• Tidak ada hasil yang ditemukan

SHALAT JAMA’ DAN QASHAR Pertanyaan :

Salat Dan Permasalahannya

SHALAT JAMA’ DAN QASHAR Pertanyaan :

Apakah dalam perjalanan dari Besitang ke Medan dibenarkan meng-qas±r atau dan menjama‘ salat?

Jawab :

Qasar dan jama‘ adalah dua bentuk keringan (rukhs±h) yang diberikan Allah kepada orang musafir, yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: safarnya bukan safar maksiat, tujuannya jelas, salatnya ad±’an, dan jarak yang akan ditempuhnya tidak kurang dari dua mar¥alah. Menurut Wahbah al-Zuhaili, jarak dua mar¥alah adalah sama dengan 89 KM.

89 KM. Jika ini benar, maka orang yang bepergian dari Besitang ke Medan, sudah dibenarkan melakukan salatnya dengan cara qa¡ar atau dan jama‘. Namun untuk perjalanan yang jaraknya kurang dari tiga mar¥alah, mela-kukan salat dengan sempurna dan pada waktunya masing-masing adalah lebih baik (af«al).

Pertanyaan :

Ketika berusia antara 17 - 22 tahun, seseorang banyak meninggalkan salat. Belakangan, ia tobat dan berikrar akan meng-qa«±’ semua salat yang ditinggalkannya itu, namun terasa cukup berat adanya. Agar tidak terlalu berat, apakah dalam pelaksanaan qa«± itu ia dibenarkan hanya membaca F±ti¥ah, tanpa surat lain pada setiap raka‘atnya?

Jawab :

Setiap salat wajib yang tertinggal, baik yang tertinggal karena ‘uzur maupun yang ditinggalkan dengan sengaja (tanpa ‘uzur), adalah wajib di qa«±’. Ini sudah merupakan kesepakatan ulama, sesuai dengan tuntutan dalil dan petunjuk dari hadis-hadis Nabi saw. Oleh karena itu, bagi mereka yang pernah meninggalkan salat wajib, tidak ada jalan untuk melepaskan diri dari tuntutan kewajibannya kecuali dengan melakukan salat tersebut, sekalipun waktunya yang ditentukan telah lewat. dalam istilah ilmu Fiqh, pelaksanaan ibadah seperti ini disebut qa«±’.

Menegakkan salat, pada waktunya masing-masing, memang merupakan suatu kewajiban yang berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu‘, sebagai-mana tersebut di dalam al-Qur’an. Adalah wajar, bila beban kewajiban itu menumpuk dalam jumlah yang banyak akan terasa semakin berat pula. Berkenaan dengan pertanyaan di atas, dapat kami kemukakan bahwa bacaan al-Qur’an yang wajib di dalam salat hanyalah surat al-F±ti¥ah, sedangkan ayat atau surat lainnya adalah sunat. Oleh karena itu, salat yang dilakukan dengan membaca surat al-F±ti¥ah, tanpa ayat atau surat lain adalah sah. Dan dengan melakukan salat qa«±’ seperti itu, untuk setiap salat yang ditinggalkannya, maka menurut pandangan zahir, orang tersebut telah lepas dari tuntutan kewajibannya.

Akan tetapi, seyogianyalah niat baik untuk mengganti salat itu disertai dengan kebaikan berikutnya, yakni melakukan setiap penggantian (qa«±’) itu dengan sebaik-baiknya pula. Adalah sangat layak, bila seseorang berusaha

mengimbangi dosanya yang timbul karena keterlambatan itu dengan memberi nilai tambah dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, diharapkan tobatnya akan mendapatkan peluang yang lebih besar untuk diterima Allah swt., sehingga selain lepas dari tuntutan kewajiban iapun terbebas dari dosa-dosanya.

Semoga Allah swt. menerima ibadah kita dengan sifat rahmat-Nya semata-mata dan tidak menimbangnya dengan keadilan-Nya. Amin. Pertanyaan :

Kapankah waktu yang terbaik untuk melakukan salat qa«±’ itu? Jawab :

Berkenaan dengan pelaksanaan salat qa«±’, ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama. Menurut im±m al-Nawaw³, pendapat yang ¡ah adalah sebagai berikut,

1. bila salat itu tertinggal karena ‘uzur, seperti lupa atau ketiduran, maka pelaksanaan qa«±’-nya tidak wajib segera, melainkan dapat dilambatkan dari kesempatan pertama.

