• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SETENGAH PENGANGGURAN DARI SEGI JAM KERJA DAN PENGHASILAN MENURUT ARAKTERISTIK PEKERJA DI KABUPATEN BADUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN SETENGAH PENGANGGURAN DARI SEGI JAM KERJA DAN PENGHASILAN MENURUT ARAKTERISTIK PEKERJA DI KABUPATEN BADUNG."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

Bidang unggulan: Sosial, Ekonomi, dan Bahasa Kode/Nama Bidang Ilmu: 561/Ekonomi Pembangunan

LAPORAN

PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

JUDUL PENELITIAN

KAJIAN SETENGAH PENGANGGURAN DARI SEGI JAM KERJA

DAN PENGHASILAN MENURUT KARAKTERISTIK PEKERJA

DI KABUPATEN BADUNG

TIM PENGUSUL

Dr. A.A. I. N. Marhaeni, SE., MS (0031126264) Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SE.,SU (0031124819) Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE., MP (0006076003)

Dra. IGAP Wirathi, MP (0008045307) Dra. L.P Aswitari, MSi (0015085611)

Dibiayai Dari Dana DIPA BLU Universitas Udayana Tahun Anggaran 2015 Nomor: DIPA-042.04.2.400107/2015, 15 April 2015

Kontrak Nomor: 1271/UN.14.1.12.II/KU.01.04/2015, 2 JULI 2015

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja Dan Penghasilan Menurut Karakteristik Pekerja Di Kabupaten Badung

2. Bidang Unggulan

: Sosial, Ekonomi, dan Budaya 3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. A.A. I. N. Marhaeni, SE.,MS b. NIP/NIDN : 196212311986012001/0031126264 c. Pangkat/Gol : Pembina Tingkat I/IV C

d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

e. Jurusan : Ekonomi Pembangunan

f. Alamat Rumah : Jln. . Gelogor Carik Gang Panda No. 11 Denpasar g. Telp. Rumah/HP : 08123983436

h. E-mail : marhaeni_agung@yahoo.com

4. Jumlah Anggota Peneliti

: 4 orang 5. Jumlah Mahasiswa : - orang 6. Lama Penelitian : 6 bulan 7. Jumlah biaya : Rp 17.500.000

Denpasar, Desember 2015

Mengetahui Ketua Peneliti

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

Prof. Dr. I Made Suyana Utama, SE, MS Dr. A.A. I. N. Marhaeni, SE.,MS NIP. 19540429 198303 1 002 NIP 196212311986012001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

(3)

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat beliau penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penelitian ini mengkaji tentang setengah pengangguran baik dari segi jam kerja maupun penghasilan. Topik ini dipandang sangat penting mengingat kondisi setengah pengangguran jauh lebih tinggi daripada kondisi pengangguran terbuka. Kondisi setengah pengangguran sebenarnya juga mencerminkan kondisi kekurangan kesempatan kerja, sehingga mereka bekerja setengah menganggur, terutama pada mereka yang bekerja setengah menganggur karena terpaksa. Setengah pengangguran dari segi penghasilan lebih mencerminkan rendahnya produktifitas dibandingkan dengan kekurangan jam kerja. Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Badung, dengan pekerja di ke 3 sektor yaitu pertanian, industri, dan jasa.

Dalam kesempatan ini penulis mewakili tim peneliti, untuk menyampaikan terimakasih atas pendanaan penelitian ini dari Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana melalui kompetisi. Selain itu melalui kesempatan ini juga tim peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada petugas lapangan yang telah membantu dalam pengumpulan data sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sesuai harapan.

Penelitian ini tentu saja tidak berhenti sampai disini, sampai diterbitkan sebuah jurnal, namun seyogyanya ada kelanjutannya untuk mengkaji kondisi setengah pengangguran terutama setengah pengangguran akibat mismatch (ketidaksesuaian antara keahlian dengan pekerjaan yang dimiliki). Demikian laporan ini disampaikan, semoga dapat memenuhi harapan bagi mereka yang membutuhkannya.

Denpasar, Desember 2015

(4)

DAFTAR ISI

Halaman sampul... i

Halaman pengesahan...ii

Kata Pengantar...iii

Daftar isi...iv

Daftar Tabel dan Gambar...vi

Ringkasan ...ix

BAB I. PENDAHULUAN...1

1.1. ... Latar Belakang ...1

1.2. ... Rumusan Masalah...5

1.3. ... Tujuan Penelitian ...5

1.4. ... Urgensi Penelitian...6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...9

2.1. Pembangunan Kesejahteraan ...9

2.2. Indikator Keberhasilan Pembangunan ...10

2.3. Pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia ...12

BAB III. METODE PENELITIAN...16

3.1. Lokasi dan objek penelitian ...16

3.2. Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel ...16

3.3. Sumber Data dan Jenis Data ...17

3.4. Metode Pengumpulan Data...17

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ...18

3.6. Variabel Penelitian...18

3.7. Metode Analisis ...19

BAB IV. DATA DAN PEMBAHASAN...20

4.1. Karakteristik Respopnden ...20

4.2. Karakteristik Demografi ...20

4.3. Karakteristik Sosial ...24

4.4. Karakteristik Ekonomi ...26

4.5. Kondisi Setengah Pengangguran dari Jam Kerja dan Penghasilan...32

(5)

4.6.2. Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja

menurut pendidikan ...37

4.6.3. Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja menurut jenis pekerjaan ...40

4.6.4. Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja menurut status hubungan kerja ...43

4.6.5. Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja menurut jenis kelamin...45

4.6.6. Perbedaan kondisi setengah pengangguran menurut karakteristik respopnden ...47

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN...59

5.1. Simpulan ...59

5.2. Saran ...60

BAB VI. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN...61

6.1. Biaya ...61

6.2. Jadwal penelitian...62

DAFTAR PUSTAKA...63

LAMPIRAN...64

LAMPIRAN 1. Justifikasi anggaran penelitian ...64

LAMPIRAN 2. Dukungan sarana prasarana penelitian ...66

LAMPIRAN 3. Susunan organisasi tim peneliti dan pembagian tugas ...67

LAMPIRAN 4 Biodata ketua dan anggota tim peneliti ...68

LAMPIRAN 5. Surat pernyataan personalia penelitian ...85

(6)

Daftar Tabel dan Gambar

No. Tabel Judul Hlm.

4.1 Distribusi Umur Responden Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

20

4.2 Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak yang Masih Hidup Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

22

4.3 Distribusi Responden Menurut Umur Anak Terakhir Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

23

4.4 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

24

4.5 Distribusi Responden Menurut Status Pekerjaan Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

26

4.6 Distribusi Responden Menurut Penghasilan Utama Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

27

4.7 Distribusi Responden Menurut Penghasilan Total Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

28

4.8 Distribusi Responden Menurut Pengeluaran Untuk Makanan Pada Kajian

Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

29

4.9 Distribusi Responden Menurut Pengeluaran Untuk Pendidikan Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

30

4.10 Distribusi Responden Menurut Pengeluaran Untuk Upacara Pada Kajian

Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

31

4.11 Distribusi Responden Menurut Pengeluaran Lainnya Pada Kajian

Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

31

4.12 Distribusi Responden Menurut Besarnya Tabungan Pada Kajian

Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

32

4.13 Tingkat Setengah Pengangguran dari Segi Jam Kerja 33

4.14 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja 34

4.15 Distribusi Responden Menurut Penghasilan Per Bulan 35

(7)

No. Tabel Judul Hlm.

