 WIB.

Dilakukan pembebatan pada lengan kiri subjek penelitian dengan

torniquette, dibersihkan vena mediana kubiti dengan alcohol swab.

Kemudian diambil darah sebanyak 4 cc dari vena mediana cubiti sinistra,

3cc dimasukkan ke dalam tabung EDTA 3cc dan 1 cc untuk pemeriksaan

ELISA. Bekas pengambilan darah ditutup dengan pad. Dalam satu jam

pengumpulan darah, darah dikoagulasikan pada temperatur 370C. Serum

dipisahkan melalui sentrifugasi pada temperatur 40C selama lima belas

menit dan disimpan pada suhu -800

3.8.3. ELISA

C sampai digunakan untuk dianalisis.

Semua reagen dan sampel diletakkan pada ruangan dengan

temperatur ruangan (18-25o

3.8.3.1. Cara kerja

C) sebelum digunakan. Selanjutnya, sampel

didilusikan. Assay Diluent A (Item D) digunakan untuk dilusi sampel

serum/plasma. Assay Diluent B (Item E) satu kali digunakan untuk dilusi

supernatan kultur sel/urine. Selanjutnya, Assay Diluent B 5X diencerkan

dengan distilled water menjadi satu kali.

Semua reagen diletakkan di dalam ruangan dengan temperatur

ruang (18-25oC) sebelum digunakan. Kemudian, 100 µl dari setiap standar

dan sampel ditambahkan ke dalam well. Well ditutup dan diinkubasi

selama dua setengah jam pada temperatur ruang atau selama satu malam

pada temperatur 4oC dan digoncang perlahan. Selanjutnya, larutan

(51)

menggunakan wash solution. Setiap well yang terisi wash buffer (300 µl)

dicuci dengan menggunakan multi-channel pipette atau autowasher.

Setelah pencucian terakhir, sisa wash buffer dibuang dengan

mengaspirasikannya. Kemudian, plate dibalikkan dan dibersihkan dengan

menggunakan kertas tissue. Selanjutnya, 100 µl dari satu kali biotinylated

antibody ditambahkan ke masing-masing well. Kemudian, diinkubasi

selama satu jam pada temperatur ruang dengan menggoncangnya secara

perlahan. Selanjutnya, larutan dibuang dan diulangi pencucian seperti

sebelumnya. Kemudian, 100 µl HRP-Streptavidin ditambahkan ke

masing-masing well. Kemudian, diinkubasi selama empat puluh lima menit pada

temperatur ruang dengan menggoncangnya perlahan. Larutan tersebut

dibuang dan diulangi pencucian seperti sebelumnya. Selanjutnya, 100 µl

TMB One –step substrate reagent ditambahkan ke masing-masing well.

Kemudian, diinkubasi selama tiga puluh menit pada temperatur ruang

dalam keadaan gelap dengan menggoncangnya secara perlahan.

Selanjutnya, 50 µl Stop Solution ditambahkan ke dalam masing-masing

well. Kemudian, hasilnya dibaca dengan segera pada panjang gelombang

450 nm.

3.8.4. Prosedur isolasi DNA

Darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA sebanyak 3 cc dengan

diinjeksikan secara perlahan-lahan. Kemudian, tabung tersebut

dibolak-balik perlahan agar darah bergabung dengan EDTA. Selanjutnya,

disentrifus 3000 rpm selama 10-15 menit. Plasmanya dipisahkan dan

(52)

mL lalu ditambahkan EL buffer 900 mikroliter, kemudian dibolak-balin

secara perlahan. Tabung tersebut diinkubasi selama sepuluh menit di

dalam kulkas dan selanjutnya disentrifus dalam 13000 rpm selama tiga

menit. Supernatan dibuang secara hati-hati dan pelan-pelan agar

endapannya tidak ikut terbuang. Hal ini diulangi sampai lima kali, sampai

warna supernatan jernih dan endapan sudah berwarna putih. Setelah

diperoleh endapan putih atau cairan sudah jernih, supernatan dibuang dan

endapan divortex selama dua puluh detik. Selanjutnya, 300 uL nuclei lysis

solution ditambahkan dan tabung dibolak-balik agar tercampur. Kemudian

protein precipitation 100uL ditambahkan dan divortex selama dua puluh

menit. Selanjutnya, tabung tersebut disentrifugasi 13.000 rpm selama tiga

menit pada temperatur ruang. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung

eppendorf 1,5 mL yang steril yang telah berisi 300 uL isopropanolol.

