• Tidak ada hasil yang ditemukan

SARAD 2.1 Pendahuluan

2.3 Hasil dan Pembahasan 1 Sifat fisika tanah

2.3.2 Sifat kimia tanah

Hasil analisis sifat kimia tanah di bekas jalan sarad dan hutan bekas tebangan disajikan pada Lampiran 2. Lampiran 2 menunjukkan bahwa secara umum sifat kimia tanah di bekas jalan sarad lebih rendah dibandingkan hutan bekas tebangan. Hal ini terkait dengan posisi bekas jalan sarad yang dibangun berada di horizon C yang tidak subur, berbatu dan tidak mengandung bahan organik. Peningkatan kesuburan tanah, KTK dan pH di bekas jalan sarad sangat penting untuk keberhasilan penanaman dengan teknik pengayaan intensif.

Secara keseluruhan pH tanah di bekas jalan sarad termasuk sangat rendah hingga rendah (4.73-5.30). Nilai pH tanah di hutan bekas tebangan termasuk sangat rendah (4.37 – 4.88 ) dibanding nilai pH di bekas jalan sarad (5.20 – 5.30). Nilai pH di hutan bekas tebangan yang rendah karena masih terdapat serasah dan humus hutan yang mengandung asam humat. Nilai pH tanah menggambarkan reaksi larutan unsur-unsur hara mineral untuk diserap perakaran tanaman. Nilai pH pada penelitian ini lebih rendah dari nilai pH tanah optimum dan cenderung lebih masam pada hutan bekas tebangan. Hardjowigeno (2010) menyebutkan hampir sebagian besar tanah-tanah di Indonesia termasuk kategori masam dengan kisaran pH 4.0-5.5.

Kadar bahan organik di hutan bekas tebangan lebih tinggi (3.09 %) dibandingkan dengan bekas jalan sarad baik sebelum (2.04 %) maupun sesudah satu tahun (1.16 %). Hal ini disebabkan oleh produksi bahan organik oleh hutan bekas tebangan masih berjalan dengan baik dan ditunjang oleh proses dekomposisi yang baik.

Hardjowigeno (2010) menyebutkan bahwa kadar bahan organik berperan penting dalam kesuburan tanah karena berperan sebagai cadangan unsur hara terutama N, P dan S, agen perbaikan struktur tanah, menambah kemampuan tanah menahan air dan hara (KTK tanah menjadi tinggi) serta energi bagi mikroorganisme.

Bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dua sampai tiga puluh kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30 sampai 90% dari

tenaga jerap suatu tanah mineral. Peningkatan KTK akibat bahan organik dikarenakan pelapukan bahan organik akan menghasilkan humus (koloid organik) yang mempunyai permukaan dapat menahan unsur hara dan air sehingga dapat dikatakan bahwa bahan organik dapat menyimpan pupuk dan air yang diberikan di dalam tanah. Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur- unsur hara.

Pada bekas jalan sarad terjadi peningkatan C organik dari 1.16% menjadi 2.04% (< 3%). Peningkatan C organik pada bekas jalan sarad setelah satu tahun diduga karena terdapat input serasah dari tegakan hutan bekas tebangan sekitar bekas jalan sarad. Besaran parameter rasio C/N pada penelitian ini lebih kecil dari 20 dan berdasarkan penilaian kriteria kesuburan tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1993) bahwa rasio C/N pada hutan bekas tebangan setelah satu tahun termasuk kategori tinggi (18.1). Hanafiah (2010) menyebutkan bahwa rasio C/N terlalu kecil maka siklus hara berlangsung cepat karena bahan organik terdekomposisi dan terjadi peningkatan mineralisasi N.

Jika bahan organik mempunyai kandungan lignin tinggi kecepatan mineralisasi N akan terhambat. Lignin adalah senyawa polimer pada jaringan tanaman berkayu, yang mengisi rongga antar sel tanaman, sehingga menyebabkan jaringan tanaman menjadi keras dan sulit untuk dirombak oleh organisme tanah. Pada jaringan berkayu, kandungan lignin bisa mencapai 38% (Stevenson 1982). Perombakan lignin akan berpengaruh pada kualitas tanah dalam kaitannya dengan susunan humus tanah. Ranting, cabang dan kayu banyak mengandung lignin. Dalam penelitian ini tidak ditemukan ranting atau cabang di bekas jalan sarad yang belum terdekomposisi sehingga penambahan unsur hara atau C/N dari bahan ranting, cabang dan kayu sangat sedikit.

Nilai KTK pada penelitian ini menunjukkan bahwa KTK di bekas jalan sarad lebih rendah dibandingkan di hutan alam (11.06 meq/100 g) tetapi KTK di LRB lebih tinggi (Gambar 2.11) daripada KTK di hutan alam (19.87 meq/100 g). Hal ini berarti kehadiran LRB dapat meningkatkan kesuburan tanah di LRB dengan kriteria kesuburan termasuk tinggi, sedang di bekas jalan sarad termasuk kriteria kesuburan rendah. KTK yang tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dibandingkan tanah dengan KTK rendah. Semakin banyak kation yang dipertukarkan dalam tanah maka kandungan hara tidak akan mudah tercuci oleh air.

Gambar 2. 11 Hasil analisis kimia tanah KTK (kiri) dan C-organik (kanan) di bekas jalan sarad, hutan bekas tebangan dan LRB

HBT sebelum

HBT sebelum

C-organik di bekas jalan sarad setelah perlakuan CD dan LRB meningkat 43.21% sedang di LRB meningkat sebesar 461% dibandingkan dengan C-org di bekas jalan sarad sebelum perlakuan. Besarnya C-org di LRB disebabkan oleh penambahan serasah dan arang kayu di LRB. C-org di LRB juga lebih tinggi daripada di hutan bekas tebangan.

