• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIKLAT UJIAN DINAS TINGKAT I MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OLEH: TIM PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIKLAT UJIAN DINAS TINGKAT I MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OLEH: TIM PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

MODUL

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

OLEH:

TIM PUSDIKLAT PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

JAKARTA

2014

(3)

Modul Pengelolaan Keuangan Negara Ujian Dinas Tingkat I

ii

KATA PENGANTAR

KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Berdasarkan Surat Tugas Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan Nomor: ST-420/PP.2/2011 tanggal 15 Desember 2011 tentang Penyusunan Kembali Modul Untuk Diklat di Lingkungan Pusdiklat Pengembangan SDM, Sdr. Bambang Widjajarso, ditunjuk sebagai penyusun modul Pengelolaan Keuangan Negara Ujian Dinas Tingkat I yang sebelumnya disusun oleh Sdr. Sampurna Budi Utama.

Penunjukan ini sangat beralasan karena penyusun memiliki pengalaman mengajar cukup lama yang memungkinkan penyusun memilih materi yang diharapkan memenuhi kebutuhan belajar bagi peserta Diklat Ujian Dinas Tingkat I.

Hasil Penyusunan modul ini telah dipresentasikan di hadapan para Widyaiswara serta pejabat struktural terkait di lingkungan Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), Kementerian Keuangan.

Kami menyetujui modul ini digunakan sebagai bahan ajar bagi peserta Diklat Ujian Dinas Tingkat I. Namun mengingat modul Pengelolaan Keuangan Negara sebagai bahan studi yang senantiasa berkembang, penyempurnaan modul perlu selalu diupayakan agar tetap memenuhi kriteria kemutakhiran dan kualitas.

Pada kesempatan ini, kami juga mengharapkan saran atau kritik dari semua pihak (termasuk peserta diklat) untuk penyempurnaan modul ini. Setiap saran dan kritik yang membangun akan sangat dihargai.

Atas perhatian dan peran semua pihak, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Oktober 2014 Kepala Pusat,

Ttd

Safuadi

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ... vi

PETA KONSEP MODUL ... vi

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Deskripsi Singkat ... 1 1.3. Prasyarat Kompetensi ... 2 1.4. Standar Kompetensi ... 2 1.5. Kompetensi Dasar ... 2

2. Kegiatan Belajar 1 Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara ... 3

2.1. Indikator Keberhasilan ... 3

2.2. Uraian dan Contoh ... 3

2.2.1. Pengertian Keuangan Negara menurut peraturan perundangan ... 3

2.2.2. Ruang Lingkup Keuangan Negara ... 4

2.2.3. Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara ... 5

2.2.4. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara ... 8

2.2.5. Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara ... 12

2.3. Latihan 1 ... 14

2.4. Rangkuman 1 ... 14

2.5. Tes Formatif 1 ... 15

2.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 18

3. Kegiatan Belajar 2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ... 19

3.1. Indikator keberhasilan ... 19

3.2. Uraian dan Contoh ... 19

3.2.1. Pengertian APBN ... 19

3.2.2. Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ... 20

3.2.3. Struktur dan Format Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ... 31

3.2.4. Reformasi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ... 34

3.2.5. Reformasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ... 37

3.3. Latihan 2 ... 42

3.4. Rangkuman 2 ... 42

3.5. Tes Formatif 2 ... 43

3.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 46

4. Kegiatan Belajar 3 Pengelolaan Pendapatan Negara dan Hibah ... 47

4.1. Indikator Keberhasilan ... 47

4.2. Uraian dan Contoh ... 47

4.2.1 Pengertian Pengelolaan Pendapatan Negara dan Hibah ... 47

4.2.2. Penerimaan Perpajakan ... 47

4.2.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ... 55

4.2.4. Penerimaan Hibah ... 57

4.3. Latihan 3 ... 58

4.4. Rangkuman ... 58

4.5. Tes Formatif 3 ... 58

4.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 61

5. Kegiatan Belajar 4 Pengelolaan Belanja Pemerintah dan Pembiayaan Defisit Anggaran ... 62

(5)

Modul Pengelolaan Keuangan Negara Ujian Dinas Tingkat I

iv

5.2. Uraian dan Contoh ... 62

5.2.1. Pengertian Pengelolaan Belanja dan Pembiayaan Defisit Anggaran ... 62

5.2.2. Belanja Pemerintah ... 63

5.2.3. Pembiayaan Defisit Anggaran ... 68

5.3. Latihan 4 ... 72

5.4. Rangkuman ... 73

5.5. Tes Formatif 4 ... 73

5.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 76

6. Kegiatan Belajar 5 Pengawasan atas Pelaksanaan APBN dan Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN ... 77

6.1 Indikator Keberhasilan ... 77

6.2. Uraian dan Contoh ... 77

6.2.1. Pengertian Pengawasan atas APBN ... 77

6.2.2. Sistem Pengawasan atas APBN ... 77

6.2.3. Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN... 84

6.3. Latihan 5 ... 88

6.4. Rangkuman ... 89

6.5. Tes Formatif Bab VI ... 89

6.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 92

Tes Sumatif ... 93

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF ... 98

KUNCI JAWABAN TES SUMATIF ... 98

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Kewenangan dalam Pengelolaan Keuangan Negara di tingkat Pemerintah Pusat

Gambar 2: Pokok-Pokok Proses Perencanaan dan Penganggaran Negara Gambar 3. Hubungan Kontrak Prinsipal – Agen: Solusi

Gambar 4: Perubahan Dalam Sistem Penganggaran Negara.

