• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percobaan ini dilakukan di rumah kaca kebun percobaan IPB Cikabayan, Dramaga, Bogor dari Oktober 2014 hingga Februari 2015. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperoleh potensial hasil umbi dari umbi, tunas dan biji. Percobaan ini merupakan percobaan satu faktor yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan yang dicobakan yaitu asal umbi yang terdiri dari umbi asal umbi, tunas dan benih. Setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Umbi asal umbi, tunas dan biji diperoleh dari penanaman sebelumnya yang telah disimpan selama dua bulan. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa potensi hasil umbi asal umbi tidak berbeda dengan umbi asal tunas. Perbanyakan bawang merah dengan umbi asal umbi dan tunas menghasilkan jumlah umbi per rumpun dua kali lebih banyak daripada umbi mini yaitu 4.90 dan 4.63.

Kata kunci: Asal umbi, True Shallot Seed, umbi kecil Abstract

The experiment was conducted in the Green House of IPB Cikabayan, Dramaga, Bogor from October 2014 until February 2015. The objective of the experiment was to obtain potential yield of bulb from bulb, shoot and seed. The experiment was one factor treatment arranged in a Completely Randomized Design. The treatment tested were bulbs from bulb, shoot and seed. Each treatment was replicated six times. The bulbs from bulb, shoot and seed obtained on the previous planting and have been stored for two months. The experiment showed that planting bulb from bulb and shoot have not different yield. Shallot propagation by shoot and bulb gave the same number of bulb was 4.90 and 4.63 or higher than those.

Keyword: bulb origin, small bulb, True Shallot Seed

PENDAHULUAN

Perbanyakan bawang merah dapat dilakukan oleh penangkar benih maupun petani itu sendiri. Perbanyakan bawang merah dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Secara vegetatif dapat menggunakan umbi dan tunas, sedangkan secara generatif dapat menggunakan biji botani atau yang lebih dikenal dengan True Shallot Seed (TSS). Hingga saat ini petani masih terbiasa menggunakan umbi sebagai bahan tanam dalam usahatani bawang merah.

Menurut Basuki (2009) petani belum meyakini benar keunggulan dari penggunaan TSS sebagai benih.

Menurut Sumarni et al. (2012) produksi umbi benih asal TSS dapat melalui tiga cara, yaitu penanaman TSS langsung di lapangan (direct seedling), penyemaian benih TSS terlebih dahulu sehingga dihasilkan bibit (seedlings) dan penanaman umbi mini (mini tuber) yaitu benih berukuran kecil (2-3 g per umbi) yang berasal dari penanaman biji TSS. Perbanyakan dengan tunas dan biji menghasilkan benih berupa umbi yang bisa langsung ditanam oleh petani. Hal ini tentu akan mempersingkat pekerjaan petani dalam memproduksi umbi benih sendiri. Menurut Purtasamedja (2011) umbi asal TSS pada generasi pertama baru mampu membentuk satu anakan, sedangkan pada umbi konvensional mampu membentuk lebih dari lima anakan. Hal ini ditentukan oleh asal usul induknya.

Perbanyakan secara vegetatif dan generatif tersebut merupakan upaya peningkatan produksi umbi benih bawang merah. Namun demikian, nilai lebih serta potensi hasil dari perbanyakan secara vegetatif dan generatif tersebut belum banyak diketahui. Diperlukan percobaan lebih lanjut untuk mengetahui potensi hasil dari masing-masing umbi benih yang dihasilkan. Hal ini akan menjadi pertimbangan bagi penangkar benih maupun petani dalam usaha tani bawang merah.

Tujuan percobaan ini yaitu untuk mendapatkan potensi hasil bibit bawang merah asal umbi, tunas dan biji. Hipotesis pada percobaan ini yaitu hasil yang diperoleh dari umbi asal tunas dapat menyamai hasil yang diperoleh dari umbi asal umbi utuh.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilakukan di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Dramaga, Bogor pada Oktober 2014 hingga Februari 2015. Percobaan ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam ulangan. Perlakuannya adalah asal umbi benih yaitu umbi benih asal umbi, tunas dan benih.

Umbi yang digunakan merupakan umbi berukuran kecil (<5 g per umbi) yang diperoleh pada penanaman sebelumnya. Umbi asal umbi dan tunas menggunakan varietas Bima Brebes. Benih TSS varietas Bima Brebes tidak tersedia pada saat penelitian dilakukan maka digunakan benih varietas komersial Tuk Tuk.

