• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.7. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual

2.1.4. Skizofrenia paranoid

Skizofrenia paranoid ditandai oleh preokupasi satu atau lebih waham atau halusinasi pendengaran yang sering. Umumnya waham besar dan waham kejaran. Biasanya mengalami episode pertama pada usia yang lebih tua dibandingkan skizofrenia disorganized dan katatonik (Sadock dan Sadock, 2007).

2.1.5. Diagnosis

Di Indonesia kriteria diagnostik skizofrenia ditegakkan berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1993 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993).

Walaupun tidak ada gejala-gejala yang patognomonik, dalam praktek ada manfaatnya untuk membagi gejala-gejala tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang penting untuk diagnosis dan yang sering terdapat secara bersama-sama, misalnya :

a) thought echo,thought insertion atau withdrawal dan thought broadcasting.

b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran,perbuatan atau perasaan khusus;persepsi delusional;

c) Suara halusinasi yang berkomentar terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh;

d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan manusia super (misalnya mampu mengendalikan cuaca,atau berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain);

e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus- menerus;

f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme;

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas serea, negativism, mutisme dan stupor;

h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodoh (apatis), pembicaraan yang terhenti dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial;

Pedoman diagnostik

Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus ada sedikitnya satu gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) dari gejala (a) sampai (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua gejala dari kelompok (e) sampai (h) yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan gejala tersebut tetapi yang lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau tidak) harus didiagnosis pertama kali sebagai ganggun psikotik lir-skizofrenia akut (F23.2) dan baru diklasifikasi ulang kalau

gejala-gejala tersebut menetap selama kurun waktu yang lebih lama (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993).

2.2. Genetika Skizofrenia

Minat yang besar dalam genetika dari gangguan psikiatrik berasal dari kekuatan potensial dari pendekatan genetik untuk mengidentifikasi penyakit gen dan menegaskan dasar molekuler psikopatologi gangguan tersebut. Beberapa bukti mendukung peranan terhadap pewarisan gangguan tersebut. (Volk dan Lewis, 2008; Bakker et al., 2004; Craddock dan Owen, 1996; Gejman, Sanders dan Duan, 2010; Hauser et al., 1996; Maier, Zobel dan Kuhn, 2006; Mowry, 2010; Harrison dan Weinberger, 2005; Riley, Asherson dan McGuffin, 2003).

Model transmisi genetik pada skizofrenia belum diketahui, tetapi sejumlah gen tampak memiliki kontribusi pada kerentanan terhadap skizofrenia. Studi keterkaitan dan asosiasi genetik telah mendapatkan bukti yang kuat untuk sembilan tempat terkait : 1q,5q,6p,6q,8p,10p,13q,15 q dan 22q (Sadock dan Sadock, 2007; Riley dan Kendler, 2005; Hirvonen et al., 2004; Badner dan Gershon, 2002; Riley dan Kendler, 2011).

Studi-studi yang membuktikan keterlibatan genetik dan pengaruh lingkungan pada skizofrenia antara lain :

Studi Epidemiologi Populasi

Studi ini mempelajari prevalensi dan insiden dari gangguan dan penyakit berdasarkan survey komunitas. Variasi dalam nilai rerata tertentu dapat memberikan informasi berharga mengenai penyakit dan keseimbangan pengaruh genetik dari lingkungan. Ukuran insiden pada

populasi merupakan dasar yang kritis untuk mengestimasi kemampuan pewarisan pada studi genetik yang melibatkan keluarga. Studi pada populasi yang terisolasi secara geografik, kebudayaan juga memberikan manfaat yang khusus karena selain terisolasi secara geografik biasanya populasi ini merupakan keluarga besar (large pedigree) dan akan memudahkan mengambil kesimpulan oleh karena peningkatan homogenitas baik variasi gennya maupun interaksi lingkungannya (Moldin dan Daly, 2009; Fears dan Freimer, 2009; O'Donovan dan Owen, 2011). Studi Keluarga

Studi-studi keluarga menunjukkan suatu gangguan atau simtom spesifik yang diwariskan pada anggota keluarga. Meskipun demikian sulit untuk memisahkan apakah keadaan tersebut berasal dari faktor lingkungan atau faktor genetik, karena keluarga memang berbagi materi genetik tetapi juga berbagi elemen lingkungan yang sama. Dalam rangka memisahkan faktor genetik dan faktor lingkungan diadakan studi kembar dan studi adopsi (Moldin dan Daly, 2009; Riley dan Kendler, 2005).

