• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Hasil Penelitian

3.2 Sikap Orang Kristen di GKS Ngamba Deta terhadap

Hubungan orang Kristen dan penganut Marapu di Desa Weelimbu selama ini berjalan baik dan harmonis. Orang Kristen dan penganut Marapu sebenarnya memang memiliki hubungan kekeluargaan karena memang dulunya semua orang Sumba adalah penganut Marapu.66 Dalam berbagai aspek kehidupan keduanya hidup berdampingan sebagai sesama saudara. Bahkan dalam beberapa rumah tangga, terdapat orang Kristen dan penganut Marapu yang hidup bersama-sama di dalamnya. Hampir tidak ada pemisahan antara orang Kristen dan penganut Marapu.67 Hanya pada saat penganut Marapu melakukan ritual saja, orang Kristen akan membatasi diri dan tidak ikut ambil bagian di dalamnya karena ritual tersebut dipandang bertentangan dengan iman Kristen. Orang Kristen hanya akan mengikuti acara syukuran yang dilakukan setelah ritual itu karena dianggap sebagai sebuah acara kekeluargaan yang tidak memiliki unsur ritual lagi.68

Dalam pandangan orang Kristen, penganut Marapu sebenarnya tidak dilihat sebagai lawan, mereka justru adalah rekan.69 Mereka adalah keluaga dan bukan musuh, sekalipun berbeda kepercayaan mereka tetaplah sesama saudara.70 Mereka juga adalah ciptaan Tuhan dan bagian dari masyarakat yang adalah teman sekaligus menjadi objek penginjilan,71 artinya mereka adalah orang-orang yang diharapkan untuk menjadi pengikut Kristus.72 Hal ini dilihat sebagai panggilan

66

Wawancara dengan Matius Ngongo Malo di Desa Weelimbu pada 9 Mei 2019, pukul 10.39 WITA.

67

Wawancara dengan Junius Umbu Pakereng di Desa Weelimbu pada 9 Mei 2019, pukul 12.53 WITA.

68

Wawancara dengan Yohana Umbu Lado di Wiwu Wawo pada 7 Mei 2019, pukul 18.44 WITA. 69

Wawancara dengan Vic. Marinus Mardi Ishak di Desa Weelimbu pada 8 Mei 2019, pukul 17.33 WITA.

70

Wawancara dengan Samuel Umbu Lado di Desa Weelimbu pada 8 Mei 2019, pukul 20.23 WITA.

71

Wawancara dengan Nimrot Umbu Pati di Desa Weelimbu padu 9 Mei 2019, pukul 09.36 WITA. 72

21

pelayanan oleh orang Kristen yaitu melakukan perintah Tuhan untuk menjadikan segala bangsa murid Tuhan sebagaimana yang tertulis dalam Injil.

Dalam kehidupan sehari-hari hampir tidak terlihat perbedaan antara penganut Marapu dan orang Kristen. Perbedaan itu hanya akan terlihat ketika penganut Marapu melakukan ritualnya.73 Dilihat dari segi kepercayaan memang banyak perbedaan-perbedaan diantara keduanya. Misalnya untuk mengetahui kehendak Tuhan, orang Kristen membaca Alkitab sementara penganut Marapu membaca hati hewan seperti hati ayam atau hati babi untuk dilihat sebagai simbol yang mengandung pesan dari Tuhan. Perbedaan lainnya adalah orang Kristen memiliki gereja sebagai tempat persekutuan dan menyembah Tuhan sementara penganut Marapu memiliki Kambo74 sebagai tempat penyembahan mereka.75

Selain itu perbedaan yang paling mendasar antara keduanya adalah soal perantaraan untuk sampai kepada Allah dan jalan keselamatan. Dalam kepercayaan Marapu, yang dipercaya sebagai perantara untuk sampai kepada Allah adalah arwah atau roh-roh nenek moyang. Sementara orang Kristen mengimani bahwa jembatan kita untuk sampai kepada Allah Bapa adalah Yesus Kristus,76dan bagi orang Kristen Yesus adalah Allah yang hidup bukan orang mati.77 Mengenai jalan keselamatan, yang membedakan penganut Marapu dengan orang Kristen adalah mereka tidak mengenal dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Bagi sebagian orang Kristen ketika penganut Marapu masih mempercayai arwah nenek moyang sebagai perantara mereka dan belum percaya Yesus Kristus, itu tidak dilihat sebagai kelemahan mereka. Itu semata-mata dilihat sebagai perbedaan.78 Walaupun secara iman Kristen hal itu memang dianggap sebagai

73

Wawancara dengan Yohanis Apiladu di Desa Weelimbu pada 8 Mei 2019, pukul 16.25 WITA. 74

Di setiap rumah orang Sumba selalu didirikan sebuah batu di depan rumahnya yang disebut

kambo atau kambo wano sebagai tempat untuk bertemu dengan Marapu ketika orang Sumba

hendak keluar maupun masuk melakukan pekerjaan yang sakral seperti hendak memungut hasil ataupun ketika membawa pulang hasil. Kambo disebut sebagai “penerima yang masuk keluar baik siang maupun malam, baik manusia maupun hewan” (Kambo rookawona mawo roro bina, Wudi

papamula watu papadede).

