• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. DATA DAN PEMBAHASAN

4.6. Setengah Pengangguran menurut Karakteristik Responden

4.6.3. Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja

Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seorang pekerja juga memungkinkan mereka tergolong dalam setengah menganggur baik dari segi penghasilan dan jam kerja. Jenis pekerjaan seseorang dapat diklasifikasikan antara lain ke dalam katagori: 1) professional, tehnisi dan sejenisnya; 2).tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan; 3). Tenaga tata usaha tenaga yang sejenisnya; 4).tenaga usaha penjualan; 5). Tenaga usaha jasa; 6). Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan, peeriknan; 7). Tenaga operator, produksi dan alat angkutan, pekerja kasar; dan 8). Lainnya (BPS, 1996). Dalam pembahasan selanjutnya katagori jenis pekerjaan tersebut dibagi kedalam 3 kelompok agar lebih mudah untuk dianalisis. Dalam pembahasan jenis pekerjaan

usaha pertanian/buruh kasar. Berdasarkan klasifikasi tersebut data yang telah terkumpul dapat disajikan dalam Tabel 4.20.

Tabel 4.20 Distribusi Responden Menurut Penghasilan dan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Profesional/ manajerial Tanaga Usaha Penjualan/jasa Tenaga usaha pertanian/ buruh kasar No Pengasilan (Rp)

N % N % N % 1 < 1.905.000 0 0,0 1 16,7 30 39,0 2 = 1.905.000 + 7 100,0 5 83,3 47 61,0 3 Total 7 100,0 6 100,0 77 100,0

Sumber: Data Primer, 2015

Data Tabel 4.20 menunjukkan ada pola yang cukup jelas hubungan antara jenis pekerjaan dengan kondisi setengah pengangguran menurut penghasilan. Pada responden yang tergolong professional/manajerial, tidak ada responden yang tergolong setengah pengangguran dari segi penghasilan, semua responden yang tergolong professional/manajerial tergolong bekerja penuh dari segi penghasilan, sebaliknya responden yang tergolong tenaga usaha pertanian/buruh kasar yang paling tinggi mengalami setengah pengangguran dari segi penghasilan. Data tersebut menunjukkan semakin rendah jenis pekerjaan yang dimiliki (semakin menuju ke jenis pekerjaan yang tergolong tenaga kasar), maka semakin tinggi persentase mereka yang tergolong setengah menganggur dari segi penghasilan. Demikian sebaliknya semakin profesional jenis pekerjaan yang mereka miliki, maka semakin rendah persentase mereka yang tergolong setengah pengangguran dari segi penghasilan. Kondisi ini menunjukkan bahwa profesionalisme dalam pekerjaan menjadi hal yang sangat penting jika ingin meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan penghasilan yang akan diperoleh. Pada tenaga kerja kasar mereka akan lebih mengandalkan otot di dalam bekerja, sedangkan mereka yang tergolong professional cenderung akan lebih mengandalkan otaknya dalam bekerja.

Data yang tercantum dalam Tabel 4.20 menunjukkan bahwa semakin tinggi jenis pekerjaan yang dimiliki misalnya semakin professional responden, maka semakin rendah persentase responden yang mengalami setengah menganggur dari segi pendidikan. Data tersebut juga menunjukkan bahwa responden yang profesional atau yang memiliki jabatan manajerial tidak ada yang mengalami setengah menganggur dari segi penghasilan. Responden yang bekerja dengan jenis pekerjaan sebagai tenaga usaha pertanian dan buruh kasar paling tinggi persentasenya yang mengalami setengah pengangguran dari segi penghasilan. Hal ini juga

konsisten dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya dimana mereka yang bekerja di sektor pertanian paling banyak yang mengalami setengah pengangguran, dimana mereka tergolong sebagai pekerja dengan jenis pekerjaan tenaga usaha pertanian

Tabel 4.21 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Profesional/ manajerial Tenaga Usaha Penjualan/jasa Tenaga usaha pertanian/ buruh kasar No Jam Kerja (jam)

