• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gen HLA-DRB1 pada Karsinoma Nasofaring Suku Batak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gen HLA-DRB1 pada Karsinoma Nasofaring Suku Batak"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 3 y September 2007 237

Gen HLA-DRB1 pada Karsinoma Nasofaring Suku Batak

Delfitri Munir

Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(2)

-DRBI pada Karsinoma...

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 3 y September 2007 238 Kaukasian.4

Di Indonesia, penyakit ini menduduki urutan keempat dari seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim, payudara dan kulit, dengan prevalensi 4,7 per 100.000 penduduk setiap tahun.5

Peningkatan risiko menderita KNF terdapat pada keluarga yang mempunyai riwayat menderita tumor ini. Sering dijumpai penderita KNF, dimana pada generasi mereka sebelumnya juga ditemukan penyakit ini.2,6

Perbedaan frekuensi yang nyata antara berbagai suku bangsa dan adanya peningkatan risiko pada keluarga penderita KNF, menunjukkan keterlibatan faktor genetik cukup berperan untuk timbulnya tumor ini. Salah satu faktor genetik yang terlibat adalah gen human leucocyte antigen (HLA). Gen ini di turunkan secara heterozigot dan bersifat kodominan. Akibatnya, kelompok masyarakat dengan HLA tertentu akan menghadapi risiko terjadinya penyakit tertentu.7

Distribusi gen dan molekul HLA pada suatu populasi mempunyai pola dan kemiripan yang sesuai dengan pola induk sistem HLA dari kelompok rasnya. Beberapa penyakit diduga ada kaitannya dengan HLA, dalam arti penderita dengan penyakit tertentu sering dijumpai

memiliki gen HLA tertentu.8

Untuk bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan terpengaruh oleh berbagai bangsa akibat migrasi di masa lalu, maka risiko terjadinya KNF akan bervariasi menurut kelompok suku. Oleh sebab itu perlu diketahui gen HLA penderita KNF setiap suku, sehingga gambaran umum pola gen penderita KNF di Indonesia dapat diketahui untuk upaya pencegahan penyakit ini.

Gen HLA adalah kompleks gen yang

terdapat dalam 4000 kilobases di rantai

pendek kromosom nomer 6 dan bersifat polimorfik. Gen ini mengekspresikan molekul HLA yang terdapat di permukaan sel, dan molekul ini sangat berperan pada sistem imun. Gen HLA sangat polimorfik dan terdiri dari dua kelas. HLA kelas I terdiri dari lokus A, B dan C. Sedangkan HLA kelas II terdiri dari lokus DQ, DR, dan DP. Setiap individu mempunyai sepasang alel pada setiap lokus yang diturunkan dari kedua orang tua secara acak.7

Dengan perkembangan teknologi seperti polymerase chain reaction (PCR), dimungkinkan untuk mengidentifikasi seluruh variasi alel gen

HLA yang polimorfik, sehingga dapat diharapkan adanya penjelasan dasar genetik KNF. Molekul HLA sebagai salah satu faktor yang berperan terhadap terjadinya penyakit, khususnya dalam regulasi sistem imunitas yang spesifik diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pembuatan vaksin yang tepat guna untuk pencegahan suatu penyakit.9

Kami laporkan gen HLA-DRB1 pada dua kasus KNF suku Batak.

Kasus I

Seorang pasien ET, berusia 46 th, perempuan, berasal dari suku Batak dengan keluhan utama hidung tersumbat. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pembesaran kelenjar servical pada leher kiri. Pemeriksaan nasoendoskopi dijumpai masa tumor di fosa Rosenmuller kiri, permukaan tidak rata, agak hiperemis dan mudah berdarah. Dilakukan biopsi tumor dengan tuntunan endoskopi. Hasil pemeriksaan histopatologi disimpulkan karsinoma tidak berkeratin (tipe II). Stadium tumor ketika diagnosa ditegakkan adalah stadium III.

Kasus II

Seorang pasien RS, berusia 47 th, laki-laki, berasal dari suku Batak dengan keluhan utama bengkak pada leher. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pembesaran kelenjar servical pada leher kanan. Pemeriksaan nasoendoskopi dijumpai masa tumor di fosa Rosenmuller kanan, permukaan tidak rata, agak hiperemis dan mudah berdarah. Pada pemeriksaan foto basis kranii dijumpai destruksi basis kranii. Dilakukan biopsi tumor dengan tuntunan endoskopi. Hasil pemeriksaan histopatologi disimpulkan karsinoma tidak berdiferensiasi (tipe III). Stadium tumor ketika diagnosa ditegakkan adalah stadium IV.

