• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tapioka 1) Pati Sagu 2) Tapioka Pati Sagu

E. Karakteristik Plastik Komposit

E.2. Sifat termal plastik komposit

Pengukuran sifat termal dilakukan dengan menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC) dengan tujuan untuk mengetahui suhu transisi gelas (glass transition temperature, Tg) dan titik leleh (melting point temperature, Tm).

Suhu transisi gelas merupakan suhu dimana plastik berubah keadaan dan perilakunya dari kaku, getas, padat seperti gelas, menjadi fleksibel, lunak, dan elastis. Titik leleh mengindikasikan suhu dimana terjadi perubahan wujud padat menjadi cair. Titik leleh disebut juga transisi orde pertama, sedangkan suhu transisi gelas sebagai transisi orde kedua (Geoffroy, 2004). Hasil analisis sifat termal ditunjukkan pada Tabel 12, sedangkan data lengkap yang menunjukkan hasil analisis keseluruhan sifat termal dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 12. Hasil analisis sifat termal

Jenis Plastik Hasil Penelitian*

Tg (oC) Tm (oC) Compt.- LLDPE Sagu 38,45 119,10 Tapioka 38,00 120,10 Compt.- HDPE Sagu 36,90 131,50 Tapioka 36,35 131,95 HDPE Murni 37,40 130,80 LLDPE Murni 37,90 124,50

* Data rata-rata dua kali pengulangan

Berdasarkan hasil analisis DSC yang dilakukan, nilai Tm plastik compt.-

LLDPE sagu dan compt.-LLDPE tapioka lebih rendah dibandingkan dengan LLDPE murni, akan tetapi masih dalam rentang batas plastik LLDPE yaitu antara 119,10oC sampai dengan 120,10oC, sedangkan pada plastik compt.-HDPE sagu dan compt.- HDPE tapioka mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan HDPE murni yaitu 131,50-131,95 oC, akan tetapi rentang tersebut tidak berbeda secara signifikan. Nilai Tm pada polimer campuran sangat dipengaruhi oleh campurannya dan merupakan

50

dalam campuran tersebut. Semakin banyak polimer sintetis dalam campuran maka perbedaan titik lelehnya tidak akan berbeda jauh dengan polimer sintetis murninya. Pada Lampiran 6 disajikan data analisis uji Tg dan Tm.

Nilai Tg yang diperoleh dari hasil analisis DSC mempunyai rentang antara

36–38,5oC baik pada plastik compt.-LLDPE pati (sagu dan tapioka) maupun compt.- HDPE pati (sagu dan tapioka). Nilai Tg akan bervariasi bergantung pada struktur

molekul spesifik dari polimer dasarnya, berat molekul, distribusi berat molekul tersebut, aditif yang ditambahkan ke dalam formula, serta beberapa faktor lainnya (Umam et al., 2007).

Pada Gambar 14 menunjukkan kecenderungan nilai Tm dan Tg pada masing-

masing plastik komposit yang dianalisis. Grafik b) dan c) menunjukkan kecenderungan terhadap compt.-LLDPE sagu dan compt.-LLDPE tapioka dimana nilai tiap ulangan mempunyai rentang yang cukup berbeda sehingga apabila grafik tersebut dirata-ratakan akan terletak ditengahnya. Lain halnya dengan pada grafik a) dimana plastik komposit compt.-HDPE sagu maupun tapioka mempunyai nilai rentang yang berdekatan. Hal ini disebabkan karena baik bahan aditif, polimer sintetis, dan polimer alamnya bercampur lebih homogen dibandingkan dengan plastik compt.-LLDPE pati tersebut. Kehomogenan campuran terjadi apabila pada saat proses produksi apakah kondisi proses sesuai dengan karakterisasi bahan baku yang sedang diproses. Pada analisis ini membuktikan bahwa penambahan konsentrasi 20% pati termoplastis (sagu dan tapioka) ke dalam matriks polietilen (LLDPE dan HDPE) tidak mempengaruhi nilai Tm dan Tg secara nyata.