N % N % N % 1 < 40 jam 0 0,0 0 0,0 5 6,5 2 = 40 + 7 100,0 6 100,0 72 93,5 3 Total 7 100,0 6 100,0 77 100,0

Sumber: Data Primer, 2015

Demikian juga jika dilihat setengah pengangguran menurut jam kerja dan jenis pekerjaan menunjukkan hasil yang konsisten dengan kondisi setengah pengangguran dari segi penghasilan. Responden petani yang tergolong memiliki jenis pekerjaan tenaga usaha pertanian ternyata juga mengalami setengah pengangguran dari segi jam kerja yang paling tinggi di antara jenis pekerjaan lainnya, dan data menunjukkan kedua jenis pekerjaan lainnya yaitu professional/ manajerial dan tenaga usaha penjualan/jasa tidak ada yang tergolong setengah penganggur dari segi jam kerja. Dengan keterbatasan lahan pertanian yang dimiliki oleh petani dan kecenderungan di Bali umumnya terjadi alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, maka kecenderungan petani mengalami setengah pengangguran dari segi jam kerja akan semakin meningkat pada masa yang akan datang jika petani terus bertambah sedangkan lahan pertanian cenderung berkurang dari waktu ke waktu. Responden yang tergolong profesional/manajerial dan tenaga usaha penjualan/jasa dalam penelitian ini bekerja 40 jam ke atas per minggu, sehingga tidak ada yang tergolong setengah menganggur dari segi jam kerja.

dalam Tabel 4.21 juga sesuai dengan hasil-hasil penelitian atau kondisi yang dapat dirasakan seperti kondisi kesejahteraan mereka yang tergolong bekerja di sektor pertanian dalam arti luas yang paling banyak mengalami kemiskinan dibandingkan dengan pekerja di sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian dikatakan identik dengan kemiskinan, karena umumnya petani-petani di Indonesia secara umum maupun petani-petani di Bali tergolong petani gurem yang memiliki atau mengolah lahan pertanian dengan luas yang terbatas. Dengan luas lahan yang terbatas dan semakin menjadi terbatas akibat alih fungsi lahan tersebut, sehingga mereka mengalami kondisi setengah pengangguran baik dari segi jam kerja dan penghasilan yang akan mengarahkan mereka menjadi kelompok penduduk yang tergolong miskin. Data selama ini menunjukkan bahwa penduduk miskin cenderung berada di sektor pertanian.

4.6.4 Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja menurut status hubungan kerja Setengah pengangguran juga dapat dilihat dari status hubungan kerja yang dimiliki oleh pekerja/responden yang dapat diklasifikasi menjadi 5 katagori yaitu:1). Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain; 2). Berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap; 3). Berusaha dengan buruh tetap; 4). Buruh/karyawan; dan 5). Pekerja keluarga (BPS, 1996). Status hubungan kerja tersebut dapat dibagi 2 menjadi status hubungan kerja formal dan informal. Katagori formal terdiri atas mereka yang berusaha dengan buruh tetap dan buruh/karyawan, sedangkan katagori informal terdiri atas mereka yang berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain, berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap, dan pekerja keluarga. Dengan klasifikasi tersebut dapat dilihat distribusi responden menurut penghasilan dan status hubungan kerja seperti dalam Tabel 4.22.

