• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap dan Kepedulian Terhadap Bahasa, Dialek, dan

Dalam dokumen sma11antro Bhs Antropologi Supriyanto (Halaman 175-178)

Bab III Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

K. Sikap dan Kepedulian Terhadap Bahasa, Dialek, dan

dicirikan dengan pemakaian huruf E pada akhir kalimat. Selain itu, irama (nada) dalam cara berbicaranya juga memiliki ciri khas yang berbeda dengan bahasa Melayu yang digunakan di daerah lain (Zulyani Hidayah, 1999).

Suku bangsa Melayu di Riau adalah salah satu keturunan para migran dari daratan Asia bagian tengah. Mereka juga menggunakan bahasa Melayu yang disebut dengan bahasa Melayu Raiu. Bahasa Melayu ini tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia sekarang, malah dianggap sebagai salah satu dasar bahasa Indonesia. Bahasa Melayu Riau disebut juga Bahasa Melayu Tinggi, karena awalnya digunakan sebagai bahasa sastra oleh masyarakat Indonesia pada akhir abad yang lalu. Sebelum mengenal tulisan Latin, masyarakat Melayu Riau menuliskan gagasan mereka dalam tulisan arab – melayu atau arab gundul (Zulyani Hidayah, 1999).

Pengertian sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. Sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. Sikap seseorang terhadap suatu objek pada umumnya terwujud dalam dua bentuk, yakni suka atau tidak suka, mendukung atau tidak mendukung, dan memihak atau tidak memihak. (Dikutip dari pendapat Petty dan Cacioppo, Louis Thurstone dan La Pierre). Sikap terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan.

Sikap manusia terhadap bahasa, dialek, dan tradisi terjelma dalam dua bentuk, yaitu sikap positif dan negatif. Hanya sikap positif, dapat mengantarkan manusia memelihara dan melestarikan serta mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan. Sikap positif mempunyai banyak segi dan kombinasi dalam penerapannya dengan setiap keadaan yang mempengaruhi kehidupan kita. Sikap positif menjelma sebagai kepedulian terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan dapat kita pahami dengan memahami paparan berikut.

Sikap positif merupakan tujuan tertentu untuk membuat setiap pengalaman, baik yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, dapat memberikan manfaat yang akan menolong kita untuk selalu memperhatikan dan memperdulikan bahasa, dialek dan tradisi lisan.

Sikap positif adalah kepedulian sebagai kebiasaan mencari hikmah yang tersembunyi dibalik setiap kegagalan, kekalahan atau kemalangan yang kita alami. Sehingga menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam memelihara dan melestarikan bahasa, dialek dan tradisi lisan. Hanya sikap positif dapat mendatangkan sesuatu yang bermanfaat dari kejadian- kejadian yang tidak menyenangkan dalam usaha memelihara, dan mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan.

Sikap positif adalah kepedulian dalam bentuk kebiasaan menyibukkan pikiran dengan hal-hal dan keadaan yang diharapkan dalam kehidupan dalam rangka memelihara dan mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan. Jauhkan pikiran dari hal-hal yang tidak disenangi yang memunculkan sikap apatis dalam memelihara dan mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan. Kebanyakan orang hidup dengan sikap yang dipenuhi ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran. Hal ini lama- kelamaan akan mempengaruhi penampilan mereka. Mereka kemudian sering menyalahkan orang lain atas situasi dan kondisi yang menyebabkan hilang dan punahnya suatu bahasa, dialek dan tradisi lisan.

Sikap positif adalah kepedulian dalam wujud kebiasaan mengevaluasi semua masalah dan mampu membedakan mana masalah yang dapat dikuasai dan mana masalah yang tidak dapat dikuasai dalam upaya memelihara dan mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan. Seseorang yang mempunyai sikap positif selalu berusaha keras untuk memecahkan masalah-masalah yang dapat dikendalikan. Dalam menghadapi masalah-masalah yang tidak dapat dikendalikan, ia akan berusaha agar sikap mental positifnya tidak berubah menjadi negatif.

Apakah yang dimaksud dengan bahasa? Menurut Harimurti Kridalaksana dalam buku Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Lingusitik (2005), bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerjasama, berkomumikasi dan mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki peranan sangat penting dalam kebudayaan manusia. Oleh karena itu bahasa menjadi unsur pertama dan utama dari 7 (tujuh) unsur universal kebudayaan.

