Sifat fisis bambu lapis meliputi kadar air, kerapatan, pengembangan dan penyusutan dimensi panel bambu. Rangkuman sifat fisis bambu lapis yang dihasilkan tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat fisis bambu lapis
Sifat Fisis Perlakuan KA (%) Kr (g/cm3) Pengembangan (%) Penyusutan (%) P L T P L T K1 Epoxy 10.68 0.76 0.32 0.38 5.03 0.19 0.43 2.68 K2 Epoxy 10.22 0.68 0.66 0.92 5.79 0.22 0.22 3.08 K1 PVAc 10.98 0.73 0.70 0.92 7.40 0.19 0.48 3.62 K2 PVAc 10.83 0.69 0.99 0.82 10.43 0.43 0.48 3.64 Keterangan: KA = kadar air P = panjang L = lebar T = tebal
1. Kadar Air
Kadar air menunjukkan banyaknya jumlah air yang terikat pada dinding sel panel bambu terhadap berat kering tanurnya yang dinyatakan dalam persen. Kadar air yang dimaksud dalam perhitungan ini adalah kadar air dalam kondisi kering udara.
Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai kadar air bambu lapis berkisar antara 10.18% (pada kombinasi B dengan perekat epoxy) sampai dengan 11.02% (pada kombinasi A dengan perekat PVAc). Nilai total rata-rata kadar air sebesar 10.68%. Nilai rata-rata kadar air untuk setiap perlakuan dapat diamati pada histogram kadar air panel bambu yang disajikan pada Gambar 8. Sedangkan nilai masing-masing kadar air disajikan pada Lampiran 1.
Gambar 8. Histogram Kadar Air Bambu Lapis 10.68 10.22 10.98 10.83 9 10 11 12 Nilai KA (%) K1EP K2EP K1PV K2PV Perlakuan Histogram Kadar Air
Keterangan :
K1EP = kombinasi A perekat epoxy K1PV = kombinasi A perekat PVAc K2EP = kombinasi B perekat epoxy K2PV = kombinasi B perekat PVAc
Haygreen dan Bowyer (1989) menyatakan banyaknya air yang tetap tinggal di dalam dinding sel (besar nilai kadar air) suatu produk akhir tergantung pada tingkat pengeringan selama pembuatan dan lingkungan tempat produk tersebut ditempatkan di kemudian hari.
Hasil analisis ragam (Lampiran 3) kadar air dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan berupa perekat dan kombinasi lapisan tidak memberikan pengaruh nyata pada kadar air panel bambu. Karena perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata, maka tidak dilakukan uji lanjut pembeda masing-masing faktor.
Kadar air panel bambu hasil penelitian ini dipengaruhi oleh kadar air bilah bambu yang direkat, jenis perekat yang digunakan dan air yang dihasilkan dari proses perekatan jenis perekat tertentu, disamping juga proses pengeringan selama pembuatan panel bambu. Namun demikian, jika dibandingkan antar perekat yang digunakan, pada Gambar 8 terlihat bahwa kadar air panel bambu dengan perekat PVAc sedikit lebih besar nilainya dibandingkan dengan nilai kadar air perekat epoxy. Ini disebabkan karena perekat PVAc memang lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan perekat epoxy. Secara keseluruhan, nilai kadar air diatas memenuhi standar SNI karena tidak lebih besar dari 14%.
2. Kerapatan
Kerapatan merupakan perbandingan berat panel bambu terhadap volume panel bambu. Kerapatan erat hubungannya dengan berat jenis. Kerapatan yang tinggi biasanya memberikan sifat kekuatan mekanis yang tinggi pula. Kerapatan yang dimaksud dalam perhitungan adalah kerapatan pada kondisi kering udara.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai kerapatan panel bambu lapis berkisar antara 0.67 g/cm3 (pada kombinasi B dengan perekat epoxy) sampai dengan 0.77 g/cm3 (pada kombinasi A dengan perekat epoxy). Nilai kerapatan total sebesar 0.71 g/cm3. Nilai rata-rata kerapatan bambu lapis disajikan pada Gambar 9, sedangkan data selengkapnya tersaji pada Lampiran 1.
