PENGALAMAN ANAK SULUNG TERHADAP HARAPAN ORANG TUA DAN STRATEGI KOPINGNYA
Uli Yunistra Rosari Silaen
ABSTRAK
Studi kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengalaman yang dialami anak sulung terhadap harapan orang tua serta bagaimana strategi koping mereka terhadap dampak yang muncul. Penelitian dilakukan pada tiga orang anak sulung. Teknik pemilihan dengan operational construct sampling, yaitu dipilih dengan kriteria berdasarkan teori tertentu. Informan berusia 18-25 tahun, yang memiliki saudara kandung minimal dua orang. Pengambilan data dilakukan menggunakan wawancara dengan pedoman umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman yang dialami informan terhadap harapan orang tua adalah pengalaman merespon harapan orang tua serta dampak positif maupun negatif yang dirasakan. Pengalaman mersepon yang dialami anak sulung adalah secara asertif menolak dan bernegosiasi terkait harapan orang tua yang berbeda. Sikap tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh orang tua, sehingga mereka memilih bersikap pasif. Namun adanya kesadaran diri mengenai perannya sebagai anak sulung, mendorong ketiga informan untuk mewujudkan harapan orang tua meskipun mereka menunda mewujudkan pelaksanannya. Dampak positif yang dirasakan adalah melatih kepekaan, kedewasaan, dan tanggung jawab, serta merasa tertantang untuk memenuhi harapan orang tua. Dampak negatif juga dirasakan oleh anak sulung akibat dari harapan orang tua yaitu merasa tertekan. Cara mengatasi dampak negatif tersebut dengan melakukan represi dan bercerita kepada orang lain. Keduanya termasuk dalam strategi koping jenis emotion-focused coping. Selain itu, win-win solution menjadi salah satu cara yang dilakukan informan dalam menghadapi perbedaan harapan dengan orang tua.
A FIRSTBORN’ EXPERIENCES TOWARDS PARENT’ EXPECTATION AND COPING STRATEGIES
Uli Yunistra Rosari Silaen
ABSTRACT
This qualitative study aimed to reveal a description of experiences that faced by a firstborn towards parents’ expectations and their coping strategies used for the negative impacts that appeared. This study was done for three firstborns. The researcher used Operational Construct Sampling technique, meaning the informants were chosen based on the specific theories. The informants were 18 to 25-year-old people who had at least 2 younger siblings. The data acquisition was done by using a general method interview. The result of this study showed some experiences that faced by the informants towards parents’ expectations is experiencing to respond
the parents’ expectations and the positive or negative impacts that were faced. That informants
refused and assertively tried to negotiate concerning to the parents’ expectations. The parents did not really show a positive respond for their opinion, so the informants chose to be passive. However, they were aware of being a firstborn, and that situation pushed them to actualise the
parents’ expectations although they postponed it. The positive impacts are training the sensitivity,
maturity, and responsibility. Then, sense the challenge to fulfill the parents’ expectations. The negative impacts were also felt by the firstborns. The felt stressful. They overcame the impacts by repression and sharing with others, which include as emotion-focused coping. The informants also used win-win solution to solved the difference expectation.
PENGALAMAN ANAK SULUNG TERHADAP HARAPAN
ORANG TUA DAN STRATEGI KOPINGNYA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh: Uli Yunistra Rosari Silaen
109114149
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang
ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan,
yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan
kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang
penuh harapan.”
(Yeremia 29:11)
“Believe in all that can be, A miracle starts whenever you dream,
Believe and sing your heart you’ll see, Your song will hold the key.” (OST “Barbie And The Diamond Castle”)
S
Saayya a ppeerrsseemmbbaahhkkaann kkaarryyaa ininii uunnttuukk::
T
Tuuhhaann YeYessuuss,,
M
Maammaa ddaann BBaappaakk,,
S
Syyllvvii – –ShSheerrllyy – – IItata,,
S
vi
PENGALAMAN ANAK SULUNG TERHADAP HARAPAN ORANG TUA DAN STRATEGI KOPINGNYA
Uli Yunistra Rosari Silaen
ABSTRAK
Studi kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengalaman yang dialami anak sulung terhadap harapan orang tua serta bagaimana strategi koping mereka terhadap dampak yang muncul. Penelitian dilakukan pada tiga orang anak sulung. Teknik pemilihan dengan operational construct sampling, yaitu dipilih dengan kriteria berdasarkan teori tertentu. Informan berusia 18-25 tahun, yang memiliki saudara kandung minimal dua orang. Pengambilan data dilakukan menggunakan wawancara dengan pedoman umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman yang dialami informan terhadap harapan orang tua adalah pengalaman merespon harapan orang tua serta dampak positif maupun negatif yang dirasakan. Pengalaman mersepon yang dialami anak sulung adalah secara asertif menolak dan bernegosiasi terkait harapan orang tua yang berbeda. Sikap tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh orang tua, sehingga mereka memilih bersikap pasif. Namun adanya kesadaran diri mengenai perannya sebagai anak sulung, mendorong ketiga informan untuk mewujudkan harapan orang tua meskipun mereka menunda mewujudkan pelaksanannya. Dampak positif yang dirasakan adalah melatih kepekaan, kedewasaan, dan tanggung jawab, serta merasa tertantang untuk memenuhi harapan orang tua. Dampak negatif juga dirasakan oleh anak sulung akibat dari harapan orang tua yaitu merasa tertekan. Cara mengatasi dampak negatif tersebut dengan melakukan represi dan bercerita kepada orang lain. Keduanya termasuk dalam strategi koping jenis emotion-focused coping. Selain itu, win-win solution menjadi salah satu cara yang dilakukan informan dalam menghadapi perbedaan harapan dengan orang tua.
vii
A FIRSTBORN’ EXPERIENCES TOWARDS PARENT’ EXPECTATION
AND COPING STRATEGIES
Uli Yunistra Rosari Silaen
ABSTRACT
This qualitative study aimed to reveal a description of experiences that faced by a firstborn towards parents’ expectations and their coping strategies used for the negative impacts that appeared. This study was done for three firstborns. The researcher used Operational Construct Sampling technique, meaning the informants were chosen based on the specific theories. The informants were 18 to 25-year-old people who had at least 2 younger siblings. The data acquisition was done by using a general method interview. The result of this study showed some experiences that faced by the informants towards parents’ expectations is experiencing to respond
the parents’ expectations and the positive or negative impacts that were faced. That informants
refused and assertively tried to negotiate concerning to the parents’ expectations. The parents did not really show a positive respond for their opinion, so the informants chose to be passive. However, they were aware of being a firstborn, and that situation pushed them to actualise the
parents’ expectations although they postponed it. The positive impacts are training the sensitivity,
maturity, and responsibility. Then, sense the challenge to fulfill the parents’ expectations. The negative impacts were also felt by the firstborns. The felt stressful. They overcame the impacts by repression and sharing with others, which include as emotion-focused coping. The informants also used win-win solution to solved the difference expectation.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus atas kasih-Nya sehingga berkat dan
penyertaan-Nya tercurah kepada peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini
dengan baik. Peneliti menyadari bahwa pengalaman dan perenungan akan hidup
memberi sumbangan bagi penelitian ini. Penelitian berjudul “Pengalaman dan
Strategi Koping Anak Sulung terhadap Harapan Orang Tua” diajukan untuk
mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan
sebagai bentuk kepedulian terhadap fenomena harapan orang tua terhadap anak
sulung.
Penelitian ini telah menemukan bagaiamana gambaran pengalaman anak
sulung terhadap harapan-harapan dari orang tua dan cara-cara mengatasi dampak
yang timbul dari harapan orang tua. Penelitian ini ditujukan kepada pembaca yang
memiliki pengalaman serupa maupun tidak, sehingga diharapkan dapat membantu
untuk lebih peduli dan menyadari keberadaan keluarga, orang tua, adik maupun
kakak.
Proses penyelesaian skripsi ini melibatkan banyak pihak yang dengan
tulus memberikan bantuan, dukungan serta doa. Oleh karena itu, peneliti
mengucapkan terimakasih kepada
1. Tuhan Yesus Kristus atas kasih, penyertaan, talenta dan penyelenggaraan
hidup yang ajaib sehingga peneliti dapat menyelesaikan proses penelitian
x
2. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan sebagai dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan dan kepercayaan penuh kepada peneliti sehingga peneliti
menjadi lebih kreatif selama proses penyelesaian penelitian ini.
