• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Kegiatan Belajar 2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

3.1. Indikator keberhasilan

3.2.2. Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Pengelolaan APBN secara keseluruhan dilakukan melalui 5 tahap, yaitu: 1. Tahap perencanaan APBN

2. Tahap penetapan UU APBN 3. Tahap pelaksanaan UU APBN

4. Tahap pengawasan pelaksanaan UU APBN, dan 5. Tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

Pentahapan pengelolaan APBN tersebut dapat digambarkan seperti pada siklus di bawah ini.

Pokok-pokok Kebijakan Fiskal dan Kerangka Ekonomi Makro

(Pertengahan Mei) Pagu Sementara (Pertengahan Juni) RAPBN (Agustus) APBN (Akhir Oktober) Rincian Anggaran Belanja K/L (Akhir November) Perpres UU RUU & NK RKP Pagu Indikatif (Maret) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) DIPA K/L (31 Desember)

Perencanaan

Perencanaan dandanPenganggaranPenganggaranAPBNAPBN

22

1) Tahap Perencanaan APBN

Tahap perencanaan APBN dapat diuraikan sebagai berikut:

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, tahap perencanaan APBN dimulai ketika Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Rancangan APBN, yang terdiri atas a) anggaran pendapatan negara, b) anggaran belanja negara dan c) pembiayaan. Besaran anggaran belanja negara didasarkan atas kapasitas fiskal yang dapat dihimpun oleh Pemerintah. Dalam hal rencana belanja negara melebihi dari rencana pendapatan negara, Pemerintah dapat melampaui kapasitas fiskal dengan menjalankan anggaran defisit yang ditutup dengan pembiayaan. Besaran anggaran belanja negara dapat disesuaikan dengan perubahan kapasitas fiskal dan/atau perubahan pembiayaan anggaran sebagai akibat dari:

a. perubahan asumsi makro;

b. perubahan target pendapatan negara;

c. perubahan prioritas belanja negara; dan/atau

d. penggunaan saldo anggaran lebih tahun-tahun sebelumnya.

Anggaran belanja negara disusun berdasarkan RKA-K/L (Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga) dan Menteri Keuangan menetapkan pola pendanaan pembiayaan. Mari kita lihat proses penyusunan RKA yang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga.

Penyusunan RKA-K/L

RKA-K/L disusun untuk setiap Bagian Anggaran dan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang dikuasainya. Selain menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan menyusun RDP-Bendahara Umum Negara.

Penyusunan RKA-K/L harus menggunakan pendekatan: a. kerangka pengeluaran jangka menengah;

b. penganggaran terpadu; dan c. penganggaran berbasis Kinerja.

RKA-K/L disusun secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi anggaran, yang meliputi:

b. klasifikasi fungsi c. klasifikasi jenis belanja

Penyusunan RKA-K/L menggunakan instrumen: a. indikator Kinerja;

b. standar biaya; dan c. evaluasi Kinerja.

Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan indicator Kinerja setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

Proses Penyusunan RKA-K/L dan Penggunaannya dalam penyusunan Rancangan APBN

Presiden menetapkan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional pada bulan Januari untuk tahun direncanakan berdasarkan hasil evaluasi kebijakan berjalan. Berdasarkan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional, Kementerian/Lembaga mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan, Kementerian/Lembaga dapat menyusun rencana Inisiatif Baru dan indikasi kebutuhan anggaran yang diselaraskan dengan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional untuk disampaikan kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan.

Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dari program yang sedang berjalan dan mengkaji usulan Inisiatif Baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya. Kementerian Perencanaan mengoordinasikan pelaksanaan evaluasi dan pengintegrasian hasil evaluasi.

Uraian tahapan penyusunan RKA–K/L dapat dirinci sebagai berikut:

Tahap 1

1. Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskal untuk penyusunan Pagu Indikatif tahun anggaran yang direncanakan, termasuk penyesuaian indikasi pagu anggaran jangka menengah paling lambat pertengahan bulan Februari.

