• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Analisis dan Pembahasan

4.1 Sikap Orang Kristen di GKS Ngamba Deta terhadap Eksistensi

Untuk melihat bagaimana sikap orang Kristen di GKS Ngamba Deta terhadap eksistensi penganut Marapu maka perlu diperhatikan berbagai fakta yang dapat mempengaruhi sikap tersebut. Pertama, perlu diingat bahwa Marapu merupakan kepercayaan asli masyarakat Sumba yang artinya sebelum kedatangan kekristenan semua orang Sumba adalah penganut Marapu. Fakta ini tentu mempengaruhi sikap orang Kristen terhadap penganut Marapu. Sikap orang Kristen terhadap penganut Marapu mungkin saja berbeda dengan sikapnya terhadap penganut agama lain karena Marapu itu sendiri erat hubungannya dengan Sumba. Kedua, dengan demikian tidak dapat disangkali bahwa orang Kristen dan penganut Marapu memiliki hubungan kekeluargaan.109 Hubungan yang dimakud bukan hanya merujuk pada silsilah keluarga besar, melainkan pada keluarga inti pun terdapat perbedaan kepercayaan tersebut.110 Hal ini juga tentunya akan mempengaruhi sikap orang Kristen terhadap penganut Marapu karena adanya hubungan kekeluargaan antara keduanya.

Sikap orang Kristen terhadap eksistensi penganut Marapu didasari pada dua hal utama yaitu dasar teologis dan sosiologis. Secara teologis yang disebut Allah oleh orang Kristen dan yang disebut Amawolo Amarawi oleh penganut Marapu sebenarnya merujuk pada satu Allah yang sama.111 Namun, terdapat berbagai perbedaan teologis antara kekristenan dan kepercayaan Marapu. Dalam ritual misalnya, penganut Marapu membaca hati hewan untuk mengetahui kehendak

107

Wawancara dengan Yosep Bili. 108

Wawancara dengan Yohana Umbu. 109

Wawncara dengan Matius Ngongo. 110

Wawancara dengan Junius Umbu. 111

Tuhan sementara dalam kekristenan hal ini ditolak karena bagi orang Kristen kehendak Tuhan terdapat dalam Alkitab.112

Mengenai perantaraan untuk sampai kepada Allah, penganut Marapu percaya bahwa arwah atau roh-roh nenek moyang adalah perantara mereka. Sementara orang Kristen mengimani Yesus Kristus sebagai perantaranya,113dan bagi orang Kristen Yesus adalah Allah yang hidup bukan orang mati.114 Dengan demikian pandangan teologis penganut Marapu mengenai perantara ditolak oleh orang Kristen. Hal ini kemudian erat kaitannya dengan soal keselamatan. Dengan orang Kristen mengimani Yesus Kristus sebagai perantaraan yang hidup maka kepastian keselamatan bagi orang Kristen pun turut diyakini, sementara keyakinan soal kepastian keselamatan bagi penganut Marapu tidak dinyatakan dengan tegas oleh orang Kristen. Jadi dengan berdasarkan pada hal-hal teologis tersebut, orang Kristen menolak kepercayaan Marapu. Satu-satunya teologi Marapu yang dapat diterima oleh orang Kristen adalah Amawolo Amarawi adalah Allah yang Esa yang juga dipercaya orang Kristen sehingga kehadiran Allah dalam kepercayaan Marapu dapat diakui.

Secara sosiologis ada beberapa hal yang mendasari sikap orang Kristen terhadap eksistensi penganut Marapu. Dasar sosiologis ini nampaknya berakar pada status dan keadaan kepercayaan Marapu sebagai sebuah agama suku. Marapu yang berstatus agama suku di Indonesia tentu tidak mendapat tempat yang sama dengan agama dunia lainnya seperti Kristen. Hal ini tidak dapat dipungkiri dengan melihat fakta bahwa saat ini semua penganut Marapu mencantumkan agama Kristen Protestan di KTP nya sebab mereka tidak dapat mencantumkan Marapu. KTP ini berlaku seumur hidup sehingga tidak dapat diubah sekalipun sudah ada keputusan MK berkaitan dengan pengakuan terhadap penghayat kepercayaan.115 Fakta lain memperlihatkan ada anak-anak penganut Marapu yang telah menjadi Kristen karena sekolah-sekolah meminta surat tanda baptis atau sebagainya yang tidak dimiliki penganut Marapu.116 Hal inilah yang

112

Wawancara dengan Yohana Umbu. 113

Wawancara dengan Samuel Umbu. 114

Wawancara dengan Pdt. Mardiani. 115

Wawancara dengan Sekretaris Desa Weelimbu. 116

29

kemudian seolah-olah memperlemah Marapu ketika diperhadapakan dengan kekristenan.