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi yang telah
menerapkan pengajaran baik selama proses kuliah.
4. Ibu P.Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., M.A selaku Wakil Kepala Program Studi
dan sebagai dosen pembimbing akademik atas keramahan, perhatian,
dukungan, dan waktu yang diluangkan untuk membimbing peneliti selama
proses penelitian dan perkuliahan.
5. Dosen penguji…
6. Ibu Monica Eviandaru M. M. App., Psych. Selaku dosen pembimbing
akademik terdahulu atas ajaran, ide, sebagai inspirasi peneliti untuk lebih
tekun, untuk literature dan waktu luang yang diberikan untuk mengoreksi
penelitian ini.
7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas
pengenalan ilmu serta berbagi pengalaman kepada peneliti.
8. Staff Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gik, Mas Muji dan
Mas Doni. Terima kasih sudah membantu dalam segala keperluan penulis
dalam menyelesaikan studi.
9. TT, AA, dan AJ sebagai informan penelitian atas kesediaannya berbagi
xi
10. Fiona Damanik atas ketulusannya membantu sebagai inter-rater dalam
mengolah data.
11. Bapak, Holant Tumbur Silaen, dan Mama, Yuni Astutik, orang tua yang
mendidik dan menegur dengan kasih, selalu mendukung peneliti untuk
berkembang, dan ajaran untuk bersyukur serta berpengharapan kepada
Tuhan.
12. Sylvia Martha Aprilia Silaen (Silpup), Sherly Tania Natalie Silaen (Dek
Sur), dan Ita Sondang Permata Puteri Silaen (Itakun), adik-adik yang
dengan karakternya masing-masing mewarnai keluarga.
13.Untuk teman, sahabat, saudaraku KEPOMPI: Owe, Disti, Sheila, Cintem,
Mega, dan Aning atas kebersamaan saling mendengarkan dan didengarkan,
untuk dukungan dan teguran, serta kejutan-kejutannya setiap hari.
14.Untuk Louis Rony Aditya, partner yang dengan sabar mendukung dan
mendampingi dengan penuh kasih dan ketulusan.
15.Teman-teman Psikologi 2010: Suster Petra, Kak Ria, Esri, Suster Marcell,
Opah, Tyas, Irma, Nani, Tirza, Monik, dan semuanya atas proses
pertemanan dan perkuliahan yang menyenangkan bersama kalian.
16.Keluargaku di Paduan Suara Mahasiswa Cantus Firmus: Pak Mbong, Kak
Ichak, Rijang, Nitnot, Mas Yogis, Pewl, Kimcil, Satya, Satriyo, Susi, Adit,
Detha, Kuntil, Kepi, Tamara, Yose, Dion, Lintang, Ayuk, semuanya yang
tidak bisa disebutkan satu per satu. Bersyukur dapat berproses dan dibentuk
xii
17.Kakak dan saudaraku di XPECTA: Mbak Elsa, Ully, Gita, Elga, Kak Oliv
untuk kesempatan bermimpi dan mewujudkan mimipi kita bersama,
terimakasih atas dukungan dan pengertiannya.
18.Gita Indriya SD Negeri Ungaran Yogyakarta, yang memberi kesempatan
saya untuk berkembang dalam mengajar, membimbing dan bersosialisasi
dengan para murid.
19.Untuk Ratri Kepsii, Leo, dan Paul telah mau berbagi kisah hidup yang luar
biasa dalam mengambil keputusan. Saya salut dengan kalian!
20.Semua orang hebat dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-per
satu yang mendukung, menyemangati, menegur, mengingatkan dengan doa
dan perhatian baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga saya
dapat menyelesaikan karya ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis memohon maaf apabila terdap hal-hal yang kurang berkenan. Penulis
menerima segala masukan yang membangun demi perbaikan penelitian
selanjutnya. Semoga karya ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak. Terimakasih.
Yogyakarta,
Penulis,
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR SKEMA ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
1. Manfaat Teoretis ... 11
xiv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Anak Sulung ... 13
1. Pengertian Anak Sulung ... 13
2. Karakteristik Anak Sulung ... 13
3. Review Penelitian Terdahulu tentang Anak Sulung dan Urutan kelahiran 18 B. Harapan Orang Tua ... 23
1. Pengertian Harapan Orang Tua ... 23
2. Jenis-jenis Harapan Orang Tua ... 24
3. Harapan Orang Tua terhadap Anak Sulung Dalam Tinjauan Mendetail 26
a. Faktor yang mempengaruhi ... 26
b. Macam-macam harapan orang tua ... 27
c. Dampak harapan orang tua ... 30
C.Strategi Koping... 31
1. Pengertian Strategi Koping ... 31
2. Fungsi dan jenis Koping... 32
3. Review penelitian Terdahulu tentang Strategi Koping pada Anak Sulung 37 D.Kerangka Penelitian ... 40
E.Pertanyaan Penelitian ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42
A. Jenis Penelitian ... 42
B. Fokus Penelitian ... 43
xv
D. Metode Pengumpulan Data ... 44
E. Prosedur Analisis Data ... 49
F. Keabsahan Data ... 51
1. Kredibilitas Penelitian ... 52
2. Dependabilitas ... 56
3. Transferabilitas ... 59
4. Konfirmabilitas ... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
A. Pelaksanaan Penelitian ... 61
1. Persiapan Penelitian ... 61
2. Pelaksanaan Penelitian ... 62
3. Jadwal Pengambilan Data ... 63
4. Proses Analisis Data ... 67
B. Profil Informan dan Deskripsi Harapan Orang Tua ... 69
1. Informan 1 (TT)... 69
2. Informan 2 (AA) ... 71
3. Informan 3 (AJ) ... 74
C. Hasil Penelitian ... 76
1. Informan 1 ... 76
2. Informan 2 ... 86
3. Informan 3 ... 97
xvi
a. Pengalaman Anak Sulung Terhadap Harapan Orang Tua ... 109
1) Gambaran Pengalaman Merespon Harapan Orang Tua ... 109
2) Gambaran Pengalaman Terkait Dampak Harapan Orang tua ... 114
b. Strategi Koping terhadap Dampak Harapan Orang Tua ... 117
D. Pembahasan ... 121
1. Pengalaman Anak Sulung terhadap Harapan Orang Tua ... 121
a. Gambaran Pengalaman Merespon Harapan Orang Tua... 121
b. Gambaran Pengalaman terkait Dampak Harapan Orang Tua... 127
2. Strategi Koping Anak Sulung terhadap Harapan Orang Tua ... 132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 137
A. Kesimpulan ... 137
B. Keterbatasan Penelitian ... 138
C. Saran ... 138
DAFTAR PUSTAKA ... 141
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Panduan Wawancara... 46
Tabel 2 Tabel Identitas Informan ... 63
Tabel 3 Jadwal Wawancara Informan 1 (TT) ... 64
Tabel 4 Jadwal Wawancara Informan 2 (AA) ... 65
Tabel 5 Jadwal Wawancara Informan 3 (AJ) ... 66
Tabel 6 Tema Utama: Pengalaman terhadap Harapan Orang tua... 119
xviii
DAFTAR SKEMA
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tema Utama Informan 1 (TT) ... 148
Lampiran 2 Catatan Lapangan Wawancara ke-1 Informan 1 (TT) ... 149
Lampiran 3 Transkrip Verbatim Wawancara ke-1 dan Analisis Data
Informan 1 (TT) ... 151
Lampiran 4 Catatan Lapangan Wawancara ke-2 Informan 1 (TT) ... 177
Lampiran 5 Transkrip Verbatim Wawancara ke-2 dan Analisis Data
Informan 1 (TT) ... 179
Lampiran 6 Tema Utama Informan 2 (AA) ... 195
Lampiran 7 Catatan Lapangan Wawancara ke-1 Informan 2 (AA) ... 197
Lampiran 8 Transkrip Verbatim Wawancara ke-1 dan Analisis Data
Informan 2 (AA) ... 199
Lampiran 9 Catatan Lapangan Wawancara ke-2 Informan 2 (AA) ... 231
Lampiran 10 Transkrip Verbatim Wawancara ke-2 dan Analisis Data
Informan 2 (AA) ... 233
Lampiran 11 Tema Utama Informan 3 (AJ) ... 261
Lampiran 12 Catatan Lapangan Wawancara ke-1 Informan 3 (AJ) ... 262
Lampiran 13 Transkrip Verbatim Wawancara ke-1 dan Analisis Data
Informan 3 (AJ) ... 264
Lampiran 14 Catatan Lapangan Wawancara ke-2 Informan 3 (AJ) ... 299
Lampiran 15 Transkrip Verbatim Wawancara ke-2 dan Analisis Data
xx
Lampiran 16 Protokol Wawancara ... 331
Lampiran 17 Informed Consent ... 334
Lampiran 18 Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara ... 336
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menjadi anak sulung merupakan peran yang harus dijalani
dengan kuat dan tahan banting. Kurniawan (komunikasi pribadi, 19 Mei,
2013), menuliskan keluh kesah kehidupan perannya sebagai anak sulung
dalam blog pribadi.