(7)

Modul Pengelolaan Keuangan Negara Ujian Dinas Tingkat I

vi PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Modul Pengelolaan Keuangan Negara ini disusun dalam rangka diklat Ujian Dinas yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Modul ini berisi materi pengertian keuangan negara secara umum, pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Sistem Pengawasan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Pengelolaan APBN meliputi pengelolaan pendapatan negara dan hibah, pengelolaan belanja pemerintah dan pengelolaan pembiayaan defisit anggaran.

Untuk memudahkan pemahaman, peserta diklat sebaiknya mempelajari isi modul secara berurutan mulai dari bagian awal (Pendahuluan) dan dilanjutkan dengan kegiatan belajar 1 sampai dengan kegiatan belajar 5. Untuk efektivitas pemahaman modul, kepada peserta diklat sangat disarankan untuk belajar secara berkelompok secara disiplin.

Pemahaman modul dapat diukur dengan kemampuan peserta diklat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tersedia dalam modul ini. Cocokkan jawaban anda dengan jawaban yang tersedia pada bagian akhir modul. Skor minimal yang diharapkan untuk dianggap paham adalah 80.

PETA KONSEP MODUL

Isi modul Pengelolaan Keuangan Negara ini dapat digambarkan dengan konsep sebagai berikut:

Pengelolaan

Keuangan Negara Pengelolan APBN

Pengelolaan Pendapatan Negara & Hibah

Pengawasan & Pertanggungjawab an APBN Pengelolaan Belanja Pemerintah & Pembiayaan Defisit

(8)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Modul Pengelolaan Keuangan Negara ini khusus disusun untuk diklat dalam rangka Ujian Dinas bagi pegawai Kementerian Keuangan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Didasari pertimbangan bahwa seluruh pegawai Kementerian Keuangan perlu memahami ruang lingkup tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, modul ini disusun agar supaya para pegawai, khususnya yang akan disesuaikan kepangkatan dan jabatannya, memperoleh pemahaman seperti itu. Modul disusun dengan mempertimbangkan juga aspek kemudahan bagi peserta diklat, karena berbagai variasi latar belakang pendidikan dan pekerjaan peserta diklat. 1.2. Deskripsi Singkat

Pengelolaan Keuangan Negara adalah pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sumber-sumber keuangan berupa pendapatan negara, terhadap belanja negara dan sumber keuangan untuk menutupi membiayai kekurangan yang mungkin timbul.

Pendapatan negara bisa berasal dari berbagai sumber yakni dari pajak dan bukan pajak yang menurut peraturan perundangan memang menjadi wewenang pemerintah. Belanja pemerintah pada hakekatnya dilakukan dalam rangka melaksanakan fungsinya mensejahterakan masyarakat. Sedangkan, sumber-sumber keuangan untuk pembiayaan pembangunan dapat berasal dari hutang atau sumber lainnya. Karena wewenang dan fungsi pemerintah dibatasi oleh peraturan perundangan, maka materi yang akan diuraikan dalam modul ini juga mencakup pembatasan-pembatasan seperti itu, misalnya persetujuan dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak legislatif. Dengan demikian, pertanggungjawaban keuangan yang dikelola oleh pemerintah diharapkan sesuai dengan koridor peraturan, selain aspek-aspek transparansi dan akuntabilitas.

Isi modul ini mencakup pokok bahasan tentang maksud dan tujuan pengelolaan keuangan negara secara umum dan kemudian diikuti dengan pokok bahasan pengelolaan APBN yang mencakup pengelolaan pendapatan, pengelolaan belanja dan pengelolaan pembiayaan untuk menutup defisit anggaran. Di bagian akhir modul diuraikan pokok bahasan pengawasan dan

(9)

2

pertanggungjawaban APBN. Setiap pegawai di Kementerian Keuangan selayaknya memahami dasar-dasar pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah, dengan segala keterbatasannya, karena Kementerian Keuangan mempunyai posisi strategis dalam pengelolaan keuangan negara, yakni sebagai Chief Financial Officer.

1.3. Prasyarat Kompetensi

Sebelum mempelajari modul Pengelolaan Keuangan Negara ini, pengetahuan awal yang perlu dimiliki oleh peserta diklat adalah dasar-dasar pengetahuan tentang keuangan pemerintah, setidaknya overview anggaran pendapatan dan belanja negara.

1.4. Standar Kompetensi

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan tentang pengertian dasar pengelolaan keuangan negara, pengertian pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pengertian sistem pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Pengelolaan APBN akan mencakup aspek pendapatan negara, belanja negara dan aspek pembiayaan untuk menutup defisit anggaran.