Persiapan tempat percobaan dan penanaman

Penanaman dilakukan di polybag ukuran 30 cm x 50 cm. Media tanam yang digunakan merupakan media tanam terbaik yang diperoleh dari percobaan pertama. Setiap petak percobaan yang berukuran 1 m x 1 m terdiri dari 12 polybag. Satu hari sebelum penanaman, masing-masing umbi dipotong sepertiga bagian atasnya. Kemudian direndam dalam larutan fungisida berbahan aktif Mankoezeb 80% pada konsentrasi 2 g L-1. Kemudian dikeringanginkan dan selanjutnya ditanam satu benih per polybag.

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan, pengendalian gulma dan pengendalian penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan dua kali sehari

hingga umur lima minggu setelah tanam dan selanjutnya dikurangi menjadi sekali sehari hingga satu minggu menjelang panen. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh di setiap petak percobaan. Penyiangan dilakukan sebelum pemupukan.

Pemupukan menggunakan 190 kg N ha-1, 92 kg P2O5 ha-1 dan 120 kg K2O ha-1. Pupuk P2O5 diperoleh dari SP36 (36% P2O5) yang diberikan sekaligus tujuh hari sebelum tanam. Pupuk N yang diperoleh dari 1/2 N-Urea (46% N) dan 1/2 N- ZA (21% N) sedangkan pupuk K diperoleh dari KCl (60% K2O). Pupuk N dan K diberikan tiga kali yaitu pada umur 15, 30 dan 45 hari setelah tanam (HST) masing-masing 1/3 dari dosis (Sumarni et al. 2012).

Pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan fungisida berbahan aktif Mankozeb 80% dengan konsentrasi 2 g L-1 setiap satu minggu sekali dari dua minggu setelah tanam hingga dua minggu sebelum panen.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat 90% daun telah menguning, tanaman rebah, leher umbi telah kosong dan umbi tersembul keluar. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman bawang merah beserta umbinya. Umbi dibersihkan dari sisa-sisa media tanam yang menempel kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama tujuh hari. Setelah mencapai kering eskip, umbi kemudian disimpan di ruang dengan sirkulasi udara yang baik.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap semua tanaman dalam petak percobaan. Peubah yang diamati meliputi:

1. Jumlah umbi per rumpun (umbi). Perhitungan jumlah umbi per tanaman dilakukan setelah panen.

2. Bobot segar (g). Penimbangan dilakukan setelah panen terhadap tanaman yang masih utuh (umbi dan daun). Bobot segar yang diamati meliputi:

- bobot segar per umbi (g) - bobot segar per m2 (g).

3. Bobot kering (g). Penimbangan dilakukan setelah dikeringkan dengan menjemur di bawah sinar matahari selama tujuh hari setelah panen terhadap tanaman yang masih utuh (umbi dan daun). Bobot kering yang diamati meliputi:

- bobot segar per umbi (g) - bobot segar per m2 (g).

4. Diameter umbi (mm). Pengukuran dilakukan terhadap umbi yang telah mencapai kering eskip. Pengukuran diameter umbi dilakukan pada bagian tengah dan terbesar dari setiap umbi.

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut LSD (Least Significance Different) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bawang merah dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan secara vegetatif yaitu dengan menggunakan umbi dan tunas. Perbanyakan secara generatif yaitu dengan menggunakan biji. Kebiasaan petani menggunakan umbi sebagai bahan tanam maka perbanyakan dengan biji dapat dilakukan dengan menghasilkan umbi terlebih dahulu.

Asal umbi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah umbi per rumpun. Tanaman asal umbi mini menghasilkan jumlah umbi per rumpun yang lebih sedikit dan berbeda nyata dengan jumlah umbi per rumpun dari perlakuan lainnya. Umbi asal umbi utuh dan tunas menghasilkan umbi per rumpun dua kali lebih banyak daripada tanaman asal umbi mini. Perbanyakan secara vegetatif menghasilkan tanaman yang cenderung sama dengan induknya. Dengan demikian, umbi asal umbi dan tunas dapat menghasilkan jumlah umbi per rumpun yang hampir sama.

Tabel 6. Pengaruh asal umbi terhadap jumlah umbi per rumpun dan diameter umbi Asal umbi Jumlah umbi per rumpun Diameter umbi (mm)

Umbi 4.90a 6.41b

Tunas 4.63a 6.51b

Biji 2.13b 16.94a

Uji F ** **

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada Uji LSD pada α=5%; **) berbeda nyata pada

α=1%.