Sampel darah kedua penderita dibawa ke Laboratorium Terpadu FK-USU untuk dilakukan isolasi DNA. Hasil isolasi DNA kemudian disimpan di kulkas dengan suhu -20°C. Selanjutnya dengan es kering, sampel dibawa ke Laboratorium Dept. Immunohematology and Blood Transfusion, Leiden University Medical Center Netherlands untuk dilakukan pemeriksaan gen HLA-DRB1 dengan teknik PCR-SSO reverse dot blot.

Metoded PCR-SSO reverse dot blot

didasarkan pada 3 proses utama yaitu

(3)

Laporan Kasus

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 3 y September 2007 239

amplifikasi urutan sasaran DNA dengan PCR, hibridisasi produk amplifikasi dengan pelacak oligonukleotida spesifik dan deteksi pelacak. Sistem deteksi pada pemeriksaan ini

menggunakan konjugat streptavidin horse

radish peroksidase (SA-HRP) dan enhanched

chemi luminescence (ECL). Sinar yang

dihasilkan ditangkap oleh film X-ray dan dianalisa dengan program khusus komputer untuk menentukan alel gen HLA-DRB1.

Hasil pemeriksaan gen pada kasus I adalah: alel gen DRB1*12 dan HLA-DRB1*03 sedangkan pada kasus II adalah alel gen HLA-DRB1*12 dan HLA-DRB1*15.

DISKUSI

Hasil pemeriksaan PCR SSO reverse

dotblot resolusi rendah pada kasus I adalah: alel gen HLA-DRB1*12 dan HLA-DRB1*03 sedangkan kasus II adalah alel gen HLA-DRB1*12 dan HLA-DRB1*15.

Alel gen HLA-DRB1*12 sering ditemukan pada populasi Indonesia. Handono (1998) pada penelitianya di Malang menjumpai frekuensi alel gen HLA-DRB1*1202 paling tinggi (75,40%).10

Demikian juga Judajana (1994) di Surabaya pada populasi Indonesia menemukan antigen HLA-DR5 yang juga disandi olah alel gen HLA-DRB1*12 sebagai frekuensi tertinggi (32,4%).11

Seperti pada kasus ke II, hasil penelitian yang dilakukan oleh Kandau (1999) pada populasi Bugis Makasar menunjukkan bahwa HLA-DRB1*15 merupakan frekuensi tertinggi.12

Sedangkan alel gen HLA-DRB1*03 yang dijumpai pada kasus I sering juga dijumpai pada populasi China. Li dkk. (1995) pada penelitiannya di China Selatan menjumpai frekuensi alel gen HLA-DRB1*03 paling tinggi.13

Terdapat tiga golongan besar penduduk dunia yang ciri-ciri penampilan fisiknya mudah dikenal yaitu golongan Kaukasoid

(Caucasian), Mongoloid atau Oriental dan

Negroid. Masing-masing golongan ternyata mempunyai kekhususan pola gen HLA. Populasi di Indonesia merupakan suatu populasi yang unik, dikarenakan adanya proses pembauran ras akibat migrasi ataupun karena

gene flow. Beberapa penelitian menunjukkan

kemiripan pola gen HLA populasi Indonesia dengan China. Pada studi populasi genetik di Jakarta dan sekitarnya, disimpulkan bahwa antigen HLA pada populasi Indonesia

digolongkan dalam golongan Mongoloid.14

Populasi Indonesia mempunyai tiga subras yang berbeda yaitu subras Paleomongoloid Proto Melayu, Paleomongoloid Deutro Melayu dan subras Proto Malanesia. Suku Batak termasuk subras Paleomongoloid Proto Melayu.15

Berbagai penelitian telah menemukan hubungan antara gen HLA dengan KNF. Di Tunisia ditemukan hubungan antara KNF dengan gen DRB1*03 dan HLA-DRB1*15.16

Di Taiwan berhubungan dengan gen HLA-A*0207, di Thailand dengan gen B*4601 dan di Maroko dengan HLA-B18.17,18,19

Apakah alel gen yang dijumpai pada kedua kasus di atas berhubungan dan merupakan faktor risiko terjadinya KNF pada suku Batak, diperlukan penelitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Stanley RE, Fong KW. Clinical

Presentation & Diagnosis. In: (Chong VFH, Tsao SY) Nasopharyngeal Carcinoma. 3th edition. Singapore, Amour Publishing 1999: 29–32.

2. Huang DP and Lo KW. Aetiological

Factors and Pathogenesis. In: (Hasselt CA and Gibb AG) Nasopharyngeal Carcinoma, 2nd

edition. Hongkong; The Chinese University Press 1999: 31–50.

3. Cooke A,. Regulation of The Immune

Response. In: (Roitt I, Brostoff J, Male D) Immunology, 6th

edition. Toronto; Mosby 2001: 173–88.