“Saat ini saya sedang merasa lelah mengemban peran sebagai anak sulung. ingin rasanya titel „anak sulung-harapan semua pihak‟ yang saya emban untuk dicopot sementara lalu saya bergerak bebas menikmati apa yang ingin saya nikmati. Tapi kenyataan bilang kalau sebagai anak sulung harus dibawa selama hayat dikandung badan,……..Sebagai anak sulung saya merasa begitu „dibebani‟ banyak harapan dari berbagai pihak termasuk orang tua, tapi saya jarang meminta reward kepada sebagai balasan atas tercapainya beberapa harapan,……….Apakah memang anak sulung memang diberikan peran untuk jadi yang paling kuat, paling tahan banting dan terkesan sebagai superhero bagi adik-adiknya dan seluruh anggota keluarga? Apakah semua anak sulung diwajibkan harus mendapatkan pencapaian yang membanggakan orang tua dan sebagus mungkin…..? Saya rasa anak sulung memang sudah diprogram untuk memiliki kepatuhan di atas rata-rata, sehingga mereka jarang mengungkapkan tuntutan/ keinginan mereka sendiri. Anak sulung sepertinya diciptakan sebagai individu yang selalu mengutamakan kepentingan keluarga di atas kepentingan pribadinya.” (Kurniawan, komunikasi pribadi, 19 Mei, 2013)
Tulisan tersebut ingin mengungkapkan pengalaman seorang
anak sulung yang merasa lelah dan terbebani menyandang status sebagai
anak sulung. Pengalaman diatas mengungkapkan begitu banyak harapan
yang dititipkan kepadanya, baik orang tua maupun sanak saudara. Orang tua
sehingga dapat menjadi teladan bagi adik-adiknya. Selain itu, diharapkan
mampu meringankan beban orang tua untuk menyekolahkan adik-adiknya.
Ia diwajibkan mendapatkan pencapaian yang membanggakan orang tua.
Oleh karena itu, ia merasa bahwa menjadi anak sulung memang sudah di
program untuk memiliki kepatuhan di atas rata-rata, sehingga terkesan
seperti superhero bagi adik dan seluruh anggota keluarga.
Tulisan di atas ingin mengungkapkan bahwa begitu banyak
harapan orang tua terhadap anak sulung, sehingga dirasakan menjadi beban
bagi diri anak tersebut. Martin (dalam Palmer, 1966) mengatakan bahwa
sebagian besar anak pertama merupakan korban tuntutan, harapan, serta
ambisi orang tua yang berlebihan. Orang tua memiliki tuntutan dan
menentukan standar yang tinggi terhadap anak yang lahir pertama kali
dibandingkan dengan anak yang lahir berikutnya. Mereka memberikan lebih
banyak tekanan untuk berhasil dan bertanggung jawab serta ikut campur
dalam kegiatan-kegiatannya (Rothbart dalam Santrock, 2002; 2007).
Faktor yang mempengaruhi tingginya harapan orang tua
terhadap anak sulung adalah urutan kelahiran. Orang tua menaruh harapan
yang lebih tinggi pada anak-anak yang lahir duluan daripada anak-anak
yang lahir kemudian (Santrock, 2002). Individu yang lahir pertama kali
langsung menjadi sorotan orang tua serta harapan-harapan mereka, tanpa
adanya perantaraan saudara kandung. Oleh karena itu, orang tua cenderung
memiliki harapan yang tinggi kepada anak yang lahir duluan (Palmer,
anak (Agustina, 2014). Misalnya, memberikan perhatian dan perlindungan
yang berlebihan (Hurlock dalam Susanti, 2004). Dampaknya orang tua lebih
cerewet serta menuntut lebih banyak terhadap anak sulung (Vitamind,
2002). Sebuah penelitian mengatakan bahwa banyak orang tua memberi
perlakuan lebih keras dalam mendidik anak pertama. Hasil positifnya adalah
statistik tingkat kecerdasan anak sulung lebih tinggi dibandingkan anak
bungsu. Menurut V. Joseph Host, ketua penelitian, bukan urutan kelahiran
yang mempengaruhi tingkat kecerdasan anak, akan tetapi lebih kepada
bagaimana pola asuh disiplin yang diterapkan orang tua pada
masing-masing anak (Agustina, 2014).
Harapan orang tua yang tinggi ditekankan lebih besar terhadap
prestasi dan tanggung jawab kepada anak sulung (Sumiyati dalam Andre,
2010). Pertama, terhadap tanggung jawab, Santrock (2002) menyatakan,
saudara yang paling tua diharapkan berlatih mengendalikan diri dan
memperlihatkan tanggung jawab dalam berinteraksi dengan adik-adiknya.
Mereka diharapkan lebih dominan, kompeten dan berkuasa daripada
saudaranya yang lebih muda. Selain itu, orang tua juga mengharapkan anak
sulung untuk mampu mengajari dan membantu adik-adiknya. Ditambahkan
oleh Sujanto (1986), orang tua menyerahkan tanggungjawab kepada anak
sulung terkait kehidupan, keselamatan, dan kebahagiaan
saudara-saudaranya. Penyerahan tanggung jawab ini sudah dilatih sejak kecil, yaitu
mengasuh adik-adiknya, menjaga, mengajak bermain, memberikan makan,
diharapkan dapat berbuat seperti yang diperbuat orang tuanya. Hal ini
menyebabkan anak sulung yang paling mungkin mengambil posisi
kepemimpinan, karena pada umumnya mereka bertindak sebagai pemimpin
saudara-saudaranya dalam keluarga (Whitbourne, 2013).
Penelitian terkait dilakukan Herrera et al (2003) mengenai
keyakinan tentang urutan kelahiran. Terdapat empat penelitian yang
dilakukan. Salah satu penelitiannya menghasilkan kesimpulan terkait anak
sulung, bahwa anak sulung diyakini yang paling cerdas, bertanggung jawab,
taat, stabil dan sedikit emosional. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nyman (dalam Herrera et al, 2003) bahwa anak pertama
dipercayai lebih bertanggung jawab.
Kedua, anak sulung diharapkan oleh orang tua memiliki
pencapaian prestasi yang baik. Kurniawan (komunikasi pribadi, 19 Mei,
2013) : “Nak, kuliahmu harus berhasil agar adik-adikmu termotivasi.
Bayangkan jika kuliahmu gagal lalu adik-adikmu dihantui bayang-bayang
kegagalanmu saat mereka kuliah nanti.” Ini merupakan salah satu contoh
bahwa orang tua memiliki harapan besar agar anak sulung memiliki prestasi
yang baik. Adler (1957:126) mengatakan: “You are the larger, the stronger,
the older, and therefore you must also be cleverer than the others.” Karena
anak pertama dianggap yang paling besar, maka ia dituntut orang tua untuk
lebih pandai dibandingkan saudara-saudaranya. Anak sulung harus siap
memberikan passing grade yang tinggi agar adik-adiknya bisa mendapatkan
perguruan tinggi yang dia inginkan. Anak sulung harus bisa menjadi
patokan untuk adik-adiknya. Hal ini dikarenakan ia akan dijadikan contoh
dan perbandingan. Oleh karena itu, diharapkan anak sulung bisa
memberikan upaya terbaiknya untuk dapat menjadi teladan bagi
adik-adiknya (Efranda, komunikasi pribadi, 6 April, 2014).