75

Wawancara dengan Yohana Umbu. 76

Wawancara dengan Samuel Umbu. 77

Wawancara dengan Pdt. Mardiani Loni Radjah, S.Si-Teol pada 8 Mei2019, pukul 10.21 WITA. 78

kelemahan mereka. Namun, yang lebih jelas terlihat sebagai kelemahan penganut Marapu adalah ritual mereka. Ritual Marapu membutuhkan alokasi dana yang sangat banyak, terlihat dari banyaknya hewan yang dibutuhkan ketika melakukan ritual. Hal ini dianggap sebagai sebuah pemborosan. Demikian juga dari segi waktu dan tenaga, karena ritual Marapu biasanya dilakukan dalam durasi waktu yang cukup panjang.79

Tingkat pendidikan yang rendah juga dilihat sebagai kelemahan dari penganut Marapu. Hal ini membuat pola pikir mereka juga menjadi berbeda dengan orang Kristen. Penganut Marapu hanya memikirkan yang saat ini saja dan tidak berpikir jauh ke depan seperti orang Kristen.80 Pernyataan ini didukung dengan kenyataan bahwa kepercayaan Marapu tidak memiliki sumber tertulis seperti Alkitab. Mereka membaca hati hewan untuk mengetahui kehendak Tuhan. Kepercayaan Marapu tidak terprogram atau terorganisir dengan baik seperti agama Kristen. Dalam kepercayaan mereka juga tidak ada keharusan bagi anak- anak untuk meneruskan kepercayaan tersebut. Artinya anak-anak penganut Marapu tidak harus menjadi Marapu.81

Bagi orang Kristen, kelebihan penganut Marapu adalah mereka masih sangat menjaga dan menghargai adat istiadat yang ada. Merekalah yang menjaga berbagai tradisi adat dan budaya termasuk rumah-rumah adat/suku.82 Rumah adat/suku biasanya ditinggali oleh penganut Marapu karena dianggap rumah Marapu. Selain itu kelebihan dari penganut Marapu terletak pada ketaatan dan kebersamaan mereka dalam menjalankan kepercayaan mereka. Dalam menjalankan ritual yang begitu panjang, mereka tidak saling meninggalkan.83 Kesetiaan mereka juga sangat besar kepada Marapu. Setiap ingin melakukan sesuatu mereka selalu meminta ijin atau restu dari Marapu. Sementara orang Kristen sendiri terkadang tidak setia dalam menjalankan ibadahnya. Dalam pergaulan sehari-hari juga penganut Marapu tidak membeda-bedakan orang, mereka lebih mampu untuk menghargai dan menerima sesama termasuk orang

79

Wawancara dengan Nimrot Umbu. 80

Wawancara dengan Matius Ngongo. 81

Wawancara dengan Junius Umbu. 82

Wawancara dengan Yohana Umbu. 83

23

Kristen.84 Mereka dapat ikut dalam setiap ibadah orang Kristen sementara orang Kristen tidak dapat hadir dalam acara-acara mereka apalagi yang berbau ritual.

Sejauh orang Kristen tidak terpengaruh untuk mengikuti atau melakukan ritual Marapu, maka sebenarnya tidak ada dampak negatif dari kehadiran penganut Marapu. Sejauh ini yang dikuatirkan dan betul-betul dijaga oleh orang Kristen adalah ketika mereka melakukan sebuah acara, dalam pemotongan hewan jangan sampai penganut Marapu melakukan ritualnya yaitu membaca hati hewan tersebut. Hal ini dianggap rawan karena dalam setiap keluarga, pasti ada yang masih menganut Marapu.85 Selain itu, kehadiran penganut Marapu sama sekali tidak mengganggu atau berdampak negatif dalam kehidupan orang Kristen. Justru yang lebih dirasakan oleh orang Kristen adalah dampak positif dari kehadiran mereka, karena mereka hadir sebagai sesama saudara. Tidak pernah terjadi perselisihan antara orang Kristen dan penganut Marapu. Justru bekerjasama menjadi hal yang wajib di antara mereka. Kerjasama itu dilakukan hampir di setiap sisi kehidupan.86 Misalnya dalam acara kematian, pernikahan, kegiatan membangun rumah, membangun gedung gereja, panen dan lain-lain.87