51

a)

b)

c)

Gambar 14. Kromatogram DSC a) HDPE + Pati Termoplastis (sagu dan tapioka); b) LLDPE + sagu; c) LLDPE + tapioka

-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 HDPE murni Suhu (oC) D SC M w -3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 compt.-LLDP E SAGU I Suhu (oC) D SC M w -3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 compt.-LLDPE TAPIOKA I Suhu (oC) D SC M w

52 E.3. Pengujian sifat biodegradablitas

Analisis pengujian sifat biodegradabilitas pada plastik komposit dilakukan degan dua cara yaitu dengan reaksi enzimatis (penambahan α-amilase) dan penanaman pada media agar untuk diinokulasikan dengan mikroba Penicillium sp. dan Aspergillus niger.

Pada pengujian sifat biodegradabilitas dengan menggunakan reaksi enzimatis bertujuan agar terjadi hidrolisis pati, yaitu pemecahan kimiawi molekul pati karena pengikatan air sehingga menghasilkan molekul-molekul yang lebih kecil. Reaksi hidrolisis dapat dipercepat dengan penambahan asam ataupun enzim sebagai katalis. α-amilase akan menghidrolisis ikatan lurus (1,4) dalam rantai pati secara acak. Enzim ini mereduksi ukuran molekul pati dengan cepat dan meningkatkan viskositas larutan pati. Hidrolisis amilosa akan menghasilkan maltosa dan maltotriosa sedangkan ikatan cabang (1,6) dalam rantai pati tidak dapat dihidrolisis oleh α- amilase tetapi sejumlah molekul α-limit dekstrin akan terbentuk saat amilopektin terhidrolisis. Setiap α-limit dekstrin mengandung sedikitnya satu ikatan cabang (1,6). Pengujian sifat biodegradabilitas dengan reaksi enzimatis ini dilanjutkan dengan pengukuran total gula yang bertujuan agar didapatkan jumlah persentase pati yang terdegradasi dengan metode ini. Glukosa merupakan gula pereduksi, sifat pereduksi ini karena glukosa memiliki gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik). Menurut Winarno (1988), total gula menunjukkan jumlah gula total yang terdapat dalam suatu bahan, baik itu gula pereduksi maupun yang lainnya. Gula pereduksi menunjukkan banyaknya jumlah fruktosa dan glukosa yang berasal dari penguraian sukrosa. Kadar gula pereduksi yang rendah menunjukkan jumlah sukrosa masih mendominasi.

Hasil analisis uji enzimatis dapat dilihat pada Tabel 16 dimana menunjukkan bahwa pati yang terhidrolisis reaksi dengan enzim α-amilase bernilai 0,811%- 3,750%. Dengan jumlah pati yang terhidrolisis telah membuktikan bahwa plastik komposit tersebut dapat terdegradasi dengan baik. Rendahnya pati yang terhidrolisis disebabkan adanya pengaruh dari ukuran granula pati. Wulansari (2004) menyatakan bahwa semakin besar ukuran molekul pati maka semakin lambat laju hidrolisis patinya dan semakin tinggi kadar amilopektin maka semakin kurang sempurna konversinya. Penurunan gula pereduksi diduga karena adanya reaksi balik, yaitu

53

pembentukan isomaltosa sebagai akumulasi repolimerisasi glukosa. Data lengkap yang menunjukkan hasil analisis keseluruhan uji biodegradabilitas secara enzimatis dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 13. Hasil analisis uji enzimatis untuk mengetahui pengurangan bobot plastik

