PENENTUAN DAN PEMERIKSAAN PERALATAN DAN PERLENGKAPAN PENGEBORAN
4.1. Karakteristik batuan yang mempengaruhi pengeboran
4.1.2. Sifat batuan yang mempengaruhi pengeboran (1) Kekerasan (hardness)
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan material terhadap abrasi atau goresan.
Nilai kekerasan batuan tergantung pada beberapa hal, diantaranya komposisi butiran mineralnya, porositas, dan kelembabannya. Kekerasan batuan umumnya diuji menggunakan Skala Mohs yang menerapkan perbandingan relatif antara batuan yang akan diuji dengan batuan lain yang sudah diketahui kekerasannya.
Metode skala ini diperkenalkan pertama kali oleh Friedrich Mohs pada tahun 1820 dengan memilih dan menetapkan 10 jenis mineral yang dianggap mewakili derajat kekerasan semua jenis mineral seperti terlihat pada Tabel 4.5.
Table 13. Skala kekerasan Mohs
Derajat
Kekerasan Mineral Derajat
Kekerasan Mineral
Untuk menguji kekerasan suatu batuan yaitu dengan menggoreskan material yang ujungnya dipertajam dan sudah diketahui skala kekerasannya terhadap batuan yang akan diuji. Permukaan batuan yang diuji harus benar-benar rata dan bersih dari debu. Apabila permukaan batuan yang diuji tergores, berarti kekerasan relatif batuan tersebut lebih rendah dibanding batuan/material pengujinya. Sebaliknya, apabila terlihat ujung material penguji yang dipertajam tersebut patah-patah atau tergerus, maka kekerasan relatif batuan penguji lebih rendah dari yang diuji. Batuan dengan kekerasan 2½ dapat menggores gypsum atau talc, tetapi akan tergores oleh calcite atau mineral lain yang kekerasannya lebih dari 2½.
(2) Kekuatan (strength)
Kekuatan batuan merupakan sifat mekanik batuan untuk melawan atau menahan upaya penghancuran oleh gaya dari luar, baik gaya statik maupun dinamik. Pada dasarnya nilai kekuatan batuan kekuatan batuan tergantung pada komposisi mineralnya. Batuan mampu menahan gaya tekan secara maksimal yang menggambarkan kuat tekannya, tetapi terhadap tarikan hanya mampu menahan 10% - 15% dari kuat tekan tersebut. Hal ini disebabkan oleh kerapuhan batuan akibat banyak retakan dan bentuk cacat lain didalamnya dan akibat kohesi yang rendah antar partikel pembentuk batuan.
Untuk mengetahui kekuatan massa batuan dilakukan pengujian kuat tekan atau uniaxial compressive strength (UCS) di laboratorium mekanika batuan (Gambar 4.2). Sampel batuan hasil pengeboran eksplorasi berbentuk inti bor (core) dengan diameter sekitar 5 cm (ukuran NX) dan panjang 10 cm ditekan secara hidrolik oleh alat kuat tekan sampai pecah. Ketika batu pecah, besar tekanannya ditunjukkan oleh jarum skala (gauge), kemudian kuat tekan dihitung menggunakan rumus:
Di mana: σc = Kuat tekan, kg/cm2
P = Tekanan beban vertical, kg A = luas permukaan sampel, cm2
Gambar 23. Proses pengujian kuat tekan batuan di lab
Nilai kuat tekan dapat diestimasi berdasarkan pendekatan nilai kekerasannya.
Terdapat beragam jenis batuan, sehingga beragam pula nilai kuat tekan dan kekerasannya. Berdasarkan pada keadaan tersebut dibuat klasifikasi kekerasan batuan seperti terlihat pada Tabel 4.6 (Protodyakonov Classification). Pada tabel tersebut dapat diamati bahwa makin tinggi kekerasan relatif suatu batuan, semakin besar kuat tekannya.