1.5. Kompetensi Dasar

Setelah mempelajari modul Pengelolaan Keuangan Negara ini, para peserta diklat diharapkan dapat:

a. memahami konsep pengelolaan keuangan negara; b. memahami ruang lingkup keuangan negara;

c. menjelaskan konsep kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara; d. menjelaskan asas-asas umum pengelolaan keuangan negara;

e. memahami konsep pengelolaan APBN; f. menguraikan siklus APBN;

g. memahami reformasi penyusunan dan pelaksanaan APBN; h. memahami konsep pengelolaan pendapatan negara dan hibah; i. memahami konsep pengelolaan belanja negara;

j. memahami konsep pengelolaan pembiayaan defisit anggaran; k. menjelaskan sistem pengawasan dalam pengelolaan APBN;

(10)

2. Kegiatan Belajar 1 Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara 2.1. Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu memahami pengertian keuangan negara, khususnya seperti yang didefinisikan oleh peraturan perundangan di bidang keuangan negara, ruang lingkupnya dan kemudian menghubungkan dengan pengelolaan keuangan negara yang mencakup kekuasaan pengelolaan keuangan negara dan asas umum dalam pengelolaan keuangan negara.

2.2. Uraian dan Contoh

2.2.1. Pengertian Keuangan Negara menurut peraturan perundangan Keuangan negara, jika dilihat dari sisi teori, bisa mengandung beberapa pengertian, tetapi pengertian yang diuraikan dalam modul ini dibatasi pada pengertian-pengertian seperti diatur dalam peraturan perundangan di bidang keuangan negara. Sesuai dengan yang diuraikan dalam Undang Undang Keuangan Negara (UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara), yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu - baik berupa uang maupun berupa barang - yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kemudian, dalam penjelasan dalam Undang Undang tersebut, diuraikan secara lengkap bahwa:

1. Objek dari keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal dan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

2. Subjek keuangan negara adalah seluruh objek keuangan negara yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan badan hukum publik lainnya.

3. Menurut prosesnya, keuangan negara merupakan seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

(11)

4

dengan uang dimulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.

4. Tujuan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek keuangan negara tersebut dimaksudkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

2.2.2. Ruang Lingkup Keuangan Negara

Ruang lingkup keuangan negara menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 mencakup tiga area, yakni pengelolaan fiskal, pengelolaan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Fiskal mengandung pengertian segala kegiatan yang mencakup penerimaan dan pengeluaran uang yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabean dan perbendaharaan. Tujuan kebijakan fiskal mencakup alokasi sumber dana keuangan, distribusinya dan stabilisasi ekonomi, yakni mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja dan kestabilan harga-harga umum. Penjelasan lebih lanjut akan diuraikan dalam materi di bab-bab berikutnya.

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang keuangan yang berkenaan dengan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat, ketetapan mengenai cadangan wajib bank, tingkat diskonto, kebijakan pengendalian kredit dan kebijakan pasar terbuka, termasuk kurs valuta asing. Pemerintah selalu mengusahakan agar ada keseimbangan yang dinamis antara jumlah uang yang beredar dengan barang dan jasa yang tersedia di masyarakat.

Tujuan kebijaksanaan moneter secara umum adalah:

1. Menyesuaikan jumlah uang yang beredar di masyarakat

2. Mengarahkan penggunaan uang dan kredit sedemikian rupa sehingga nilai rupiah dapat dipertahankan kestabilannya

3. Menyediakan kredit dengan suku bunga rendah untuk mendorong produsen untuk meningkatkan kegiatan produksi

(12)

5. Mengusahakan agar kebijakan moneter dapat dilaksanakan tanpa memberatkan beban keuangan negara dan masyarakat.

Kebijakan moneter ini dalam prakteknya dilakukan oleh Bank Indonesia. Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen keuangan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan yang seluruh atau sebagian modal atau sahamnya dimiliki oleh negara, atau sering disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Kekayaan negara yang dipisahkan ini dikelola secara berbeda, sehingga hubungan dengan APBN bukan hubungan langsung, tetapi tidak langsung, misalnya dalam hal pemerintah menyertakan tambahan modal dalam BUMN atau dalam hal adanya setoran bagian laba BUMN untuk pemerintah merupakan pos-pos pembiayaan APBN.

2.2.3. Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara

Dengan ruang lingkup keuangan negara yang meliputi fiskal, moneter, dan kekayaan negara yang dipisahkan seperti itu, bahasan pengelolaan menjadi titik kritis dalam keuangan negara. Bagaimana mengelola kebijakan-kebijakan seperti itu?

Musgrave mengatakan bahwa keuangan negara tidak sekedar hanya menyangkut uang masuk sebagai penerimaan negara dan uang keluar sebagai belanja negara. Keuangan negara juga menyangkut fungsi alokasi sumber-sumber ekonomi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi, termasuk pertumbuhan ekonomi dan dampaknya pada kegiatan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, Musgrave melanjutkan bahwa keuangan negara harus dikelola dengan baik d0engan alasan-alasan berikut:

1. Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

Adam Smith dalam bukunya yang berjudul ”An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation” menyatakan bahwa negara tidak boleh campur tangan dalam perekonomian masyarakat karena perekonomian sudah diatur oleh “invisible hands”, yaitu mekanisme naik atau turunnya harga sebagai akibat dari hukum penawaran dan permintaan barang dan jasa (disebut mekanisme pasar). Misalnya, jika permintaan lebih besar dari penawaran maka tingkat harga

(13)

6

cenderung akan naik, dan sebaliknya. Kemudian, kenaikan harga akan mendorong kenaikan penawaran dan menekan permintaan sehingga terjadi keseimbangan baru dalam penawaran dan permintaan pada tingkat harga tertentu. Sebaliknya, turunnya harga akan menyebabkan naiknya permintaan dan menurunkan penawaran sehingga terjadi keseimbangan baru. Dengan demikian, naik/turunnya harga atau mekanisme pasar bekerja secara otomatis dan ini akan menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan atas barang dan jasa.

