TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER VI MATA KULIAH
PENOLOGI DAN VIKTIMOLOGI
Dosen Pengampu :
1. Dr. H. Teguh Suratmn, S.H., M.S.
2. Galih Puji Mulyono, S.H.,M.H
Oleh:
SHANGRI-LA NARARIA YUSTITIKA
15010000055
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG FAKULTAS HUKUM
1. Profil Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Malang
Kapasitas : 1282 orang, namun sekarang dihuni 2400 orang Alamat : Jalan Asahan Nomor 7, Kelurahan Bunulrejo,
Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
2. Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Malang
Lapas Kelas I Malang, didirikan pada jaman Belanda tahun 1928 yang pada awalnya diperuntukkan bagi Hindia Belanda dengan sistem kepenjaraan (sistem balas dendam). Seluruh falsafah sistem kepenjaraan tidak sesuai lagi dengan kepribadian bangsa Indonesia sehingga dirubah dengan sistem pemasyarakatan sejak tanggal 27 April 1964 dan mulai saat itu sistem kepenjaraan tidak berlaku lagi diseluruh Indonesia dan berganti nama dengan sistem pemasyarakatan.
3. Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Malang 1) Visi
a. Melaksanakan pembinaan kepribadian, kemandirian serta mental spiritual Warga Binaan Pemasyarakatan.
b. Melaksanakan pemenuhan hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan. c. Melaksanakan perawatan dan pelayanan terhadap tahanan.
d. Meningkatkan profesionalisme petugas.
g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu
2) Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian diantaranya :
a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dilaksanakan melalui pembinaan mental spiritual Islam dan Nasrani
b. Kesadaran berbangsa dan bernegara dilaksanakan melalui Apel Kesadaran Nasional, kepramukaan serta upacara hari besar Nasional
c. Intelektual dilaksanakan melalui program kejar paket
e. Kesadaran hukum melalui kegiatan penyuluhan hukum
f. Re-integrasi sehat dengan masyarakat melalui program asimilasi, CB, CMB, PB
g. Keterampilan kerja dan produksi melalui latihan kerja mebeler, handycraf, deterjen, paving block
3) Pelayanan Perawatan Kesehatan dan Makan Minum
a. Perawatan kesehatan meliputi: konsultasi kesehatan, pemeriksaan kesehatan, tes laboratorium, pengobatan, rawat inap, pemeriksaan gigi, dan konsultasi psikologi
b. Pelayanan makan minum, dilaksanakan 3 (tiga) kali dalam sehari dengan sistem packing dengan siklus menu 10 (sepuluh) hari
c. Pelayanan program HIV-AIDS dan TB, bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar, Puskesmas dan LSM Sadar Hati
5. Bangunan
Lapas Kelas I Malang terletak di Jalan Asahan Nomor 7 Malang, arah bangunan menghadap ke barat berbatasan dengan jalan raya yang berdiri diatas tanah seluas 50.110 m2, luas bangunan 14.679 m2 dan terdiri dari 22 blok. Lapas Kelas I Malang memiliki kapasitas sebesar 1282 orang, namun sekarang dihuni 2400 orang karena menampung tahanan atau narapidana dari Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Di dalam Lapas tersebut ada Lapas, rumah tahanan negara (rutan) dan Lapas Khusus Anak.
6. Proses Masuk Lapas
1) Terpidana didapat dari Polisi atau Kejaksaan atau Pengadilan Tinggi Tingkat I atau Kasasi atau Pajak
2) Setelah Terpidana masuk Lapas (disebut dengan warga binaan), ada 3 proses :
1
3 awal penahanan (maximum security) :
AO
23 penahanan (minimum security) :
Bisa masuk program asimilasi atau bebas bersyarat
7. Lahan Pertanian Di Ngajum
SISWI SMK DI BOGOR MENINGGAL SETELAH ALAMI DEPRESI
AKIBAT DIPERKOSA 8 ORANG
FN, gadis berusia 16 tahun, warga Gunung Putri, Kabupaten Bogor, meninggal dunia setelah menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh sekelompok remaja. Sebelum meninggal, korban yang masih berstatus pelajar kelas dua di salah satu SMK di Bogor itu mengalami depresi berat karena perlakuan bejat yang diterimanya. Korban diperkosa bergantian oleh para pelaku yang berjumlah delapan orang, di salah satu rumah kosong di wilayah Citeureup, Kabupaten Bogor, akhir Juni 2018 lalu. Tragis bagi keluarga FN. Mereka baru mengetahui anak gadisnya menjadi korban pemerkosaan setelah dia meninggal. Polisi yang menerima laporan dari keluarga korban langsung bergerak menyelidiki kasus tersebut. Hasilnya, tujuh orang pelaku diamankan. Sementara satu orang masih diburu petugas alias DPO (daftar pencarian orang). Ketujuh pelaku yang telah diamankan berinisial ISH (15), ARN (14), MR (18), MDF (20), RS (22), N (22), A (22).