Gambar 2. 12 Hasil analisis P-tersedia di bekas jalan sarad, hutan bekas tebangan dan LRB

Hasil analisis P-tersedia di bekas jalan sarad setelah perlakuan (JS2) meningkat sebesar 16.32%, sedang P-tersedia di LRB meningkat 37% dibandingkan JS1 (bekas jalan sarad sebelum perlakuan Gambar 2.12). Hal ini berarti keberadaan CD dan LRB dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara P di LRB yang bermanfaat untuk mendukung pertumbuhan tanaman meranti di lubang tanam.

Pengaruh bahan organik di hutan alam terhadap ketersediaan P dapat secara langsung melaui proses mineralisasi atau secara tidak langsung dengan membantu pelepasan P yang terfiksasi. Stevenson (1982) menjelaskan ketersediaan P di dalam tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik melalui 5 aksi seperti tersebut di bawah ini: (1) Melalui proses mineralisasi bahan organik terjadi pelepasan P mineral (PO4)3-; (2) Melalui aksi dari asam organik atau senyawa

pengkelat yang lain hasil dekomposisi, terjadi pelepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak larut menjadi bentuk terlarut,

Al (Fe) (H2O)3 (OH) 2 H2 PO4 + Khelat ===> PO42- (larut) + Kompleks AL-

Fe- Khelat (Stevenson, 1982). (3) Bahan organik akan mengurangi jerapan fosfat karena asam humat dan asam fulvat berfungsi melindungi sesquioksida dengan memblokir situs pertukaran; (4) Penambahan bahan organik mampu mengaktifkan proses penguraian bahan organik asli tanah; (5) Membentuk kompleks fosfo- humat dan fosfo-fulvat yang dapat ditukar dan lebih tersedia bagi tanaman, sebab fosfat yang dijerap pada bahan organik secara lemah. Untuk tanah-tanah berkapur (agak alkalin) yang banyak mengandung Ca dan Mg fosfat tinggi, karena dengan terbentuk asam karbonat akibat dari pelepasan CO2 dalam proses dekomposisi bahan organik, mengakibatkan kelarutan P menjadi lebih meningkat, dengan reaksi sebagai berikut:

CO2 + H2O ====== > H2CO3

H2CO3 + Ca3(PO4)2 ====== > CaCO3 + H2PO4

Asam-asam organik hasil proses dekomposisi bahan organik juga dapat berperan sebagai bahan pelarut batuan fosfat, sehingga fosfat terlepas dan tersedia bagi tanaman. Hasil proses penguraian dan mineralisasi bahan organik, di samping akan melepaskan fosfor anorganik (PO4)3- juga akan melepaskan senyawa-senyawa P-organik seperti fitine dan asam nucleic, dan diduga senyawa P-organik ini, tanaman dapat memanfaatkannya. Proses mineralisasi bahan organik akan berlangsung jika kandungan P bahan organik tinggi, yang sering dinyatakan dalam nisbah C/P. Jika kandungan P bahan tinggi, atau nisbah C/P rendah kurang dari 200, akan terjadi mineralisasi atau pelepasan P ke dalam tanah, namun jika nisbah C/P tinggi lebih dari 300 justru akan terjadi imobilisasi P atau kehilangan P (Stevenson 1982). Kandungan hara P-tersedia tinggi akan menyebabkan kecenderungan tanah menjadi lebih subur sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

Hal yang sama terjadi pada kejenuhan basa (KB) dengan kategori rendah dimana nilai di bawah 100 % (20-37%). Nilai ini mengindikasikan bahwa tanah di bekas jalan sarad maupun di hutan alam tidak didominasi oleh basa-basa yang sebagian besar dibutuhkan tanaman. Hasil analisis N dan Ca total disajikan di Gambar 2.13.

Gambar 2. 13 Hasil analisa kimia tanah Ca (kiri) dan N total (kanan) di bekas jalan sarad, hutan bekas tebangan, LRB

Hasil analisis unsur-unsur Ca menunjukkan bahwa Ca di LRB jauh lebih tinggi daripada di bekas jalan sarad sebelum dan sesudah perlakuan maupun di hutan bekas tebangan.

Kandungan Al+3 di LRB tidak terdektesi atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan di hutan bekas tebangan, bekas jalan sarad sebelum pemasangan LRB dan sesudah pemasangan LRB Hal ini sangat menguntungkan untuk pertumbuhan bibit yang ditanam di LRB karena umumnya Al+3 menghambat pertumbuhan akar.

Degradasi kualitas tanah akibat pengolahan tanah dimanifestasikan melalui erosi, penurunan kadar bahan organik tanah, kehilangan hara, pemadatan tanah dan penurunan populasi mikroorganisme (Staben et al. 1997). Pada sifat kimia tanah, terjadi penurunan bahan organik di bekas jalan sarad dibanding hutan alam.

Perubahan bahan organik di bekas jalan sarad diduga karena penghilangan vegetasi dan seresah pada kegiatan pembukaan hutan dan pembuatan bekas jalan sarad (Makineci et al. 2007). Dengan demikian, penambahan bahan organik dalam program reforestasi dan rehabilitasi perlu dilakukan. Selain itu, penerapan teknik konservasi air dan tanah juga direkomendasikan untuk mendukung pertumbuhan pohon dan konservasi tanah dan air di bekas jalan sarad. Namun secara keseluruhan pemasangan LRB dan CD telah dapat meningkatkan kesuburan tanah di LRB.

Dokumen terkait