4.19 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Tingkat Pendidikan 39 4.20 Distribusi Responden Menurut Penghasilan dan Jenis Pekerjaan 40 4.21 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Jenis Pekerjaan 42 4.22 Distribusi Responden Menurut Penghasilan dan Status Hubungan Kerja 43 4.23 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Status Hubungan Kerja 44 4.24 Distribusi Responden Menurut Penghasilan dan Jenis Kelamin 45

4.25 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Jenis Kelamin 46

4.26 Distribusi Responden Setengah Menganggur menurut Penghasilan dan Sektor 47 4.27 Distribusi Responden Setengah Menganggur menurut Penghasilan dan Pendidikan 48 4.28 Distribusi Responden Setengah Menganggur menurut Penghasilan dan Jenis Pekerjaan 50 4.29 Distribusi Responden Setengah Menganggur

menurut Penghasilan dan Status Hubungan Kerja

51

4.30 Distribusi Responden Setengah Menganggur menurut Penghasilan dan Jenis Kelamin

53

4.31 Rata-rata Penghasilan responden pekerja penuh dan setengah menganggur Menurut Pendidikan

54

4.32 Rata-rata Penghasilan responden pekerja penuh dan setengah menganggur Menurut Jenis Kelamin

56

4.33 Rata-rata Penghasilan responden pekerja penuh dan setengah menganggur Menurut Lapangan Pekerjaan

57

4.34 -rata Penghasilan responden pekerja penuh dan setengah menganggur Menurut Status Hubungan Kerja

58

(8)

Ringkasan

Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia, terdapat berbagai persoalan ketenagakerjaan, salah satunya adalah persoalan setengah pengangguran (underemployed) yang jauh lebih besar dari persoalan pengangguran terbuka yang ada. Penduduk terpaksa bekerja dengan jam kerja singkat dan penghasilan seadanya karena ketiadaan kesempatan kerja yang memadai. Mereka bekerja dengan jam kerja rendah dan penghasilan yang kurang layak. Hauser (1975) menyatakan bahwa terdapat 3 jenis setengah pengangguran yaitu dari segi jam kerja, penghasilan, dan mismatch (ketidaksesuaian antara kualifikasi/pendidikan dengan pekerjaan yang dimiliki). Setengah pengangguran yang tinggi juga dapat mencerminkan kondisi kemiskinan masyarakat, oleh karena itu mengatasi setengah pengangguran sama pentingnya dengan mengatasi pengangguran terbuka.

Mengingat pentingnya memetakan kondisi setengah pengangguran di Kabupaten Badung, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di sektor pertanian, industri, dan jasa di Kabupaten Badung 2). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di tingkat pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan tinggi di Kabupaten Badung 3). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan pada klasifikasi tenaga kerja kasar dan tenaga kerja kantoran (Blue and white collar worker) di Kabupaten Badung 4). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di sektor formal dan sektor informal Kabupaten Badung 5). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan untuk pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di Kabupaten Badung 6). Untuk menganalisis ada atau tidaknya perbedaan signifikan tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan menurut lapangan usaha, pendidikan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, dan jenis kelamin di Kabupaten Badung

Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Badung dengan mengambil 90 sampel penelitian yang akan didistribusikan masing-masing 30 sampel di sektor pertanian, industri, dan jasa. Objek penelitiannya adalah setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan yang akan dilihat dari segi jam kerja dan penghasilan menurut karakteristik responden lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, pendidikan, dan jenis kelamin. Jenis data yang digunakan ada 2 yaitu data kuantitatif antara lain jam kerja, penghasilan, jumlah pekerja, sedangkan data kualitatif antara lain lapangan pekerjaan, status hubungan kerja, dan jenis pekerjaan. Sumber data yang digunakan ada 2 yaitu sumber primer/data primer dan sumber sekunder/data sekunder. Sampel akan didistribusikan di seluruh kecamatan di Kabupaten Badung sesuai dengan proporsi pekerja yang bekerja di ketiga sektor tersebut. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling untuk responden dan purphosive sampling untuk informan. Metode pengumpulan data yang digunakan ada 3 yaitu observasi non partisipan, wawancara/interview, dan wawancara mendalam. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif seperti mean, median, modus, dan statistik inferensial yaitu Analysis of Varian (ANOVA).

(9)

tinggi tidak ada yang tergolong setengah menganggur dari segi jam kerja; 3).Tingkat setengah pengangguran baik dari segi jam kerja dan penghasilan paling tinggi terdapat pada responden yang tergolong pekerja usaha pertanian/pekerja kasar, dan paling rendah terdapat pada jenis pekerjaan profesionel/manajerial; 4). Jika dilihat dari sektor informal dan sektor formal, ternyata setengah pengangguran lebih tinggi di sektor informal, daripada di sektor yang tergolong formal, baik menurut penghasilan maupun jam kerja; 5). Perempuan tergolong dalam katagori setengah pengangguran baik dari segi jam kerja dan penghasilan lebih tinggi daripada laki-laki; 6). Tidak ada perbedaan tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan,menurut karakteristik tertentu seperti pendidikan, jenis kelamin, jenis pekerjaan, status hubungan kerja dan lapangan pekerjaan, dan terdapat perbedaan signifikan pada penghasilan antara responden yang tergolong setengah menganggur dengan responden yang tergolomg bekerja penuh menurut karakteristik tertentu. Saran yang dapat diajukan adalah pendidikan merupakan variabel yang paling penting dalam menurunkan persentase responden yang tergolong setengah penganggur baik dari segi jam kerja maupun penghasilan. Dengan demikian pemberian motivasi kepada masyarakat harus terus ditingkatkan dan pemberian beasiswa menjadi program yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut dilaksanakan berbagai program pembangunan salah satunya adalah pembangunan di bidang ekonomi. Tujuan dari pembangunan ekonomi yang dilaksanakan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan melalui terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat. Melalui kesempatan kerja, masyarakat khususnya angkatan kerja akan memperoleh penghasilan, dan tanpa penghasilan kesejahteraan tidak mungkin dapat dicapai. Demikian pula angkatan kerja yang menganggur atau sedang mencari pekerjaan juga akan sulit mencapai kesejahteraan yang diinginkan, sehingga salah satu kebijakan negara adalah bagaimana cara menurunkan tingkat pengguran merupakan tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan makro.

(11)

yang ada. Tingkat pengangguran ini lebih rendah daripada tingkat pengangguran pada kondisi full employment (kesempatan kerja penuh). Seharusnya kondisi seperti ini memberikan kesejahteraan yang tinggi pada masyarakat, namun kenyataannya tidaklah demikian. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan yang didekati dengan indikator rata-rata pendapatan per kapita Provinsi Bali maupun Kota Denpasar yang jauh lebih rendah daripada rata-rata pendapatan per kapita secara nasional, apalagi jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan per kapita negara-negara di Asean. Rata-rata pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun 2013 sebesar Rp. 36,5 juta per tahun, dan Provinsi Bali hanya Rp. 22.934.192,79 yang nilainya jauh lebih rendah daripada rata-rata pendapatan per kapita yang dihitung secara nasional (BPS, 2014). Apalagi jika dibandingkan dengan pendapatan Negara-negara di Asean, terlihat bahwa rata-rata pendapatan per kapita secara nasional maupun di Provinsi Bali lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara-negara Asean tersebut seperti Negara Singapura (57.238 US$), Brunei Darussalam (47.200 US$). Malaysia (14.603 US $) dan Thailand (8.643 US $), sedangkan Indonesia pada tahun

yang sama (tahun 2011), hanya 4.380 US$. Dengan demikian dapat dikatakan tingkat

pengangguran yang rendah khususnya untuk daerah-daerah di Indonesia belumlah secara

penuh dapat memberikan informasi tentang tingkat kesejahteraan masyarakat. Ada satu

persoalan di bidang ketenagakerjaan selain masalah tingkat pengangguran yang juga dapat

mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yaitu keberadaan setengah pengangguran,

seperti yang juga disampaikan oleh Bakir dan Manning (1984), bahwa kelompok

pengangguran terbuka kondisinya relatif rendah dan kelompok setengah pengangguran yang

jauh lebih besar.

Setengah pengangguran (under employment) adalah suatu kondisi ketenagakerjaan

dimana mereka yang bekerja atau memiliki kesempatan kerja namun tidak penuh. Di

Negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia mengalami persoalan setengah

pengangguran ini. Banyak angkatan kerja yang bekerja atau memperoleh kesempatan kerja,

namun mereka bekerja di bawah jam kerja normal. Mereka terpaksa bekerja dengan jam

kerja yang rendah karena kekurangan kesempatan kerja, mereka tidak dapat bertahan lama

dalam kondisi tidak bekerja karena miskin, sehingga mereka terpaksa bekerja dengan jam

kerja yang pendek untuk dapat mempertahankan hidup. Di sisi lain ada juga yang bekerja

(12)

jam kerja penuh maka kesejahteraan mereka dari segi ekonomi akan menjadi lebih tinggi.

Dengan demikian penghasilan yang mereka dapatkan dengan bekerja setengah menganggur

atau kurang dari jam kerja normal akan lebih rendah dibandingkan dengan jika mereka

bekerja dengan jam kerja normal, yang tentu saja akan mempengaruhi kesejahteraan yang

mereka dapat capai. Kondisi seperti ini banyak dijumpai di negar-negara sedang

berkembang termasuk Indonesia, yang kiranya membutuhkan kajian atau penelitian yang

lebih komprehensif dihingga dapat diketahui dimana banyak terjadi setengah pengangguran,

dan faktor apakah yang menyebabkan hal tersebut terjadi.