24

2. Pagu Indikatif disusun oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan, dengan memperhatikan kapasitas fiskal dan pemenuhan prioritas pembangunan nasional.

3. Pagu Indikatif yang disusun oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan dirinci menurut unit organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan untuk mendukung Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden.

4. Pagu Indikatif yang sudah ditetapkan beserta prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal RKP disampaikan kepada Kementerian/Lembaga dengan surat yang ditandatangani Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan pada bulan Maret.

5. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Renja-K/L dengan berpedoman pada surat pada poin 4.

6. Renja-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun dengan pendekatan berbasis Kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu yang memuat kebijakan, program dan kegiatan. 7. Dalam proses penyusunan Renja-K/L dilakukan pertemuan 3 (tiga) pihak

antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan.

8. Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan rancangan awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, program, dan kegiatan sebagai bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN.

Tahap 2

1. Menteri Keuangan dalam rangka penyusunan RKA-K/L, menetapkan Pagu Anggaran K/L dengan berpedoman kapasitas fiskal, besaran Pagu Indikatif,

Renja-K/L, dan memperhatikan hasil evaluasi Kinerja

Kementerian/Lembaga.

2. Pagu Anggaran K/L menggambarkan Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden dirinci paling sedikit menurut unit organisasi dan program. 3. Pagu Anggaran K/L disampaikan kepada setiap Kementerian/Lembaga

paling lambat akhir bulan Juni.

a. Pagu Anggaran K/L b. Renja-K/L

c. RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalampembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, dan

d. standar biaya.

5. Penyusunan RKA-K/L termasuk menampung usulan Inisiatif Baru.

Tahap 3

1. RKA-K/L menjadi bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara Kementerian/Lembaga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

2. Dalam hal Kementerian/Lembaga melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPR dalam rangka pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, pembahasan tersebut difokuskan pada konsultasi atas usulan Inisiatif Baru. 3. Dalam pembahasan RKA-K/L dengan DPR dapat dilakukan penyesuaian

terhadap usulan Inisiatif Baru, sepanjang:

a. sesuai dengan RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN

b. pencapaian sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga, dan c. tidak melampaui Pagu Anggaran K/L.

4. Menteri Keuangan mengoordinasikan penelaahan RKAK/L dalam rangka penetapan Pagu RKA-K/L yang bersifat final.

5. Penelaahan dilakukan secara terintegrasi, yang meliputi:

a. kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan; dan b. konsistensi sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga dengan RKP. 6. Penelaahan RKA-K/L diselesaikan paling lambat akhir bulan Juli.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penelaahan RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Tahap 4

1. Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan untuk digunakan sebagai:

a. bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN; dan

26

2. Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dibahas dalam Sidang Kabinet.

3. Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN hasil Sidang Kabinet disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR pada bulan Agustus.

2) Tahap Penetapan UU APBN

Selanjutnya, Nota Keuangan dan Rancangan APBN beserta Himpunan RKA-KL yang telah dibahas dalam Sidang Kabinet disampaikan Pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan Agustus untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN selambat-lambatnya pada akhir bulan Oktober. Proses penyelesaian pada tahap ini melalui beberapa tingkat pembicaraan, yaitu:

Tingkat I

Pada tingkat ini disampaikan keterangan atau penjelasan Pemerintah tentang Rancangan UU APBN. Pada kesempatan ini Presiden menyampaikan pidato Pengantar Rancangan UU APBN didepan Sidang Paripurna DPR.

Tingkat II

Dilakukan pandangan umum dalam Rapat Paripurna DPR dimana masing-masing Fraksi di DPR mengemukakan pendapatnya mengenai RUU APBN dan keterangan Pemerintah. Jawaban pemerintah atas pandangan umum tersebut biasanya diberikan oleh Menteri Keuangan.

Tingkat III

Pada tingkat ini dilakukan pembahasan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus. Pembahasan dilakukan bersama-sama Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan.