Kepala Polres Bogor Ajun Komisaris Besar AM Dicky mengatakan, korban meninggal akibat mengalami depresi berat. Dicky menyebut, keluarga korban baru mengetahui anaknya menjadi korban pemerkosaan setelah teman korban menceritakan kejadian tragis itu. "Satu minggu setelah kejadian (perkosaan) itu, korban mengalami gangguan psikis. Korban tidak mau makan, kondisinya semakin drop. Dari situ pihak keluarga merasa curiga," ungkap Dicky di Mapolres Bogor, Jumat (13/7/2018). Berdasarkan hasil pemeriksaan, sambungnya, para pelaku sudah merencanakan memperkosa korban. Kata Dicky, korban dijemput oleh salah satu pelaku yang dikenalnya. Korban kemudian dibawa ke rumah kosong di daerah Citeureup. "Korban dijebak. Di dalam rumah itu sudah ada teman-teman pelaku yang lain. Dalam waktu dekat kasus ini segera dilimpahkan ke kejaksaan. Mereka sudah ditetapkan tersangka," kata Dicky.
Lanjutnya, dua dari tersangka pemerkosaan itu masih di bawah umur. Sebab itu, polisi akan menjeratnya dengan Pasal undang Perlindungan Anak. "Kita kenakan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman paling lama 15 tahun penjara. Kita lapis juga dengan Pasal KUHP," tutup Dicky1.
Kronologi Kejadian
Kapolres Bogor AKBP AM Dicky mengatakan, peristiwa memilukan itu bermula saat korban dijemput kekasihnya ISH (15) di daerah Citeureup sekitar pukul 21.00 WIB pada 26 Juni 2018 lalu. Setelah menjemput korban, pelaku yang kala itu ditemani oleh pelaku ARN (14) mampir ke rumah teman mereka berinisial I. Setelah itu, para pelaku membawa korban ke warung tongkrongan mereka.
"Kemudian korban dibawa ke sebuah rumah kosong dan di rumah tersebut sudah ada tiga teman lainnya MDF (20), MR (18) dan A (22). Di sana, mereka menggilir (memerkosa) korban," kata Dicky, Jumat (13/7/2018).
Tidak sampai di situ, datang dua pelaku lainnya yakni N (22) dan RS (22) yang ikut mencabuli korban. Usai kejadian itu, korban diantar pulang oleh salah satu pelaku.
Usai kejadian memilukan itu, korban mengalami depresi berat hingga kondisi kesehatannya menurun drastis. Orang tua korban yang curiga lantas mencari informasi penyebab korban menjadi depresi.
1 Bempah, Ramadhan Triyadi. ‘Gadis 16 Tahun Di Bogor Meninggal Karena Depresi Diperkosa 8 Orang -
"Sesudah kejadian itu, korban sempat depresi hingga sakit dan akhirnya meninggal dunia pada Selasa 3 Juli 2018. Lalu keluarga mendapat informasi dari sahabat korban pernah disetubuhi," Dicky menjelaskan.
Dari informasi sahabat korban itu, orang tua korban melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Citeureup. Polisi yang melakukan penyelidikan memeriksa sebanyak 15 saksi termasuk sahabat korban.
"Kasusnya lalu dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bogor. Kemudian kita sudah menangkap 7 orang dari total 8 pelaku. Yang masih buron itu inisialnya I," ujarnya.
Atas perbuatannya, para pelaku akan dijerat Pasal 81 dan 82 UU No 35 Tahun 2014 perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara2.
2 Santoso, Bangun. ‘Bejat! 8 Remaja Di Bogor Perkosa Siswi SMK Hingga Tewas - News - Suara.Com’
ANALISIS
Kasus kejahatan pemerkosaan adalah kasus yang sering terjadi dan bukan hal yang baru. Apalagi saat ini juga sudah marak terjadi kasus pemerkosan di kalangan remaja. Masa remaja yang indah dan penuh semangat, hancur seluruhnya ketika pemerkosaan terjadi. Korban akan merasa masa depannya telah hancur dan merasa tidak berguna.
Kejadian seperti kasus diatas merupakan tindakan yang biadab. Satu pelajar berusia 16 tahun dijebak oleh pacarnya sendiri, diajak kerumah kososng yang disana sudah ada teman lainnya dari pacar korban, lalu korban “digilir” untuk memuaskan hasrat seksual delapan orang yang rentang usianya antara 14 tahun – 22 tahun. Sangat miris sekali melihat kelakuan oknum remaja tersebut. Meninggalkan trauma fisik dan psikis. Korban tersebut yang mengalami depresi berat akibat diperkosa, dan akhirnya meninggal.