* Data rata-rata dua kali pengulangan

Alasan lain rendahnya pati yang terhidrolisis yaitu adanya pati yang telah rusak karena pemanasan berulang kali dalam pemrosesan untuk membuat produkplastik komposit. Rusaknya pati atau pati yang telah tergegradasi tersebut membuat enzim α-amilase untuk menghidrolisisnya, akan tetapi diharapkan apabila plastik tersebut dikubur di dalam tanah ataupun dengan penanaman mikroorganisme akan terlihat bahwa pati yang terdegardasi tersebut dijadikan media tumbuh mikroorganisme tersebut. Enzim α-amilase tersebut tidak dapat bekerja dengan baik karena setiap enzim mempunyai spesifikasi tersendiri untuk melakukan reaksi sehingga struktur pati yang rusak membuat enzim tidak dapat bekerja. Hal lain yang mempengaruhi yaitu adanya pati yang terperangkap di dalam matriks polietilen sehingga enzim tidak dapat menembus matriks polietilen tersebut untuk dihidrolisis dan waktu pengujian yang hanya 17 jam sehingga terbatasnya α-amilase dalam memotong rantai pada pati.

Analisis biodegradasi selanjutnya yaitu menggunakan mikroba. Tujuan yang ingin dicapai pada analisis ini yaitu plastik yang diinokulasikan pada media agar ditumbuhi oleh kapang yang telah diremajakan terlebih dahulu untuk membuktikan bahwa plastik komposit dapat menjadi media tumbuh bagi mikroorganisme. Kapang yang digunakan adalah Penicillium sp. dan Aspergillus niger dengan media agar yang berbeda untuk masing-masing mikroorganisme. Pemilihan kedua jenis kapang tersebut karena Penicillium sp. dan Aspergillus niger merupakan kapang yang ada di dalam tanah sehingga dapat mewakili kondisi tanah. Pengujian tidak dilakukan dengan cara penguburan karena akan memakan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan penginokulasian pada media agar yang dikondisikan agar dapat memicu

Jenis Plastik Persentase Pengurangan Bobot Plastik (%)*

Compt.-LLDPE Sagu 3,745

Tapioka 2,488

Compt.-HDPE Sagu 0,811

54

kedua jenis kapang tersebut dapat berkembang secara optimum dalam waktu yang singkat.

Pertumbuhan isolat-isolat galur Aspergillus sp. dan Penicillium sp. di dalam medium Agar Kentang Dekstrosa (AKD) memperlihatkan pertumbuhan yang baik (Gambar 15). Medium AKD mengandung karbohidrat kompleks yang kaya akan sumber karbon dan nitrogen yang dibutuhkan oleh fungi untuk melangsungkan metabolisme primer dan sekunder. Selain itu medium ini mengandung berbagai senyawa anorganik, vitamin dan faktor pertumbuhan (Nikazar et al., 2005).

1 2 3

4 5 6

Gambar 15. Beberapa koloni fungi kelompok Aspergillus niger (1, 2, 4) dan

Penicillium sp. (3, 5,6) yang tumbuh dengan baik dalam medium PDA

Pengujian biodegradabilitas plastik komposit ini dilakukan berdasarkan ASTM G-2170. Pada metode ini, sampel ditanamkan pada media agar (Potato Dextrose Agar) dan diinokulasikan dengan kapang. Sampel kemudian disimpan pada suhu 29oC selama 2 minggu. Pengujian ini termasuk ke dalam pengujian secara kualitatif. Sebagai kontrol juga ditanamkan HPDE murni dan LLDPE murni sebagai kontrol negatif sampel, sedangkan kontrol positif sampel menggunakan tapioka termoplastis dan pati sagu termoplastis.