Khususnya di negara-negara sedang bekembang jika dibandingkan kondisi setengah

pengangguran dengan tingkat pengangguran terbuka, maka tingkat setengah pengangguran

akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran. Kondisi ini juga dapat

mencerminkan bahwa persoalan setengah pengangguran lebih besar dibandingkan dengan

masalah tingkat pengangguran terbuka. Dengan demikian tingkat pengangguran terbuka

tidaklah dapat mencerminkan secara nyata persoalan ketenagakerjaan yang ada sehingga

kajian mengenai kondisi setengah pengangguran ini sangat penting untuk dilakukan. Philip

Hauser pada tahun 1975 memperkenalkan pendekatan baru untuk melihat kondisi

ketenagakerjaan di suatu daerah dengan memperhatikan kondisi setengah pengangguran

yang ada. Pendekatan yang digunakan disebut Pendekatan Pendayagunaan Tenaga Kerja

(Labor Utilization Approach). Dengan pendekatan tersebut penduduk akan digolongkan

bekerja penuh (fully utilized) dan setengah menganggur /underutilized (Mantra, 2003).

Angkatan kerja yang tergolong setengah menganggur/ underutilized tidak saja dapat

ditinjau dari segi jam kerja yang rendah (visible unemployment), namun juga dapat dilihat

dari pendapatan atau produktivitas yang rendah, dan adanya ketidaksesuaian antara

pekerjaan yang dimiliki dengan tingkat dan kualifikasi pendidikan yang dimiliki (mismatch)

yang disebut sebagai pengangguran yang tidak kentara (invisible unemployment). Setengah

pengangguran yang tidak kentara lebih sulit untuk diukur jika dibandingkan dengan

pengangguran kentara. Seseorang yang memiliki pendidikan atau kualifikasi tertentu jika

bekerja sesuai dengan kualifikasi adan keahlian yang dimiliki, maka mereka diharapkan

dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi yang akan diberikan di tempat dimana mereka

(13)

bekerja pada tempat tertentu, maka diharapkan dia akan memperoleh pendapatan yang

secara normal dapat diperoleh dari pekerjaannya. Jika orang tersebut ternyata menerima

pendapatan kurang daripada yang seharusnya, maka dikatakan orang tersebut kurang

dimanfaatkan oleh lingkungannya atau terjadi setengah pengangguran (underutilized) dari

segi penghasilan. Berapa pendapatan yang seharusnya diterima pada pekerjaan tertentu,

pasti akan berbeda dalam berbagai bidang seperti akan berbeda menurut lapangan usaha,

jenis jabatan, maupun menurut pendidikan dan sebagainya. Dalam penelitian ini akan dikaji

atau diteliti setengah pengangguran dari segi jam kerja (visible unemployment), dan dari segi

penghasilan (invisible unemployment). Dapat dikatakan bahwa setengah pengangguran yang

lebih besar pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat adalah setengah pengangguran

yang tidak kentara tersebut. Walaupun seseorang bekerja dengan jam kerja yang sangat

panjang, namun produktivitasnya rendah atau tidak dimanfaatkan secara optimal oleh

lingkungan kerjanya, maka penghasilan yang akan diterima adalah lebih rendah dari

penghasilan yang seharusnya dapat diterima, Dengan demikian yang lebih diharapkan

adalah penghasilan yang sesuai dengan yang seharusnya mereka terima, konsep ini akan

dapat menghitung setengah pengangguran dari segi penghasilan. Dalam penelitian ini akan

dikaji setengah pengangguran menurut jam kerja untuk dapat melihat kesempatan kerja

yang ada, dan juga setengah pengangguran dari segi penghasilan, untuk melihat penilaian

terhadap produktivitas kerja. Dalam penelitian ini belum dikaji tentang setengah

pengangguran akibat ketidaksesuaian antara kualifikasi/pendidikan yang dimiliki dengan

pekerjaan yang dimiliki oleh pekerja.

Pekerja yang bekerja dapat dibedakan dari berbagai segi, misalnya pekerja menurut

jenis kelamin seperti pekerja laki-laki dan perempuan dan pekerja menurut jenis kelamin

ada kemungkinan menerima upah yang berbeda akibat perbedaan lapangan atau jenis

pekerjaan yang dimiliki oleh mereka. Pekerja juga dapat dibedakan menurut lapangan

pekerjaan seperti sektor pertanian, industri, dan jasa yang kemungkinan memberikan tingkat

upah yang berbeda yang juga akan dikaji dalam penelitian ini. Pekerja juga akan

memperoleh upah yang berbeda berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki, jenis

pekerjaan, status pekerjaan dan juga daerah tempat tinggal. Dengan demikian kajian tentang

setengah pengangguran dalam penelitian ini akan ditekankan pada setengah pengangguran

(14)

seperti jenis kelamin, pendidikan, lapangan usaha, jenis jabatan, maupun status hubungan

kerja yang dimiliki oleh responden pekerja.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk dapat memperoleh informasi tentang kondisi setengah pengangguran baik

pengangguran yang kentara maupun yang tidak kentara, maka kajian ini sangat penting

untuk dilaksanakan. Sampai saat ini informasi tentang setengah pengangguran khususnya

yang tergolong setengah pengangguran yang tidak kentara belum ada sama sekali. Dengan

kajian ini akan dapat diperoleh peta mengenai setengah pengangguran kentara dan yang

tidak kentara di berbagai sector ekonomi. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah

penelitiannya sebagai berikut.

1). Bagaimana kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di

sektor pertanian, industri, dan jasa di Kabupaten Badung

2). Bagaimana kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di

tingkat pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan tinggi di Kabupaten Badung

3). Bagaimana kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan

pada klasifikasi tenaga kerja kasar dan tenaga kerja kantoran (Blue and white collar

worker) di Kabupaten Badung

4). Bagaimana kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di

sektor formal dan sektor informal Kabupaten Badung

5). Bagaimana kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan

untuk pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di Kabupaten Badung.

6). Adakah perbedaan signifikan tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan

penghasilan menurut lapangan usaha, pendidikan, jenis pekerjaan, status hubungan

kerja, dan jenis kelamin di Kabupaten Badung?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat disampaikan tujuan penelitian seperti berikut.

1). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan

(15)

2). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan

penghasilan di tingkat pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan tinggi di

Kabupaten Badung

3). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan

penghasilan pada klasifikasi tenaga kerja kasar dan tenaga kerja kantoran (Blue and

white collar worker) di Kabupaten Badung

4). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan

penghasilan di sektor formal dan sektor informal Kabupaten Badung

5). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan

penghasilan untuk pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di Kabupaten Badung

6). Untuk menganalisis ada atau tidaknya perbedaan signifikan tingkat setengah

pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan menurut lapangan usaha, pendidikan,

jenis pekerjaan, status hubungan kerja, dan jenis kelamin di Kabupaten Badung

1.4 Urgensi Penelitian

Dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa tujuan dari

pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Panca Sila. Masyarakat yang adil dan makmur adalah masyarakat yang sejahtera dan dapat

menikmati kehidupannya dengan sebaik-baiknya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut

yaitu masyarakat yang sejahtera, pembangunan dilaksanakan di segala bidang kehidupan

baik di bidang fisik maupun non fisik. Untuk mencapai kesejahteraan baik secara fisik

maupun non fisik, maka diperlukan sumber daya yang memadai. Sumber daya yang

diperlukan tersebut akan dapat diperoleh dengan jalan bekerja sehingga kesempatan kerja

menjadi begitu penting di dalam usaha untuk mencapai kesejahteraan dalam merealisasikan

tujuan pembangunan nasional. Dengan kata lain tingkat pengangguran terbuka harus ditekan

serendah mungkin sehingga kesempatan kerja diharapkan setinggi mungkin. Dalam

perkembangan selanjutnya tidak hanya tingkat pengangguran terbuka yang harus ditekan

juga penting untuk diperhatikan adalah tingkat setengah pengangguran yang juga dapat