Keuangan negara, melalui penerimaan/pendapatan dan pengeluaran/belanja negara dapat mempengaruhi bekerjanya mekanisme harga. Pungutan pajak kepada masyarakat di satu titik akan meningkatkan penerimaan negara, namun dilain pihak akan mengurangi daya beli masyarakat sehingga mengurangi permintaan masyarakat. Sebaliknya, belanja pemerintah, yang digunakan untuk membeli barang dan jasa dari masyarakat, akan mendorong ekonomi masyarakat dan kemudian akan menambah daya beli masyarakat.

Lalu, bagaimana hubungan antara penerimaan negara dengan belanja negara seperti yang dikelola dalam APBN? Apabila penerimaan negara melebihi pengeluaran negara, yang berarti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mengalami surplus. Surplus berarti penerimaan negara cukup untuk mendanai belanja pemerintah, namun dilain pihak akan mengurangi daya beli masyarakat (karena beban pajak yang tinggi) dan terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Sebaliknya, apabila pengeluaran lebih besar dari penerimaannya, yang berarti APBN defisit, defisit akan menambah daya beli masyarakat lebih besar. Apabila permintaan masyarakat atas barang dan jasa melebihi penawarannya, harga-harga barang dan jasa akan naik atau terjadi inflasi dan jika penawaran lebih besar dari permintaannya maka harga-harga akan turun atau deflasi.

Menurut Boediono (1980), inflasi adalah suatu proses atau kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus menerus, sedangkan deflasi adalah kondisi sebaliknya. Baik inflasi maupun deflasi dapat menganggu kegiatan ekonomi masyarakat. Untuk mencegah dampak yang tidak dikehendaki, Adam Smith menganjurkan agar penerimaan negara harus sama dengan pengeluaran negara. Pajak yang dipungut negara tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit, sebatas cukup untuk membiayai penyelenggaraan tugas dan fungsi

(14)

negara, berupa penyelenggaraan pertahanan dan keamanan, penyelenggaraan peradilan, dan penyediaan barang publik. Pemerintah hanya mengatur pada area-area dimana mekanisme pasar tidak berjalan, sehingga posisi pemerintah adalah inferior dalam perekonomian masyarakat.

2. Menjaga stabilitas ekonomi

Pendapat Adam Smith diikuti sampai tahun 1930-an karena pada tahun itu terjadi peristiwa resesi dunia. Pada periode tersebut, meskipun hampir semua

negara menerapkan APBN seimbang, pada kenyataannya terjadi

ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan barang dan jasa. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan jatuhnya perekonomian dan meningkatkan pengangguran. Pada tahun 1936, John Maynard Keyness menulis buku yang berjudul ”The General Theory of Employment, Interest and Money”, yang menguraikan hasil penelitiannya bahwa employment (ketersdiaan lapangan kerja) ditentukan oleh permintaan agregat (keseluruhan jumlah uang yang diterima oleh pengusaha dari hasil penjualan barang dan jasa yang diproduksinya) dan penawaran agregat (keseluruhan jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk membeli faktor-faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa). Apabila permintaan agregat lebih besar dari penawaran agregat maka pengusaha akan melakukan ekspansi usaha untuk menangkap kesempatan mencari laba, yang secara agregat akan mengakibatkan lapangan kerja akan bertambah, dan sebaliknya.

Menurut Keyness, resesi dunia yang terjadi pada tahun 1930 an disebabkan oleh penawaran agregat yang lebih besar daripada permintaan agregatnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi pengangguran, pemerintah melalui politik anggaran dapat memperbesar permintaan agregat agar sama dengan penawaran agregat. Ini berarti bahwa APBN tidak lagi harus seimbang, tetapi APBN dapat juga digunakan sebagai alat untuk mengatasi inflasi dan deflasi, serta untuk memelihara stabilisasi perekonomian

Sejak lahirnya teori Keyness, tugas dan fungsi negara menjadi lebih penting karena tidak sekedar menyelenggarakan pertahanan dan keamanan, menyelenggarakan peradilan dan menyediakan barang publik semata, namun juga menjaga kestabilan perekonomian.

(15)

8

3. Merealokasi sumber-sumber ekonomi

Pendapat Keyness kemudian dikembangkan oleh Richard Musgrave. Dalam bukunya yang berjudul ”The theory of Public Finance”, Musgrave menyatakan bahwa tugas dan fungsi negara meliputi: realokasi sumber-sumber daya ekonomi, redistribusi pendapatan, dan stabilisasi. Realokasi sumber-sumber ekonomi dilakukan dengan memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang terbatas secara optimal. Apabila sumber daya yang ada di masyarakat tersebut tidak terdistribusikan secara optimal akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam peekonomian negara. Oleh karena itu, negara melalui kebijakan fiskal yang persuasif, dapat mendorong penggunaan sumber daya ekonomi secara maksimal, yang pada akhirnya juga bermuara pada pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan kerja dan stabilisasi ekonomi negara.