2. bila salat itu ditinggalkan dengan sengaja atau tanpa ‘uzur, maka pelak-sanaan qa«±’-nya wajib dilakukan sesegera mungkin, pada kesempatan pertama.

3. bila ada beberapa salat yang akan di-qa«±’, maka sebaiknya pelaksanaan qa«±’ itu dilakukan secara berurutan.

4. disunatkan iq±mah untuk tiap-tiap salat qa«±’.

Sehubungan dengan ketentuan no 2 di atas, maka pada prinsipnya tidak ada perkara atau urusan apapun yang dapat dijadikan alasan untuk menunda pelaksanaan qa«± bagi setiap salat yang tinggal tanpa ‘uzur. Sepanjang orang yang bersangkutan mempunyai kemampuan dan kelapangan, maka ia harus mendahulukan qa«±’ itu atas semua pekerjaan lainnya, kecuali pekerjaan wajib yang wajib disegerakan pula. Bahkan, tidak sedikit ulama yang mengatakan bahwa salat qa«±’ harus dilakukan lebih dahulu sebelum salat ad±’.

Jadi, karena menyegerakan itu adalah wajib, maka itu pulalah yang terbaik.

Pertanyaan :

Kami dengar, kita tidak boleh melakukan salat setelah selesai salat asar. Apakah hal ini benar? Dan, bila demikian adanya, maka qa«±’ salat asar—juga salat subuh—akan menjadi semakin sulit melakukannya. Kemudian apakah salat janazah juga dilarang pada waktu tersebut? Jawab :

Benar, ada larangan untuk melakukan salat pada waktu-waktu tertentu, yang disebut waqt al-kar±hah, yaitu, ketika terbit matahari, ketika tergelincir (waktu kulminasi atas) matahari, ketika matahari sedang terbenam, setelah salat subuh, dan setelah salat asar. Akan tetapi, melalui kajian terhadap hadis-hadis terkait, para ulama memahami bahwa yang dilarang pada waktu-waktu tersebut hanyalah salat yang tidak terkait dengan suatu sebab yang ada sebelum atau serentak dengan waktu-waktu itu. Sebaliknya, salat yang dikaitkan dengan suatu sebab tertentu, tetap saja tidak dilarang melakukannya pada waktu-waktu tersebut. Dari beberapa salat yang dinyatakan boleh dilakukan pada waktu larangan itu adalah salat qa«±’ dan salat janazah.73

Jadi, sebagai mana ditegaskan oleh Im±m al-Nawaw³, tidak ada halangan, melakukan qa«±’ salat yang tertinggal setelah selesai salat asar ataupun setelah selesai salat subuh. Bahkan untuk salat yang ditinggalkan tanpa ‘uzur, hal itu tetap wajib.

Pertanyaan :

Kami juga mendengar ada sebagian orang yang tidak membenarkan salat qa«±’ dan mengatakan bahwa orang yang meninggalkan salat cukup minta ampun saja kepada Allah swt. Mohon diberikan penjelasan.

73 Ab- Zakaria Muhyiddin bin Syarf al-Naw±w³,

Ab- Zakaria Muhyiddin bin Syarf al-Naw±w³, Majm-‘ Syarh al-Muhazzab, Juz I, (Beirut: D±r al-Fikri, 1412 H/1991 M), h. 192.

ﻼﻓ ﺐﺒﺳ ﺎﳍﺎﻣ ﺎﻣﺎﻓ ﺐﺒﺳ ﺎﳍ ﺲﻴﻟ ﺓﻼﺻ ﰱ ﻮﻫ ﺎﳕﺍ ﺕﺎﻗﻭﻻﺍ ﻩﺬﻫ ﰱ ﺔﻫﺍﺮﻜﻟﺍﻭ ﻲﻬﻨﻟﺍ

ﺓﺯﺎﻨﳉﺍ ﺓﻼﺻ ﺯﻮﲡﻭ ...ﺾﺋﺍﺮﻔﻟﺍ ﺀﺎﻀﻗ ﺕﺎﻗﻭﻻﺍ ﻩﺬﻫ ﰱ ﺯﻮﳚ ﻪﻧﺎﻓ ...ﺔﻫﺍﺮﻛ

Jawab :