Gambar 9. Histogram Kerapatan Bambu Lapis 0.76 0.68 0.73 0.69 0.5 0.6 0.7 0.8 Nilai K er ap atan (g/ cm 3) K1EP K2EP K1PV K2PV Perlakuan Histogram Kerapatan Keterangan :
K1EP = kombinasi A perekat epoxy K1PV = kombinasi A perekat PVAc K2EP = kombinasi B perekat epoxy K2PV = kombinasi B perekat PVAc
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4), diketahui bahwa kombinasi lapisan bambu lapis berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kerapatan panel bambu, sedangkan perekat atau pun interaksi antara kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata.
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi lapisan A sangat berbeda dengan kombinasi lapisan B. Kerapatan bambu pada kombinasi lapisan A memberikan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi lapisan B. Hal ini disebabkan karena kombinasi lapisan A yang lebih tebal memiliki komponen sel-sel penyusun yang lebih banyak per satuan luasnya, sehingga mempengaruhi berat total dari bambu lapis. Walau demikian, nilai kerapatan bambu lapis sangat dipengaruhi oleh kerapatan bambu solid itu sendiri.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerapatan bambu solid sama halnya dengan faktor yang dapat mempengaruhi kerapatan pada kayu solid. Haygreen dan Bowyer (1989) mengemukakan sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi kerapatan suatu spesies kayu antara lain kondisi tempat tumbuh kayu, lokasi dalam pohon, letak dalam kisaran spesies, dan sumber-sumber genetik.
3. Pengembangan Dimensi
Sebagai tumbuhan berkayu, bambu juga memiliki sifat higroskopis sama seperti kayu. Sifat higroskopis adalah sifat kayu yang menyerap atau melepaskan uap air sesuai dengan kadar air di lingkungan penggunaannya. Karena sifat ini, kayu mau pun bambu mudah mengalami perubahan dimensi, terutama jika terjadinya perubahan kadar air dibawah titik jenus serat yang melewati kadar air pada titik jenuh serat. Perubahan dimensi bisa terjadi dalam bentuk pengembangan atau penyusutan dimensi panel.
Pengembangan dimensi panel bambu lapis terdiri atas pengembangan panjang, pengembangan lebar, dan pengembangan tebal. Masing-masing nilai pengembangan diperoleh dengan cara membandingkan dimensi kering udara panel terhadap dimensi basah panel bambu.
Dari hasil perhitungan, nilai pengembangan panjang dimensi bambu lapis sangat beragam, berkisar antara 0.25% (pada kombinasi A dengan perekat epoxy) sampai dengan 1.14% (pada kombinasi A dengan perekat PVAc mau pun kombinasi B dengan perekat PVAc). Sedangkan nilai rata-rata pengembangan panjang keseluruhan panel bambu lapis sebesar 0.67%.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai pengembangan lebar dimensi bambu lapis berkisar antara 0.28% (pada kombinasi A dengan perekat epoxy) sampai dengan 1.16% (pada kombinasi B dengan perekat epoxy). Nilai rata-rata pengembangan lebar total panel bambu lapis sebesar 0.76%.
Nilai pengembangan tebal hasil perhitungan menunjukkan besaran nilai yang berkisar antara 4.53% (pada kombinasi B dengan perekat epoxy) sampai dengan 11.17% (pada kombinasi B dengan perekat PVAc), sedangkan nilai total keseluruhan pengembangan dimensi tebal panel bambu sebesar 7.16%.
Nilai pengembangan dimensi panel bambu lapis dapat diamati pada histogram nilai pengembangan dimensi yang tersaji pada Gambar 10. Nilai yang disajikan merupakan nilai rata -
rata tiap perlakuan masing-masing panel. Data pengamatan selengkapnya tersaji pada Lampian 1.
