Analisa Keefektifan Kitosan dalam Pengujian Limbah
(Harry Agusnar)
35
ANALISA KEEFEKTIFAN KITOSAN DALAM PENGUJIAN
LIMBAH INDUSTRI KOAGULASI KARET
Harry Agusnar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak
Telah dilakukan penelitian dengan pengujian limbah industri penggumpalan karet, dengan memakai kitosan pada beberapa pH. Adapun kondisi pengujian optimum adalah 20 ppm kitosan pada pH 4,8 – 6,0. Diantara parameter yang diamati dan yang ditemukan adalah menurunnya turbiditas / kekeruhan dari 267 ke 5,5 NTU, warna dari 1605 ke 51 TCU, COD dari 2802 ke 2298 ppm, BOD dari 1400 ke 75 ppm. Limbah mengandung protein 0,01%.
Kata Kunci: Kitosan, Limbah Karet, Koagulasi.
PENDAHULUAN
Partikel karet dalam lateks distabilkan oleh protein dalam bentuk koloid. Asam protein amino memiliki dua muatan yang berlawanan, positif dan negatif. Jika ujung-ujung molekul protein yang lengket dengan partikel karet bermuatan positif, maka ujung yang lain akan membentuk lapisan yang bermuatan negatif yang akan mengganggu partikel karet dari saling mendekati. Fenomena ini menghindari koagulasi karet dalam lateks. Jika molekul protein diambil dari lateks, maka partikel karet saling mendekati dan terjadilah penggumpalan (koagulasi). Dengan demikian, dalam medium alkalin ‘Stabilizer” protein bermuatan negatif kemudian distabilkan oleh kelompok hidroksil yang bermuatan negatif. Dilapangan, lateks karet distabilkan dengan amonia. Pada sisi lain, didalam medium asam muatan negatif lapisan penstabil dinetralisir oleh proton asam, dengan lapisan yang runtuh (collap), partikel karet menggumpal. Pada beberapa pusat koagulasi dilapangan ini dilakukan dengan asam formik.
Limbah koagulasi karet dari perusahaan banyak mengandung jumlah protein secara mendasar seperti yang
diuraikan diatas. Jika limbah tidak diuji, protein menjadi rusak, dan kadang-kadang menimbulkan aroma yang tidak sedap. Limbah yang belum diuji mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan. Untuk menghindari ini makanya kitosan dipilih dengan alasan-alasan yang ramah lingkungan.
Kitosan adalah suatu turunan dari kitin pol
struktur, kitosan adalah seb
imer yang terjadi secara alami ataupun poly (N-acetylglucosamine). Kedua-duanya baik kitin maupun kitosan bisa dilihat sebagai turunan sellulosa, dimana perpaduan amina, acetamida dan kelompok acetyl menanamkan perbedaan sifat psikokimianya dari sellulosa, tetapi bukannya mengubah kedalam materi yang bernilai (Muzzareli, 1997). Kitin biasanya diperoleh dari cangkang udang yang dewasa ini diberbagai negara merupakan produk limbah pada industri-industri makanan laut (knorr, 1984). Kitin tidak larut dalam pelarut umum (solvent) dan bentuknya yang padat bisa merusak lingkungan.
Menurut
Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.1, 2005: 35-37
36
larutannya mengalami biodegradasi yang lambat. Kelompok amino bebas pada kitosan menimbulkan sifat-sifat polykationik dan asam anionik khelat chilating (Bough, 1982). Telah dilaporkan bahwa kitosan bisa dipakai untuk menguji limbah, dimana bertindak sebagai koagulan (penggumpal) aktif untuk menahan padatan (Bough, 1975, 1976). Kitosan bisa juga memisahkan protein dari limbah dan lumpur yang dibentuk bisa dipakai sebagai sumber protein pada makanan hewan (Oke, 1978)
Kitosan telah dilaporkan sangat efektif dala
AHAN DAN METODA
itosan telah dibuat dalam labo
nalisa
baan telah dilakukan oleh Jar Tes
engaruh pH
hat keefektifan penyerapan pad
engaruh Jumlah Kitosan
juan untuk me
lum Sebagai Suatu Koagulan
ndiri (yang dipersiapkan pada kon
m pengujian limbah cair dan limbah industri. Namun demikian, tak satupun nampak untuk limbah perusahaan pengolahan karet. Keefektifan kitosan untuk limbah demikian dievaluasi dalam pengamataan ini. Sekarang, limbah dari perusahaan pengolahan lateks pada umumnya diuji secara tidak memuaskan, pengujian biologis biasa memakai kolom oksidasi terbuka yang besar.
B
K
ratorium, terutama dari cangkang udang. Untuk pemakaian, kitosan dilarutkan dalam 1% asam asetat pada suatu konsentrasi 1000 ppm. Limbah penggumpalan karet (RCE) disuplai oleh perusahaan pengolahan karet perang besar estate, bukannya dari laboratorium. Sampel-sampel diambil pada titik outlet sebentar sebelum memasuki kolam pengujian perusahaan. Analisa COD, BOD dan kandungan protein telah dilakukan menurut metoda-metoda standar.
A
Perco
standar pada model Hazen Floc Tester EFT 2-6 yang mempunyai enam beaker, bisa sekaligus diaduk pada kecepatan yang sama. Kekeruhan (turbiditas) diukur
oleh Hach turbidimeter model 2100A (dengan unit NTU). BOD dibaca secara langsung dari meter G.Vittadin BOD, dan COD dibaca dari COD SpectrophotometerDR 2000. Kandungan protein diukur dengan memakai Kjehdal standar dan akhirnya kation dan anion dianalisa pada instrumen Dionex 100 Ion Chromatografi.