Orang Kristen berharap jumlah penganut Marapu bisa terus menurun hingga semuanya menjadi Kristen. Untuk mewujudkan harapan itu, orang Kristen berupaya melakukan penginjilan dan pendekatan-pendekatan secara pribadi.88 Hal ini dilihat sebagai tanggungjawab oleh orang Kristen. Selain melakukan penginjilan secara langsung, orang Kristen juga melakukan pelayanan diakonia dan membantu penganut Marapu dalam hal kebutuhan ekonomi. Dan yang paling penting bagi orang Kristen adalah bagaimana mereka membangun pola karakter hidup yang baik agar diteladani oleh penganut Marapu.89 Hal-hal inilah yang dilakukan oleh orang Kristen dalam rangka menekan jumlah penganut Marapu. Selama ini yang menjadi hambatan dalam upaya tersebut adalah banyak penganut Marapu yang masih terikat dengan janji/hutang adat. Selain itu ada juga yang

84

Wawancara dengan Vic. Marinus. 85

Wawancara dengan Junius Umbu. 86

Wawancara dengan Yohanis Apiladu. 87

Wawancara dengan Matius Ngongo. 88

Wawancara dengan Yohana Umbu. 89

memang dari hatinya benar-benar tidak dapat meninggalkan kepercayaan Marapu karena telah dibesarkan dalam kepercayaan tersebut.90

Saat ini hampir semua anak-anak penganut Marapu sudah menjadi Kristen sehingga jumlah penganut Marapu akan terus berkurang bahkan habis karena tidak ada yang meneruskan. Namun, bagi orang Kristen habisnya jumlah penganut Marapu tidak dimaknai sebagai hilangnya „orang,‟ melainkan hilangnya ajaran- ajaran yang bertentangan dengan kekristenan.91 Itu adalah tanda kemenangan bahwa orang Kristen telah melakukan tugasnya yaitu menjadikan semua bangsa murid Tuhan.92 Tetapi adat istiadat orang Sumba akan tetap dipertahankan karena perlu adat istiadat berbeda dengan ritual. Ketika semua penganut Marapu menjadi Kristen juga diharapkan terjadi peningkatan dibidang pendidikan dan ekonomi.93 Namun demikian, orang Kristen tetap menyadari bahwa sebagai orang Sumba, ingatan tentang Marapu itu akan tetap ada.94

Mengenai kehadiran Allah bagi penganut Marapu, sebagian besar orang Kristen mengatakan bahwa Allah juga hadir bagi penganut Marapu karena mereka adalah ciptaan milik Allah,95 Allah Yang Maha adil, yang tidak hanya memberikan matahari kepada orang Kristen saja tetapi juga kepada penganut Marapu.96 Yang berbeda adalah perantara untuk sampai kepada Allah itu. Perantaraan orang Kristen adalah Yesus Kristus sementara perantaraan Marapu untuk sampai kepada Amawolo Amarawi adalah arwah nenek moyang. Sementara yang disebut Allah oleh orang Kristen dan yang disebut Amawolo Amarawi oleh penganut Marapu itu sebenarnya merujuk pada satu Allah yang sama, yaitu Allah yang tidak dapat dilihat dengan mata tidak dapat didengar dengan telinga tetapi ia hadir melalui roh. Orang Kristen pun dalam bahasa Sumba menyebut Allah sebagai Amawolo Amarawi.97 Namun, ada juga yang mengatakan Allah tidak

90

Wawancara dengan Yohanis Apiladu. 91

Wawancara dengan Pdt. Mardiani. 92

Wawancara dengan Nimrot Umbu. 93

Wawancara dengan Matius Ngongo. 94

Wawancara dengan Yohanis Apiladu. 95

Wawancara dengan Pdt. Mardiani. 96

Wawancara dengan Samuel Umbu. 97

25

dapat dikatakan hadir bagi penganut Marapu, karena mereka belum mengenal Allah sehingga Allah juga belum mengenal mereka.98

Sementara mengenai keselamatan bagi penganut Marapu, beberapa orang Kristen secara tegas mengatakan bahwa penganut Marapu tidak dapat diselamatkan sebab keselamatan hanya diperoleh oleh mereka yang percaya dan mengakui Yesus sebagai Juruselamat, lewat cara hidupnya yang berkenan dengan kehendak Tuhan.99 Ada juga yang mengatakan bahwa walaupun mereka belum menerima Yesus sebagai Tuhan, Allah akan melihat sejauh mana perbuatan mereka selama hidup, apakah mereka melakukan yang sesuai dengan kehendak Tuhan atau tidak. Jadi mungkin saja ada penyelamatan dari Tuhan bagi mereka.100 Selain itu, orang Kristen juga mengatakan bahwa mengenai keselamatan, itu adalah otoritas Allah dan yang kita kerjakan adalah bagian kita.