55 a) b) c) d) e) f) g) h) Keterangan:

a. Compt.-LLDPE + pati sagu termoplastis dengan mikroba Penicillium sp.

b. Compt.-LLDPE + pati sagu termoplastis dengan mikroba Aspergillus niger

c. Compt.-LLDPE + tapioka termoplastis dengan mikroba Penicillium sp.

d. Compt.-LLDPE + tapioka termoplastis dengan mikroba Aspergillus niger

e. Compt.-HDPE + pati sagu termoplastis dengan mikroba Penicillium sp.

f. Compt.-HDPE + pati sagu termoplastis mikroba Aspergillus niger

g. Compt.-HDPE + tapioka termoplastis dengan Mikroba Penicillium sp.

h. Compt.-HDPE + tapioka termoplastis dengan Mikroba Aspergillus niger

Gambar 16. Hasil analisis uji biodegradabilitas menggunakan mikroba

56

a) b)

c) d)

e) f)

Keterangan:

a. Kontrol negatif; PE murni dengan mikroba Penicillium sp. b. Kontrol negatif; PE murni dengan mikroba Aspergillus niger

c. Kontrol positif; pati sagu termoplastis dengan mikroba Penicillium sp. d. Kontrol positif; pati sagu termoplastis dengan mikroba Aspergillus niger e. Kontrol positif; tapioka termoplastis dengan mikroba Penicillium sp. f. Kontrol positif; tapioka termoplastis dengan mikroba Aspergillus niger

Gambar 17. Hasil analisis uji biodegradabilitas menggunakan mikroba

Penicillium sp. dan Aspergillus niger pada kontrol

Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 17, menunjukkan bahwa semua kontrol positif (pati sagu termoplastis dan tapioka termoplastis) ditumbuhi oleh kapang. Hal tersebut membuktikan bahwa pati termoplastis dapat menjadi media tumbuh bagi fungi dan mikroorganisme, sedangkan pada Gambar 16 membuktikan bahwa pada semua sampel plastik komposit juga menunjukkan adanya pertumbuhan kapang. Sedikitnya koloni yang tumbuh pada kontrol positif diduga karena adanya pengaruh bahan kimia pensteril yang digunakan pada awal uji kualitatif ini. Pada kontrol negatif tidak ditumbuhi sama sekali oleh kedua kapang tersebut. Hal tersebut

57

membuktikan bahwa pati sagu dan tapioka yang berada dalam matriks polietilen dapat digunakan sebagai sumber nutrien oleh mikroba untuk pertumbuhannya.

Dengan simulasi yang didapatkan dari pengujian di dalam laboratorium, diharapkan apabila plastik komposit antara polietilen dengan pati tersebut dikubur dalam tanah menjadi dapat terdegradasi oleh mikroba tanah karena adanya pati dalam matriks polimer sintetis tersebut sehingga dapat menjadi pemicu terjadinya proses degradasi di dalam tanah. Dengan pati yang terdegardasi oleh mikroba tanah, diharapkan pula bahwa polietilen tersebut akan menjadi lebih mudah untuk turut terdegardasi di dalam tanah karena rantai polimernya juga ikut terputus.

Pada saat kapang tumbuh pada sampel juga akan memunculkan peningkatan pori-pori yang signifikan karena penetrasi dan proses metabolisme kapang dalam pati telah optimal (Nikazar et al., 2005). Mikroorganisme, dalam hal ini adalah kapang, akan memproduksi enzim yang mampu memecah pati dalam plastik menjadi segmen yang lebih kecil dengan berat molekul yang lebih rendah. Kondisi ini menyebabkan material polimer dapat terdegardsi dalam lingkungan (Nakamura et al., 2005). Glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis pati oleh enzim akan digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber karbon (Vinhas, 2007). Dengan menggunakan mikroorganisme diduga pati yang telah terdegradasi dan tidak dapat dihilangkan oleh amilase akan termakan semua oleh mikroba sehingga diharapkan 20% kandungan pati dalam plastik komposit akan habis termakan oleh mikroorganisme. Analisis ini telah membuktikan bahwa plastik komposit yang telah dibuat dapat ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga secara garis besar dapat dikatakan bahwa plastik komposit ini dapat termasuk ke dalam kategori plastik komposit.

Dokumen terkait