P
Tes ini meli
a beberapa pH dalam Tes Jar. Enam beaker telah diisi dengan 500 ml sampel dimana pH dan kekeruhan telah diukur. Konsentrasi larutan kitosan 1000 ppm kemudian ditambahkan dengan jumlah tertentu. pH disesuaikan dengan 1 M HCl ataupun 1 M NaOH pada nilai yang dibutuhkan. Campuran diaduk selama 40 menit yang diikuti oleh pengendapan 1 jam hingga lumpur berpisah dari supernatant. Akhirnya, turbiditas dan warna diukur.
P
Penelitian ini bertu
ndapatkan jumlah optimum kitosan yang dibutuhkan untuk penyerapan maksimum, dengan demikian dihindarilah limbah. Untuk mencapainya, prosedur diatas diikuti, tetapi pada kandungan enam beaker ditambahkan jumlah larutan kitosan yang berbeda, yakni 1, 3, 5, 7, 9, 11 ml masing-masing, seluruhnya berkonsentrasi 1000 ppm. Langkah yang lain menyusul.
A
Alternatif Alum se
Analisa Keefektifan Kitosan dalam Pengujian Limbah
(Harry Agusnar)
37 Analisa Kinetik
n kitosan tertentu (22 ppm
dari mencium kebauan
2. dilintaskan
ASIL DAN PEMBAHASAN
engaruh pH
t berpengaruh untuk pen
Pengaruh Jumlah Kitosan
kkan bahwa mak
inetik Koagulasi
terjadi pada waktu yan
abel 1. Nilai Turbiditi dan warna setelah
perawa-Perb iditi / Warna /
Jumlah laruta
) ditambahkan kedalam 500 ml sampel dalam beaker dan diaduk selama 20 menit, kemudian turbiditas diukur pada jarak/selang waktu 10 menit, dengan demikian kinetik penyerapan bisa diukur. Analisa Kebauan
1. Analisa terdiri
dari sampel yang diuji, diambil dari sampel besar, dan kemudian diencerkan dengan air suling hingga tidak ada lagi bau yang terdeteksi. Faktor dilusi telah dicatat.
Prosedur alternatif, sampel
pada sebuah kolom sinter yang disertai dengan 2 gr kitosan yang ditutupi dengan wol kaca. 10 ml Eluen telah dikoleksi, kebauan diuji dan diencerkan sama seperti sebelumnya.
H
P
pH sanga
yerapan parsial atau penyerapan menyeluruh dalam pengujian RCE. Dengan 22 ppm kitosan yang ditambahkan ke sampel 350 NTU turbiditas yang belum diuji, pH optimum untuk turbuditas minimum sampel yang telah diuji adalah 5-6. Diluar batasan ini, turbiditas yang lebih tinggi menunjukkan penyerapan yang tidak sempurna (Seperti pada tabel 1). Dengan tes lainnya, bilamana penyesuaian pH dibutuhkan, dilakukan untuk memenuhi nilai ini.
Gambar 33.2 menunju
in banyak kitosan yang dipakai, makin baiklah sampel yang diuji. Namun demikian, limbah nampak jika jumlah besar kitosan dipakai untuk reduksi turbiditas yang sangat kecil. Pada tabel ini menunjukkan bahwa 22 ppm dinyatakan optimum.
K
Koagulasi tidak
g sangat lama, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Setelah 40 menit turbiditas direduksi dari 200 NTUke 30 NTU. Proses mengikuti angka order pertama dengan angka konstan1,15 x 10-1 mol-1 .
T
tan dengan kitosan andingan Turb
Kitosan : Alum NTU TCU
bel 2. Kandungan Protein didalam limbah
Turbidit rotein
Ta
pengolahan koagulasi karet i / NTU Kandungan P
250 0.01 125 0.008 90 0.004
Tabel 3. Jumlah Kation dan Anion yang diserap
Ion sebelum Limbah sesudah oleh kitosan
Limbah
dirawat dirawat
NH4 27.6 27.3
K 31.1 30.9
Mg 97.6 96.1
F 41.8 14.9
SO4 78.2 41.4
ESIMPULAN
itosan 20 ppm didapati Tur
AFTAR PUSTAKA K
Pada kondisi k
biditas menunjukkan 5,50 NTU berarti hampir 90 % reduksi terjadi. Begitupun kandungan protein setelah perlakuan dengan kitosan didapati kadarnya menurun. Ini menunjukkan kitosan sangat efektif untuk digunakan sebagai koagulasi pada limbah karet.
Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.1, 2005: 35-37
38
Bough, W.A. 1975. J Food Sc. 40: 297.
.
o, R.,Takura,
Mallete,
itin-Muzzare
Bough, W.A. 1976. Process Biochem. 1 976 Knorr, D. 1982, J. Food Sc, 47: 593.
1(1): 1 Knorr, D. 1984, Food Tech.: 85.
Kobayashi, Y., nishiyama, M., Matur
S. And Nishi, N. 1982. Proc. Second Inter. Conf. Chitin-Chitosan, Japan. W.G., Quigleg, H.J. and Adiches, D.
1985. Proc. Third Inter. Conf.ch Chitosan, Italy.