Gambar 10. Histogram Pengembangan Dimensi
Dari hasil analisis ragam (Lampiran 5), diketahui pengembangan panjang dipengaruhi secara nyata oleh perekat mau pun bentuk kombinasi lapisan bambu lapis pada selang kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perekat PVAc memberikan nilai pengembangan lebih besar dari perekat epoxy. Uji lanjut tersebut juga menunjukkan bahwa kombinasi lapisan A memberikan nilai pengembangan panjang yang lebih besar dari kombinasi lapisan B. Ditinjau dari perekat, PVAc memberikan nilai pengembangan panjang yang lebih besar dari epoxy, hal ini dikarenakan kualitas hasil rekatan perekat PVAc lebih rendah dari perekat epoxy, sehingga diduga tidak cukup kuat untuk menahan perubahan dimensi yang terjadi. Disamping itu, karena perekat PVAc mudah menyerap air dan uap air (sehingga resistensi perekat terhadap air rendah) menyebabkan ikatan rekat mudah lepas yang mengakibatkan kestabilan dimensi bambu yang direkat dengan perekat PVAc lebih rendah dari perekat epoxy. Ditinjau dari bentuk kombinasi lapisan, kombinasi dengan ketebalan 1.0 cm (kombinasi B) memberikan nilai pengembangan panjang yang lebih besar dibandingkan dengan ketebalan 1.1 cm (kombinasi A). Hal ini disebabkan karena saat pengempaan perekat, kombinasi B dengan ketebalan bilah bambu penyusun yang lebih tipis lebih banyak menerima tekanan dibandingkan dengan kombinasi A sehingga lebih termampatkan. Akibatnya, kemungkinan banyak perekat yang merembes ke dalam bambu sehingga ikatan rekat pada permukaan rekat yang terjadi menjadi kurang baik.
Hasil analisis ragam (Lampiran 6), nilai pengembangan lebar bambu lapis tidak dipengaruhi oleh perekat dan bentuk kombinasi lapisan panel, tapi dipengaruhi oleh interaksi antara kedua faktor (perekat dan kombinasi). Hal ini ternyata memberikan hasil yang berbeda dengan pengembangan panjang panel bambu lapis. Namun demikian, adanya interaksi antara
0. 32 0. 38 5.03 0. 66 0. 92 5.79 0. 7 0. 92 7.4 0. 99 0. 82 10.43 0 2 4 6 8 10 12 N ilai P eng emb ang an (% ) K1EP K2EP K1PV K2PV Perlakuan
Histogram Pengembangan Dimensi
Panjang Lebar Tebal
Keterangan :
K1EP = kombinasi A perekat epoxy K1PV = kombinasi A perekat PVAc K2EP = kombinasi B perekat epoxy K2PV = kombinasi B perekat PVAc
kedua faktor terhadap besar nilai pengembangan lebar setidaknya menggambarkan alasan diatas bahwa perekat dan kombinasi lapisan juga memiliki andil dalam pengembangan dimensi lebar panel bambu.
Hasil analisis ragam untuk pengembangan tebal (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perekat dan kombinasi lapisan panel bambu berpengaruh nyata, sedangkan interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata. Dari uji lanjut Duncan diketahui bahwa bambu dengan perekat PVAc memiliki pengembangan tebal yang lebih besar dibandingkan dengan epoxy. Dari uji lanjut yang sama, terlihat bahwa kombinasi B memberikan nilai pengembangan tebal yang lebih tinggi dibandingkan kombinasi A. Hal ini disebabkan karena kombinasi B yang lebih tipis menerima lebih banyak tekanan saat pengempaan dibandingkan dengan kombinasi A hingga lebih termampatkan yang mengakibatkan banyaknya perekat yang merembes ke dalam bilah bambu. Selain itu, besarnya nilai pengembangan radial terjadi sebagai akibat adanya tegangan sisa dari proses pengempaan. Saat proses pengempaan, bambu mengalami pemampatan pada arah radial (tebal). Setelah dilakukan perendaman tegangan sisa tersebut akan hilang terdesak oleh air yang diserap oleh tiap bilah bambu penyusun panel. Adanya perendaman menyebabkan bambu yang termampatkan mengembang secara spontan yang menyebabkan nilai pengembangan radial jauh lebih besar dibandingkan dengan pengembangan pada arah lainnya. Dapat dikatakan, tingkat pengempaan elemen-elemen panel bambu dalam proses pembuatan dan pengolahan bambu lapis juga menentukan pengembangan dimensi yang terjadi pada bambu lapis.