Berbeda halnya dengan umbi asal benih. Perbanyakan secara generatif cenderung memberikan hasil yang tidak sama dengan induknya. Penanaman dengan biji rata-rata menghasilkan satu umbi per tanaman. Hal ini disebabkan karena tanaman asal biji langsung membentuk satu batang. Umbi mini yang diperoleh juga mempunyai kemampuan yang sama. Rata-rata menghasilkan satu umbi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Putrasamedja (2011) bahwa generasi awal tanaman bawang merah asal biji paling banyak menghasilkan satu anakan sedangkan tanaman asal umbi rata-rata membentuk anakan rata-rata lima anakan.

Diameter umbi yang dihasilkan dari umbi mini lebih besar dan berbeda nyata dengan diameter umbi dari umbi asal umbi dan tunas. Umbi asal umbi dan tunas menghasilkan umbi yang lebih banyak dan kecil. Hal ini terkait dengan pembagian fotosintat yang dihasilkan tanaman pada fase generatif. Fotosintat yang dihasilkan harus dibagi dengan banyaknya umbi yang terbentuk. Sedangkan pada umbi mini menghasilkan umbi dengan ukuran yang lebih besar.

Asal umbi berpengaruh terhadap bobot segar dan bobot kering per umbi dan per m2. Penanaman umbi mini nyata meningkatkan bobot per umbi namun menurunkan bobot per m2. Bobot segar tanaman dari umbi asal biji lebih besar 23.81% daripada umbi asal tunas dan 15.21% daripada umbi asal umbi utuh. Bobot kering per umbi asal umbi dan tunas cenderung sama. Bobot kering umbi asal biji lebih tinggi daripada umbi asal umbi dan tunas.

Tabel 7. Pengaruh asal umbi terhadap bobot segar per umbi dan per m2 serta bobot kering per umbi dan per petak

Asal umbi Bobot segar (g) Bobot kering (g)

Umbi m2 Umbi m2

Umbi 5.52b 228.92a 3.54b 171.88a

Tunas 4.96c 224.35a 3.37b 174.80a

Biji 6.51a 141.30b 4.71a 109.13b

Uji F * ** ** **

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada Uji LSD pada α=5%; *) berbeda nyata pada

α=5%; **) berbeda nyata pada α=1%.

Jumlah umbi per rumpun juga menentukan bobot per m2 yang dihasilkan. Umbi asal umbi utuh dan tunas menghasilkan jumlah umbi per rumpun yang lebih banyak. Meskipun bobot per umbinya kecil, namun bobot per m2 yang dihasilkan akan lebih besar.

Gambar 8. Jumlah umbi per rumpun yang dihasilkan dari masing-masing umbi Umbi asal biji menghasilkan umbi yang lebih sedikit namun bobot segar per umbi, bobot kering per umbi dan diameter umbi yang lebih besar. Bobot kering umbi per m2 asal umbi utuh dan tunas lebih tinggi 57.5% dan 60.18% daripada bobot umbi asal biji. Diperkirakan umbi asal umbi dan tunas dapat menghasilkan 171.88 kg dan 174.8 kg umbi per 1 000 m2.

Keberhasilan produksi umbi lebih ditentukan oleh banyaknya umbi yang terbentuk daripada bobot per umbinya. Umbi benih asal umbi dan tunas menghasilkan umbi dua kali lebih banyak dibandingkan dengan umbi asal biji. Putrasamedja (2011) menyatakan bahwa jumlah anakan yang dihasilkan dari satu bahan tanam menentukan kemampuan dalam hasil akhir yang dicapai oleh bahan tanam tersebut.

Percobaan ini menunjukkan kemampuan satu umbi untuk menghasilkan umbi pada penanaman berikutnya. Terlihat bahwa penggunaan umbi dan tunas sebagai bahan tanam dapat menghasilkan umbi benih yang cenderung sama dan lebih banyak daripada penggunaan umbi asal biji.

SIMPULAN

1. Perbanyakan dengan umbi asal umbi dan tunas menghasilkan jumlah umbi per rumpun dua kali lebih banyak daripada perbanyakan dengan umbi mini yaitu 4.90 dan 4.63 umbi per rumpun.

2. Jumlah umbi yang dihasilkan lebih diutamakan daripada bobot per umbi dalam usaha memproduksi umbi benih bawang merah.

5

PERTUMBUHAN DAN HASIL UMBI BAWANG MERAH

Dokumen terkait