Dalam Syar¥ al-Muha©©ab, Im±m al-Nawaw³ mengemukakan bahwa para ulama alla©³na yu‘taddu bihim (yang terbilang dalam ijm±‘ dan khil±f) telah sepakat (ijm±‘) bahwa orang yang meninggalkan salat far«u dengan sengaja diwajibkan meng-qa«±-nya. Kemudian, ia mengutip bahwa Ab-Muhammad Ibn ¦azm memberikan pendapat yang berbeda dan menyalahi kesepakatan ulama tersebut.

Menurutnya, orang yang meninggalkan salat sama sekali tidak dapat meng-qa«±-nya dan kalaupun dilakukannya juga, maka salat qa«±’ itu adalah tidak sah. Oleh karena itu, hendaklah ia bertobat dan meminta ampun kepada Allah serta memperbanyak perbuatan baik serta salat-salat sunat agar timbangan kebajikannya menjadi berat pada hari akhirat nanti.74

Selanjutnya, Im±m al-Nawaw³ memberikan komentar bahwa yang dikemukakan oleh Ibn ¦azm ini, selain menyalahi ijm±‘ ulama, juga meru-pakan pendapat yang keliru (b±¯ilah) dipandang dari segi dalil. Al-Nawaw³ kemudian menegaskan bahwa dalam uraian panjang lebar (basa¯a) yang dikemukakan oleh Ibn ¦azm sesungguhnya tidak sedikitpun terdapat dalil yang dapat mendukung pendapatnya itu.

Untuk sekedar melengkapi uraian ini, ada baiknya kami kemukakan sebagian dalil yang menunjukkan wajibnya qa«±’ salat itu sebagai berikut, a. Ijm± ulama atas wajibnya qa«±’ tersebut.

b. Terhadap orang bersalah karena bersetubuh dengan istrinya pada siang hari Ramadan, maka di samping mewajibkan membayar kaffarah, sebagai hukuman dan penebus dosanya, Nabi saw. juga memerintahkan orang tersebut untuk berpuasa sehari (qa«±). Ini jelas menunjukkan

74 Ab- Zakaria Muhyiddin bin Syarf al-Naw±w³,

Ab- Zakaria Muhyiddin bin Syarf al-Naw±w³ Majm-‘ Syarh al-Muhazzab, Juz I, (Beirut: D±r al-Fikri, tt.), h. 71. Lihat ibid.,h. 71.

ﺍ ﻰﻠﻋ ﻢ ﺪﺘﻌﻳ ﺀﺎﻤﻠﻌﻟﺍ ﻊﲨﺍ

ﻦﺑ ﻰﻠﻋ ﺪﻤﳏ ﻮﺑﺍ ﻢﻬﻔﻟﺎﺧﻭ ﺎﻫﺅﺎﻀﻗ ﻪﻣﺰﻟ ﺍﺪﻤﻋ ﺓﻼﺻ ﻙﺮﺗ ﻦﻣ ﻥ

ﺍ ﻞﻌﻓ ﻦﻣ ﻥﻭﺮﺜﻜﻳ ﻞﺑ ﻝﺎﻗ ﺍﺪﺑﺍ ﺎﻬﻠﻌﻓ ﺢﺼﻳ ﻻﻭ ﺍﺪﺑﺍ ﺎﻬﺋﺎﻀﻗ ﻰﻠﻋ ﺭﺪﻘﻳﻻ ﻝﺎﻘﻓ ﻡﺰﺣ

ﲑﳋ

ﻪﻧﺎﻌﻨﻣ ﻪﻟﻻﺎﻗ ﻯﺬﻟﺍ ﺍﺬﻫﻭ ﺏﻮﺘﻳﻭ ﱃﺎﻌﺗ ﻟﻠﻪﺍ ﺮﻔﻐﺘﺴﻳﻭ ﺔﳑﺎﻴﻘﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻪﻧﺍﺰﻴﻣ ﻞﻘﺜﻴﻟ ﻉﻮﻄﺘﻟﺍ ﺓﻼﺻﻭ