3.3 Sikap Orang Kristen di GKS Ngamba Deta terhadap Ajaran Manawara Manawara merupakan ajaran yang diturunkan sejak Umbu Bobo-Umbu

Kamou hingga saat ini. Manawara itu melekat pada setiap hal yang dilakukan oleh penganut Marapu, mulai dari hal-hal yang paling kecil hingga yang besar. Sesama manusia dan segala sesuatu yang ada harus dikasihi. Bagi penganut Marapu ajaran ini sama dengan ajaran kasih dalam Kristen atau agama-agama lainnya karena asalnya hanya satu yaitu dari Tuhan.101 Adanya kedamaian dalam kehidupan bersama saat ini adalah tanda atau bukti dari kasih dan Manawara itu. Orang Kristen tetap datang mengunjungi (bergaul/membaur) dengan penganut Marapu dan demikian juga sebaliknya. Mai mbara yame, kako mbara ne, artinya mereka datang kepada kami di sini, kami juga pergi kepada mereka di sana.102

Bagi orang Kristen ajaran Manawara adalah satu hal yang sangat positif karena mengajarkan hal yang baik seperti hukum kasih dalam kekristenan. Dalam kehidupan sehari-hari penganut Marapu memang menunjukan kasih mereka itu. Mereka mau hidup terbuka dan saling membantu bahkan dengan orang Kristen.103

98

Wawancara dengan Yohana Umbu. 99

Wawancara dengan Pdt. Mardiani. 100

Wawancara dengan Samuel Umbu. 101

Wawancara dengan Ngongo Kaka. 102

Wawancara dengan Bili Dewa. 103

Misalnya dalam pembangunan gedung gereja, mereka menunjukan keterlibatan mereka. Jadi jika dilihat dalam praktek kehidupan sehari-hari, tidak dapat dibedakan antara orang Kristen yang melakukan kasih dengan penganut Marapu yang melakukan Manawara.

Ajaran Manawara dilihat sebagai ajaran yang searah dengan ajaran Kasih dalam kekristenan karena keduanya sama-sama mengajarkan tentang bagaimana membangun hubungan dengan Allah melalui hubungan dengan alam dan sesama.

Manawara dapat dikatakan sudah cukup bagi penganut Marapu dalam hal praktek

kehidupan tetapi dalam hal iman dan keselamatan, penganut Marapu harus menerima dan belajar hukum kasih dalam Kristen.104 Dalam kaitannya dengan iman dan keselamatan, penganut Marapu menempatkan arwah nenek moyang sebagai yang sangat beperan dalam menghubungkan Allah dengan manusia. Perlakuan mereka terhadap orang mati kemudian dianggap sebagai hal yang bertentangan dengan iman Kristen.105

Dalam beberapa hal tertentu Manawara dianggap memiliki kelemahan dibanding kasih dalam Kristen. Misalnya dalam hal mengasihi musuh dan mengasihi tanpa syarat. Ketika terjadi permusuhan, dalam kepercayaan Marapu perdamaian harus diusahakan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Hal ini dianggap berbeda dengan kasih dalam Kristen yang harus mengampuni tanpa syarat. Selain itu, pendalaman pemahaman dan penerapan Manawara juga dianggap kurang karena tidak ada ajaran tertulisnya. Penganut Marapu hanya melakukan Manawara itu sebagai kebiasaan mereka sebagaimana yang ditunjukan oleh orang tua mereka sebelumnya.106

Dalam melihat sejauh mana Manawara itu dapat dikatakan baik dibanding dengan hukum kasih, orang Kristen tidak dapat menyimpulkannya secara pasti dan tepat karena bagaimanapun juga yang menghidupi Manawara itu adalah penganut Marapu dan orang Kristen menghidupi Hukum Kasih. Dalam melakukan Manawara itu juga penganut Marapu tidak menampakan label Marapu

104

Wawancara dengan Vic. Marinus. 105

Wawancara dengan Pdt. Mardiani. 106

27

mereka.107 Jadi bagi orang Kristen, ajaran Manawara itu sudah mengarah pada ajaran kasih. Penganut Marapu sudah melakukan kasih itu dalam bahasa mereka. Namun, hal itu belum cukup karena Manawara dianggap belum sesempurna hukum kasih. Tetapi adanya ajaran Manawara dalam kehidupan penganut Marapu dianggap sebagai peluang bagi orang Kristen untuk melakukan penginjilan.108

Dokumen terkait