Studi Molekular Genetik

Studi keterpautan, studi asosiasi dan studi transgenik banyak dilakukan untuk mengidentifikasi faktor genetik pada tingkat molekuler (Nieratschker, Nothen dan Rietscel, 2010; Craddock dan Owen, 1996; Craddock, O’Donovan dan Owen, 2005). Studi keterpautan memakai sampel dari keluarga (pedigree) yang memiliki masalah/penyakit yang akan dicari, kemudian ditelusuri kromosom atau lokus gen yang

menggambarkan kerentanan terhadap penyakit tersebut (Fears dan Freimer, 2009; Clerget-Darpoux, Bonaiti-Pellie dan Hochez, 1986).

Studi-studi yang berkaitan dengan kandidat gen, baik posisi; lokasi pada regio genom yang berhubungan dengan skizofrenia dan fungsi; keterlibatan dalam perkembangan otak, hubungan sinaptik dan neurotransmisi menghasilkan beberapa kandidat yang menjanjikan yang dianggap mempunyai kontribusi terhadap skizofrenia, seperti : dysbindin (DTNBP 1), neuregulin1(NRG1), G 72, RGS4,cathecol- O- methyl transferase (COMT), proline dehydrogenase (PRODH), metabotropic glutamate receptor 3 (GRM3), protein kinase AKT1 dan disrupted-in- schizophrenia (DISC1) (Munafo et al., 2006; Kim et al., 2012).

Empat gen-gen kunci yang mengatur konektivitas dan sinaptogenesis pada skizofrenia adalah: brain- derived neurotrophic factor (BDNF), dysbindin (disebut juga dystrobrevin-binding protein1) yang terlibat dalam pembentukan struktur-struktur sinaptik, neuregulin, terlibat dalam migrasi neuronal dan pembentukan sel-sel glia dan mielinisasi; dan DISC-1(disrupted in schizophrenia-1) yang membuat protein yang terlibat dalam neurogenesis, migrasi neuronal dan organisasi dendritik (Stahl, 2008; Hall et al., 2006; Dammann et al., 2008; Haraldsson et al., 2010; Buonanno, 2010).

2.3 Neuregulin 1

2.3.1 Protein neuregulin 1

Protein neuregulin 1 dan reseptor-reseptornya merupakan anggota dari sub family ErbB reseptor tirosin kinase, yang memegang peranan

penting dalam perkembangan sistem saraf dan jantung. Kebanyakan isoform neuregulin 1 disintesis sebagai proprotein transmembran yang diproses secara proteolitik terhadap fragmen terminal N yang mengandung bioaktif EGF-like domain (Ozaki et al., 2004; Feng et al., 2010; Frenzel dan Falls, 2001; Keri, Kiss dan Kelemen, 2009; Newbern dan Birchmeier, 2010). NRG 1 juga dikenal sebagai faktor pertumbuhan glial, suatu protein yang dimurnikan sebagai mitogen untuk Schwann cells (SC). NRG1 dapat menginduksi diferensiasi neural crest menjadi fenotip SC. NRG1 juga meningkatkan pergerakan SC, migrasi dan menginduksi proliferasi SC (Corfas et al., 2004; Boucher et al., 2011).

2.3.2. Gen NRG1

Neuregulin 1 (NRG1) awalnya merupakan suatu kandidat gen yang bertanggung jawab untuk skizofrenia pada studi yang dilakukan di Iceland (Petryshen et al., 2005; Munafo et al., 2006; Marball et al., 2012; Gardner et al., 2006). Gen NRG1 terletak pada 8p21-p12,satu dari loki yang berkaitan dengan skizofrenia (Li, Collier dan He, 2006; Pedrosa et al., 2009; Tosato, Dazzan dan Collier, 2005; Kirov, O'Donovan dan Owen, 2005; Levinson, 2005) NRG1 merupakan faktor pertumbuhan pleiotropik, penting dalam perkembangan dan fungsi sistem saraf. Gen ini terlibat dalam modulasi migrasi neuronal, sinaptogenesis, gliogenesis, komunikasi neuron-glia, myelinisasi dan neurotransmisi dalam otak dan jaringan- jaringan lain (Li, Collier dan He, 2006; Hashimoto et al., 2004; Tosato et al., 2012; Talmage, 2008; Mei dan Xiong, 2008; Kruglyak et al., 1996).