(16)

dimiliki (mismatch). Salah satu indikasi yang muncul adalah pada mekanisme push down, seperti misalnya pada penerimaan pegawai negeri pelamar menggunakan ijazah yang lebih

rendah daripada ijazah yang dimiliki akibat terbatasnya kesempatan kerja yang terdidik,

akibatnya adalah muncul orang-orang yang bekerja tidak sesuai dengan pendidikan yang

dimiliki (Dwiyanto, dkk, 1996). Orang-orang yang seperti ini sebenarnya adalah

orang-orang yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh lingkungan kerjanya, sehingga apa yang

seharusnya dia terima dari pendidikan yang dimiliki tidak diperolehnya karena dia memasuki

kesempatan kerja yang tidak sesuai dengan pendidikan yang dimiliki. Setengah

pengangguran dari segi jam kerja artinya mereka bekerja kurang dari jam kerja normal, yang

juga mencerminkan rendahnya kesempatan kerja yang ada. Setengah pengangguran dari segi

penghasilan/produktivitas mencerminkan rendahnya penghasilan yang mereka terima jika

dibandingkan dengan yang seharusnya mereka terima. Dengan kata lain mereka tidak

dimanfaatkan secara penuh oleh lingkungan kerjanya. Demikian juga setengah pengangguran

karena ketidaksesuaian antara pendidikan/keahlian dengan pekerjaan yang dimiliki

(mismatch), mencerminkan pekerja yang tidak dapat bekerja secara optimal di bidang

pekerjaannya karena tidak didukung oleh keahlian/pendidikan yang diperlukan. Brown and

Pintaldi, 2006, menyebutnya sebagai misallocation of labour resources in particular the mismatch of occupation and education. Mereka menyebut kondisi tersebut sebagai kesalahan alokasi sumber daya antara pekerjaan dengan pendidikan yang dimiliki. Kondisi ini akan

mencerminkan hasil yang diperoleh pekerja tersebut tidaklah maksimal, seperti yang dapat

dilakukan jika orang yang menduduki jabatan/pekerjaan tersebut adalah orang yang tepat.

Dengan demikian ketiga jenis setengah pengangguran ini akan menghambat peningkatan

pendapatan yang dapat dicapai oleh pekerja yang pada akhirnya memperlambat peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Sampai saat ini informasi tentang kondisi setengah pengangguran

belum memadai, dan dari data sekunder hanya tersedia jam kerja rata-rata untuk memperoleh

informasi tentang setengah pengangguran dari segi jam kerja, sedangkan informasi untuk

setengah pengangguran dari kriteria yang kedua dan ketiga belum tersedia sehingga kajian ini

menjadi sangat penting untuk dilakukan. Mengingat kondisi tersebut maka penelitian ini akan

menekankan pada setengah pengangguran kentara yaitu akibat kekurangan jam kerja, dan

(17)

pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan berdasarkan karaketistik tertentu dari

responden pekerja tersebut. Berdasarkan peta ini akan dapat diketahui dimana terjadi

setengah pengangguran baik dari segi jam kerja maupun penghasilan, sehingga diharapkan

dapat dibuat kebijakan-kebijakan yang mampu memperbaiki kondisi setengah pengangguran

tersebut. Kesejahteraan masyarakat akan dapat ditingkatkan jika setengah pengangguran

dapat ditekan, dengan demikian penelitian ini menjadi hal yang sangat penting untuk

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Kesejahteraan

Kesejahteraan suatu bangsa menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh semua

bangsa-bangsa di dunia termasuk Negara Indonesia. Untik mencapai kesejahteraan tersebut

pembangunan dilaksanakan di segala bidang kehidupan seperti di bidang ekonomi,

kesehatan, pendidikan, keamanan, dan di bidang-bidang lainnya yang bertujuan untuk

mencapai tujuan kesejahteraan fisik dan non fisik, atau material dan spiritual. Pada umumnya

untuk perbandingan antar Negara mengenai keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan

oleh sebuah negara dapat menggunakan beberapa indikator. Pembangunan nasional di

Indonesia dalam perkembangannya dapat dicatat dilaksanakan secara terencana serta

berkesinambungan seperti yang diketahui melalui tahapan Repelita (Rencana Pembangunan

Lima Tahun) yang dimulai pada tahun 1969 pada era pemerintahan Presiden Suharto yang

mencapai tahapan Repelita samlai ke 6 Repelita yaitu sekitar 30 tahun. Repelita pada era

Presiden Suharto tersebut dilaksanakan sampai mencapai tahapan Repelita 6, artinya selama

30 tahun proses pembangunan yang dilaksanakan memiliki target-target pencapaian sesuai

dengan tujuan pada masing-masing tahapan Repelita tersebut. Jika dilihat pada pemerintahan

setelah Presiden Suharto, rencana pembangunan tersebut tidak disebut lagi sebagai Repelita

namun dengan sebutan yang berbeda-beda sesuai dengan presiden yang memimpin setelah

era tersebut. Walaupun pembangunan dilaksanakan diberbagai bidang pembangunan, namun

pembangunan ekonomi sepertinya dapat dikatakan sebagai hal mendasar yang perlu dicapai

untuk dapat mempermudah pencapaian tujuan-tujuan pembangunan lainnya. Tanpa

keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi, maka kiranya akan menjadi sangat sulit untuk

mencapai tujuan pembangunan lainnya seperti di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan

dan di bidang lainnya. Dengan demikian pembangunan di bidang ekonomi dapat dikatakan

menjadi dasar pembangunan di bidang-bidang lainnya. Dengan kata lain kesejahteraan di

bidang ekonomi akan dapat memicu kesejahteraan di bidang-bidang lainnya, dan

kesejahteraan yang ingin dicapai dalam pembangunan yang dilaksanakan adalah

(19)

pembangunan tersebut juga sebagai pengawas, seperti yang disampaikan oleh Ananta (1992)

mengutip pendapatan Keynes bahwa perlu ada campur tangan pemerintah didalamnya, dan

tidak hanya semata-mata mengandalkan pada mekanisme pasar. Keterlibatan pemerintah

tidak hanya dalam pembangunan ekonomi, juga dalam pembangunan sektor-sektor lainnya,

seperti keterlibatan pemerintah dalam komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dalam

program-program tertentu seperti pada program-program kependudukan (Singarimbun,

1996).

2.2 Indikator Keberhasilan Pembangunan 1) Indikator Ekonomi

Indikator keberhasilan pembangunan secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 yaitu indikator ekonomi dan indikator non ekonomi (Subandi, 2008). Pada umumnya indikator

ekonomi yang biasanya digunakan untuk menilai keberhasilan di bidang pembangunan

ekonomi adalah indikator-indikator yang terukur seperti PDRB (Produk Domestik Regional

Bruto) untuk di daerah dan Produk Nasional Bruto/ Gross National Product untuk tingkat

nasional atau negara. Jika PDRB pada tahun tertentu tersebut dibagi dengan jumlah

penduduk pada tahun tertentu juga, maka akan diperoleh rata-rata pendapatan per kapita yang

juga merupakan suatu indikator ekonomi untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi.

Secara umum dinyatakan jika rata-rata pendapatan per kapita meningkat, maka dapat

dikatakan secara kasar bahwa pembangunan ekonomi semakin berhasil, namun jika PDRB

meningkat belum tentu kesejahteraan meningkat, karena belum memperhitungkan kenaikan

orang-orang yang menghasilkan PDRB tersebut. Dengan demikian indikator pendapatan per

kapita akan lebih mencerminkan tingkat kesejahteraan ekonomi secara rata-rata

dibandingkan dengan indikator PDRB atau PNB. Seperti yang disampaikan oleh Raharjo

(1990) bahwa majunya perekonomian suatu masyarakat ditandai oleh berkembang dan

meningkatnya kegiatan produksi untuk pasar.