Apakah yang dimaksud dengan dialek atau logat? Logat atau dialek

adalah gaya berbahasa yang unik dan khas, tampak saat mengucapkan kata-kata oleh seseorang atau sekelompok orang. Logat atau dialek merujuk pada identitas suku bangsa dan daerah tertentu. Contoh dialek pada masyarakat bahasa yang ada di Indonesia adalah dialek Melayu Riau,

dialek Minangkabau, dialek Sunda, dialek Jakarta (Betawi), dialek Jawa Cirebon, dialek Jawa Tegal, dialek Bali, dialek Ambon, dialek Batak Karo, dialek Batak Toba, dan lain-lain. Biasanya orang-orang yang memiliki dialek sama akan merasa lebih akrab dan intim bila dibandingkan dengan orang-orang dengan dialek yang berbeda. Dialek membuat orang merasa dan menilai bahwa seseorang adalah kelompokku dan orang lain bukanlah kelompokku. Ada 4 (empat) orang Indonesia yang bertemu di luar negeri, dari empat orang itu, dua orang diantaranya dapat berbahasa dengan menggunakan dialek yang sama, maka persahabatan di antara dua orang itu (memiliki dialek yang sama) akan terasa lebih intim dan akrab bila dibandingkan dengan dua orang lainnya.

Apakah yang dimaksud dengan tradisi lisan? Tradisi adalah adat istiadat dan kebiasaan yang sudah berlangsung turun temurun hingga sudah mendarah daging. Sehingga penyimpangan dari tradisi dianggap sebagai pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat. Lisan adalah bahasa mulut, kata-kata yang keluar langsung dari mulut orang. Tradisi lisan berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat dan kebiasaan yang mendarah daging yang dilakukan dengan bahasa mulut atau kata-kata yang keluar langsung dari mulut. Tradisi lisan dapat kita lihat dan temukan pada berbagai jenis sastra rakyat yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Contohnya adalah Wayang Kulit, Didong, Mak Yong, dan sebagainya. Tradisi lisan adalah salah satu saluran pewarisan budaya dari generasi ke generasi berikutnya.

Akhir-akhir ini perkembangan teknologi informasi berkembang sangat pesat dan pengaruh globalisasi tersebut telah melanda di kalangan remaja. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan berikan solusi yang tepat supaya generasi muda tidak meninggalkan bahasa, dialek dan tradisi lisan yang merupakan warisan budaya bangsa mengingat pengaruh budaya asing sangat kuat terhadap remaja. Coba kalian praktikkan dan lestarikan dalam kehidupan kalian sehari-hari supaya tidak punah.

Analogi Budaya:

Di mana ada masyarakat di situ ada bahasa. Setiap masyarakat pasti memiliki bahasa. Suku bangsa adalah salah satu contoh masyarakat. Menurut Koentjaraningrat (1999), jumlah suku bangsa Indonesia menurut Zulyani Hidayah ada sebanyak 656, sedangkan menurut J.M. Melalatoa ada sebanyak 500. Bila kita asumsikan setiap satu suku bangsa Indonesia memiliki satu bahasa, maka jumlah bahasa yang ada di Indonesia berkisar antara 500 sampai dengan 656 bahasa. Perkiraan itu membawa kita pada satu kesimpulan bahwa keadaan bahasa di Indonesia sangat beragam.

Persebaran bahasa-bahasa kesukuan di Indonesia tidaklah sama. Ada bahasa suku yang memiliki persebaran cukup luas karena penyebaran penuturnya yang sangat luas dan terus berkembang. Ada juga bahasa suku yang memiliki persebaran tidak luas juga dikarenakan penyebaran penuturnya yang sangat terbatas. Program pembangunan juga turut mempengaruhi penyebaran bahasa suku, salah satu contohnya adalah transmigrasi. Hal ini semakin mempersulit untuk menentukan secara pasti persebaran suatu bahasa suku.

Kebanyakan orang Indonesia dapat menuturkan dua bahasa. Sering menukar penggunaan bahasa Indonesia, bahasa nasional, dengan (sedikitnya) satu bahasa daerah atau bahasa suku bangsa. Bahasa Nasional dianggap sebagai bahasa resmi, untuk digunakan di sekolah atau di pertemuan resmi. Ada banyak kecualian, tentu saja termasuk upacara dan pertunjukan bahasa daerah harus digunakan. Penggunaan bahasa daerah dipihak lain, lebih sering merupakan norma pada situasi tidak resmi, seperti di rumah dan di dalam urusan antaranggota sesama kelompok suku bangsa. Bahasa Indonesia bukanlah bahasa pertama dari setiap masyarakat suku bangsa Indonesia. Itulah sebabnya ada penggunaan bahasa daerah di sekolah negeri hingga kelas 3 SD (Indonesia Heritage, jilid 10, 2002).

Setiap orang dalam masyarakat bahasa di Indonesia dapat menunjukkan sedikitnya tiga tingkat interaksi linguistik, Yaitu:

1. Tingkat suku bangsa, yaitu penggunaan bahasa dalam kelompok bahasa suku bangsa tertentu, misalnya antara sesama orang Melayu, Riau, Ambon, Sunda, Batak, Bugis, Jawa, dan sebagainya.

2. Tingkat antarsuku bangsa, yaitu penggunaan bahasa di antara masyarakat kelompok sukubangsa yang berbeda. Misalnya percakapan antara orang Batak dengan orang Sunda, orang Ambon dengan orang Jawa, orang Minangkabau dengan orang Bugis, dan

Dalam dokumen sma11antro Bhs Antropologi Supriyanto (Halaman 175-178)