Sebuah penelitian terkait prestasi dilakukan oleh Kristensen &
Tor Bjerkedel (dalam Pincott 2011) mengenai urutan kelahiran dan
kecerdasan yang dilakukan pada lebih dari 240.000 sampel bersaudara dari
kalangan militer. Hasil penelitian menyatakan bahwa anak-anak tertua
memiliki IQ hampir tiga poin rata-rata lebih tinggi daripada anak kedua dan
empat poin lebih tinggi dari anak ketiga. Melalui penelitian ini, terlihat anak
sulung memiliki kemampuan IQ yang baik. Hal ini menyebabkan anak
sulung unggul dalam kemampuan akademik (Santrock, 2007).
Kontras dengan anak sulung, hampir kebanyakan anak bungsu
memiliki motivasi berprestasi yang relatif lemah. Mereka tidak ditekan oleh
orang tua untuk mencapai sesuatu, seperti prestasi. Selain itu, anak bungsu
cenderung dimanja oleh saudara-saudaranya dan orang tua, sehingga
memungkinkan adanya sedikit tekanan bagi anak bungsu. Begitu juga
dengan anak tengah yang memiliki pencapaian kurang dalam hidup dan
secara akademis dibandingkan dengan anak sulung. Penyebabnya adalah
kurangnya harapan-harapan orang tua dan kurangnya tekanan untuk
berprestasi, serta sedikitnya tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua
serta tekanan lebih banyak ditujukan kepada anak sulung dibandingkan anak
tengah maupun bungsu. Hal inilah yang mendasari penelitian ini.
Harapan-harapan orang tua yang ditujukan kepada anak sulung
memberikan dampak tersendiri bagi anak sulung. Beberapa fakta
mengungkapkan pengaruh harapan orang tua terhadap anak sulung, baik
secara positif maupun negatif. Beberapa dampak positif adalah anak sulung
memiliki kepuasan pribadi yang diperoleh akibat dari perannya sebagai
teladan bagi adik-adiknya. Mereka juga lebih bersikap dewasa dan memiliki
karir akademik yang professional dan memuaskan akibat dari tuntutan orang
tua dan standar tinggi (Hurlock, 1980; Santrock, 2002). Selain itu, harapan
orang tua memberikan dampak positif bagi anak sulung yaitu memiliki
ambisi menjadi orang yang sukses. Studi yang dilakukan terhadap 1.500
keluarga di Inggris menunjukkan bahwa anak sulung baik perempuan
maupun lelaki sama-sama berambisi untuk meneruskan pendidikan hingga
ke perguruan tinggi atau jenjang universitas yang lebih tinggi. Salah satu
penyebabnya adalah harapan yang besar orang tua pada anak sulungnya agar
menjadi figur yang dibanggakan. Orangtua berharap agar anak sulung akan
menjadi orang besar dan hebat (Liwun, komunikasi pribadi, 4 Mei, 2014).
Pada kenyataannya harapan-harapan orang tua juga memberikan
dampak negatif bagi anak sulung. Seperti telah dipaparkan pada awal
paragraf (Kurniawan, komunikasi pribadi, 19 Mei, 2013), bahwa perannya
sebagai anak sulung dirasakan sebagai beban. Dampak negatif lainnya
mereka membenci tekanan-tekanan dari orang tua untuk hidup sesuai
dengan harapan mereka. Hal ini dikarenakan anak sulung merasa benci
karena harus berlaku sebagai teladan bagi adik-adiknya (Hurlock, 1980).
Disisi lain, tekanan-tekanan yang dikenakan kepada anak sulung untuk
dapat berprestasi tinggi memberikan beberapa dampak seperti rasa bersalah
yang tinggi, cemas, serta kesulitan dalam mengatasi situasi yang tidak
menyenangkan (Santrock, 2002). Bahkan harapan orang tua dapat menjadi
faktor penyebab seorang anak bunuh diri. Pada kasus anak sulung yang
diteliti Huang dan Ying (dalam Santrock 2002) mengungkapkan bahwa
seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun yang merupakan anak sulung,
memiliki kecenderungan depresi dan bunuh diri. Hal ini dikarenakan orang
tuanya memiliki tuntutan terhadapnya untuk menjadi dokter. Akibat depresi
yang di derita, ia gagal dalam beberapa mata pelajaran dan berkali-kali
absen serta terlambat masuk sekolah. Hal ini membuat orang tuanya marah
dan merasa frustasi oleh kegagalan akademis remaja tersebut
Menurut psikolog dari YKAI (Yayasan Kesejahteraan Anak
Indonesia dalam Solahudin, 2011), harapan dari orang tua akan
mempengaruhi sikap dan kepribadian si sulung. Biasanya anak sulung
cenderung lebih tenang, kontrol diri lebih kuat, lebih bijaksana, dan tidak
terlalu ekspresif dalam memperlihatkan emosinya. Hal ini dikarenakan
adanya tuntutan peran untuk lebih bersikap rasional. Sebaliknya, anak
sulung justru menjadi temperamental, terutama ketika tuntutan orang tua
mengakibatkan manifestasi berupa pemberontakan. Contohnya ketika orang
tua menyuruh anak sulung melakukan sesuatu, mereka cenderung melawan
atau menolaknya. Meskipun demikian, anak sulung akan tetap berusaha
mengerjakan harapan-harapan tersebut dengan sempurna. Ia akan merasa
sangat patah hati jika ada harapan yang tidak terpenuhi. Jika mendapat kritik
akibat kesalahan yang diperbuat, dapat menimbulkan kesedihan yang luar
biasa (Vitamind, 2002).
Berdasarkan informasi di atas, diketahui bahwa orang tua
memiliki harapan terhadap anak sulung yang dipengaruhi faktor urutan
kelahiran. Orang tua memberi harapan terhadap anak sulung terkait rasa
tanggung jawab serta berprestasi. Hal ini memberikan berbagai dampak,
baik positif dan negatif. Berkaitan dengan dampak negatif yang
ditimbulkan, anak sulung perlu melakukan sesuatu untuk mengatasinya
supaya mereka tetap memberikan yang terbaik bagi orang tua, keluarga, dan
terpenting bagi diri sendiri. Hal tersebut adalah koping. Koping adalah
suatu proses ketika individu mencoba mengelola jarak yang ada dalam
tuntutan-tuntutan (baik tuntutan yang berasal dari individu maupun berasal
dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang digunakan seseorang
dalam menghadapi situasi menekan (Lazarus & Folkman dalam Smet,
1994). Dalam mengelola tuntutan dengan daya tersebut, diperlukan tindakan
nyata yang disebut strategi koping. Strategi koping secara konseptual
tuntutan yang dibuat oleh stressor (McCubbin & McCubbin dalam Plunkett
et al, 2000).
Sebuah penelitian terkait strategi koping dan urutan kelahiran
dilakukan oleh Farah (2013). Responden dalam penelitian tersebut
merupakan anak sulung, tengah, dan bungsu berusia remaja akhir. Hasil
penelitian adalah tidak ada perbedaan dalam strategi koping jenis Emotional
Focused Coping pada urutan kelahiran. Akan tetapi, ada perbedaan yang
nyata dalam startegi koping jenis Problem Focused Coping pada urutan
kelahiran. Anak sulung memiliki Problem Focused Coping yang lebih
tinggi daripada anak tengah dan anak bungsu. Oleh karena itu, penelitian
tersebut menyimpulkan ada perbedaan nyata dalam strategi koping secara
total, yaitu anak sulung memiliki strategi koping yang lebih tinggi daripada
anak tengah dan anak bungsu.
