• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 9. Penentuan elemen kunci peningkatan produktivitas lahan

5.2. Sifat dan Kualitas Tanah

Kualitas tanah tidak dapat diukur dan bersifat komplek. Namun demikian kualitas tanah dapat diduga dengan menggunakan parameter atau sifat-sifat tanah yang digunakan sebagai indikator kualitas tanah (Acton dan Padbury dalam Islami dan Weil, 2000). Beberapa data yang dapat digunakan untuk menilai kualitas tanah adalah sifat fisik, kimia dan bilogi tanah (Doran dan Parkin, 1994; Larson dan Pierce, 1994).

Sifat fisik tanah

Sifat fisik tanah di Pulau Sebatik berdasarkan hasil analisis contoh tanah di laboratorium tertera pada Tabel 14. Sifat fisik tanah berhubungan erat dengan pengelolaan tanah, penyediaan udara dan air tanah, perkembangan akar, dan daya menahan air. Tanah di lokasi penelitian umumnya bertekstur lempung berpasir sampai lempung berliat. Bobot isi tanah sekitar 1,37 g cm-3 (kedalaman 1-15 cm), 1,45 g cm-3 (kedalaman 15-40 cm) dan 1,47 g cm-3 (kedalaman 40 – 75 cm). Pori drainase cepat atau pori aerasi tergolong rendah, baik di lapisan atas maupun bawah (10,17 – 7,77%). Permeabilitas tanah tergolong lambat (di lapisan atas) dan sedang di kedalaman 15-75 cm (3-84-5,00%).

Berdasarkan hasil analisis data tekstur tanah dapat diketahui bahwa tanah di kawasan tersebut mempunyai drainase cukup baik. Bobot isi (BD) tanah bertambah tinggi pada lapisan tanah yang lebih dalam, dan sebaliknya untuk aerasi tanah. Menurut Karlen et al.(1999) bobot isi merupakan quite variable dan dapat dimasukkan dalam evaluasi kualitas tanah. Selain sebagai parameter sifat fisik, bobot isi juga akan mengkonversi data konsentrasi ke unit volumentric yang lebih relevan.

Tabel 14. Sifat fisik tanah perkebunan kakao rakyat di Pulau Sebatik

Kedalaman dan kelas kesesuaian lahan

0-15 cm 16-40 cm 41-75 cm Parameter S2 S3 S2 S3 S2 S3 Pasir (%) 34,67 28,67 29,33 24,33 24,83 20,00 Debu (%) 43,67 41,67 40,83 42,00 39,83 38,00 Liat (%) 21,67 29,67 29,83 33,67 35,33 42,00 BD (g cm-3) 1,37 1,48 1,45 1,48 1,47 1,49 Total pori (%) 46,92 42,03 44,82 43,32 43,01 43,93

Pori drainase cepat (%) 10,17 6,51 8,36 7,13 6,77 5,71

Pori drainase lambat (%) 4,59 5,29 3,70 2,72 3,72 3,24

Pori air tersedia (%) 17,74 23,43 15,57 22,64 14,91 24,10

Permeabilitas (cm jam-1) 0,63 0,45 3,84 0,24 5,00 0,24

Agregat (%) 65,00 34,50 65,80 37,70 - -

Stabilitas agregat 186,00 95,70 183,60 60,20 - -

Sumber: data primer (survei lapangan)

Berdasarkan hasil analisis kondisi sifat fisik, maka tanah di kawasan perkebunan kakao rakyat di Pulau Sebatik tersebut perlu diperbaiki agar dapat mendukung produktivitas hasil kakao yang optimal. Oleh karena itu penambahan hara melalui pemberian bahan organik atau cover crops untuk budidaya kakao di kawasan tersebut sangat perlu dan akan membantu memperbaiki sifat fisik tanah serta meningkatkan produktivitas hasil kakao. Permeabilitas tanah yang cenderung meningkat (cepat) pada lapisan yang lebih dalam menunjukkan bahwa peredaran udara dalam tanah cukup baik, sehingga laju erosi akibat aliran permukaan dapat berkurang karena laju infiltrasi tanah cukup baik.

