• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.3 Sikap responden tentang kegawatdaruratan medis

Sikap responden tentang kegawatdaruratan medis termasuk kategori baik (76-100%) dalam hal memberikan perawatan dengan cermat dan terampil, melakukan anamnesa dan pemeriksaan tanda vital sebelum pencabutan, melakukan anamnesa untuk mengurangi kegawatdaruratan medis, penanganan kegawatdaruratan medis, mengontrol perdarahan dan pemberian oksigen pada pasien sinkope. Sikap responden termasuk kategori cukup (56-75%) dalam hal melakukan teknik finger sweep. Sedangkan sikap responden termasuk kategori kurang (0-55%) dalam hal melakukan pijat jantung pada pasien sinkope (Tabel 9).

Tabel 9. Distribusi frekuensi sikap responden tentang kegawatdaruratan medis (n= 92) Sikap responden Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jlh % Jlh % Jlh % Memberikan perawatan dengan cermat

dan trampil

Melakukan anamnesa dan pemeriksaan tanda vital sebelum pencabutan

Melakukan anamnesa untuk mengurangi kegawatdaruratan

Penanganan kegawatdaruratan medis Hal utama pada pasien perdarahan adalah mengontrol perdarahan

Pemberian oksigen pada pasien sinkope Melakukan finger sweep dengan membalut jari tangan menggunakan kain kasa

Melakukan pijat jantung pada pasien sinkope 92 92 91 90 88 83 69 34 100 100 98,9 97,8 95,7 90,2 75 37 0 0 1 2 4 9 15 33 0 0 1,1 2,2 4,3 9,8 16,3 35,9 0 0 0 0 0 0 8 25 0 0 0 0 0 0 8,7 27,2

Hasil penelitian tentang sikap terhadap kegawatdaruratan medis didapat persentase keseluruhan dalam kategori baik yaitu 100% (Tabel 10).

Tabel 10. Kategori sikap responden tentang kegawatdaruratan medis (n= 92)

Kategori Jumlah Persentase

Baik Cukup Kurang 92 0 0 100 0 0 Total 92 100

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil pengetahuan responden yang baik dalam hal prinsip dasar kegawatdaruratan medis, penanganan pasien syok anafilaktik, upaya pencegahan kegawatdaruratan medis, pemeriksaan tanda vital, penanganan pasien sinkope, penanganan pasien perdarahan dan definisi kegawatdaruratan medis (Tabel 7). Pengetahuan tentang kegawatdaruratan medis menunjukkan 95,7% responden mengetahui bahwa prinsip dasar kegawatdaruratan medis merupakan tindakan yang dilakukan untuk membantu pasien yang mengalami penurunan kesadaran yang dikenal dengan ABC atau Airway, Breathing dan Circulation. Sebanyak 92,4% responden mengetahui penanganan pasien syok anafilaktik. Hal ini mungkin disebabkan, karena responden sudah mengetahui penanganan pasien syok anafilaktik. Penanganan pasien syok anafilaktik yaitu melakukan perawatan dengan memberikan 0,3-0,5 ml epineprine (adrenalin 1:1000) secara intramuskular dengan kecepatan 1 ml/menit dan dapat diulangi setiap 5 menit sampai pasien terlihat membaik.

Pengetahuan responden mengenai upaya pencegahan kegawatdaruratan medis dan pemeriksaan tanda vital, yaitu 89,1%. Hal ini mungkin disebabkan, karena responden mengetahui upaya pencegahan kegawatdaruratan medis dan pemeriksaan tanda vital, dimana upaya pencegahan yang dimaksud adalah melakukan perawatan dengan cermat, terampil dan trauma minimal, sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan tanda vital, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat perubahan tanda vital yang terjadi pada pasien yang terdiri dari tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu. Hasil penelitian juga menunjukkan 85,9% responden mengetahui penanganan pasien sinkope. Hal ini mungkin disebabkan, karena responden sudah mengetahui tentang penanganan pasien sinkope. Sebanyak 80,4% responden mengetahui penanganan pasien perdarahan. Prinsip dasar terhadap pasien perdarahan adalah membersihkan daerah luka dan penanganan terhadap pasien perdarahan yang diakibatkan fraktur

rahang adalah dengan melakukan fiksasi dahulu kemudian menutup jaringan luka dengan menjahit lapis demi lapis.