Table 14. Klasifikasi kekerasan batuan (Protodyakonov)
KEKERASAN SKALA MOHS KUAT TEKAN, MPa*) Sangat keras (Extremely hard) > 7 > 200
Keras (Hard) 6 – 7 120 – 200
Core batuan
Skala tekanan
σc = P A
Agak keras (Medium hard) 4½ – 6 60 – 120
Agak lunak (Quite soft) 3 – 4½ 30 – 60
Lunak (Soft) 2 – 3 10 – 30
Sangat lunak (Extremely soft) 1 – 2 < 10
*)1 MPa = 1 MN/m2 = 10 kg/cm2 = 142.2 psi
(3) Abrasifitas (abrasiveness)
Abrasifitas adalah parameter yang menunjukkan kemampuan batuan untuk mengikis atau mengores mata bor selama pengeboran berlangsung. Batuan yang keras dan kuat meninggalkan goresan yang lebih dalam akibat gesekan terhadap mata bor dibanding batuan yang lunak. Dengan demikian, abrasifitas mempenga-ruhi tingkat keausan atau umur mata bor.
Faktor-faktor yang meningkatkan abrasivitas batuan sebagai berikut:
− Kekasaran butiran batuan. Batuan mengandung banyak butiran kuarsa didalamnya lebih abrasif dibanding batuan yang lebih sedikit kandungan kuarsanya.
− Bentuk butiran batuan. Butiran yang menyudut atau runcing (angular) lebih abrasif dibanding bentuk membulau (rounded).
− Ukuran butiran.
− Porositas batuan. Batuan dengan porositas tinggi memberikan permukaan kontak kasar terhadap konsentrasi tegangan local.
− Heterogenitas. Batuan polimineral dengan kekerasan yang sama lebih abrasif karena meninggalkan permukaan kasar seperti halnya butiran kuarsa dalam granit.
Kandungan kuarsa dianggap sebagai indikator yang dapat dipercaya untuk mengukur tingkat keausan mata bor karena batuan menjadi sangat abrasif. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa keausan mata bor sebanding dengan komposisi kuarsa di dalam batuan. Tabel 4.7. memperlihatkan derajat abrasi suatu tipe batuan dengan indikasi kandungan kuarsanya.
Table 15. Kandungan kuarsa pada beberapa tipe batuan
Tipe Batuan Kandungan Kuarsa,
% Tipe Batuan Kandungan Kuarsa,
%
Amphibolite 0 – 5 Mica Gneiss 0 – 30
Anorthosite 0 Mica Schist 15 – 35
Kekerasan dan abrasifitas tidak tergantung pada jenis batuannya, tetapi lebih banyak disebabkan oleh proses keterjadiannya yang melibatkan kuantitas komposisi mineral, waktu proses pembentukan, dan kondisi fisik yang membuat batuan tersebut padat atau kompak. Tabel 4.8 memperlihatkan kekerasan dan abrasifitas beberapa jenis batuan yang dikelompokkan pada batuan beku, sedimen, dan metamorf.
Table 16. Kekerasan dan abrasifitas batuan BATUAN BEKU
Keras dan abrasif Sedang Kurang abrasif Dekomposisi
Ryolite Olivine basalt Andesite Serpentine
Aplite Dacite Basalt “Red” basalt
Felsite Danite Trachyte Kaolinized
Granodiorite Olivine gabbro Dolerite Granite
Pegmatite Quartz diorite Diorite
Quartz porphyry Gabbro
Flint Siltstone Sandstone rapuh Limestone Marl
Chert Debu volcanic Calcareous
Sandstone Mudstone Mudstone
Quartzite
Tersedimentasi
Siliceous
Limestone Grits Freestone Shale
Greywacke Tuff Chalk
Quartz Gritstone Batubara
Conglomerate Agglomerate Oolite
BATUAN METAMORF
Keras dan abrasif Sedang Lunak
Granulite Hornblende schist Slate
Quartz schist Mica schist Phyllite
Quartzite Dolomite Chlorite schist
Gneiss Marble
Mica gneiss
(4) Kandungan Mineral Dalam Batuan
Substansi kimiawi dalam mineral yang abrasif, terutama silika (Si), mempengaruhi kinerja pengeboran dan peledakan, baik pekerjaan tersebut dilakukan pada batuan
beku, sedimen, maupun metamorf. Tabel 4.9 menyajikan beberapa contoh batuan, baik yang mengandung mineral dengan silika tinggi maupun rendah.