Indikator lain yang juga dapat digunakan untuk melihat indikator ekonomi adalah

indikator yang dikembangkan oleh Nordhaus dan Tobin (1972) dalam Subandi (2008) yaitu

Net Economic Welfare (NEW). Konsep ini berusaha untuk menghitung indikator untuk melihat kesejahteraan secara ekonomi dengan melakukan perbaikan atau koreksi terhadap

indikator-indikator yang terdapat dalam konsep GNP (Gross National Product). Koreksi atau

(20)

dan ada juga beberapa indikator yang dikoreksi negative atau dikurangkan. Indikator yang

ditambahkan antara lain nilai-nilai yang diperoleh dari indikator atau komponen yang tidak

dipasarkan seperti aktivitas-aktivitas yang tidak dilakukan melalui mekanisme pasar, seperti

aktivitas memasak sendiri, mencuci sendiri, atau kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak

melalui mekanisme pasar, namun akan membutuhkan biaya jika dilakukan dengan

mekanisme pasar, seperti membeli manakan yang sudah jadi, membawa pakaian ke tukang

binatu atau laundry, dan sebagainya. Menurut Nordhaus dan Tobin (1972) indikator-indikator ini perlu ditambahkan dalam menghitung NEW. Selain ada indikator-indikator-indikator-indikator

yang ditambahkan dalam menghitung NEW, ada juga indikator-indikator yang dikurangkan

seperti kerusakan lingkungan atau eksternalitas yang dapat menurunkan kesejahteraan

masyarakat secara umum.

2). Indikator Sosial

Indikator sosial yang secara umum digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan

adalah indikator sosial antara lain PQLI (Physical Quality of Life Index). PQLI atau Index

Mutu Hidup (IMH) adalah index komposit yang mencerminkan 3 indikator yaitu indikator

kesehatan, gizi, dan pendidikan. Derajat kesehatan dalam hal ini dinilai dari tingkat kematian

bayi (infant mortality rate), angka harapan hidup pada umur satu tahun. Untuk tingkat

pendidikan dilihat dari tingkat melek huruf orang dewasa umur 15 tahun ke atas. Tingkat

kematian bayi adalah indikator yang sangat baik untuk melihat dampak dari tingkat

kesehatan masyarakat maupun kondisi gizi, maupun kondisi lingkungan, serta kondisi

ekonomi mereka dimana pun berada. Dengan demikian tingkat kematian bayi dipandang

cocok untuk melihat kualitas hidup masyarakat dan tingkat kematian bayi tersebut adalah

indikator makro yang mencerminkan kondisi suatu kelompok masyarakat sebagai dampak

bari berbagai program pembangunan baik pembangunan di bidang ekonomi dan non

ekonomi.

Indikator sosial lainnya selain PQLI adalah Human Development Index (HDI), Index Pembangunan Manusia (IPM), yang juga dibentuk oleh 3 indikator yaitu: 1). Usia panjang

yang diukur dari tingkat harapan hidup; 2) pengetahuan yang diukur dari rata-rata tertimbang

dari jumlah orang dewasayang dapat membaca (dengan bobot dua per tiga), dan rata-rata

(21)

masing Negara, misalnya Negara atau daerah yang memiliki IPM rendah berkisar dari nilai 0

hingga 0,50; Negara dengan IPM menengah atau sedang yaitu Negara atau daerah dengan

IPM 0,51 – 0,78; dan Negara atau daerah dengan IPM tinggi yaitu berkisar dari 0,80 – 1.

Selain indikator-indikator sebagai ukuran kesuksesan pembangunan di segala bidang

yang telah dilaksanakan, sering juga digunakan indikator-indikator lainnya untuk melihat

keberhasilan dari proses pembangunan yang dilaksanakan. Indikator tersebut antara lain

(Subandi, 2008): 1). Poverty line (garis kemiskinan) adalah tingkat pendapatan yang mencerminkan batas minimal pendapatan/pengeluaran yang harus dilakukan dalam menjaga

kelangsungan hidup sebagai manusia. Dengan batas garis kemiskinan tersebut maka secara

implisit dapat dikatakan bahwa dengan batas garis kemiskinan tersebut keluarga yang

bersangkutan tidaklah mampu membeli makanan bergizi, kesehatan yang memadai, dan

pendidikan yang memadai pula. Dapat dikatakan jika garis kemiskinan semakin rendah,

maka kondisi ekonomi daerah tersebut semakin buruk, demikian sebaliknya. Semakin maju

suatu daerah, maka garis kemiskinannya juga akan semakin tinggi yang dapat mencerminkan

daya beli dari masyarakat yang bersangkutan; 2). Kebutuhan dasar minimum (basic minimum

needs) adalah sebuah ukuran yang menunjukkan batas kebutuhan dasar minimum seseorang untuk dikatagorikan sebagai orang yang tidak miskin. Kelompok masyarakat yang memiliki

pengeluaran antara 240-320 kg di perdesaan dan antara 360-480 kg di perkotaan adalah

ambang batas kecukupan pangan. Dengan demikian jika pengeluaran pangan kelompok

masyarakat kurang dari batas tersebut baik di perkotaan maupun di perdesaan, maka

dikatakan kelompok masyarakat tersebut berada dalam kelompok masyarakat miskin. Hasil

dari pengklasifikasian penduduk baik berdasarkan garis kemiskinan maupun berdasarkan

kebutuhan dasar minimum akan menghasilkan klasifikasi penduduk yang berada di bawah

kemiskinan. Semakin banyak kelompok penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan

tersebut, maka semakin buruk kondisi ekonomi daerah yang bersangkutan yang juga

mencerminkan bahwa pembangunan ekonomi kurang berhasil, demikian sebaliknya. Dengan

demikian kedua indikator yang telah disampaikan, dapat menjadi indikator untuk melihat

keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi khususnya.

2.3 Pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia

Pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia dimaksudkan untuk meningkatkan

(22)

pelaksanaan pembangunan ekonomi, salah satu masalah yang dihadapi oleh bangsa ini adalah

berbagai persoalan di bidang ketenagakerjaan. Beberapa persoalan ketenagakerjaan yang

dihadapi dalam pembangunan ekonomi Bangsa Indonesia antara lain persoalan

pengangguran, setengah pengangguran, rendahnya produktivitas pekerja yang antara lain

disebabkan oleh rata-rata kualifikasi dan pendidikan yang rendah, serta perlindungan pekerja

yang kurang memadai. Perhatian telah meningkat terhadap meluasmya dan berkembangnya

problema pengangguran di Negara-negara dunia ketiga (Todaro, 1983). Persoalan- persoalan

ketenagakerjaan tersebut yang berusaha untuk diatasi oleh pemerintah sehingga

kesejahteraan sebagai tujuan pembangunan bangsa diharapkan semakin cepat dapat tercapai.

Gambar 1 menunjukkan persoalan ketenagakerjaan di Indonesia dan pembangunan

ketenagakerjaan yang dilakukan berada pada lingkup bagan tersebut. Klasifikasi penduduk

usia kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun ke atas.

Gambar 1: Pembagian Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Ekonomi

Sumber: Mantra, 2003

(23)

angkatan kerja. Bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang tidak masuk pasar

kerja untuk menawarkan waktu yang dimilikinya, seperti ibu atau bapak rumah tangga,

penduduk yang sedang bersekolah, pensiunan, orang cacat dan orang-orang yang hidupnya

ditanggung oleh orang lain. Dalam pembahasan mengenai ketenagakerjaan yang menjadi

pusat perhatian adalah angkatan kerja, karena mereka bagian dari penduduk usia kerja yang

masuk pasar kerja (Gambar 1). Mereka yang tergolong angkatan kerja sebagian besar sudah

bekerja yang disebut sebagai pekerja, dan sebagian kecil sedang mencari pekerjaan yang

sering disebut pengangguran. Angkatan kerja yang bekerja ini dapat diklasifikasikan menurut

lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, jenis kelamin, daerah tempat

tinggal, dan pendidikan. Angkatan kerja yang bekerja ini dapat mengalami setengah

pengangguran baik dari segi jam kerja, penghasilan/produktivitas, dan mismatch (ketidaksesuaian pendidikan/kualifikasi yang dimiliki dengan pekerjaan). Dalam kajian ini

setengah pengangguran akan difokuskan pada 2 klasifikasi yaitu menurut jam kerja dan

penghasilan/produktivitas yang dimiliki. Setengah pengangguran pada klasifikasi yang ketiga

yaitu mismatch, akan diteliti dalam kesempatan lainnya karena tidak memungkinkan atau sangat sulit untuk digabungkan dalam kajian ini mengingat kajian tersebut membutuhkan

analisis yang sangat mendalam karena belum ada kajian setengah pengangguran akibat

mismatch yang dapat dijadikan referensi untuk melakukan pembahasan. Jika melihat Gambar 1 tersebut dapat dikatakan bahwa persoalan ketenagakerjaan berada pada angkatan kerja,

baik persoalan pengangguran, setengah pengangguran, pengupahan, maupun hubungan kerja,

dan perlindungan pekerja. Tingginya tingkat pengangguran sangat berhubungan dengan

kemiskinan. Pada umumnya sebagian besar mereka yang tidak memiliki pekerjaaan tetap

ataupun bekerja paruh waktu cenderung berada pada kelompok masyarakat miskin, demikian

sebaliknya mereka yang bekerja penuh waktu dan memiliki pekerjaan tetap baik di

pemerintahan maupun swasta cenderung tidak akan termasuk dalam masyarakat miskin.