4 . Mendorong Re-distribusi Pendapatan

Melalui kebijakan fiskal dalam APBN, pemerintah dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan agar tidak terjadi kesenjangan antara golongan masyarakat kaya dan golongan masyarakat miskin secara menyolok. Sumber daya ekonomi berupa faktor-faktor produksi secara natural tidaklah terdistribusi secara merata di masyarakat. Akibatnya, sebagian masyarakat yang menguasai lebih banyak faktor produksi akan lebih diuntungkan dari kegiatan perekonomian yang ada. Untuk menciptakan keadilan, pemerintah akan mengenakan pajak yang lebih banyak kepada kelompok masyarakat yang lebih mampu (ability to pay principle) dan mengalokasikannya dalam bentuk pengeluaran/belanja negara yang berpihak kepada masyarakat yang kurang mampu (pro poor). Oleh karena itu, pengelolaan APBN tidak hanya menyangkut pada jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran saja, tetapi harus memperhatikan juga rincian dari penerimaan dan pengeluaran negara dan juga distribusinya.

2.2.4. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara

Sekarang mari kita lihat siapa yang akan melaksanakan fungsi-fungsi pengelolaan fiskal di negara kita. Sebelum itu, ada baiknya pembaca memeperoleh infromasi secara umum tiga Undang Undang dalam bidang

(16)

keuangan negara yang sering disebut paket perundangan dibidang keuangan negara yakni Undang Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang Undang No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara.

Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Dalam melaksanakan mandat Undang Undang ini, fungsi pemegang kekuasaan umum atas pengelolaan keuangan negara tersebut dijalankan dalam bentuk:

 selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan Negara yang dipisahkan dikuasakan kepada Menteri Keuangan

 selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian

negara/lembaga negara dikuasakan kepada masing-masing

menteri/pimpinan lembaga

 penyerahan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala

pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

 kekuasaan di bidang fiskal tidak termasuk kewenangan di bidang moneter. Untuk mencapai stabilitas nilai rupiah, penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh Bank Sentral, yakni Bank Indonesia yang tunduk pada peraturan perundangan di bidang moneter.

Pengaturan kekuasaan keuangan negara tersebut dapat digambarkan dalam diagram seperti di bawah ini.

(17)

10

Pres iden

(S elaku K epala P emerintahan) Kepala KPKN (s elak u Kuasa Bendahara Um um Neg ara)

Kep ala Kan to r (selak u Ku asa P en g gu n a Ang g aran) Menteri K euangan (selaku B endahara Umum Negara) M en teri Tek n is (selak u P en gg un a An gg aran )

Pendel egasi an kewenangan pel aks anaanprogram Pendel egasi an kewenangan perbendaharaan

Ben d ah ara P en erimaan /P eng elu aran

Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara;

Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam

kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan

Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/lembaga.

PENGATURAN WEWENANG PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Gambar 1: Kewenangan dalam Pengelolaan Keuangan Negara di tingkat Pemerintah Pusat Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) yang berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sedangkan para menteri dan pimpinan lembaga negara pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) yang berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai bidang tugas dan fungsi masing-masing.

Pembagian kewenangan yang jelas, sebagaimana tampak dalam gambar di atas, dalam pelaksanaan anggaran antara Menteri Keuangan dan menteri teknis tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan terlaksananya mekanisme saling uji (check and balance) dalam pelaksanaan pengeluaran negara dan jaminan atas kejelasan akuntabilitas Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara dan Menteri Teknis sebagai Pengguna Anggaran. Selain itu, pembagian kewenangan ini memberikan fleksibilitas bagi menteri teknis, sebagai pengguna anggaran, untuk mengatur penggunaan anggaran kementeriannya secara efisien dan efektif dalam rangka optimalisasi kinerja kementeriannya untuk menghasilkan output yang telah ditetapkan, karena kementerian teknis yang paling memahami operasional kebijakan sektor-sektor yang menjadi bidangnya.

(18)

Atas kuasa yang diterimanya, Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal memiliki tugas-tugas sebagai berikut:

a. menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro b. menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN c. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran

d. melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan

e. melaksanakan pungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang

f. melaksanakan fungsi bendahara umum negara

g. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, dan

h. melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.

Sementara Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Penguna Anggaran/Pengguna Barang, yang tidak perlu memikirkan sumber-sumber keuangannya, memiliki tugas-tugas sebagai berikut:

a. menyusun anggaran kementerian negara/lembaga

b. menyusun dokumen pelaksanaan pemungutan penerimaan negara c. melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga

d. melaksanakan pungutan penerimaan negara bukan pajak dan

menyetorkannya ke Kas Negara

e. mengelola piutang dan utang Negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga

f. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga

g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian

negara/lembaga, dan

h. melaksanakan tugas-tugas lain berdasarkan ketentuan undang-undang. Undang Undang No 17 tahun 2003 ini juga mengatur tentang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah yakni dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.