Kebanyakan penelitian sebelumnya membandingkan anak
sulung dengan anak bungsu dalam hal perbedaan kecerdasan emosional
(Susanti, 2004) atau membandingkan secara umum urutan kelahiran dengan
kecerdasan emosional (Wulanningrum, 2011) dan kemandirian pada remaja
(Rini, 2012), penyesuaian sosial (Herdiana, 2009) dan perbedaan harga diri
(Septiani, 2011), serta penelitian yang terfokus pada kecemasan neurotik
pada anak sulung (Saulina, 2009). Penelitian-penelitian sebelumnya kurang
membahas secara pribadi mengenai pengalaman anak sulung itu sendiri
terhadap harapan orang tua serta kurang mengeksplorasi cara mengatasi
Adanya harapan dan tekanan yang ditujukan lebih besar bagi
anak sulung dibandingkan anak tengah maupun bungsu, pengalaman anak
sulung terkait harapan orang tua yang memberikan dampak positif maupun
dampak negatif, serta penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
mengenai strategi koping pada anak sulung, membuat peneliti tertarik untuk
mengungkapkan lebih detail tentang bagaimana sebenarnya pengalaman
anak sulung terhadap harapan orang tua dan bagaimana strategi kopingnya.
Peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif yang mampu
mendeskripsikan serta memahami gambaran pengalaman anak sulung
terhadap harapan orang tua dan strategi kopingnya. Melalui pendekatan
kualitatif ini, diharapkan dapat mengungkapkan kedalaman secara detail
dari fokus permasalahan yang diangkat (Poerwandari, 2005).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengalaman dan strategi
koping anak sulung terhadap harapan orang tua?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
pengalaman anak sulung terhadap harapan orang tua. Selain itu, mengetahui
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan
dibidang psikologi khususnya psikologi perkembangan, psikologi klinis,
dan psikologi keluarga dalam memberikan gambaran mengenai
pengalaman dan strategi koping anak sulung terhadap dampak dari
harapan orang tua. Diharapkan penelitian ini mampu menambah
pemahaman mendalam mengenai gambaran pengalaman anak sulung
terkait yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan mengenai harapan orang
tua. Selain itu, memberi gambaran mengenai strategi koping anak sulung
secara khusus terhadap dampak dari harapan orang tua, sehingga
menjadi informasi dalam menentukan sikap yang tepat terhadap realitas
yang dialami anak sulung.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat bagi anak sulung untuk lebih menyadari proses
dari pengalamannya sebagai anak sulung terhadap harapan orang tua
serta dampak-dampak negatif yang ditimbulkan. Penelitian ini
diharapkan mampu menyadarkan dan memberi pemahaman mengenai
pentingnya mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan dengan
strategi-strategi koping. Hal ini dilakukan demi tercapainya harapan orang tua,
keluarga, serta anak sulung itu sendiri. Selain itu, penelitian ini
diharapkan mampu memberikan manfaat bagi orang tua dalam hal
melihat kualitas dan realitas anak tanpa memaksakan kehendak orang
tua.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Sulung
1. Pengertian Anak Sulung
Anak sulung merupakan anak yang paling tua atau anak pertama
yang lahir dari suatu keluarga. Ia sering dikenal sebagai “experimental
child”, karena orang tua belum memiliki pengalaman dalam merawat
serta mendidik anak (Gunarsa, 2003). Sebelum adiknya lahir, anak
sulung adalah anak tunggal yang menjadi pusat perhatian orang tuanya
(Vitamind, 2002). Ia adalah satu-satunya yang tidak harus berbagi kasih
sayang dan sentuhan orang tua dengan saudara kandung lainnya hingga
adik-adiknya lahir (Santrock, 2002).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa anak sulung adalah anak yang lahir pertama kali sehingga
dianggap istimewa oleh orang tua dan dikenal sebagai “experimental
child”.
2. Karakteristik Anak Sulung
Sejarah mengakui bahwa anak tertua memiliki posisi yang
menguntungkan. Hal ini memberikan kelebihan bagi perkembangan
kehidupan psikisnya (Adler, 1957). Ia menempati posisi yang unik,
Orang tua mencurahkan lebih banyak waktu dan perhatian kepadanya.
Hal ini membuat anak pertama merasakan kegembiraan dan lebih merasa
aman hingga kelahiran anak berikutnya Ketika adiknya lahir, anak
sulung merasa dalam kondisi “turun tahta”, yaitu ketika orang tua tidak
lagi mencurahkan perhatian utuh padanya. Tak ada yang menduga
mengenai pergantian “tahta” ini memberikan rasa sakit bagi anak sulung
dan posisi yang tidak mampu melawan (Hidayat, 2011). Anak sulung
akan memberikan reaksi atas kedatangan adiknya seperti mencari-cari
perhatian dengan cara yang aneh (Gunarsa, 1981). Pengalaman ini
memberikan pengaruh terhadap tingkah laku bagi anak sulung (Hall &
Lindzey, 1993). Berikut akan dipaparkan beberapa karakteristik anak
sulung yang dikemukakan oleh para ahli.
Ada beberapa ciri-ciri umum anak sulung yang dikemukakan
oleh Vitamind (2002), antara lain berperilaku secara matang dikarenakan
ia berhubungan dengan orang dewasa, mempunyai perasaan kurang aman
dan tidak menyukai peristiwa lahirnya adik kandung yang akan menjadi
pusat perhatian, benci terhadap perannya sebagai teladan dan pengasuh
bagi adik-adiknya, cenderung mengikuti kehendak dan tekanan
kelompok, mudah dipengaruhi untuk mengikuti kehendak orang tua, dan
mengembangkan kemampuan memimpin sebagai akibat dari peran
memikul tanggung jawab di rumah serta mencapai sukses tinggi dalam
bidang yang ditekuninya. Selain itu, anak sulung memiliki sikap yang
memasang tujuan dan target yang tinggi untuk dicapai. Terkait dengan
peran anak sulung sebagai pengasuh bagi adik-adiknya, akan membuat
anak sulung lebih matang secara intelektual untuk memiliki tingkat yang
lebih tinggi dibandingkan dengan adik-adiknya (Hidayat, 2011).
Selain itu, beberapa sifat yang terlihat pada anak sulung
dikemukakan oleh Gunarsa (1981), antara lain: bertanggung jawab
terhadap adik-adik, disertai perasaan berkuasa terhadap adiknya; adanya
pandangan ke depan, yaitu pengertian tentang kehidupan dan
proses-prosesnya; senang mengajar orang lain, karena terbiasa mengajar adik;
berpikir secara mendalam, sungguh-sungguh, lebih matang dan kurang
bersikap humor; selalu merasa diri tidak aman dan cemas yang
cenderung diabaikan; dan mencari kedudukan pemimpin.
Menurut ahli lain, anak sulung lebih berorientasi pada
kedewasaan, suka menolong, dapat menyesuaikan diri, kecemasan tinggi,
rasa bersalah tinggi, dan lebih dapat mengendalikan diri dibandingkan
saudara kandungnya (Santrock, 2002/ 2007). Selain itu, Adler (dalam
Hidayat, 2011) mengatakan bahwa anak sulung juga memiliki orientasi
hidup ke masa lalu. Ia terfokus pada nostalgia sehingga sering kali
menjadi pesimis dengan masa depan. Anak sulung juga memiliki minat
yang tidak biasa dalam hal keteraturan dan otoritas. Ia dapat menjadi
organizer yang baik, penuh hati-hati dan cermat dalam hal-hal yang
Hurlock (1974) dalam sebuah studi mengungkapkan beberapa
kecenderungan anak sulung antara lain penurut, mandiri, lebih
membutuhkan teman (afiliasi) terutama dalam situasi stres, rentan
terhadap tekanan kelompok, introvert, kurang memiliki toleransi serta
rentan terhadap amarah yang meledak-ledak, takut dalam situasi yang
menyakitkan dan menakutkan serta lebih sering mengalami kecemasan
karena takut tidak mampu memenuhi harapan orang tua.
Beberapa sisi buruk anak sulung diungkapkan oleh Vitamind
(2002) antara lain sering bersikap murung, kurang berperasaan, kadang
bertindak dengan mengintimidasi, mendorong orang lain bekerja keras
dan jarang ada yang berani menolak, kurang mempercayai orang lain
dalam mendelegasikan tugas, dan cenderung bersikap bossy.
Ditambahkan oleh Adler (dalam Feist & Feist, 2010) bahwa anak sulung
memiliki perasaan berkuasa dan superioritas yang kuat serta
kecenderungan overprotektif.