Dari Tabel 4.9 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua contoh batuan mengandung silika lebih dari 90%, yaitu: granite, basalt, amphibolite, schist, shale, dan sandstone (batupasir). Berarti batuan tersebut sangat abrasif dan apabila pekerjaan pengeboran dilakukan pada jenis batuan di atas pemilihan kualitas mata bor serta batang bor harus mendapat perhatian serius agar umur pakainya relatif lama. Sementara itu batuan yang tidak abrasif menurut tabel di atas hanya limestone (batugamping) dengan kandungan kalsium lebih dari 90%.
Table 17. Komposisi mineral pada beberapa jenis batuan
Kandungan mineral
Batuan beku Batuan
metamorf Batuan sedimen Granite Basalt
Amphi-bolite Schist Shale Sand-stone
*) Merupakan nama grup mineral dan rumus kimia dibawahnya adalah salah satu contoh mineral yang dipilih yang urutan nama-namanya dari atas ke bawah: (1) albite, (2) diopside, (3) anthophyllite, dan (4) kaolinite.
(5) Tekstur Batuan
Tekstur batuan mengacu pada struktur butiran dalam batuan yang biasanya diwujudkan dengan parameter porositas, densitas, ukuran butir, dan keterikatan antar partikel. Pengaruhnya terhadap aktifitas pengeboran dapat memberikan
tingkat kemudahan relatif, karena semua parameter tersebut mengindikasikan tingkat kekompakan atau soliditas batuan. Keadaan ini terlihat pada Tabel 4.10.
bahwa ukuran butir yang halus membuat porositas batuan jadi rendah, sehingga tingkat kekuatan batuannya tinggi. Sedangkan densitas batuan tidak tergantung pada porositas, tetapi dipengaruhi oleh jenis minerat berat yang terkandung di dalam batuan.
Table 18. Densitas beberapa jenis batuan
Jenis batuan Densitas,
Porositas menunjukkan tingkat kerapatan ruang pori yang diduduki oleh udara atau air di dalam batuan. Tingkat kerapatan tersebut ditentukan oleh bentuk butir, besar butir, pemadatan, sementasi dan bahan-bahan organik pengisi rongga. Oleh sebab itu harga porositas (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori (Vp) dengan volume spesimen (Vs), seperti ditunjukkan pada rumus di bawah ini:
n = Vp
Vs x 100%
Berat jenis batuan (SG) adalah perbandingan berat batuan di udara terhadap berat yang sama dengan volume air yang dipindahkan pada temperatur air 40 C dan tekanan 1 atm. Harga berat jenis sering disamakan dengan densitas yang dinyatakan dalam satuan tertentu, misalnya gr/cm3, ton/m3, atau kg/liter. Pengujian berat jenis cukup sederhana, yaitu dengan menimbang specimen batuan di udara (Wu) dan di dalam air (Wa), kemudian berat jenis dihitung sebagai berikut:
SG = Wu Wu− Wa
Dasar perhitungan di atas mengacu pada hukum Archimides bahwa berat benda dalam air sama dengan berat dari volume air yang dipindahkan.
(6) Struktur Geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi operasi pengeboran antara lain patahan, retakan, bidang perlapisan, skistositas dan tipe kontak batuan, serta jurus dan kemiringan. Kondisi struktur tersebut terutama berpengaruh pada derajat kelurusan dan laju penetrasi pemboran karena adanya perbedaan kekuatan antar lapisan dan mungkin gangguan rongga di dalam batuan.
Kerapatan retakan suatu massa batuan mempengaruhi kekuatannya karena retakan disinyalir sebagai bidang geser dari keruntuhan batuan. Spasi retakan yang renggang atau tidak rapat pada suatu massa batuan menandakan batuan tersebut cukup kuat dibanding massa batuan dengan spasi retakan yang sangat rapat.
Gambar 4.3 memperlihatkan salah satu klasifikasi massa batuan berdasarkan intensitas retakannya yang cocok diterapkan sebagai bahan pertimbangan dalam proses pengeboran baik di tambang terbuka maupun bawah tanah. Adapun rincian klasifikasinya sebagai berikut:
− Klas A: Batuan sangat kuat, padat, spasi retakan > 100 cm
− Klas B: Batuan kuat, sedikit ada pelapukan, spasi retakan antara 20 – 100 cm
− Klas C: Batuan sedang, ada pelapukan, spasi retakan antara 4 – 20 cm
− Klas D: Batuan lunak, mudah hancur, spasi retakan < 4 cm.
Gambar 24. Klasifikasi massa batuan berdasarkan intensitas retakan