Tabel 4.22 Distribusi Responden Menurut Penghasilan dan Status Hubungan Kerja

Status Hubungan Kerja Formal Informal No Pengasilan (Rp) N % N % 1 < 1.905.000 14 24,6 17 51,5 2 = 1.905.000 + 43 75,4 16 48,5 3 Total 57 100,0 33 100,0

Sumber: Data Primer, 2015

Data pada Tabel 4.22 secara jelas menunjukkan bahwa ada perbedaan setengah pengangguran dari segi penghasilan pada responden yang bekerja di status hubungan kerja

formal dan informal. Data dalam Tabel 4.22 tersebut menunjukkan bahwa responden yang berkerja pada status hubungan kerja informal persentasenya lebih dari 50 persen yaitu tepatnya 51,5 persen yang tergolong setengah menganggur dari segi penghasilan, sedangkan responden yang memiliki status hubunga kerja formal hanya sekitar sepertempat atau sekitar 25 persen yang tergolong setengah menganggur dari segi penghasilan. Jadi disini terlihat bahwa responden yang tergolong bekerja di sektor formal jauh lebih sedikit yang mengalami setengah pengangguran dari segi penghasilan, yang juga berarti responden yang memiliki pekerjaan di sektor formal memiliki rata-rata penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bekerja di sektor formal. Akibatnya mereka yang bekerja di sektor informal lebih banyak persentasenya yang tergolong setengah pengangguran dari segi penghasilan. Kondisi seperti ini sesuai dengan yang terjadi di berbagai tempat atau data dari hasil penelitian ini mendukung hasil-hasil kajian sebelumnya dimana sektor informal harus dibantu untuk keluar dari sektor informal tersebut dan berubah menjadi sektor formal. Dalam kondisi seperti ini peran pemerintah menjadi sangat penting untuk membantu usaha-usaha yang dalam katagori informal menjadi formal, sehingga dapat diharapkan terjadi peningkatan kesejahteraan mereka artinya penghasilan mereka diharapkan tidak menjadi setengah pengangguran lagi dari segi penghasilan.

Tabel 4.23 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Status Hubungan Kerja

Status Hubungan Kerja Formal Informal No Jam Kerja (jam)

N % N % 1 < 40 jam 1 1,8 4 12,1 2 = 40 + 56 98,2 29 87,9 3 Total 57 100,0 33 100,0

Sumber: Data Primer, 2015

Demikian juga jika dilihat dari segi setengah pengangguran dari segi jam kerja kondisinya sama dengan setengah pengangguran dari segi penghasilan. Artinya persentase responden yang tergolong setengah menganggur dari segi jam kerja juga lebih banyak pada responden yang memiliki status hubungan kerja informal dibandingkan dengan responden yang memiliki status hubungan kerja formal. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa mereka yang

oleh setengah pengangguran dari segi jam kerja yang lebih banyak pada mereka yang bekerja di sektor formal. Dengan melihat kondisi seperti ini, maka responden dengan status hubungan kerja formal lebih sedikit yang mengalami setengah pengangguran dari segi jam kerja dibandingkan dengan mereka yang berstatus formal, yang juga mencerminkan bahwa kesempatan kerja yang tersedia pada pekerjaan responden dengan status hubungan kerja formal lebih banyak tersedia dibandingkan dengan status hubungan kerja informal.

4.6.5 Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja menurut jenis kelamin

Data dalam Tabel 4.24 dapat dilihat kondisi antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan dilihat dari rata-rata penghasilan yang mereka peroleh setiap bulan. Dalam data tersebut secara jelas terlihat bahwa pekerja perempuan mengalami setengah menganggur dari segi penghasilan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Sebaliknya terjadi bahwa pekerja laki-laki memiliki persentase yang tergolong bekerja penuh dari segi penghasilan yang jauh lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan pekerja perempuan. Kondisi seperti dapat disebabkan oleh kualitas perempuan yang cenderung lebih rendah daripada laki-laki sehingga memperoleh pekerjaan dengan upah yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Dengan demikian akan terjadi lebih tinggi perempuan yang mengalami setengah pengangguran dari segi penghasilan dibandingkan dengan laki-laki. Hasil penelitian ini juga didukung oleh berbagai hasil penelitian peneliti lainnya yang juga menemukan hal yang sama dimana rata-rata penghasilan yang diterima perempuan lebih rendah daripada laki-laki, sehingga kecenderungan yang terjadi pekerja perempuan akan lebih tinggi persentasenya yang mengalami setengah pengangguran dari segi penghasilan dibandingkan laki-laki. Data secara makro juga mencerminkan kondisi yang sama dimana rata-rata upah yang diterima oleh pekerja perempuan lebih rendah daripada pekerja laki-laki menurut pendidikan maupun secara total. Tabel 4.24 Distribusi Responden Menurut Penghasilan dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan No Pengasilan (Rp) N % N % 1 < 1.905.000 20 29,4 11 50,0 2 = 1.905.000 + 48 70,6 11 50,0 3 Total 68 100,0 22 100,0