Stabilitas agregat di lokasi penelitian cukup mantap, baik pada lapisan atas maupun bawah. Stabilitas agregat dalam air (water stable aggregate) atau distribusi ukuran agregat direkomendasikan sebagai indikator kualitas tanah lapisan permukaan (surface soil quality) (Dariah, 2001). Stabilitas agregat merupakan sifat penting tanah karena faktor ini mempengaruhi banyak fungsi tanah dan juga dapat merefleksikan keterkaitan sifat biologi, kimia dan fisik tanah (Karlen et al., 1999; Islam dan Weil, 2000). Kemampuan agregat tanah untuk tidak pecah atau hancur bila basah oleh air (aggregate stability) sangat penting dalam hubungannya dengan daya simpan lengas, permeabilitas, dan aerasi tanah. Ukuran agregat tanah yang terbentuk berkaitan erat dengan kerentanan (susceptibility) terhadap transportasi oleh air dan atau angin yang lazim disebut

erosi. Ukuran agregat juga berhubungan erat dengan jumlah pori-pori yang terbentuk oleh proses agregasi (Bambang et al., 1998).

Sifat kimia tanah

Kemasaman tanah (pH) tanah di lokasi penelitian agak masam dan berkisar antara 4,82 - 4,97. Kandungan bahan organik rendah (1,08%) pada lapisan atas dan semakin menurun kandungannya pada lapisan yang lebih dalam. Kandungan N, P, K dan KTK tanah tergolong rendah, sedangkan kejenuhan basa (KB) tergolong sedang. Basa-basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K dan Na) tergolong rendah yang disebabkan oleh bahan induk pembentuk tanah miskin bahan lapukan dan juga akibat curah hujan di lokasi penelitian yang cukup tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya pencucian basa-basa. Data hasil analisis tanah selengkapnya tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil analisis sifat kimia tanah di Pulau Sebatik

Kedalaman dan kelas kesesuaian lahan

0-15 cm 15-40 40-75 >75 Parameter Satuan S2 S3 S2 S3 S2 S3 S2 S3 pH - H2O 5,07 4,87 4,73 4,93 5,07 4,57 5,30 4,60 - KCl 4,33 3,90 3,87 3,77 3,17 3,83 3,90 3,80 Bahan organik - C (Walkley & Black % 1,19 0,96 0,55 0,58 0,29 0,31 0,28 0,65 - N (Kjeldalh) % 0,09 0,07 0,04 0,05 0,03 0,03 0,02 0,05 - C/N 13,00 13,39 12,00 12,22 11,00 11,67 12,00 12,90 P2O5 (HCl 25%) mg 100g-1 11,17 10,33 10,17 8,67 9,67 9,33 13,20 6,00 K2O5 (HCl 25%) mg 100g-1 13,17 10,67 11,83 11,63 14,67 14,33 14,20 7,00 P2O5 (Bray 1) ppm 3,43 2,87 2,15 1,47 2,85 3,00 4,42 3,07 K2O (Morgan) ppm 56,33 39,00 63,83 58,33 68,00 59,33 68,00 36,00

Nilai tukar kation (NH4-Acetat 1N, pH 7) - Ca cmol (+) kg-1 2,58 1,96 1,63 1,78 1,80 2,39 1,65 1,37 - Mg cmol (+) kg-1 3,32 2,88 3,00 3,99 3,13 4,45 3,09 1,78 - K cmol (+) kg-1 0,13 0,07 0,12 0,11 0,12 0,11 0,13 0,10 - Na cmol (+) kg-1 0,09 0,06 0,09 0,14 0,24 0,26 0,25 0,07 Jumlah cmol (+) kg-1 5,24 5,59 4,91 6,00 5,29 7,20 5,51 3,29 KTK cmol (+) kg-1 9,48 8,75 10,41 8,17 10,88 8,40 10,50 7,94 KB % 56,67 61,00 48,83 57,33 50,67 65,33 47,80 40,67 Al 3+ (KCl 1N) cmol (+) kg-1 1,38 1,54 2,70 3,55 2,72 3,59 2,66 3,05 H+ (KCl 1N) cmol (+) kg-1 0,19 0,17 0,29 0,33 0,31 0,27 0,27 0,23

Berdasarkan hasil analisis data sifat kimia menunjukkan bahwa kondisi kesuburan tanah (kandungan hara tanah) relatif rendah dan belum mampu mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal, sehingga produktivitas hasil kakao di kawasan ini relatif rendah. Oleh karena itu penambahan hara melalui pemupukan dan penambahan bahan organik diperlukan untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah, agar dapat mendukung peningkatan produktivitas hasil kakao. Saat ini pemupukan yang dilakukan oleh petani belum mampu meningkatkan produktivitas hasil karena takaran pupuk relatif rendah (kurang sesuai dengan kebutuhan tanaman) dan jarang dilakukan.