Tingkat IV

Diadakan rapat Paripurna DPR yang kedua. Pada rapat ini disampaikan laporan hasil pembicaraan pada tingkat III dan pendapat akhir dari masing-masing fraksi DPR. Apabila ada dan dianggap perlu dapat juga pendapat-pendapat itu disertai dengan catatan tentang pendirian fraksinya.

Setelah penyampaian pendirian akhir masing-masing fraksi selanjutnya dengan menggunakan hak budget yang dimilikinya DPR menyetujui RUU APBN. Setelah DPR menyetujui RUU APBN, pada kesempatan ini pula DPR mempersilahkan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan untuk

menyampaikan sambutannya bertalian dengan keputusan DPR tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang ada, agar RUU APBN yang telah disetujui DPR dapat berlaku efektif maka Presiden mengesahkan RUU APBN itu menjadi UU APBN.

3) Tahap Pelaksanaan UU APBN

UU APBN yang sudah disetujui DPR dan disahkan oleh Presiden, sudah disusun dengan rinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR. Selanjutnya pelaksanaan UU APBN dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga negara dalam melaksanakan anggaran.

Penuangan dalam Keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam UU APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian/lembaga negara, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian/lembaga negara. Selain itu, penuangan tersebut juga meliputi alokasi dana perimbangan untuk propinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.

Kondisi tersebut berbeda dengan penyusunan UU APBN sebelum diundangkannya UU Nomor 17 Tahun 2003. Ketika itu, UU APBN baru memuat ketentuan-ketentuan secara garis besar yaitu rincian sampai sektor dan subsektor. Agar rencana pengeluaran dan pendapatan itu dapat dilaksanakan, maka diadakan pengaturan yang lebih rinci. Pengaturan demikian dituangkan dalam Keputusan Presiden. Setelah sektor dan subsektor, anggaran rutin diadakan perincian lebih lanjut kedalam program, kegiatan, jenis pengeluaran dan bagian anggaran. Anggaran pembangunan dirinci lebih lanjut kedalam program, proyek dan bagian anggaran. Bila masih ada hal-hal yang perlu diatur lebih khusus lagi, hal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan.

Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan Negara, yakni UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,

28

mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administrastif antar kementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.

Selama tahun anggaran dilaksanakan penerimaan-penerimaan dan pengeluaran-pengeluaran uang, yang kesemuanya ini harus dibukukan secara cermat. Pengeluaran uang terutama ditujukan untuk pengadaan barang, pembayaran jasa dan pembiayaan proyek-proyek pembangunan serta pembayaran cicilan hutang dan bunga. Seperti halnya dalam hal keuangan, dalam hal pengadaan barang, masalah penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran perlu pembukuan yang memadai. Demikian pula dalam hal piutang dan kekayaan negara.

Dalam rangka usaha mengadakan pemantapan dan penertiban penerimaan dan pengeluaran negara, telah ditetapkan Inpres No. 4 tahun 2000 tanggal 11 Mei tahun 2000, tentang Penertiban Rekening Departemen dan Lembaga Non Departemen. Secara garis besarnya isi Inpres tersebut adalah sebagai berikut:

(a) Semua Departemen dan semua Lembaga Non Departemen harus

menyampaikan data tentang rekening yang ada pada Departemen/ Lembaga Non Departemen yang bersangkutan kepada Departemen Keuangan/Direktorat Jenderal Anggaran, yang meliputi:

1) Nama

2) Nomor Rekening

3) Saldo per 30 April 2000

4) Nama Bank di mana rekening itu dibuka

5) Laporan paling lambat harus dilakukan paling lambat tanggal 31 Mei

tahun 2000

6) Selanjutnya harus melaporkan saldo rekening pada setiap akhir bulan.

(b) Agar Menteri Keuangan melaksanakan penyempurnaan sistem

pengelolaan Kas Negara tersebut dalam rangka usaha efisiensi dan efektivitas administrasi keuangan negara.