Jika ditinjau dari pengembangan masing-masing dimensi, pada Gambar 10 terlihat bahwa pengembangan panjang dan lebar tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan pengembangan tebal. Pada kayu lapis, adanya perekatan vinir saling tegak lurus arah serat menyebabkan dimensi panjang dan lebar saling menahan sehingga jika ada perubahan dimensi, perubahan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Berbeda halnya dengan pengembangan tebal. Pada perhitungan di atas, pengembangan terbesar terjadi pada atah radial (tebal). Hal ini disebabkan karena bambu tidak memiliki sel-sel arah radial (ruas bambu tidak memiliki jari-jari kecuali pada buku bambu) sehingga pengembangan yang terjadi tidak dapat ditahan oleh sel-sel penyusun bambu.
4. Penyusutan Dimensi
Penyusutan dimensi yang terjadi pada bambu berbeda dengan penyusutan yang terjadi pada kayu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Liese (1980) dalam Dransfield dan Widjaja (1995), penyusutan dimensi pada bambu berlangsung di atas titik jenuh serat. Ini ditandai dengan segera menyusutnya bambu setelah dilakukan penebangan (dipanen).
Sama halnya dengan pengembangan dimensi, penyusutan dimensi panel bambu lapis juga terdiri dari penyusutan panjang, penyusutan lebar, dan penyusutan tebal. Nilai penyusutan diperoleh dengan membandingkan nilai dimensi kering udara terhadap dimensi kering oven panel bambu.
Hasil perhitungan menunjukkan penyusutan dimensi panjang berkisar antara 0.14% (pada panel dengan semua perlakuan) sampai dengan 0.57% (pada kombinasi B dengan perekat PVAc)
dengan nilai rata-rata total panel bambu sebesar 0.26%. Nilai penyusutan lebar berkisar antara 0.14% (pada panel dengan semua perlakuan) sampai dengan 0.72% (pada kombinasi A dengan perekat PVAc mau pun kombinasi B dengan perekat PVAc). Sedangkan nilai rata-rata total seluruh bambu untuk penyusutan lebar sebesar 0.40%. Nilai penyusutan tebal berkisar antara 1.28% (pada kombinasi A dengan perekat epoxy) sampai dengan 4.05% (pada kombinasi A dengan perekat PVAc) dengan nilai rata-rata total sebesar 3.25%.
Nilai penyusutan dimensi panel bambu dapat diamati pada histogram penyusutan dimensi tersaji pada Gambar 11. Sedangkan data selengkapnya dapat diamati pada Lampiran 1.
Gambar 11. Histogram Penyusutan Dimensi
Hasil analisis ragam penyusutan panjang (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perekat dan kombinasi lapisan tidak meberikan pengaruh yang nyata, begitu halnya dengan interaksi antar keduanya. Karena tidak berpengaruh nyata, maka tidak dilakukan uji lanjut pembeda masing-masing faktor.
Hasil analisis ragam penyusutan lebar (Lampiran 9) juga menunjukkan hal yang sama. Perekat mau pun kombinasi lapisan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Oleh karena perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata, maka tidak dilakukan uji lanjut pembeda masing-masing faktor.