(19)

12

Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :

a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD

c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah

d. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah, dan

e. menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Kemudian, kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:

a. menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

c. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

e. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang

f. dipimpinnya;

g. mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat

h. daerah yang dipimpinnya;

i. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

Coba anda perhatikan bahwa peraturan perundangan sangat

mempertimbangkan konsistensi antara sistem pengelolaan keuangannya pemerintah pusat dan pemerintah daerah dari segi pembagian tugas antara Chief Financial Officer dan Chief Operating Officer.

2.2.5. Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara

Agar tujuan pengelolaan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek keuangan negara

(20)

dapat memberikan daya dukung penyelenggaraan pemerintahan negara yang optimal, keuangan negara dikelola berdasarkan asas umum sebagai berikut:

1. Akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara, karena pada dasarnya setiap sen uang negara adalah uang rakyat, dan akuntabilitas ini harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Profesionalitas, yang berarti mengutamakan keahlian dan kompetensi yang berlandaskan kode etik dan ketentuan perundang-undangan.

3. Proporsionalitas, yakni asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

4. Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak-hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. 5. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri,

yang dalam praktiknya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI).

Asas-asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices) yang diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2003 di atas dalam penerapannya didukung dengan asas-asas umum yang sebelumnya telah dipakai dalam pengelolaan keuangan negara seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan dan asas spesialitas.

Asas-asas umum tersebut diperlukan guna mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara serta menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan negara sebagaimana telah dirumuskan dalam Undang Undang Dasar.

(21)

14

2.3. Latihan 1

1. Sebutkan tiga peraturan perundangan dalam paket Undang Undang di bidang Keuangan Negara!

2. Sebutkan contoh tugas Menteri Keuangan dan Menteri Teknis dalam pengelolaan keuangan negara!

3. Apa saja asas umum pengelolaan keuangan negara yang saudara pahami? Uraikan!

4. Uraikan secara ringkas maksud dan tujuan kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah!

5. Uraikan secara ringkas objek dan subjek keuangan negara sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku!

6. Bagaimana pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintah daerah? Uraikan secara ringkas!

2.4. Rangkuman 1

Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Ruang lingkup keuangan negara menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 meliputi: pengelolaan fiskal, pengelolaan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Keuangan negara harus dikelola dengan baik mengingat dampak besarnya bagi perekonomian negara. Secara ekonomi, terdapat tiga fungsi pemerintah dalam perekonomian, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Keuangan Negara dapat dikelola sebagai sarana untuk pemenuhan fungsi-fungsi tersebut.

Pengelolaan keuangan negara didasarkan pada asas-asas akuntabilitas, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

(22)

2.5. Tes Formatif 1

PERNYATAAN BENAR /SALAH

Pilihan B jika pernyataan di bawah ini Benar dan pilihlah S jika pernyataan di bawah ini Salah!

1 B S Menurut Undang-Undang Keuangan Negara, keuangan negara

mencakup pengelolaan fiskal dan pengelolaan moneter yang tercermin dalam anggaran negara.

2 B S Belanja pemerintah akan mendorong usaha ekonomi masyarakat, tetapi tidak meningkatkan daya beli masyarakat atas barang dan jasa.

3 B S Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu yang dapat dijadikan milik negara

4 B S Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan satu-satunya

pengelola kekayaan negara yang dipisahkan.

5 B S Untuk menjalankan fungsi kepemerintahan, Menteri Keuangan berfungsi sebagai pihak yang mencari uang, dan Menteri Teknis berfungsi sebagai pihak yang menggunakan uang.

6 B S Menurut Musgrave, negara tidak boleh campur tangan dalam perekonomian masyarakat karena sudah diatur oleh mekanisme pasar.

7 B S Adam Smith menyarankan agar pendapatan pemerintah perlu

seimbang dengan belanja negara untuk menghindari inflasi.

8 B S Kebijakan tentang jumlah uang yang beredar, tingkat bunga, dan kebijakan pengendalian kredit merupakan contoh-contoh kebijakan moneter

9 B S Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan pengelolaan

keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat merupakan asas profesionalitas.

10 B S Pemerintah merupakan pihak yang mengelola keadilan dalam ekonomi karena pihak swasta tidak bisa diharapkan untuk itu. PILIHAN GANDA

Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban yang tersedia dari pernyataan-pernyataan berikut ini!

1. Peraturan perundangan yang dijadikan dasar pengelolaan keuangan negara adalah ...

A. Undang Undang No 17 tahun 2003 B. Undang Undang No 1 tahun 2004 C. Undang Undang No 15 tahun 2004 D. Semua jawaban benar

(23)

16

2 Fungsi pemerintah dalam pengelolaan ekonomi, termasuk APBN, adalah seperti berikut ini, kecuali ...

A. Fungsi stabilisasi B. Fungsi distribusi C. Fungsi alokasi D. Fungsi budgetair

3. Ruang lingkup pengelolaan keuangan negara mencakup ... A. Kebijakan fiskal

B. Jawaban A ditambah kebijakan moneter

C. Jawaban B ditambah kebijakan atas kekayaan negara yang dipisahkan D. Jawaban C ditambah kebijakan perdagangan luar negeri

4. Asas umum pengelolaan keuangan negara mencakup ... A. Keterbukaan

B. Keterbukaan dan akuntabilitas

C. Keterbukaan, akuntanbilitas dan proporsionalitas

D. Keterbukaan, akuntanbilitas, proporsionalitas dan efisiensi

5. Untuk memperluat mekanisme saling uji (check and balance) dalam kekuasaan pengelolaan keuangan negara dilakukan dengan ...