Pada tahap perkembangannya, karakteristik yang khas
berdasarkan urutan kelahiran seperti temperamen, sifat, kebiasaan, selera,
kebutuhan, keinginan, dan minat akan menjadi kepribadian yang relatif
menetap dan tidak berubah. Ini akan menjadi ciri khas seseorang. Semua
ini terbentuk akibat perlakuan dan pembelajaran yang diterima anak
sehingga menjadi pengalaman psikologis dalam kehidupannya dari
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa ciri khusus anak
sulung, yaitu:
a. Berorientasi dewasa dan lebih matang, karena sering berhubungan
dengan orang dewasa dan tugas mengasuh adik.
b. Berjiwa pemimpin, penolong dan bertanggung jawab. Hal ini sebagai
akibat dari perannya memikul tanggung jawab di rumah, terutama
dengan adik-adiknya.
c. Memiliki sifat dominasi dan berkuasa, yang merupakan akibat dari
kepemimpinannya terhadap adik-adik. Hal ini menyebabkan anak
sulung lebih overprotektif, bossy, dan kurang memberi kepercayaan
kepada orang lain.
d. Menuruti kehendak orang tua serta kelompok-kelompok. Ketika
mereka tidak mampu memenuhi harapan-harapan tersebut dapat
menyebabkan anak sulung sering merasa cemas, rasa bersalah tinggi
dan tidak aman.
e. Kompeten, intelektualitas tinggi, kooperatif dan detail dalam
melakukan sesuatu.
f. Memiliki pengendalian diri yang baik dibandingkan saudaranya,
namun terkadang menunjukkan emosi yang meledak-ledak dan kurang
berperasaan.
g. Memiliki keinginan kuat untuk maju dan pandangan tentang masa
depan terkait prosesnya, karena memiliki target yang tinggi.
3. Review Penelitian Terdahulu Tentang Anak Sulung dan Urutan Kelahiran
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
anak sulung. Beberapa penelitian berfokus pada kecemasan yang dialami
anak sulung. Salah satu penelitian dilakukan oleh Taganing (2006)
mengenai kecemasan pada anak sulung yang menganggur (belum
mendapat pekerjaan). Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui
kecemasan anak sulung yang menganggur dan beberapa alasan maupun
penyebab terjadinya kecemasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat empat karakteristik kecemasan yang dialami, antara lain;
manifestasi kognitif yang menyebabkan sulit berkonsentrasi, insomnia,
dan sulit mengambil keputusan; manifestasi motorik yang menyebabkan
subjek melakukan gerakan-gerakan tidak beraturan dan tidak terarah
tanpa disadari; manifestasi somatik yang menyebabkan gangguan fisik;
dan manifestasi afeksi yang menimbulkan ketidaknyamanan, rasa
terancam, dan cemas berkepanjangan. Selain hasil di atas, hasil lain
menyebutkan bahwa terdapat faktor eksternal yaitu tuntutan dari orang
tua yang berlebihan sehingga mengakibatkan konflik dalam diri anak
sulung.
Penelitian serupa terkait kecemasan pada anak sulung dilakukan
oleh Saulina (2009) yang ingin mengetahui sejauh apa kondisi
kecemasan neurotik yang di alami anak sulung serta dinamika kecemasan
menggunakan pendekatan fenomenologis dengan subjek sebanyak tiga
orang anak sulung berusia antara 20 – 30 tahun. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
kecemasan neurotik pada anak sulung berdasarkan psikoanalisis, antara
lain; pola asuh yaitu permisif pada salah satu subjek dan otoriter pada
kedua subjek lainnya; modeling lingkungan yaitu modeling dari orang
tuanya sendiri; trauma atau konflik yang belum selesai dengan orang tua;
dan penggunaan mekanisme pertahanan ego yang maladaptif. Salah satu
bentuk pola asuh otoriter yang diterapkan orang tua adalah memberikan
tuntutan berprestasi dan tanggungjawab terhadap adik-adiknya.
Masing-masing subjek mengalami kesulitan dalam meletakkan kecemasannya ke
dalam kesadaran atau ketidaksadaran, atau bagaimana cara merespon
sesuatu sebagai yang memotivasi atau menjadikannya maladaptif. Selain
itu, mekanisme pertahanan ego tidak memberi penyelesaian masalah,
justru semakin membuat beban karena lingkungan yang terus menuntut.
Dari penelitian di atas terkait kecemasan pada anak sulung,
peneliti mendapat gambaran bahwa terdapat faktor eksternal yang
memberikan kontribusi terhadap kecemasan anak sulung yaitu tuntutan
orang tua. Orang tua menuntut terkait prestasi, tanggungjawab, dan
pekerjaan yang dapat menimbulkan konflik dalam diri anak sulung.
Penelitian berikutnya terkait urutan kelahiran dan kecerdasan
emosional yang dilakukan oleh Wulanningrum (2011). Tujuan dari
keluarga dengan kecerdasan emosional pada remaja. Metodologi
penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif korelatif, yang ditujukan pada
remaja SMA sebanyak 340 siswa. Hasil penelitian mengatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna (signifikan) urutan kelahiran dalam
keluarga dengan kecerdasan emosional.
Penelitian lain dilakukan oleh Whiteman, McHale, & Crouter
(2003) tentang anak sulung sebagai first draft (rancangan pertama) bagi
orang tua. Tujuan penelitian ini adalah mencari bukti pengalaman
pengasuhan orang tua pada anak pertama remaja yang akan
meningkatkan interaksi orang tua dalam mengasuh anak berikutnya.
Penelitian ini merupakan penelitian longitudinal mengenai hubungan
dalam keluarga. Setengah dari subjek penelitian difokuskan pada
keluarga yang memiliki anak remaja (tahun pertama penelitian) dan
setengah lainnya fokus pada keluarga yang memilki anak usia
kanak-kanak. Secara spesifik jumlah subjek adalah 192 keluarga dengan 2
saudara kandung berusia remaja dan 200 keluarga dengan dua saudara
kandung berusia kanak-kanak. Desain penelitian ini adalah ikut terlibat
selama tiga tahun dalam semua keluarga yang memiliki anak remaja dan
ikut terlibat selama enam tahun pada keluarga yang memiliki anak usia
kanak-kanak. Desain tersebut diikuti dengan tiga perbandingan; pertama,
fokus pada kohort anak usia kanak-kanak (anak pertama dengan anak
berikutnya pada keluarga yang sama); kedua, fokus pada kohort anak
sama); ketiga, membandingkan pengalaman antara anak pertama dan
anak yang lahir berikutnya pada keluarga yang berbeda.
Penelitian ini mengukur dua hal. Pertama, tentang konflik orang
tua dengan anak remaja yang diukur menggunakan item-item yang telah
diadaptasi. Kedua, mengukur pengetahuan orang tua tentang aktivitas
anak remajanya dengan cara mengukur keefektifan orang tua dalam
memantau aktivitas anak remajanya setiap hari. Masing-masing akan
dilihat dalam dua sudut pandang, yaitu di dalam keluarga dan
membandingkan antar keluarga.
Hasil penelitian mengenai konflik orang tua dengan anak
remajanya jika dilihat dalam satu keluarga memperoleh hasil bahwa anak
pertama memiliki konflik lebih banyak dengan orang tua dibandingkan
anak kedua setelah mereka memasuki usia remaja. Hasil berikutnya
mengenai konflik orang tua dengan anak remaja jika membandingkan
antar keluarga, memperoleh hasil yang kongruen dengan sebelumnya,
bahwa konflik anak pertama dengan orang tua lebih besar dibandingkan
anak kedua. Selain itu, hasil penemuan tersebut tidak berpengaruh pada
partisipan yang terlibat di dalam penelitian longitudinal ini. Hasil kedua
terkait pengetahuan orang tua tentang aktivitas anak remajanya jika
dilihat dalam satu keluarga memperoleh hasil bahwa orang tua lebih
mempelajari tentang aktivitas-aktivitas anak keduanya dibandingkan
anak pertamanya, ketika mereka dalam satu umur yang sama. Analisis
kelahiran dengan komposisi gender pada saudara kandung. Kedua,
pengetahuan orang tua jika dilihat antara keluarga memperoleh hasil
bahwa pengaruh hasil sebelumnya (orang tua lebih mempelajari
aktivitas-aktivitas anak keduanya) tidak mempengaruhi partisipan yang
terlibat dalam penelitian ini. Secara keseluruhan hasil penelitian
menyimpulkan bahwa orang tua belajar dari pengalaman sebelumnya
dalam membesarkan anak sampai usia remaja. Hal ini menunjukkan
strategi parenting yang lebih efektif (dibuktikan dengan hasil:
pengetahuan yang lebih luas tentang pengalaman sehari-hari anak kedua).