Dari keseluruhan responden, sebanyak 77,2% responden mengetahui definisi kegawatdaruratan medis. Persentase pengetahuan responden mengenai teknik finger sweep untuk sumbatan jalan nafas sudah tergolong cukup, yaitu 57,6%. Hal ini mungkin disebabkan karena responden cukup mengetahui teknik

finger sweep. Finger sweep merupakan teknik untuk membebaskan jalan nafas dari sumbatan benda asing seperti darah dan cairan muntah, yaitu menggunakan 2 jari tangan untuk menyapukan cairan yang ada didalam rongga mulut pasien. Hasil penelitian menunjukkan 48,9% responden mengetahui kompresi pijat jantung terhadap pasien kegawatdaruratan medis dan 27,2% mengetahui definisi penanganan kegawatdaruratan medis. Rendahnya persentase tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan responden mengenai kompresi pijat jantung dan definisi penanganan kegawatdaruratan medis serta tidak adanya pelatihan khusus mengenai hal tersebut.

Persentase kategori pengetahuan menunjukkan bahwa 55,4% responden termasuk kedalam kategori pengetahuan baik, sebanyak 38,1% responden termasuk kategori pengetahuan cukup dan sebanyak 6,5% responden termasuk kategori pengetahuan kurang (Tabel 8). Hasil yang hampir sama juga didapat dari penelitian Choaghmagh dkk, mengenai pengetahuan tentang kegawatdaruratan medis di praktek dokter gigi di Iran, terhadap 48 dokter gigi spesialis didapat hasil 54,2% responden tergolong kategori pengetahuan baik, sebanyak 31,2% responden tergolong kategori pengetahuan cukup dan sebanyak 14,6% responden tergolong kategori pengetahuan kurang.42 Terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai kategori pengetahuan baik, cukup dan kurang. Perbedaan hasil tersebut dimungkinkan karena perbedaan sampel penelitian. Penelitian oleh Chaghmagh dkk, dilakukan pada dokter gigi spesialis, sedangkan penelitian ini dilakukan pada dokter gigi umum.

Dari segi sikap, hasil penelitian menunjukkan sebanyak 100% responden setuju untuk memberikan perawatan dengan cermat dan terampil, sama halnya dengan melakukan anamnesa dan pemeriksaan tanda vital sebelum pencabutan (Tabel 9). Tingginya persentase tersebut, mungkin disebabkan karena sikap

responden sudah baik dalam hal memberikan perawatan dengan cermat dan terampil dan juga harus melakukan anamnesa serta pemeriksaan tanda vital sebelum melakukan pencabutan. Sebanyak 98,9% responden setuju bahwa dengan melakukan anamnesa dapat mengurangi kegawatdaruratan medis. Hasil yang tidak jauh berbeda didapat dari sikap responden yang setuju, bahwa seorang dokter gigi harus mengetahui penanganan kegawatdaruratan medis, yaitu 97,8%. Hasil penelitian juga menunjukkan sebanyak 95,7% responden setuju dalam penanganan pasien perdarahan hal utama yang dikontrol adalah perdarahannya. Hal ini mungkin disebabkan, karena sikap dokter gigi yang sudah tergolong kategori baik mengenai hal tersebut.

Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan, sebanyak 90,2% responden setuju untuk memberikan oksigen terhadap pasien sinkope. Sebanyak 75% responden setuju untuk membalut jari tangan dengan kain kasa ketika melakukan teknik finger sweep. Tingginya persentase tersebut, mungkin disebabkan karena sikap responden mengenai pemberian oksigen terhadap pasien sinkope dan finger sweep sudah tergolong kategori baik. Hasil penelitian juga menunjukkan, sebanyak 37% responden setuju untuk melakukan pijat jantung pada pasien sinkope. Hal ini mungkin disebabkan, karena sikap responden tentang kompresi pijat jantung masih kurang.

Persentase kategori sikap menunjukkan bahwa 100% responden termasuk kedalam kategori pengetahuan baik dan tidak ada responden yang termasuk kedalam kategori pengetahuan cukup dan kurang (Tabel 10). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mollashahi dan Honarmand tentang sikap dokter gigi terhadap kegawatdaruratan medis di Iran, terhadap 64 dokter gigi didapat hasil bahwa 61% responden termasuk kategori sikap baik.43

Kegawatdaruratan medis merupakan suatu keadaan yang sangat luas, sehingga keterbatasan penelitian ini adalah hanya membahas 3 jenis kegawatdaruratan medis saja dan hanya dokter gigi yang praktek di 3 Kecamatan Kota Medan. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dapat menambah jenis kegawatdaruratan medis dan melakukan penelitian di praktek dokter gigi lain di Kecamatan Kota Medan atau dokter gigi yang ada di Rumah Sakit.

BAB 6

Dokumen terkait