Melihat persoalan-persoalan di bidang ketenagakerjaan tersebut, maka

program-program pembangunan di bidang ketenagakerjaan tersebut adalah dimaksudkan untuk

mengatasi persoalan yang terjadi tersebut. Dengan demikian pembangunan ketenagakerjaan

paling utama akan dimasudkan meningkatkan kesempatan kerja untuk mengatasi mereka

yang menganggur dan setengah pengangguran dari segi jam kerja. Kebijakan ini akan dapat

(24)

dimasudkan untuk memberikan upah yang memadai dengan secara periodik, dapat

dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan selain untuk mengatasi setengah

pengangguran dari segi penghasilan. Pembangunan ketenagakerjaan dengan kebijakan untuk

melakukan pelatihan secara memadai dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas yang

pada akhirnya secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan penghasilan pekerja.

Jadi secara implisit dapat dikatakan bahwa pembangunan ketenagakerjaan dimaksudkan

untuk menyediakan lapangan kerja dan lapangan untuk berusaha dengan remunerasi yang

memadai dimaksudkan untuk menyediakan lapangan kerja dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2 (Marhaeni, dan Manuati, 2004).

Pembangunan ketenagakerjaan dengan demikian diarahkan untuk peningkatan kompetensi

dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan pengupahan, kesejahteraan, perlindungan tenaga

kerja dan kebebasan berserikat (Subandi, 2011). Kesemua program pembangunan

ketenagakerjaan tersebut untuk dapat mengentaskan kemiskinan dan mencapai kemakmuran

bangsa sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. Smith (1776) menyatakan tidak ada

masyarakat yang makmur jika sebagian besar penduduknya berada dalam kemiskinan dan

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan objek Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kabupaten Badung, dengan alasan belum ada informasi

tentang setengah pengangguran dalam kriteria tersebut berdasarkan data primer yang dapat

dikaji menurut beberapa karakteristik pekerja, sehingga tersedia peta setengah pengangguran

di kota ini. Selain itu variasi jenis pekerjaan di Kabupaten Badung ini akan relatif banyak

dibandingkan daerah yang lainnya mengingat kabupaten ini memiliki tingkat pertumbuhan

penduduk tertinggi di antara kabupaten/kota di Provinsi Bali pada periode Sensus Penduduk

terakhir akibat migrasi masuk yang tinggi, sehingga status hubungan kerja informal yang juga

cenderung lebih banyak, yang dapat mengarah pada setengah pengangguran yang

kemungkinan besar juga relatif banyak. Objek penelitian dalam kajian ini adalah setengah

pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan, yang akan ditinjau dari karakteristik

pekerja seperti lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, jenis kelamin,

pendidikan, dan daerah tempat tinggal.

3.2 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2012). Sampel adalah bagian dari populasi

tersebut yang akan dipelajari kemudian ditarik kesimpulan dari sampel tersebut. Populasi

dalam penelitian ini adalah pekerja yang diklasifikasi ke dalam 3 sektor yaitu pertanian,

industri, dan jasa yang ada di Kabupaten Badung. Mengingat analisis akan dilakukan di setiap

sektor mengenai kedalam setengah pengangguran yang terjadi, maka dengan memperhatikan

sumber daya yang tersedia jumlah sampel ditetapkan sebanyak 90 orang pekerja yang akan

didistribusikan secara merata masing-masing 30 orang di setiap sektor, sehingga kurang

memperhatikan proporsi populasi di masing-masing sektor tersebut. Jumlah sampel yang akan

diambil ini lebih memperhatikan analisis data yang akan dilakukan. Jumlah sampel yang akan

diambil di setiap kecamatan akan memperhatikan proporsi pekerja menurut lapangan kerja di

(26)

tinggi, maka akan memperoleh sampel untuk pekerja di sektor pertanian juga paling tinggi,

demikian pula untuk sektor-sektor yang lainnya. Metode penentuan sampel atau teknik

sampling yang digunakan adalah accidental sampling (non probability sampling) dengan memperhatikan jumlah sampel di setiap kecamatan yang dihitung sesuai dengan proporsi

lapangan kerja/sektor.

3.3 Sumber Data dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari sumber data primer dan

sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang digunakan untuk pertamakalinya

dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data primer untuk menjawab tujuan

penelitian. Data yang dikumpulkan dari sumber data primer antara lain karakteristik

responden seperti umur, pendidikan, lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status pekerjaan,

penghasilan, status perkawinan, jumlah anak, dan sebagainya sesuai dengan tujuan penelitian.

Data yang dikumpulkan melalui sumber sekunder adalah data pendukung, untuk melihat

kondisi Kabupaten Badung secara umum seperti perkembangan jumlah penduduk, tingkat

pertumbuhan PDRB. Untuk mencari data terutama rata-rata penghasilan yang akan digunakan

sebagai standar menurut karakteristik tertentu, akan bekerja sama dengan Badan Pusat

Statistik Provinsi Bali dengan menggunakan atau menganalisis data mentah yang dimiliki

oleh BPS dari survai yang telah dilakukan oleh mereka. Jenis data yang digunakan ada 2 yaitu

data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, seperti

umur, jam kerja, jumlah penduduk, penghasilan, jumlah anak, PDRB. Data kualitatif adalah

data yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka, seperti lapangan pekerjaan, jenis

pekerjaan, status hubungan kerja.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1). Observasi, khususnya observasi non partisipan yaitu metode pengumpulan data dengan

melakukan pengamatan dan mencatat data yang diperlukan seperti data perkembangan

(27)

2). Wawancara, dilakukan dengan bertatap muka langsung kepada responden untuk

menanyakan beberapa informasi yang dibutuhkan dengan mempersiapkan daftar pertanyaan

terlebih dahulu. Data yang dikumpulkan langsung dari responden adalah data yang ditujukan

untuk menjawab tujuan penelitian, antara lain semua karakteristik responden, tempat tinggal,

jenis kelamin, lapangan kerja, status hubungan kerja, pendidikan, dan penghasilan.

3). Wawancara mendalam (indepth interview), dilakukan dengan informan yang sesuai

dengan yang dibutuhkan. Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh informasi

mendalam tentang tujuan penelitian, wawancara mendalam antara lain akan dilakukan

dengan beberapa responden yang sesuai, beberapa informan dari Dinas Tenaga Kerja.

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data perlu diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum digunakan. Untuk menguji instrumen penelitian yang digunakan

perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk memastikan variabel yang digunakan.

Korelasi product moment digunakan untuk melakukan uji validitas, bila nilai korelasi melebihi 0,3 maka instrument penelitian sudah dikatakan valid. Metode konsistensi internal

digunakan untuk menguji uji reliabilitas dengan melihat nilai Alpha Cronbach Bila nilai Alpha Cronbach melebihi 0,6 maka instrument penelitian sudah dikatakan reliabel

3.6 Variabel Penelitian

Ada beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab tujuan penelitian. Variabel-variabel tersebut diuraikan sebagai berikut (BPS, 1996; BPS, 2001).

1). Jam kerja, yaitu jam kerja per minggu yang dimiliki oleh pekerja dari pekerjaan utama

2). Penghasilan, adalah pendapatan yang diperoleh per bulan dari pekerjaan utama

3). Lapangan pekerjaan atau bidang pekerjaan utama, adalah tempat bekerja dari pekerja yang

dibedakan menjadi sub sector pertanian dalam arti luas, industri pengolahan, perdagangan,

angkutan, yang nantinya hanya akan dibagi 3 yaitu sub sector pertanian, industry, dan jasa.

4). Status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam pekerjaan yang dibedakan menjadi

berusaha/bekerja sendiri, berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap, berusaha dibantu

(28)

dibedakan nantinya dalam analisis menjadi sector informal/status hubungan kerja informal

dan sektor/ status hubungan kerja formal.