Kesimpulan kedua yaitu orang tua mencapai hubungan yang lebih
harmonis (dibuktikan dengan konflik orang tua yang semakin rendah).
Oleh karena itu, penelitian longitudinal ini membuktikan bahwa anak
sulung memang merupakan first experience bagi orang tua dalam
mengasuh anak.
Dari penelitian-penelitian di atas dapat diperoleh gambaran
mengenai kecemasan yang dialami anak sulung dan penyebabnya,
kecerdasan emosional yang memiliki hubungan dengan urutan kelahiran
dan anak sulung sebagai pengalaman pembelajaran bagi orang tua dalam
B. Harapan Orang Tua
1. Pengertian Harapan Orang Tua
Definisi „harapan‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sesuatu yang (dapat) diharapkan, orang yang diharapkan atau dipercaya.
Menurut Kreitner (2005), harapan merupakan keyakinan individu dengan
melakukan usaha tertentu untuk memperoleh tingkat prestasi tertentu.
Siagian (1989) menyatakan bahwa harapan merupakan kuatnya
kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada
kekuatan harapan tersebut dan akan diikuti oleh hasil tertentu.
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
harapan merupakan sesuatu yang menyebabkan seseorang berusaha dan
bertindak untuk mencapai hasil tertentu.
Orang tua adalah orang terdekat yang paling besar peranannya
pada perkembangan anak. Orang tua sangat berperan dalam merawat dan
membesarkan anak, memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikis,
membimbing dan mengarahkan, memberikan contoh dan teladan yang
baik, memberikan afeksi atau kasih sayang yang menimbulkan
kehangatan, rasa aman dan perlindungan yang diperlukan anak (Gunarsa,
2001).
Beberapa ahli memberikan pendapatnya mengenai pengertian
harapan orang tua. Christenson, Rounds, & Gorney (1992)
mendefinisikan harapan orang tua (parent expectations) sebagai aspirasi
Poerwadarminta (1996), menyatakan bahwa harapan orang tua adalah
keinginan, kehendak orang tua terhadap anak untuk mendapatkan sesuatu
yang maksimal. Setiawan & Tjahjono (1997) mendefinisikan harapan
orang tua merupakan suatu keinginan orang tua akan pencapaian prestasi
anak. Menurut Hadawi (2001), orang tua harus mengambil sikap agar
anak dapat berkembang secara optimal. Anak dipandang sebagai orang
yang memiliki kemampuan tertentu. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya
membimbing dan membantu anak, sehingga mereka dapat
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa
harapan orang tua adalah semua usaha, keinginan dan kehendak orang
tua terhadap anak agar mendapatkan sesuatu yang maksimal.
2. Jenis-jenis Harapan Orang Tua
Secara umum, ada dua macam harapan orang tua menurut
Gunarsa (1995), yaitu:
a. Harapan dalam arti spiritual
Harapan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang diberikan
orang tua sebaiknya selalu diingat dan dilakukan oleh anak dalam
pergaulan hidup sehari-hari, baik dalam keluarga maupun
b. Harapan untuk penyalur energi dalam setiap kegiatan
Harapan ini merupakan harapan yang jelas dan konkrit karena orang
tua mengatur dan menentukan kegiatan anak. Orang tua
mengharapkan agar anaknya mengerjakan apa saja yang dipandang
baik oleh orang tua. Harapan ini meliputi suksesnya belajar, berhasil
dalam pekerjaan ataupun terpenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
keluarga.
Menurut Conger (1997) harapan orang tua terdiri dari dua hal.
Pertama, orang tua mengharapkan anak melakukan sesuatu secara
mandiri. Orang tua hanya memberikan nasihat dan memberikan
bimbingan berupa alternatif pemecahan masalah bagi anak. Kedua, orang
tua mengharapkan anak berprestasi, sehingga anak yang berhasil akan
diberi ganjaran dan anak yang tidak berhasil mendapatkan hukuman.
Hadawi (2001) memaparkan beberapa ciri dari harapan orang
tua, antara lain:
1. Komunikasi terus menerus dengan anak
2. Visi keberhasilan masa depan
3. Pandangan bahwa kerja keras merupakan kunci dari keberhasilan
4. Membangun tanggung jawab pada anak
Berdasarkan uraian di atas, secara umum orang tua memiliki
harapan yang ditujukan kepada anak. Harapan-harapan tersebut meliputi
harapan secara spiritual, harapan melakukan kegiatan yang dikehendaki
yang menunjukkan harapan orang tua, seperti komunikasi intensif,
pandangan tentang masa depan dan kerja keras, serta memberikan
tanggung jawab pada anak.
3. Harapan Orang Tua Terhadap Anak Sulung dalam Tinjauan Mendetail
a. Faktor yang mempengaruhi
Orang tua menaruh harapan yang lebih tinggi pada anak-anak
yang lahir duluan daripada anak-anak yang lahir berikutnya (Santrock,
2002). Selain itu, orang tua akan langsung menyoroti anak yang
pertama kali lahir dengan harapan-harapan mereka, tanpa ada
perantaraan saudara kandung (Palmer, 1966). Oleh karena itu,
peneliti menyimpulkan bahwa satu-satunya faktor yang
mempengaruhi harapan orang tua terhadap anak sulung adalah urutan
kelahiran.
Beberapa sumber menyebutkan tentang definisi urutan
kelahiran. Krohn (2000) menyebutkan bahwa urutan kelahiran sebagai
urutan seseorang dari sebuah rangkaian kelahiran antar saudara
kandung. Adler (dalam Vitamind, 2002) menyimpulkan ada empat
kelompok posisi urutan kelahiran, yaitu anak tunggal, anak sulung,
anak tengah, dan anak bungsu.
Urutan kelahiran akan mempengaruhi cara orang tua
seorang anak diasuh dengan cara yang sama, maka tidak akan ada
anak yang memiliki sifat yang sama. Hal ini juga berlaku pada anak
kembar. Sifat terbentuk dari pengalaman psikologis mereka, sebagai
penafsiran si anak terhadap posisi dirinya di dalam keluarga, serta
bagaimana anak membiasakan diri berperilaku dalam peran tersebut.
Misalnya, orang tua memperlakukan anak sulung dengan lebih
cerewet dan banyak menuntut (Vitamind, 2002). Selain itu, orang tua
memberikan perhatian dan perlindungan yang berlebihan kepada anak
sulung (Hurlock dalam Susanti 2004).
Menurut Vitamind (2002), konsep urutan kelahiran tidak
didasarkan pada nomor urutan kelahiran dalam keluarga saja, akan
tetapi lebih berdasarkan persepsi psikologis yang terbentuk dari
pengalaman psikologis seseorang semasa kecil (terutama usia 2-5
tahun). Kepribadian yang terbentuk menurut urutan kelahiran
kemungkinan tidak berubah dan memberi dampak bagi setiap sisi
kehidupan.
b. Macam-macam harapan orang tua
Secara khusus, penelitian ini lebih membahas harapan orang
tua yang ditujukan kepada anak sulung. Sebagian besar anak pertama
merupakan korban tuntutan serta ambisi orang tua yang berlebihan
(Martin (dalam Palmer, 1966). Orang tua memiliki tuntutan dan
dibandingkan dengan anak yang lahir berikutnya. Mereka
memberikan lebih banyak tekanan untuk berhasil dan
bertanggungjawab serta ikut campur dalam kegiatan-kegiatannya
(Rothbart dalam Santrock, 2002/ 2007). Berikut akan dipaparkan
macam-macam harapan orang tua yang ditujukan kepada anak sulung.