Keadaan Marapu sebagai agama suku tentunya tidak sama dengan agama dunia lainnya seperti Kristen. Perlu diingat bahwa sebagai sebuah agama suku, Marapu muncul dalam konteks masyarakat Sumba yang sangat primitif. Bahkan tidak ada catatan sejarah yang pasti mengenai kemunculan Marapu. Kepercayaan Marapu tidak memiliki sumber tertulis seperti Alkitab karena dari awal mula kemunculannya hingga saat ini, segala hal yang berkaitan dengan kepercayaan Marapu disampaikan secara lisan dari keturunan ke keturunan, sehingga bagi orang Kristen kepercayaan Marapu tidak terprogram atau terorganisir dengan baik seperti agama Kristen.117 Hal ini tentu berkaitan dengan tingkat pendidikan yang rendah di Sumba pada masa itu. Hingga saat ini pun para penganut Marapu yang ada memiliki tingkat pendidikan yang rendah dibanding orang Kristen. Keadaan kepercayaan Marapu yang demikian tentu tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh orang Kristen mengenai sebuah agama/kepercayaan karena dipengaruhi paradigma agama dunia.118

Selain itu ritual penganut Marapu juga ternyata tidak hanya dilihat sebagai sebuah kelemahan teologis, melainkan juga merupakan suatu kelemahan secara sosiologis. Ritual Marapu dianggap sangat membebani para penganutnya secara materil karena membutuhkan begitu banyak hewan ketika melakukan ritual sehingga dianggap sebagai sebuah pemborosan yang memperlemah keadaan ekonomi penganutnya. Demikian juga dari segi waktu dan tenaga, karena ritual Marapu biasanya dilakukan dalam durasi waktu yang cukup panjang.119

Hal-hal inilah yang mendasari sikap orang Kristen terhadap eksistensi penganut Marapu. Mereka menginginkan agar kepercayaan Marapu ditinggalkan karena dianggap memiliki kelemahan dari berbagai aspek baik secara teologis maupun sosiologis. Untuk mewujudkan keinginannya, orang Kristen berupaya

117

Wawancara dengan Junius Umbu. 118

Samsul Maarif “Kajian Kritis Agama Lokal,” dalam Samsul Maarif Studi Agama di Indonesia:

Refleksi Pengalaman (Yogyakarta: Center for Religious and Cross-cultural Studies/CRCS UGM,

2016), 38. 119

melakukan penginjilan dan pendekatan-pendekatan secara pribadi.120 Upaya tersebut dibarengi dengan optimisme bahwa jumlah penganut Marapu akan terus berkurang bahkan habis dengan sendirinya karena hampir semua anak-anak penganut Marapu telah menjadi Kristen sehingga tidak ada yang meneruskan. Dalam Marapu juga tidak adan keharusan bagi anak-anak penganut Marapu untuk meneruskan kepercayaan tersebut.121 Hal ini berkaitan dengan pola pikir penganut Marapu yang tidak berpikir jauh ke depan seperti orang Kristen.122

Bagi orang Kristen habisnya jumlah penganut Marapu tidak dimaknai sebagai hilangnya „orang,‟ melainkan hilangnya ajaran-ajaran yang bertentangan dengan kekristenan.123 Itu adalah tanda kemenangan bahwa orang Kristen telah melakukan tugasnya yaitu menjadikan semua bangsa murid Tuhan.124 Penegasan ini menjadi penting untuk semakin memperjelas sikap orang Kristen. Bahwa apa yang disikapi dengan sebuah penolakan tegas oleh orang Kristen adalah hal-hal yang dianggap bertentangan dengan iman Kristen (teologi) dan merugikan (memiliki kelemahan) secara sosiologis. Sementara kehadiran individu yang menganut kepercayaan tersebut diterima bahkan diapresiasi. Terlepas dari ke- Marapu-an nya penganut Marapu dianggap baik kehadirannya karena merekalah yang lebih serius menjaga adat-istiadat dan budaya orang Sumba. Dalam pergaulan sehari-hari juga mereka lebih mampu untuk menghargai dan menerima sesama termasuk orang Kristen.125 Mereka bersedia untuk membantu orang Kristen baik dalam acara kematian, pernikahan, panen, kegiatan membangun rumah, bahkan membangun gedung gereja dan lain-lain.126