5). Jenis pekerjaan, adalah macam pekerjaan yang sedang dilakukan yang dikelompokkan ke

dalam: (1) tenaga professional, tehnisi dan sejenisnya; (2) tenaga kepemimpinan dan

ketatalaksanaan; (3) tenaga tata usaha dan sejenisnya; (4) tenaga usaha penjualan; (5) tenaga

usaha jasa; (6) tenaga usaha pertanian, kehuatan, perburuan, perikanan; (7) tenaga produksi,

operator alat angkutan, pekerja kasar; (8) lainnya. Dalam analisis akan dibedakan ke dalam 2

katagori yaitu pekerja kantoran (white collar worker) dan pekerja kasar (blue collar worker).

6). Jenis kelamin, dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan

7). Pendidikan adalah pendidikan tetinggi yang ditamatkan oleh responden seperti: (1)

tidak/belum tamat SD; (2) tamat sd; (3) SLTP umum; (4) SLTP kejuruan; (5) SLTA umum,

(6) SLTA kejuruan; (7) Diploma I/II; (8) Akademi/diploma III; (9) universitas. Pendidikan

tersebut dalam analisis akan dibagi 3 yaitu pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan

tinggi.

3.7 Metode Analisis

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, dan di dalam pembahasan hasil penelitian akan dilengkapi dengan pembahasan berdasarkan hasil

wawancara mendalam yang diperoleh dari beberapa informan. Metode analisis statistic yang

digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ada 2 yaitu: 1) Statistik deskriptif, yang

bertujuan untuk mendeskripsikan data yang diperoleh sebelum dilakukan analisis lebih lanjut.

Statistik deskriptif yang akan digunakan antara lain nilai rata-rata (mean), nilai median,

maupun nilai modus dari data primer yang dikumpulkan, untuk tujuan 1 sampai dengan tujuan

5. 2). Statistik inferensial, dalam hal ini adalah statistik komparatif yang bertujuan untuk

membandingkan 2 kelompok atau lebih apakah memiliki perbedaan yang signifikan, baik

(29)

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Responden penelitian yang menyoroti tentang setengah pengangguran di Kabupaten

Badung adalah para pekerja yang terserap dalam tiga sektor, yaitu sektor pertanian, industri, dan

jasa. Pembahasan awal terkait dengan responden penelitian tersebut adalah mengupas tentang

karakteristik responden. Karakteristik responden akan ditinjau dari beberapa aspek, yaitu aspek

demografi, sosial, dan ekonomi. Ketiga aspek yang menggambarkan tentang karakteristik

responden akan dipaparkan secara rinci berikut ini.

4.2 Karakteristik Demografi

Karakteristik demografi responden antara lain meliputi: umur, jenis kelamin, status

perkawinan, jumlah anak masih hidup, dan umur anak terakhir. Keseluruhan responden dalam

penelitian ini berjumlah 90 orang, dengan komposisi jenis kelamin adalah 76 persen laki-laki dan

sisanya 24 persen adalah perempuan. Tingginya proporsi pekerja laki-laki dibandingkan dengan

pekerja perempuan erat kaitannya dengan peran laki-laki sebagai pencari nafkah utama dalam

keluarga, sementara perempuan lebih banyak berperan dalam kegiatan mengurus rumah tangga.

Selanjutnya berkaitan dengan distribusi umur responden, ditemukan bahwa rentangan

umur responden sangat panjang, yaitu umur terendah 19 tahun dan umur tertinggi 78 tahun.

Lebih jelasnya, distribusi umur responden dapat diikuti pada Tabel 4.1. Distribusi umur

responden dikelompokkan menurut interval 10 tahunan, mulai dari kelompok umur 10-19 tahun,

20-29 tahun, 30-39 tahun, ...dan 70-79 tahun

Tabel 4.1

Distribusi Umur Responden Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

No. Kelompok Umur (tahun) Frekuensi (orang) Persentase (%)

1. 10-19 2 2,22

2. 20-29 12 13,34

3. 30-39 28 31,11

4. 40-49 18 20,00

5. 50-59 19 21,11

6. 60-69 8 8,89

7. 70-79 3 3,33

Jumlah: 90 100,00

(30)

Apabila penduduk yang berusia 60 tahun ke atas digolongkan sebagai penduduk lanjut usia

(lansia), maka dalam penelitian ini ditemukan bahwa sekitar 12 persen penduduk lansia

tergolong sebagai pekerja. Dengan demikian tidak mengherankan apabila penggolongan

penduduk usia kerja di Indonesia adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Kondisi ini

juga disebabkan oleh belum tersedianya jaminan (santunan) hari tua, khususnya bagi mereka

yang tidak berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) atau pegawai swasta. Dengan demikian

untuk dapat mempertahankan kelansungan hidupnya, mereka terpaksa mesti tetap bekerja.

Kondisi Indonesia tentunya berbeda dengan yang terjadi di negara barat, yang telah menerapkan

jaminan hari tua bagi para lansianya, sehingga secara tegas pengelompokan penduduk usia kerja

tersebut adalah kelompok umur 15-64 tahun.

Informasi penting berkaitan dengan distribusi umur responden adalah rata-rata umur dan

median umur responden. Dalam penelitian ini terungkap bahwa rata-rata umur responden adalah

42,94 tahun, sedangkan median umurnya 41,17 tahun. Rata-rata umur dan median umur

responden terletak pada kelompok umur 40-49 tahun. Kelompok umur 40-49 tahun sering juga

disebut sebagai umur puncak (prime age), karena pada kelompok umur tersebut tingkat

produktivitas penduduk umumnya paling tinggi atau mencapai puncaknya. Kondisi ini

merupakan pola umum yang terjadi dalam masyarakat.

Memperhatikan distribusi umur responden yang digambarkan pada Tabel 4.1, maka dapat

diduga bahwa sebagian besar responden berada dalam status kawin. Hasil penelitian ini

menggambarkan bahwa distribusi responden menurut status perkawinan adalah sebagai

berikut:sekitar 86 persen berstatus kawin, 3 persen memiliki status janda/duda/cerai, dan sisanya

sebesar 11 persen belum kawin. Bagi mereka yang tergolong berstatus kawin dan status

janda/duda/cerai, ditanyakan lebih lanjut tentang jumlah anak masih hidup. Distribusi responden

menurut jumlah anak yang masih hidup dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4.2.

Berdasarkan data pada Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa proporsi yang paling menonjol

adalah responden yang memiliki anak masih hidup dua orang, yaitu sekitar 47 persen dari

responden yang berstatus kawin serta responden dengan status janda/duda/cerai. Sementara itu

proporsi responden yang memiliki anak masih hidup satu orang sebanyak 24 persen, dan yang

memiliki anak masih hidup tiga orang mencapai 20 persen. Sisanya, sebanyak 9 persen adalah

(31)

diperkuat dengan hasil perhitungan rata-rata anak masih hidup yang dimiliki oleh responden

adalah sebesar 2,19 per wanita. Meskipun secara logika, rata-rata jumlah anak masih hidup yang

dimiliki oleh seorang responden lebih kecil daripada rata-rata jumlah anak yang dilahirkan

hidup, namun selisihnya tidak besar. Kondisi ini disebabkan oleh angka kematian bayi (infant

mortality rate) di Provinsi Bali sudah relatif rendah. Tabel 4.2

Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak yang Masih Hidup Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

No. Urut

Jumlah Anak Masih Hidup (orang) Frekuensi (orang)

Jumlah anak dua orang per wanita sesungguhnya erat kaitannya dengan slogan program

keluarga berencana (KB) yaitu “2 anak”. Slogan 2 anak, sesungguhnya bukanlah hal baru dalam

program KB, karena slogan tersebut telah dikembangkan dan dikenal luas pada tahun 1980-an,

yaitu pada era Orde Baru. Namun pada era Reformasi, slogan tersebut nyaris tak terdengar

seiring dengan mengendornya pelaksanaan program KB di Indonesia. Bahkan, pada waktu itu

slogan program KB pernah bergeser menjadi “2 anak lebih baik”, dan slogan ini sering

diplesetkan.

Meskipun slogan program KB mengalami perubahan dari masa ke masa, namun

tampaknya masyarakat telah memahami makna dari jumlah 2 anak, terutama jika dikaitkan

dengan kemampuan mereka dalam meningkatkan kualitas anak yang dilahirkan. Anak yang

dilahirkan oleh seorang wanita tidak cukup hanya dirawat dan dibesarkan, namun yang lebih

penting adalah memberikan pendidikan yang lebih baik agar anak-anaknya tumbuh menjadi

generasi yang berkualitas. Hal ini berarti bahwa secara kuantitas, jumlah penduduk tersebut

harus dikendalikan dan secara kualitas harus ditingkatkan.