ﻞﻴﻟﺪﻟﺍﺍ ﺔﻬﺟ ﻦﻣ ﻞﻃﺎﺑ ﻉﺎﲨﻼﻟ ﻒﻟﺎﳐ

bahwa ibadah yang ditinggalkan dengan sengaja tetap wajib diganti.75

Nabi saw. menegaskan bahwa salat yang tertinggal karena ‘uzur tetap harus dikerjakan walaupun waktunya telah lewat (qa«±’). Bila orang yang meninggalkan salat karena ‘uzur syar‘³ pun tetap dikenakan kewajiban mengganti, maka tentulah orang yang meninggalkannya dengan sengaja lebih mustahak lagi untuk memikul kewajiban tersebut.76

c. Kewajiban yang nyata-nyata telah dibebankan atas diri seseorang ten-tulah akan tetap menjadi beban baginya selama ia belum mengerjakan-nya atau ada permengerjakan-nyataan yang membebaskanmengerjakan-nya dari kewajiban itu. Karena tidak ada dalil yang menyatakan dirinya bebas dari beban tersebut, maka tidak ada cara lain untuk membebaskannya kecuali dengan mela-kukan kewajiban itu (qa«±’).

Berbeda dengan pendapat Ibn ¦azm ini, seperti telah dikemukakan di atas, sebagian besar dari ulama mujtahid bukan hanya sekedar mewajibkan qa«±’ salat, tetapi juga mewajibkan pelaksanaannya dengan segera, pada kesempatan pertama. Alasan yang mendasari kewajiban segera ini ialah, a. Orang yang meninggalkan salat wajib tanpa ‘uzur, berarti telah melakukan kesalahan yang besar (mufarri¯). Oleh karena itu, ia tidak berhak men-dapatkan keringan, berupa kelapangan waktu untuk menggantinya. b. Dalam hukum Islam, orang yang sengaja meninggalkan salat diancam

dengan hukuman bunuh. Bila orang tersebut tidak diwajibkan mela-kukan qa«±’ dengan segera, maka tentulah ancaman hukuman ini tidak akan pernah dapat diterapkan.

Seperti telah kami kemukakan di atas, kewajiban segera ini menuntut agar qa«±’ itu didahulukan atas semua urusan lainnya. Bahkan, ada sebagian ulama yang berfatwa bahwa orang yang masih terkait dengan kewajiban mengganti (qa«±’) salat far«-, tidak dibenarkan melakukan salat sunat. Lebih dari itu, ada juga ulama yang menyatakan bahwa seseorang tidak boleh

75 Ab- Zakaria Muhyiddin bin Syarf al-Naw±w³,

Lihat ibid., h. 71. 76 Lihat ibid., h. 71

ﻪﻨﻋ ﻟﻠﻪﺍ ﻰﺿﺭ ﺓﺮﻳﺮﻫ ﰉﺍ ﻦﻋ

ﺭﺎ ﰱ ﻊﻣﺎﻟﻤﺠﺍ ﺮﻣﺍ " ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻟﻠﻪﺍ ﻰﻠﺻ ﻟﻠﻪﺍ ﻝﻮﺳﺭ ﻝﺎﻗ ,ﻝﺎﻗ

ﺍ ﻥﺎﻀﻣﺯ

ﺎﻔﻜﻟﺍ ﻊﻣ ﺎﻣﻮﻳ ﻡﻮﺼﻳ ﻥ

ﺍ ﻝﺪﺑ ﻱﺍ ﺓﺭ

" ﺍﺪﻤﻋ ﻉﺎﻤﳉﺎﺑ ﻩﺪﺴﻓﺍ ﻱﺬﻟﺍ ﻡﻮﻴﻟ

dan tidak sah melakukan salat sunat sebelum ia mengganti salat far«u yang ditinggalkannya tanpa ‘uzur. Demikianlah pentingnya salat far«u itu dalam pandangan Islam dan para ulamanya.

Perlu kami tambahkan bahwa sebutan yang benar dan tepat bagi salat far«u yang ditinggalkan tanpa ‘uzur ini ialah “wajib” di-qa«±’, sedang-kan sebutan, “boleh”, “bisa” atau yang sepertinya adalah keliru, sebab dapat menyesatkan pemahaman.

SHALAT BERJAMAAH

Dokumen terkait