Kemudian dibolak-balik sekitar tiga detik sampai terlihat benang DNA.

Selanjutnya, disentrifugasi 13.000 rpm selama satu menit, hingga tampak

pellet putih. Supernatan dibuang dan ditambahkan 70% etanol sebanyak

300 uL. Kemudian, disentrifugasi 13.000 rpm selama satu menit. Etanol

diaspirasi menggunakan pipet dengan hati-hati, lalu dikeringkan dengan

kipas angin sekitar satu jam. Selanjutnya, ditambahkan 100 uL DNA

rehydration solution dan disimpan pada suhu 40C selama satu malam.

Besoknya disimpan ke freezer (-200

3.8.5. Nested-polymerase chain reaction

C).

Nested-Polymerase Chain Reaction (Nested-PCR) dilakukan untuk

(53)

pertama dilakukan dengan menggunakan primer

CCTACCCCTGCACCCCCAATAAATAAA dan CTTCCTGTCGAGTGCCC

CCTGCT. Volume reaksi adalah 10 mikroliter, dan untuk masing-masing PCR, 30ng dari genomik DNA diamplifikasi dalam 3,5pmol dari setiap

primer, 0,25U AmpliTaq Gold, 0,2mM dNTPs, 10% dimethyl sulfoxide, dan

2,5mM MgCl2. Diputar dengan temperatur 950C selama sepuluh menit,

diikuti dengan 40 putaran pada temperatur 940C selama lima belas detik,

didinginkan pada temperatur 680C selama tiga puluh detik, dan diekstensi

pada temperatur 720

3.8.6. Sequencing

C selama satu menit. Reaksi kedua didapatkan

dengan menggunakan primer TGCCACTACTGCTGCTGCT dan

ACCTTTCCCTCGATCACCAC. Hasil PCR di-sequencing secara

langsung setelah pembersihan hasil PCR dengan menggunakan Big Dye

Terminator Cycle Sequencing kit (PE Biosystem).

Untuk mendapatkan “sequence lengkap SNP8NRG433E1006 gen

NRG1”, terdapat beberapa tahapan. Pertama, produk Nested-PCR

dianalisis menggunakan mesin Applied Biosystems 3730 xl DNA Analyzer

dengan protokol Big Dye Terminator v3.1 cycle sequencing kit Chemistry.

Selanjutnya adalah pengolahan menggunakan perangkat lunak komputer.

Perangkat lunak komputer digunakan untuk melakukan alignment

terhadap pra sequence forward dan pra sequence reverse. Tahapan

mendapatkan sequence lengkap untuk masing-masing subjek penelitian

Gambar

Gambar 2. 1.
Tabel 3. 1. Definisi Operasional
Gambar 3. 1.
Tabel 4. 1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan frekuensi yang nyata antara berbagai suku bangsa dan adanya peningkatan risiko pada keluarga penderita KNF, menunjukkan keterlibatan faktor genetik cukup berperan

Secara keseluruhan hasil perhitungan persentase chi-kuadrat pola sidik jari suku yang normal dengan frekuensi pola sidik jari suku penderita skizofrenia juga menunjukkan

Kesimpulan : Terdapat perbedaan peningkatan indeks massa tubuh yang bermakna pada pasien skizofrenia yang diterapi obat standar dengan obat standar ditambah clozapine di

Setelah dilakukan wawancara mendalam terhadap responden yaitu keluarga pasien skizofrenia paranoid didapatkan hasil penelitian berdasarkan tiga pola asuh keluarga yang

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: (1) tingkat kecemasan klien skizofrenia paranoid di RSJD Surakarta sebelum pemberian terapi ( pre test )

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: (1) tingkat kecemasan klien skizofrenia paranoid di RSJD Surakarta sebelum pemberian terapi (pre test) semuanya

Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa acceptance of others ibu terhadap anaknya yang menderita skizofrenia cenderung memiliki tinggi (56,7%) dan dari hasil

Dalam keluarga dengan perkawinan campuran antara laki-laki suku Batak dan perempuan suku Minang di Sumatera Utara, sistem kekerabatan yang dianut secara formal