Dengan demikian kita dapat melihat bagaimana teologi agama-agama yang dibangun orang Kristen di GKS Ngamba Deta. Jika dilihat dari teori Teologi Agama-Agama menurut Knitter maka sikap orang Kristen di GKS Ngamba Deta terhadap eksistensi penganut Marapu sangat dekat dengan model penggantian karena memenuhi keempat pandangan mendasar model ini yaitu; Pertama,

120

Wawancara dengan Yohana Umbu. 121

Wawancara dengan Junius Umbu. 122

Wawancara dengan Matius Ngongo. 123

Wawancara dengan Pdt. Mardiani. 124

Wawancara dengan Nimrot Umbu. 125

Wawancara dengan Vic. Marinus. 126

31

Alkitab merupakan petunjuk utama bagi perilaku dan anggapan yang dibuat oleh seorang pengikut Kristus. Kedua, kehidupan Kristen harus berakar dan terinspirasi oleh Roh dan kuasa penyelamatan Kristus yang hidup. Ketiga, Yesus adalah juruselamat dan pembeda dalam kehidupan mereka. Keempat, mereka memiliki komitmen untuk berbagi rahmat yang telah mereka terima.127

Hal-hal tersebut nampak jelas dalam sikap orang Kristen. Pertama, berbagai cara pandang dan penilaian mereka terhadap eksistensi penganut Marapu didasarkan pada ayat-ayat alkitab. Mereka mengakui keberadaan Marapu seperti alkitab mengakui keberadaan orang-orang belum percaya yang harus diinjili agar hidupnya menjadi lebih baik dan dapat diselamatkan, sesuai dengan amanat agung yang tertulis dalam Alkitab. Kedua, mereka sangat mengimani bahwa dirinya telah menerima Roh dan kuasa penyelamatan Kristus sehingga mereka terinspirasi untuk menginjili penganut Marapu dengan keyakinan bahwa Roh akan bekerja dan kuasa penyelamatan Kristus itu akan juga menghampiri kehidupan para penganut Marapu.

Ketiga, mereka sangat menekankan kepastian keselamatan mereka karena

Yesus Kristus telah hadir sebagai juruselamat yang hidup dan menjadi pembeda antara mereka dengan penganut Marapu yang mempercayai arwah nenek moyang sebagai perantara kepada Tuhan. Keempat, mereka memiliki komitmen untuk terus melakukan penginjilan dalam rangka membagikan keselamatan itu. Secara lebih spesifik model penggantian yang digunakan oleh orang Kristen di GKS Ngamba Deta adalah model penggantian parsial karena mereka mengakui kehadiran Allah dalam Marapu dan bersedia berdialog dengan mereka yang walaupun dialog itu berakar pada usaha penginjilan yang dilihat sebagai tanggungjawab orang Kristen untuk membagikan keselamatan. Bagi mereka kepastian keselamatan ada dalam Yesus Kristus.

Perlu diingat bahwa sikap orang Kristen tidak dapat digeneralisir begitu saja karena ada juga sebagian orang Kristen yang sepertinya menggunakan model pemenuhan. Bagi mereka ini walaupun penganut Marapu belum menerima Yesus sebagai Tuhan, Allah akan melihat sejauh mana perbuatan mereka selama hidup,

127

apakah mereka melakukan yang sesuai dengan kehendak Tuhan atau tidak. Jadi mungkin saja ada penyelamatan dari Tuhan bagi mereka.128 Hal ini tentunya sangat sesuai dengan konsep Kristen Anonim Karl Rahner dimana orang non- Kristen bisa saja mendapatkan keselamatan jika hidupnya mengarah pada nilai- nilai kebaikan yang sesuai dengan iman Kristen

4.2 Sikap Orang Kristen di GKS Ngamba Deta terhadap Ajaran Manawara

Dokumen terkait