4. Chia KS, Lee HP. Epidemiology. In:

(Chong VFH) Nasopharyngeal Carcinoma, 3th

edition. Singapore; Armour Publishing 1999: 1–4.

5. Soetjipto D. Karsinoma nasofaring.

Dalam: Tumor Telinga Hidung Tenggorok. Diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta, Balai Penerbit FK-UI 1989: 71–84.

6. Jia WH, Feng BJ, Xu ZL, Zhang XS,

Huang P, Huang LX. Familial Risk and Clustering of Nasopharyngeal Carcinoma in Guangdong, China. Cancer 2004, Vol. 101 (2): 363–9.

7. Abbas A K, Lichtman AH. Cellular and

Molecular Immunology, 5th

edition. Philadelphia; WB Saunders 2000.

(4)

Delfitri Munir Gen HLA-DRBI pada Karsinoma...

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 3 y September 2007 240 8. Benacerraf B. Significance and Biological

Function of Class II MHC Molecules. Am J Pathol 1985, Vol. 120 (3): 334–43. 9. Judajana FM. Sistem major histocompatibilityl

complex. Dalam: (Subijanto PS, Suhartono TP, Judajana FM) Gangguan Sistem Imun Mukosa Intestinal. Surabaya, Gideon 2003: 12–30.

10. Handono K. Hubungan Gen HLA Kelas II dengan Kerentana Genetik dan Ekspresi Otoantibodi pada Lupus Eritematosus Sistemik. Disertasi, Universitas Airlangga, Surabaya 1998.

11. Judajana FM. Pola Sistem HLA Penderita

Diabetes Melitus Indonesia. Disertasi. Universitas Airlangga. Surabaya 1994.

12. Kandau JM. Hubungan tipe HLA dengan

kerentanan tubuh pada penyakit lepra. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya 1999.

13. Li PK, Poon AS, Tsao SY, Ho S, Tam JS, So AK. No Association Between HLA-DQ and -DR Genotypes with Nasopharyngeal Carcinoma in Southern Chinese. Cancer Genet Cytogenet 1995, Vol. 81(1): 42–5.

14. Moeslichan S. Penilitian Sistem HLA

dalam Upaya Memperoleh Sumber Antibodinya. Disertasi. Universitas Indonesia. Jakarta 1990.

15. Pelly U. Urbanization and Adaption.

Medan 1998, LP3ES: 81.

16. Mokni-Baizig N, Ayed K, Ayet FB, Ayet

S, Sassi F, Ladgham A. Association between HLA-A/-B Antigens and –DRB1 allels and Nasopharyngeal Carcinoma in Tunisia. Oncology 2001, Vol. 61 (1): 55–8.

17. Hildesheim A, Apple RJ, Chen CJ, Wang

SS, Cheng YJ, Klitz W. Association of HLA Class I and II Allels and Extended Haplotypes with Nasopharyngeal Carcinoma in Taiwan. Journal of the National Cancer Institute 2002, Vol. 94 (23): 1780–89.

18. Pimtanothai N, Chareonwongse P,

Mutirangura A, Hurley CK. Distribution of HLA-B alleles in Nasopharyngeal Carcinoma Patients and Normal Controls in Thailand. Tissue Antigens 2002, Vol. 59 (3): 223–5.

19. Dardari R, Khyatti M, Jouhadi H, Benider A, Ettayebi H, Kahlain A. Study of Human Leukocyte Antigen Class I Phenotypes in Moroccan Patients with Nasopharyngeal Carcinoma. Int J Cancer 2001, Vol. 92 (2): 294–7.

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa AYU sudah dapat digunakan sebagai bahasa pembelajaran yang cukup baik, karena telah mempunyai struktur yang sangat mendekati bahasa pemrograman sebenarnya Dalam tulisan

Nah, saya sudah berusaha menuangkan ide itu, tapi tu, ee menuangkan argumen itu memberikan argumen itu kepada bapak ibu saya, tapi tuh mereka tetep

Simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut (1) model pembelajaran Problem Based Learning menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari pada model

A few ground control points were measured in the hills (~1-1.5 km far from the selected observation points) corresponding to the most prominent features, which could have

Mengenai tindak pidana perkosaan dalam KUHP diatur pada Pasal 285 “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh

Peningkatan Kreativitas Siswa dalam Pemanfaatan Sampah Anorganik Menjadi Media Scrapbook dalam Pembelajaran IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

pelestarian siklus hidup hewan berdasarkan lafal, intonasi dan ekspresi. Variabel bebas adalah PI-MTPS. PI-MTPS adalah pembelajaran yang.. menekankan siswa untuk mencari

posttraumatska artroza, slučajevi kod kojih je oštećen acetabulum, kod bolesnika dobroga općeg stanja, aktivnih i dobre koštane gustoće, onih koji mogu izdržati zahvat.