Hasil analisis ragam penyusutan tebal (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perekat dan kombinasi lapisan juga tidak memberikan pengaruh yang nyata sehingga tidak dilakukan uji lanjut pembeda masing-masing faktor.
Hal ini disebabkan karena penyusutan dimensi bambu lapis lebih dipengaruhi oleh struktur anatomis dari bambu itu sendiri. Penyusutan terbesar yang terjadi pada arah radial (tebal) panel bambu lapis disebabkan karena secara anatomis bambu tidak memiliki sel-sel penyusun arah radial (jari-jari bambu hanya terdapat di daerah buku). Hal ini menyebabkan bambu mudah mengalami
0 1 2 3 4 Nilai P en yu suta n Pe nyus uta n (%) K1EP K2EP K1PV K2PV Perlakuan
Histogram Penyusutan Dimensi
Panjang Lebar Tebal 0. 19 0.22 0.19 0. 43 0. 43 0.22 0. 48 0. 48 2.68 3.08 3.62 3.64 Keterangan :
K1EP = kombinasi A perekat epoxy K1PV = kombinasi A perekat PVAc K2EP = kombinasi B perekat epoxy K2PV = kombinasi B perekat PVAc
perubahan dimensi pada arah radial. Pada Gambar 11 menunjukkan penyusutan yang terjadi pada arah radial jauh lebih besar dibandingkan dengan penyusutan arah lainnya. Hal ini berbeda pada kayu, perubahan dimensi terbesar terjadi pada arah tangensial, disusul arah radial, dan terkecil pada arah longitudinal.
Jika dibandingkan besar nilai pengembangan dan penyusutan dimensi, terlihat bahwa besar nilai penyusutan tidak sama persis dengan besar nilai pengembangan dimensi. Perbedaan ini disebabkan oleh sifat bambu dimana bambu menyusut segera setelah dipanen (di atas titik jenuh serat), sedangkan pengembangan terjadi jika kadar air dibawah titik jenuh serat melewati batas titik jenuh serat.
B. Keteguhan Rekat Bambu Lapis
Keteguhan rekat bambu lapis dibedakan menjadi keteguhan rekat sejajar serat permukaan dan keteguhan rekat sejajar serat lapisan inti. Rangkuman nilai keteguhan rekat bambu lapis tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai keteguhan rekat bambu lapis
Perlakuan Keteguhan Rekat (kg/cm 2
) // Serat Permukaan // Serat Lapisan Inti
K1 Epoxy 34.89 31.77
K2 Epoxy 35.79 24.62
K1 PVAc 38.24 14.18
K2 PVAc 30.30 12.21
1. Keteguhan Rekat Sejajar Serat Permukaan
Nilai keteguhan rekat sejajar serat permukaan dari hasil perhitungan berkisar antara 28.30 kg/cm2 (pada kombinasi A dengan perekat epoxy) sampai dengan 42.16 kg/cm2 (pada kombinasi B dengan perekat epoxy). Total nilai keteguhan rekat sebesar 34.81 kg/cm2. Nilai rata-rata tiap perlakuan dapat diamati pada histogram nilai keteguhan rekat yang tersaji pada Gambar 12.
Gambar 12. Histogram Keteguhan Rekat Sejajar Serat Permukaan
34.89 35.79 38.24 30.30 0 10 20 30 40 Nil ai Ket eguhan Rekat Rekat (kg/c m 2) K1EP K2EP K1PV K2PV Perlakuan
Histogram Keteguhan Rekat Sejajar Serat Permukaan
Keterangan :
K1EP = kombinasi A perekat epoxy K1PV = kombinasi A perekat PVAc K2EP = kombinasi B perekat epoxy K2PV = kombinasi B perekat PVAc
Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan baik perekat mau pun kombinasi lapisan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Demikian halnya dengan interaksi antara kedua faktor. Oleh karena perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata, maka tidak dilakukan uji lanjut pembeda masing-masing faktor. Gambar 12 memperlihatkan kombinasi A dengan perekat PVAc memiliki keteguhan rekat tertinggi disusul kombinasi B dengan perekat epoxy. Pembuatan sampel uji ikut memberikan pengaruh terhadap nilai keteguhan rekat. Pembuatan sampel uji yang kurang sempurna (terutama saat pembuatan takik bidang geser) dapat membuat nilai keteguhan rekat yang terukur tidak murni berasal dari film perekat yang terbentuk, melainkan juga disebabkan oleh serat bambu yang ikut menahan gaya geser yang terjadi saat pengukuran.