Tujuan pemantapan dan penertiban penerimaan dan pengeluaran Negara di atas kemudian disempurnakan secara signifikan dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara melalui penerapan Treasury Single Account (TSA) dalam pengelolaan kas negara yang memungkinkan dana pemerintah dikelola secara optimal untuk mendukung pelaksanaan APBN. Dalam Sistem Kas

Tunggal (Treasury Single Account), semua rekening keuangan negara berada di tangan satu otoritas yaitu Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Pasal 70 ayat 4 UU Nomor 1 Tahun 2004 mengamanatkan agar penyimpanan uang negara dalam Rekening KUN pada Bank Sentral dilaksanakan secara bertahap, sehingga terlaksana secara penuh selambat-lambatnya pada tahun 2006.

4) Tahap Pengawasan Pelaksanaan UU APBN

Di tingkat intern pemerintah, pengawasan pelaksanaan UU APBN dilakukan oleh Inspektorat Jenderal untuk lingkup masing-masing Kementerian/ Lembaga dan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk lingkup

semua Kementerian/Lembaga. Instansi-instansi tersebut melakukan

pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan

pembukuan uang, barang, piutang/kekayaan dan hutang negara.

Pemeriksaan/pengawasan dilakukan secara periodik selama tahun anggaran berjalan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat 5 UUD 1945, pengawasan ekstern dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Seperti halnya Inspektorat Jenderal dan BPKP, BPK mengadakan pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan pembukuan uang, barang, piutang/kekayaan dan hutang negara. BPK ditetapkan dengan undang-undang tersendiri dan memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada DPR. Walaupun demikian sesuai dengan penjelasan ayat 5 Pasal 23 UUD 1945, BPK bukanlah badan yang berdiri di atas Pemerintah.

Dalam kaitannya dengan pengawasan DPR, pada tiap semester Pemerintah membuat Laporan Semesteran. Dalam laporan ini dicantumkan prospek keuangan untuk semester berikutnya. Prospektus demikian perlu diberitahukan kepada DPR agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan adanya Anggaran Belanja tambahan (ABT) untuk semester/tahun yang akan datang.

Selain Laporan Semesteran, sebelum tahun anggaran berakhir, Pemerintah membuat laporan sementara pelaksanaan APBN tahun yang berjalan. Apabila ada dan dianggap perlu bersama-sama laporan tahunan sementara ini disertakan RUU APBN T/P (Tambahan dan Perubahan) yang menggambarkan setiap perubahan rencana keuangan dari yang sudah disetujui DPR terdahulu. Karena

30

laporan ini masih bersifat sementara (tahun anggaran masih belum berakhir), maka angka-angka yang tertera didalamnya masih mengandung perkiraan-perkiraan. Adapun prosedur pembicaraan RUU APBN T/P, sama dengan prosedur pembicaraan RUU APBN seperti telah diuraikan di atas.

5) Tahap Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan UU APBN.

Tahap pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN ini dapat digambarkan dalam skema seperti di bawah ini.

L E M B A G A P E R W A K I L A N

HUBUNGAN KONTRAK PRINSIPAL–

AGEN: SOLUSI

Akuntansi Pelaporan Auditing P R I N S I P A L

R

A

K

Y

A

T

A G E N P E M E R I N T A H Ketentuan Undang-Undang

Rencana Anggaran / Kerja

AKUNTABILITAS

Gambar 3. Hubungan Kontrak Prinsipal – Agen: Solusi

Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa laporan keuangan yang disusun atas dasar realisasi yang sudah diaudit BPK. Laporan keuangan tersebut disiapkan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya APBN tahun anggaran yang bersangkutan.

Laporan keuangan tersebut, sesuai dengan standar akuntansi pemerintah, setidak-tidaknya terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (dilampiri laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya).

Pada Laporan Realisasi Anggaran, tugas pemerintah adalah menyajikan realisasi pendapatan dan belanja negara serta menjelaskan prestasi kerja yang dicapai oleh masing-masing kementerian negara/lembaga. Laporan keuangan tersebut sesungguhnya merupakan upaya konkret dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang disusun secara tepat waktu serta mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.