Sifat biologi tanah

Evaluasi terhadap kualitas tanah umumnya lebih difokuskan pada sifat fisik dan kimia tanah, karena metodenya lebih sederhana (Larson dan Pierce, 1991). Padahal sifat biologi dan biokimia tanah dapat lebih cepat sebagai indikator yang sensitif terhadap perubahan agroekosistem atau produktivitas tanah (Kenedy dan Pependick, 1995). Menurut Paul dan Clark (1989) mikroorganisme tanah merupakan faktor penting dalam ekosistem tanah, karena berpengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara tanaman serta stabilitas agregat tanah.

Tiga parameter yang cukup baik untuk digunakan sebagai indeks kualitas tanah menurut hasil penelitian Islam dan Weil (2000) adalah CTMB (Total Microbial Biomass Carbon), CAMB (Active Microbial Biomass Carbon) dan qCO2 (Specifik Respiration Quotien). Menurut Karlen et al. (1999) pengukuran microbial biomass C (Cmic) dapat mendeteksi perbedaan atau perubahan karbon aktif yang disebabkan oleh variasi praktek pengelolaan lahan. Hasil penelitian Dariah (2001) menunjukkan bahwa Cmic memberikan respon yang lebih cepat terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan dibandingkan dengan C-total. Cmic merupakan indikator kualitas tanah yang lebih peka dibandingkan dengan sifat kimia dan sifat fisik tanah, sehingga parameter ini banyak dianjurkan sebagai indikator terjadinya perubahan kualitas lahan akibat tipe penggunaan lahan (landuse), konversi lahan, pola tanam (cropping pattern) maupun pengelolaan tanah (soil management) (Anderson dan Domsch, 1989; Henrot dan Robertson,

1994; Mendes et al., 1999; Karlen et al., 1999). Cmic sebagai tolok ukur ciri mikrobiologi tanah mempunyai korelasi yang besar dengan sifat biologi tanah lainnya, sehingga dapat digunakan untuk menilai perubahan sifat tanah secara umum (Franzluebbers et al., 1995). Perubahan Cmic(microbial biomass C) dapat menunjukkan pengaruh dari praktek pengelolaan terhadap sifat biologi dan kimia tanah (Powlson et al., 1987; Carter, 1991; Wang et al., 2009)

Hasil analisis sifat biologi contoh tanah dari Pulau Sebatik selengkapnya tertera pada Tabel 16. Pada Tabel tersebut ditunjukkan bahwa tipe penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap microbial biomass C (Cmic). Pada lahan hutan mempunyai kandungan Cmic paling tinggi, kemudian berturut-turut Cmic kebun campuran, kakao dewasa dan kakao muda. Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa Cmic merupakan indikator kualitas tanah yang lebih peka dibandingkan sifat kimia dan fisik tanah lainnya, sehingga parameter ini sering digunakan untuk menilai terjadinya perubahan kualitas tanah terutama yang berkaitan dengan pengaruh tipe penggunaan lahan (landuse), konversi lahan atau pengelolaan tanah (soil management) (Anderson dan Domch, 1989; Mendes et al., 1999; Karlen et al., 1999).

Tabel 16. Hasil analisis Cmic, C-organik, dan nisbah Cmic / C-organik tanah di Pulau Sebatik

Parameter dan kelas kesesuaian lahan

C-mic (ppm) C-organik (%) C-mic/C-org

Uraian penggunaan lahan

S2 S3 S2 S3 S2 S3

Hutan 378,25 a 378,25 a 1,64 a 1,14a 230,64 331,80

Kebun campuran 357,24 a 343,19 a 1,14 a 1,10a 313,37 311,99

Kakao dewasa (>15 th) 342,19 a 305,54 a 1,20 a 1,10a 285,16 277,76

Kakao muda (<4 th) 167,78 b 131,80 b 0,84 b 0,60b 195,09 219,67

Pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kadar C-organik tanah pada lahan hutan, kebun campuran, kakao dewasa dan kebun kakao muda. Terjadi penurunan kadar C-organik sekitar 47,36 - 48,78% akibat beralihnya fungsi penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan perkebunan kakao rakyat (kakao muda < 4 th). Namun demikian setelah tanaman kakao dewasa, tanaman kakao bisa mendukung pemulihan kualitas tanah yang ditunjukkan oleh kadar C-organik yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan C-organik pada lahan perkebunan kakao muda, meskipun kadar bahan organik tanah sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh kemiringan lahan. Kadar bahan organik semakin

menurun dengan semakin meningkatnya kemiringan lahan pada semua jenis atau tipe penggunaan lahan. Faktor lereng berhubungan erat dengan terjadinya erosi pada lahan miring.