Nilai keteguhan rekat yang dihasilkan semuanya memenuhi standard SNI. Dalam standard SNI tercantum bahwa keteguhan rekat sebesar lebih dari 7 kg/cm2 dengan kerusakan kayu tidak dipersyaratkan, sedangakn untuk keteguhan rekat kurang dari 7 kg/cm2 kerusakan kayu dipersyaratkan sebesar lebih dari 50% luas bidang geser.
2. Keteguhan Rekat Sejajar Serat Lapisan Inti
Nilai keteguhan rekat sejajar serat lapisan inti berkisar antara 6.64 kg/cm2 (pada kombinasi A dengan perekat PVAc) sampai dengan 32.90 kg/cm2 (pada kombinasi A dengan perekat epoxy). Nilai rata-rata total sebesar 20.70 kg/cm2. Nilai rata-rata untuk setiap perlakuan dapat diamati pada histogram keteguhan rekat sejajar serat permukaan inti yang ditampilkan secara diagramatis pada Gambar 13. data hasil pengamatan dan perhitungan selengkapnya dapat diamati pada Lampiran 2.
Gambar 13. Histogram Keteguhan Rekat Sejajar Serat Lapisan Inti 31.77 24.62 14.18 12.21 0 10 20 30 40 N ila i Ke te g uhan Re ka t Rekat (kg/c m 2) K1EP K2EP K1PV K2PV Perlakuan
Histogram Keteguhan Rekat Sejajar Serat Lapisan Inti
Keterangan :
K1EP = kombinasi A perekat epoxy K1PV = kombinasi A perekat PVAc K2EP = kombinasi B perekat epoxy K2PV = kombinasi B perekat PVAc
Hasil analisis ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata pada selang kepercayaan 95%. Sedangkan kombinasi lapisan mau pun interaksi antara kedua faktor tidak memberikan pengaruh sama sekali.
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perekat epoxy sangat berbeda dengan perekat PVAc. Hal ini disebabkan perekat epoxy memberikan nilai kekuatan rekat yang lebih tinggi dibandingkan dengan perekat PVAc seperti terlihat pada Gambar 13 diatas. Diduga karena lebih tingginya kadar air bambu lapis dengan perekat PVAc menyebabkan kekuatan rekatnya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan perekat epoxy. Hal ini karena perekat PVAc memiliki sifat daya tahan air yang lemah. Disamping itu, bentuk contoh uji ikut memengaruhi keteguhan rekat yang dihasilkan. Berbeda dengan keteguhan rekat sejajar serat, pada bilah penyusun bambu lapis keteguhan rekat sejajar serat lapisan inti mudah lepas. Karena pada dasarnya, bambu lapis yang dihasilkan tersusun atas bilah-bilah bambu yang pada saat proses perekatan tidak dilakukan perekatan sisi yang mengakibatkan lapisan terluar bambu lebih mudah lepas.
Jika dibandingkan antara keteguhan rekat sejajar serat permukaan dan sejajar serat lapisan inti, maka keteguhan rekat sejajar serat permukaan memberikan hasil yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh bentuk contoh uji keteguhan rekat bambu lapis dimana pada keteguhan rekat sejajar serat permukaan, pergeseran beban yang terjadi searah dengan arah serat sumbu memanjang bambu lapis di lapisan terluar sehingga hasil rekatan yang terbentuk tidak mudah putus.