Kasus tersebut apabila dianalisis menurut ilmu viktimologi, berdasarkan teori Routine Activities Theory (Cohen & Felson, 1979) yang menjelaskan bahwa kejahatan dapat terjadi ketika terdapat tiga kondisi sekaligus yakni : target yang tepat, pelaku yang termovitasi dan ketiadaan pengamanan.
Pertama, target yang tepat yakni dalam kasus ini adalah perempuan yang harusnya dilindungi, apalagi umurnya masih 16 tahun yang masih tergolong anak, masih belum bisa memberontak banyak (melindungi diri). Kedua, pelaku yang termotivasi, kenakalan remaja contohnya suka menonton video porno dapat menimbulkan naiknya libido, namun dimensi yang paling dominan adalah terjadinya krisis nilai agama dan moral yang secara lahiriah dan batiniah merupakan batasan bagi seorang manusia untuk bertindak dan bersikap3. Hal tersebut mungkin
memancing para tersangka untuk ingin melakukan hubungan seks. Ketiga, ketiadaan pengamanan, peran orang tua sangat penting dalam masa remaja, karena masa remaja adalah masa untuk mecari jati diri dan penentuan masa depan. Kurangnya perhatian terhadap anak menimbulkan kenakalan. Pacaran dalam hal umum dapat berdamapak positif dan negatif. Untuk kasus ini hubungan pacaran yang dijalin oleh korban dan tersangka berdampak buruk. Peran polisi juga penting, tersangka sudah merencanakan untuk melakukan aksi bejatnya dirumah kosong, yang mana jarang dilakukan penggeledahan, tidak seperti di kos-kosan atau di hotel.
Karena korban merasa merasa takut dan malu, korban memendam sendiri dan tidak lapor kepada pihak yang berwajib, hanya bercerita kepada sahabatnya bahwa dia telah mengalami pemerkosaan. Hal semacam itu membuat proses penegakan hukum pidana di Indonesia menjadi terganjal karena pihak korban merupakan saksi kunci dalam kejahatan perkosaan4. Dari 25.213
responden yang disurvei secara daring, sekitar 6,5 % atau 1.636 orang mengatakan mereka pernah diperkosa dan dari jumlah itu, 93 % mengatakan mereka tidak melaporkan kejahatan tersebut, karena takut akibat-akibatnya5
Kategori korban dalam kasus ini apabila menggunakan teori Von Hetig adalah termasuk dalam “The depresed, who are weak and submissive” yang artinya seorang yang depresi, yang lemah dan tunduk. Termasuk dalam kategori ini karena seperti yang dijelaskan sebelumnya, korban mengalami depresi akibat kelakuan para tersangka, korban yang lemah tidak bisa berbuat apa-apa saat dan pasrah diperkosa para tersangka karena tidak sanggup untuk membela diri.
3 Dhesinta, Wafia. ‘Kajian Viktimologi Perlindungan Korban Kejahatan Pemerkosaan Berdasarkan Sistem Peradilan
Pidana Di Indonesia’
<https://www.academia.edu/15766398/kajian_viktimologi_perlindungan_korban_kejahatan_pemerkosaan_berdasarkan _sistem_peradilan_pidana_di_Indonesia> [accessed 16 July 2018].
4Ibid.
5 Reuters, ‘Survei: 93 Persen Kasus Pemerkosaan Di Indonesia Tidak Dilaporkan’
Kategori korban dalam kasus ini apabila menggunakan teori Stephen Schafer adalah termasuk dalam tipe ketiga, yaitu Mereka yang secara biologis dan sosial potensial menjadi korban. (anak-anak, orang tua, orang yang cacat fisik atau mental, orang miskin, golongan minoritas dan sebagainya. Korban dalam hal ini tidak dapat disalahkan, tetapi masyarakatlah yang harus bertanggungjawab). Jelas korban masih berumur 16 tahun yang tergolong anak-anak.
Terkhir, kategori korban dalam kasus ini menurut Konggres PBB ketujuh adalah termasuk dalam korban yang diakibatkan oleh tindak pidana biasa atau kejahatan biasa (pembunuhan, perkosaan, penganiayaan dan lain-lain).
Mengenai tindak pidana perkosaan dalam KUHP diatur pada Pasal 285 “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”. Untuk para pelaku yang umurnya diatas 17 tahun dapat dijatuhi hukuma tersebut. Untuk pelaku yang masih dibawah umur dikenakan Pasal 81 dan 82 UU No 35 Tahun 2014 perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara.
Upaya perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan dalam sistem Peradilan Pidana dapat kita jumpai dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan yang diantaranya:
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana;
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban; 3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman;
4) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi6.
6 Sayudi, Akbar. “Upaya Perlindungan Korban Tindak Pidana Perkosaan dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia”.