NRG1 memengaruhi regulasi myelinisasi susunan saraf pusat dengan menginduksi migrasi dan diferensiasi oligodendrosit susunan saraf pusat (Wang et al., 2009; Stahl, 2008). Lebih jauh lagi bukti preklinis menunjukkan bahwa perubahan dalam NRG1-ErbB signalling menyebabkan abnormalitas pada struktur dan fungsi oligodendrosit, seperti pengurangan ketebalan myelin dan perlambatan kecepatan konduksi di akson susunan saraf pusat (Wang et al., 2009; Huang dan Chen, 2009).

Stefansson dan kawan-kawan pertama kali melaporkan suatu hubungan antara NRG1 dan skizofrenia, mengikuti positional mapping pada kromosom 8p pada keluarga Icelandic (Stefansson et al., 2002; Riley dan Kendler, 2005; Stefansson et al., 2003). Inti dari haplotype yang berisiko (HAPice) pada 5’ ujung gen yang terdiri dari 5 SNP

(SNP8NRG221132, SNP8NRG221533, SNP8NRG 241930, SNP8NRG243177, SNP8NRG433E1006) dan dua mikrosatelit (478B14- 848, 420M91395) ditemukan berhubungan dengan skizofrenia pada populasi Icelandic, dan populasi Scottish (Thomson et al., 2007; Li, Collier dan He, 2006; Hanninen et al., 2008; Stefansson et al., 2003; Naz, Riaz dan Saleem, 2011). Bukti yang kuat untuk hubungan dengan haplotype yang sama, dikenal dengan HAPICE ditemukan pada sampel yang besar

dari Scotland, dan didukung lebih jauh lagi dengan sampel dari United Kingdom (Owen, Craddock dan Jablensky, 2010). SNP8NRG433E1006 merupakan salah satu dari kelima SNP dari HAPICE. Hal ini mengubah

(Javitt, 2007). Secara keseluruhan terdapat bukti yang kuat dari beberapa studi bahwa variasi genetik pada NRG1 memberikan risiko terhadap skizofrenia, tetapi tidak semua studi menemukan haplotype terkait yang sama, pengaruh spesifik dan varian protektif belum ditemukan (Owen, Craddock dan Jablensky, 2010; Corvin et al., 2004)..

2.4. Suku Batak

Suku Batak adalah kelompok masyarakat yang dikenal sebagai orang Indonesia, dengan penampilan fisiknya yang mudah dibedakan dengan orang kulit putih (Kaukasoid) dan orang kulit hitam (Negroid). Suku Batak diduga berasal dari utara dan India Sampai abad XIX, suku Batak terisolasi di pegunungan Bukit Barisan selama 3000 tahun, sebanyak 100 generasi. Suku Batak termasuk Proto Malayan (subras Mongoloid) seperti juga suku Toraja, sedangkan suku Jawa, Aceh, Minangkabau, Bugis, Makasar, Sunda dan Madura termasuk subras Neo Malayan. Subras Proto Malayan seperti Suku Batak dan Suku Toraja merupakan suku yang suka hidup terisolasi di pegunungan dan menolak pengaruh luar. (Simanjuntak, 2006; Munir, 2007; Gultom Raja Marpadang, 1992).

Gambar 2. 1. Kerangka Teoritis

Gambar 2. 2. Kerangka Konsep

Imunoreaktivitas NRG 1 Serum LH

FSH

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Karakteristik Subjek: A. Usia B. Durasi Penyakit C. Awitan D. Dosis Antipsikotika E. Jenis Kelamin F. Faktor Endogen G. Stresor Psikososial SNP8NRG433E1006 Imunoreaktivitas NRG1 Serum Suku Batak menderita skizofrenia paranoid tidak menderita gangguan jiwa Usia Durasi Penyakit Awitan Dosis Antipsikotika Jenis Kelamin Faktor Endogen Stresor Psikososial

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah suatu jenis eksploratif observasional analitik, yang menilai hubungan antara faktor risiko dengan kejadian penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dengan kontrol (Ghazali et al., 2008; Madiyono et al., 2008).

Dokumen terkait