A. Menteri Keuangan bertindak sebagai Bendahara Umum Negara B. Menteri Keuangan berfungsi sebagai Chief Financial Officer

C. Menteri Teknis mengelola operasional yang menjadi tugas dan fungsinya

D. Semua jawaban benar

6. Fungsi pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintah daerah dilakukan dengan:

A. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah

B. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah berfungsi sebagai Chief Financial Officer pada tingkat pemerintah daerah

C. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah mengelola operasional yang menjadi tugas dan fungsinya

D. Semua jawaban benar

7. Pemegang kekuasaan umum atas pengelolaan keuangan negara dijalankan dalam bentuk, kecuali ...

(24)

A. Penyerahan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah

B. Penyerahan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala

pemerintah daerah dalam mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan

C. Selaku pengelola fiskal dikuasakan kepada Menteri Keuangan

D. Selaku wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan kepada Menteri yang membidangi bidang usahanya.

8. Untuk menciptakan keadilan dalam fungsi distribusi pendapatan, pemerintah akan ...

A. Mengalokasikan dalam bentuk belanja yang berpihak pada masyarakat kurang mampu

B. Mengenakan pajak yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang lebih mampu.

C. Memberlakukan prinsip ability to pay principle dan pro poor D. Semua jawaban benar

9. Dari pernyataan di bawah ini yang paling tepat adalah, kecuali:

A. Tugas Menteri Teknis adalah melaksanakan pungutan penerimaan negara bukan pajak

B. Tugas Menteri Keuangan adalah melaksanakan pungutan penerimaan negara pajak dan bukan pajak

C. Tugas Menteri Teknis adalah mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga

D. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

10. Asas umum pengelolaan keuangan negara yang mengutamakan

keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara adaalah: A. Proporsionalitas

B. Profesionalitas C. Akuntabilitas D. Transparansi

(25)

18

2.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia. Hitunglah jawaban Anda yang benar kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat pemahaman (TP) anda terhadap materi kegiatan belajar ini.

(26)

3. Kegiatan Belajar 2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 3.1. Indikator keberhasilan

Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mempu menguraikan kembali pengertian dan isi anggaran negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang mencakup ruang lingkup, siklus, dan pengertian aspek-aspek reformasi pengelolaan APBN.

3.2. Uraian dan Contoh 3.2.1. Pengertian APBN

Membahas pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perlu dimulai dari pengertian anggaran negara. Anggaran adalah suatu rencana keuangan yang merupakan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dimasa yang akan datang, sedangkan anggaran negara berarti rencana keuangan yang disusun dan dilaksanakan oleh pemerintah. Anggaran negara menjadi sangat penting, karena rencana tersebut merupakan keputusan politik antara pemerintah dan badan legsilatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga apa yang tercantum dalam anggaran pendapatan, anggaran belanja dan anggaran pembiayaan merupakan hasil perhitungan yang kemudian merupakan kebijakan politik yang menyangkut keuangan negara. Anggaran negara juga bisa dipandang sebagai alat pengendalian keuangan negara, karena merupakan batas-batas yang diatur dalam perundangan. Kebijakan yang tercantum dalam anggaran negara mencakup kebijakan fiskal dan moneter.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang anggaran negara, berikut akan kita lihat beberapa pengertian anggaran negara yang telah dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:

(a) Due (1973) menyatakan bahwa anggaran belanja negara memuat

data-data keuangan mengenai pengeluaran-pengeluaran dan penerimaan-penerimaan dari tahun tahun yang lalu, jumlah-jumlah taksiran untuk tahun yang sedang berjalan, dan jumlah-jumlah yang diusulkan untuk tahun yang akan datang.

(27)

20

(b) Suparmoko (1992) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan anggaran (budget) ialah suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu satu tahun.

(c) UU Nomor 17 tahun 2003 menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pada dasarnya, APBN mengandung perkiraan jumlah pengeluaran dan perkiraan jumlah pendapatan untuk menutupi pengeluaran tersebut serta pembiayaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada Pemerintah.

Arah keuangan negara menurut Musgrave (1989) adalah untuk mengusahakan stabilitas ekonomi, mengusahakan pembagian pendapatan yang lebih merata, dan mengusahakan alokasi sumber-sumber secara efisien. Pendapat Musgrave ini menunjukkan bahwa keuangan negara dapat dijadikan landasan kebijakan untuk mencapai apa yang diinginkan oleh pemerintah.