Selain informasi tentang jumlah anak, dalam penelitian ini juga digali informasi yang

terkait dengan “umur anak terakhir”. Informasi tentang umur anak terakhir tersebut penting,

karena dapat mempengaruhi keterlibatan responden dalam pekerjaannya. Apabila sebagian besar

(32)

kelancaran pekerjaan responden. Apalagi kalau sebagian besar responden memiliki anak di

bawah satu tahun, tentu akan sangat mengganggu aktivitas responden dalam pekerjaannya.

Lebih-lebih hal ini sangat terasa pada responden perempuan, karena perempuan tidak hanya

melahirkan namun juga merawat, membesarkan, dan memberikan air susu ibu (ASI) bagi

anak-anak yang dilahirkannya.

Umur anak terakhir yang diperoleh dari penelitian ini sangat variatif, mulai dari umur

terendah satu tahun hingga tertinggi 45 tahun. Hal ini tampaknya sejalan dengan umur responden

yang juga bervariasi dari umur responden terendah 19 tahun hingga umur tertinggi mencapai 78

tahun. Deskripsi lebih jelas tentang umur anak terakhir responden dapat diikuti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Distribusi Responden Menurut Umur Anak Terakhir Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

No.

Berdasarkan rentangan umur anak terakhir yang digambarkan di atas, terungkap bahwa

dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya responden dengan anak terakhir yang berumur

kurang dari satu tahun. Hal ini mencerminkan bahwa dalam penelitian ini tidak ditemukan

adanya responden yang sibuk mengurusi bayi. Namun demikian bukan berarti responden

terbebas dari urusan untuk kelompok-kelompok umur berikutnya, karena ternyata anak-anak

yang berumur 1-4 tahun (balita) cukup besar yaitu mencakup hampir seperempat dari seluruh

responden yang memiliki anak masih hidup. Usia balita adalah usia yang sangat menentukan

perkembangan anak pada usia-usia berikutnya, sehingga usia balita sering pula disebut sebagai

periode emas (golden period).

Selain memberikan informasi tentang banyaknya bayi dan balita yang wajib diurus oleh

(33)

berumur 0-14 tahun terhadap penduduk usia kerja 15-64 tahun. Namun demikian, dalam

penelitian ini tidak dihitung angka ketergantungan anak secara makro, karena tidak tersedia data

jumlah anggota rumah tangga atau anggota keluarga masing-masing responden. Persentase anak

umur 0-14 tahun yang digambarkan oleh data pada Tabel 4.3 mencapai 57 persen dari

keseluruhan data tentang umur anak terakhir. Kondisi ini mencerminkan bahwa beban responden

cukup besar, tidak hanya memelihara dan membesarkan, tetapi juga memberikan pendidikan atau

peningkatan kualitas anak-anak mereka.

4.3 Karakteristik Sosial

Karakteristik sosial yang dibahas dalam penelitian ini meliputi tingkat pendidikan,

lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, dan status pekerjaan responden. Masing-masing

karakteristik sosial yang dikemukakan di atas akan disoroti berturut-turut pada uraian berikut ini.

Informasi tentang pendidikan responden diperoleh melalui pertanyaan tentang “pendidikan

tertinggi yang ditamatkan”. Kategori jawaban yang mungkin muncul dari pertanyaan tersebut

adalah (1) tidak pernah sekolah; (2) tidak tamat SD; (3) Sekolah Dasar; (4) SLTP; (5) SLTA; dan

(6) PT (Perguruan Tinggi). Distribusi responden menurut tingkat pendidikan disajikan pada

Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

No.

Berdasarkan data pada Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden

yang paling menonjol adalah tingkat pendidikan menengah (mencakup lebih dari 60 persen

responden). Bahkan jika dipilah lagi menurut pendidikan SLTP dan SLTA, ternyata yang lebih

menonjol adalah mereka yang berpendidikan SLTA, yaitu digambarkan oleh sekitar 50 persen

responden. Tingkat pendidikan terendah dalam penelitian dalam penelitian ini adalah tidak tamat

(34)

responden yang sempat mengenyam pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Hal ini dapat

memberikan indikasi bahwa para pekerja di Kabupaten Badung bukanlah para pekerja yang

berpendidikan rendah.

Tinggi rendahnya tingkat pendidikan responden juga dapat dijadikan proksi menurut

penyerapannya, apakah pada sektor pertanian, industri, ataukah jasa-jasa. Jika sebagian besar

responden menggeluti kegiatan di sektor pertanian, dapat dipastikan bahwa mereka cenderung

memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah. Karena di sektor pertanian tidak dituntut tenaga

kerja yang memiliki tingkat keterampilan tinggi atau memiliki tingkat sertifikasi tertentu. Hal ini

tentu kontradiktif jika dikaitkan dengan para pekerja yang menggeluti pekerjaan di sektor

industri atau jasa-jasa, yang menuntut tingkat kualifikasi tertentu bagi para pekerja. Pada bagian

ini tidak dikupas secara khusus mengenai distribusi responden menurut sektor atau lapangan

pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh penentuan distribusi responden penelitian menurut lapangan

pekerjaan telah ditetapkan sejak awal, yaitu 30 orang pada lapangan pekerjaan pertanian, 30

orang pada lapangan pekerjaan industri, dan 30 orang pada lapangan pekerjaan jasa-jasa.

Selain menurut lapangan pekerjaan, distribusi responden dalam penelitian ini dapat pula

dikelompokkan menurut jenis pekerjaan. Secara umum, jenis pekerjaan yang digeluti oleh

penduduk sangat beragam, yaitu sebagai tenaga profesional, manajerial, tata usaha, tenaga usaha

penjualan, tenaga usaha pertanian, tenaga kasar, dan lainnya. Namun demikian, responden dalam

penelitian ini tidak terdistribusi ke dalam semua jenis pekerjaan yang digambarkan di atas.

Jenis-jenis pekerjaan yang digeluti oleh responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1)

tenaga manajerial sebanyak 7,8 persen; (2) tenaga usaha penjualan 6,7 persen; (3) tanaga usaha

pertanian 33,3 persen; dan (4) lainnya sebanyak 52,2 persen. Jadi yang paling menonjol adalah

tenaga kerja lainnya. Kemungkinan mereka merupakan tenaga kerja kasar, tenaga kerja produksi,

atau yang memiliki pekerjaan serabutan.

Pengelompokan berikutnya adalah pembagian tenaga kerja berdasarkan kedudukannya

dalam pekerjaan atau yang sering pula disebut sebagai status pekerjaan. Berbeda dengan jenis

pekerjaan, status pekerjaan responden pada penelitian ini relatif lebih beragam, yaitu meliputi (1)

berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain; (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap; (3) berusaha

dibantu buruh tetap; (4) karyawan/pegawai; dan (5) pekerja keluarga. Secara rinci, distribusi

Gambar

GAMBAR 1Pembagian Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Ekonomi
Gambar 1 menunjukkan persoalan ketenagakerjaan di Indonesia dan pembangunan
Tabel 4.1Distribusi Umur Responden Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja
Tabel 4.2Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak yang Masih Hidup Pada Kajian   Setengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Plant administration juga terdiri atas satu divisi saja yaitu Divisi Plant Administration yang bertugas untuk menangani semua proses administratif produksi, seperti

%ntuk menjamin agar diperoleh hasil kerja yang baik sesuai dengan mutu yang disyaratkan, perlu dilakukan pengendalian mutu (*uality control) dengan cara

Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur sebagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi komunikasi dan informatika tentu diharapkan

signifikan antara variable kinerja mengajar guru terhadap iklim sekolah yang ditunjukkan oleh nilai thitung sebesar 2,921 > ttabel sebesar 2,01174 dengan nila

Berdasarkan data epidemiologi diketahui kurang lebih 20% dari perokok memiliki risiko delapan kali menjadi penyalahguna NAPZA, dan berisiko sebelas kali untuk menjadi peminum berat

Sedangkan menurut Darmawi (2005), manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan

Guru dalam proses membelajarkan dituntut untuk professional dalam bersikap dan kreatif dalam membentuk pola intraksi yang dapat mendorong siswa untuk belajar,

Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka masalah pokok yang menjadi bahasan penelitian ini adalah bagaimana mengidentifikasi risiko,