Selain berdasarkan tingkat penghasilan, dan variabel lainnya, setengah pengangguran juga dapat dilihat menurut jenis kelamin dan jam kerja. Berikut Tabel 4.25 yang mencerminkan tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja, dan jenis kelamin. Data Tabel 4.25 mencerminkan kondisi setengah pengangguran baik untuk laki-laki maupun perempuan. Data ini juga mencerminkan bahwa responden perempuan jauh lebih banyak persentasenya yang tergolong setengah menganggur dari segi jam kerja dibandingkan dengan responden laki-laki. Perempuan persentasenya yang mengalami setengah pengangguran dari segi jam kerja lebih banyak dibandingkan laki-laki.

Data pada Tabel 4.25 secara nyata sudah menjelaskan bahwa responden perempuan kondisi setengah penganggurannya lebih tinggi dibandingkan dengan responden laki-laki. Kondisi seperti ini mencerminkan bahwa pekerja laki-laki memiliki jam kerja lebih panjang dibandingkan dengan pekerja perempuan. Hal ini juga mencerminkan bahwa pekerjaan yang dimiliki oleh responden laki-laki memiliki cukup kesempatan kerja sehingga rata-rata jam kerjanya akan menjadi lebih lama dibandingkan dengan responden perempuan. Kondisi seperti ini didukung oleh suatu kenyataan di dalam masyarakat bahwa laki-laki masih dipandang sebagai kepala keluarga yang menjadi tulang punggung keluarga dalam mensejahterakan seluruh anggota keluarga, sehingga perlu bekerja lebih lama dibandingkan dengan perempuan. Perempuan juga dipandang sebagai pekerja tambahan sehingga mungkin tidak perlu bekerja sekeras laki-laki yang mengakibatkan rata-rata jam kerja perempuan cenderung lebih pendek dibandingkan dengan jam kerja laki-laki. Dengan demikian setengah pengangguran dari segi jam kerja akan cenderung terjadi lebih banyak pada pekerja perempuan dibandingkan dengan pekerja laki-laki.

Tabel 4.25 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan No Jam Kerja (jam)

N % N % 1 < 40 jam 4 5,9 2 9,1 2 = 40 + 64 94,1 20 90,9 3 Total 68 100,0 22 100,0

Jika dilihat dari Tabel 4.24 dan Tabel 4.25 dapat dilihat bahwa baik dari segi jam kerja maupun penghasilan, pekerja perempuan dalam penelitian ini mengalami setengah pengangguran yang lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Keadaan seperti ini sangat terkait dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat yang masih memandang bahwa pekerjaan utama perempuan adalah mengurus rumah tangga, sedangkan mencari nafkah adalah sebagai pekerjaan tambahan. Laki-laki dalam posisi yang sebaliknya, sebagai pencari nafkah utama dalam menghidupi keluarga, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut laki-laki akan bekerja lebih lama dan lebih keras dibandingkan dengan perempuan. Akibatnya laki-laki akan cenderung bekerja penuh sedangkan perempuan akan bekerja setengah menganggur, seperti data yang terlihat pada hasil penelitian ini. Secara umum hasil penelitian ini mendukung hasil-hasil penelitian lainnya berkaitan dengan kondisi setengah pengangguran yang terjadi di semua sector, status hubungan kerja, jenis pekerjaan, pendidikan, dan jenis kelamin.

Dokumen terkait