Menurut Gunarsa (1981), pada kelahiran anak pertama, orang
tua cenderung terlalu cemas dan terlalu melindungi anak sulung.
Ketika anak sulung bertambah besar, disamping sikap orang tua yang
terlalu sayang dan sangat melindungi, orang tua juga terlalu
membebani anak dengan tanggung jawab yang berlebihan. Orang tua
kadang-kadang mengharapkan anak menerima tanggung jawab
melebihi kesediaan psikis untuk melaksanakannya. Kesanggupan
untuk melakukan tugas tersebut belum berarti anak bersedia menerima
dan melaksanakannya Perasaan tanggung jawab adalah kemampuan
untuk menyingkirkan semua godaan, gangguan dan menyadari
keuntungan dari pelaksanaan tugas yang memuaskan.
Harapan orang tua yang tinggi terlihat pada penekanan yang
lebih besar terhadap prestasi dan tanggung jawab kepada anak sulung
(Sumiyati dalam Andre, 2010). Hadawi (2001) mengatakan bahwa
harapan tersebut misalnya agar dapat belajar sehingga berhasil
menyelesaikan studinya. Seperti yang disampaikan Adler (1957:126):
“You are the larger, the stronger, the older, and therefore you must
paling besar, maka ia dituntut orang tua untuk lebih pandai
dibandingkan saudara-saudaranya
Selain itu, Vitamind (2002) mengatakan bahwa anak sulung
dilatih dan diberi tugas oleh orang tua terkait kepemimpinan, misalnya
membimbing adik atau memberitahu adik atas apa yang harus
dilakukan. Selain itu, anak sulung diharapkan mampu mengatasi
masalah mereka sendiri secara mandiri, seperti yang dilakukan orang
dewasa. Anak sulung merasa bahwa orang tua terlalu banyak
membebani dengan berbagai tanggung jawab. Dalam
pertumbuhannya, bila anak sulung diberi tanggung jawab penuh maka
ia akan menjadi penggerak dan reformis yang agresif.
Terkait posisinya sebagai saudara yang paling tua, Santrock
(2002) mengatakan bahwa orang tua mengharapkan anak sulung
berlatih mengendalikan diri dan memperlihatkan tanggung jawab
dalam berinteraksi dengan saudara-saudara yang lebih muda. Selain
itu, mereka diharapkan untuk membantu dan mengajari saudara yang
lebih muda, lebih dominan, kompeten dan berkuasa daripada
saudaranya yang lebih muda. Sujanto (1986) menambahkan, orang tua
menyerahkan tanggungjawab kepada anak sulung terkait kehidupan,
keselamatan dan kebahagiaan saudara-saudaranya. Penyerahan
tanggungjawab ini sudah dilatih sejak kecil, yaitu mengasuh
mencucikan pakaian, memandikan dan lain sebagainya. Tanggung
jawab mengurusi adik-adik diserahkan padanya.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa harapan orang tua
yang ditujukan kepada anak sulung terkait dua hal, yaitu prestasi dan
tanggungjawab. Prestasi yang dimaksud adalah prestasi akademik.
Sedangkan tanggung jawab meliputi tanggungjawab terhadap diri
sendiri dan tanggungjawab terhadap adik-adiknya.
c. Dampak harapan orang tua
Harapan dan standar tinggi yang ditetapkan bagi anak sulung
memberikan beberapa dampak positif, seperti memiliki karir
akademik yang memuaskan. Namun, tekanan untuk berprestasi tinggi
juga menjadi sebab mengapa anak sulung memilki rasa bersalah
tinggi, cemas, dan kesulitan mengatasi situasi yang kurang
menyenangkan (Santrock, 2002). Selain itu, anak sulung mendapat
kepuasan pribadi akibat perannya sebagai teladan bagi adik-adiknya.
Disisi lain, juga timbul perasaan benci akibat tekanan-tekanan orang
tua untuk hidup sesuai harapan mereka harus berlaku sebagai teladan
bagi adik-adiknya (Hurlock, 1980).
Anak sulung berusaha mengerjakan harapan tersebut dengan
sempurna (Solahudin, 2011). Ketika mereka tidak dapat memenuhi
harapan tersebut, ia akan sangat patah hati. Kegagalan ini dapat
menimbulkan kesedihan yang luar biasa (Vitamind, 2002). Seperti
yang diungkapkan Hurlock (1992) bahwa anak yang gagal memenuhi
harapan orang tua akan menyebabkan anak sering mendapat kritik,
dimarahi, dan dihukum.
C. Strategi Koping
1. Pengertian Strategi Koping
Koping berasal dari kata coping yang bermakna harafiah
pengatasan/ penanggulangan (to cope with = mengatasi, menanggulangi).
Koping sering disamakan dengan adjustment (penyesuaian diri). Koping
juga sering dimaknai sebagai cara untuk memecahkan masalah (problem
solving). Oleh karena itu, dapat dimaknai bahwa koping merupakan
rekasi seseorang ketika menghadapi tekanan (Siswanto, 2007).
Pengertian lain menurut Papalia (2009), koping adalah cara
berpikir atau perilaku adaptif yang bertujuan mengurangi atau
menghilangkan stress yang timbul dari kondisi berbahaya, mengancam,
atau menantang. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Smet, 1994),
koping didefinisikan sebagai suatu proses di mana individu mengelola
jarak antar tuntutan-tuntutan (berasal dari individu maupun lingkungan)
dengan sumber-sumber daya yang digunakan dalam menghadapi situasi
stressful. Selain itu, menurut Sarafino (2008) koping merupakan proses
sumber daya dalam menilai situasi stressful. Kata kunci penting dalam
koping adalah “manage” atau mengelola.
Berdasarkan pengertian-pengertian koping menurut para ahli,
peneliti menyimpulkan bahwa koping mengarah pada cara seseorang
mengatasi/ mengelola tuntutan dari kondisi yang menekan.
Sebuah strategi koping (penanggulangan) diperlukan dalam
mengatasi stres, terlepas apakah masalah tersebut besar maupun kecil.
Kata “strategi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005)
didefinisikan sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus. Istilah strategi koping itu sendiri memiliki
pengertian yaitu cara yang dilakukan dalam mengubah situasi atau
menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Farah,
2013). Selain itu secara konseptual, strategi koping didefinisikan sebagai
tingkah laku yang digunakan untuk menyelesaikan tuntutan yang dibuat
oleh stressor (McCubbin & McCubbin dalam Plunkett, Radmacher, &
Donna, 2000).
Oleh karena itu, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
strategi koping adalah rencana untuk mencapai sasaran khusus yaitu cara/
tingkah laku untuk menyelesaikan tuntutan.
2. Fungsi dan Jenis Koping
Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2008),mengungkapkan
yang bisa mengatur emosi dalam menanggapi masalah (emotion-focused
coping) dan koping yang mengubah masalah penyebab stress
(problem-focused coping). Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai keduanya.
a. Koping yang terfokus pada emosi (emotion-focused coping)
Koping jenis ini bertujuan mengatur respon emosional
terhadap situasi stress. Seseorang dapat meregulasi/ mengatur respon
emosi mereka dengan pendekatan kognitif dan perilaku. Contoh
untuk pendekatan perilaku yaitu seseorang pengguna alkohol akan
mencari dukungan emosional secara sosial dari teman atau kerabat
serta ikut terlibat dalam aktivitas seperti olahraga, yang dapat
mengalihkan perhatian dari masalah.
Pada pendekatan kognitif, misalnya ketika seseorang berpikir
tentang situasi stress. Dalam pendekatan ini, seseorang
mendefinisikan kembali situasi untuk mengambil hal-hal yang baik
dalam situasi bermasalah tersebut, seperti mencatat hal-hal terburuk,
membuat perbandingan dengan orang lain yang kurang baik, atau
melihat sesuatu yang baik akan muncul dari masalah ini. Seseorang
yang mendefinisikan kembali situasi stresnya akan menemukan jalan
keluar, karena selalu ada aspek dari salah satu kehidupan yang dapat
dilihat secara positif.
Strategi lain dalam pendekatan kognitif adalah yang disebut
Freud “mekanisme pertahanan diri”, yang melibatkan distorsi realitas