Menurut sejarahnya, urutan sasaran yang dikemukakan oleh Musgrave di atas ada kaitannya dengan keadaan perekonomian Amerika Serikat pada waktu Musgrave mengadakan penelitian. Stabilitas ekonomi dan pembagian pendapatan menjadi perhatiannya karena merupakan titik kritis perekonomian Amerika Serikat. Sistem ekonomi liberal yang dianut Amerika Serikat dimana perekonomian sebagian besar dikendalikan oleh mekanisme pasar sering mengakibatkan fluktuasi perekonomian yang besar/konjungtur. Untuk mengurangi fluktuasi seperti ini, keuangan negara dapat dijadikan salah satu alat anti konjungtur. Dalam sistem ekonomi kapitalis, modal memegang peranan yang sangat penting karena pemilik modal mempunyai pendapatan yang tinggi. Sebaliknya mereka yang tidak memiliki modal mempunyai pendapatan yang sangat rendah. Dengan demikian terjadi kesenjangan pendapatan yang sangat besar. Dalam keadaan demikian, keuangan negara dapat dijadikan alat untuk menjadikan pendapatan yang lebih merata melalui perpajakan.

Alokasi sumber-sumber juga menjadi sorotan Musgrave karena faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan keahlian) merupakan piranti yang sangat penting dalam sistem ekonomi kapitalis, dan dengan demikian keuangan

(28)

negara harus diarahkan agar jangan sampai tejadi pengangguran atas faktor-faktor produksi tersebut.

UU Nomor 17 tahun 2003 antara lain menyatakan bahwa pihak yang menyiapkan rancangan APBN adalah pemerintah yang kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapat persetujuan. Dalam prakteknya, RUU APBN itu setelah disetujui oleh DPR baru dinyatakan berlaku setelah disahkan oleh Presiden.

3.2.2. Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Pengelolaan APBN secara keseluruhan dilakukan melalui 5 tahap, yaitu: 1. Tahap perencanaan APBN

2. Tahap penetapan UU APBN 3. Tahap pelaksanaan UU APBN

4. Tahap pengawasan pelaksanaan UU APBN, dan 5. Tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

Pentahapan pengelolaan APBN tersebut dapat digambarkan seperti pada siklus di bawah ini.

Pokok-pokok Kebijakan Fiskal dan Kerangka Ekonomi Makro

(Pertengahan Mei) Pagu Sementara (Pertengahan Juni) RAPBN (Agustus) APBN (Akhir Oktober) Rincian Anggaran Belanja K/L (Akhir November) Perpres UU RUU & NK RKP Pagu Indikatif (Maret) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) DIPA K/L (31 Desember)

Perencanaan

Perencanaan

dan

dan

Penganggaran

Penganggaran

APBN

APBN

(29)

22

1) Tahap Perencanaan APBN

Tahap perencanaan APBN dapat diuraikan sebagai berikut:

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, tahap perencanaan APBN dimulai ketika Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Rancangan APBN, yang terdiri atas a) anggaran pendapatan negara, b) anggaran belanja negara dan c) pembiayaan. Besaran anggaran belanja negara didasarkan atas kapasitas fiskal yang dapat dihimpun oleh Pemerintah. Dalam hal rencana belanja negara melebihi dari rencana pendapatan negara, Pemerintah dapat melampaui kapasitas fiskal dengan menjalankan anggaran defisit yang ditutup dengan pembiayaan. Besaran anggaran belanja negara dapat disesuaikan dengan perubahan kapasitas fiskal dan/atau perubahan pembiayaan anggaran sebagai akibat dari:

a. perubahan asumsi makro;

b. perubahan target pendapatan negara;

c. perubahan prioritas belanja negara; dan/atau

d. penggunaan saldo anggaran lebih tahun-tahun sebelumnya.

Anggaran belanja negara disusun berdasarkan RKA-K/L (Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga) dan Menteri Keuangan menetapkan pola pendanaan pembiayaan. Mari kita lihat proses penyusunan RKA yang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga.

Penyusunan RKA-K/L

RKA-K/L disusun untuk setiap Bagian Anggaran dan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang dikuasainya. Selain menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan menyusun RDP-Bendahara Umum Negara.

Penyusunan RKA-K/L harus menggunakan pendekatan: a. kerangka pengeluaran jangka menengah;

b. penganggaran terpadu; dan c. penganggaran berbasis Kinerja.

RKA-K/L disusun secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi anggaran, yang meliputi:

(30)

b. klasifikasi fungsi c. klasifikasi jenis belanja

Penyusunan RKA-K/L menggunakan instrumen: a. indikator Kinerja;

b. standar biaya; dan c. evaluasi Kinerja.

Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan indicator Kinerja setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan. Proses Penyusunan RKA-K/L dan Penggunaannya dalam penyusunan Rancangan APBN

Presiden menetapkan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional pada bulan Januari untuk tahun direncanakan berdasarkan hasil evaluasi kebijakan berjalan. Berdasarkan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional, Kementerian/Lembaga mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan, Kementerian/Lembaga dapat menyusun rencana Inisiatif Baru dan indikasi kebutuhan anggaran yang diselaraskan dengan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional untuk disampaikan kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan.

Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dari program yang sedang berjalan dan mengkaji usulan Inisiatif Baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya. Kementerian Perencanaan mengoordinasikan pelaksanaan evaluasi dan pengintegrasian hasil evaluasi.

Uraian tahapan penyusunan RKA–K/L dapat dirinci sebagai berikut: Tahap 1

1. Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskal untuk penyusunan Pagu Indikatif tahun anggaran yang direncanakan, termasuk penyesuaian indikasi pagu anggaran jangka menengah paling lambat pertengahan bulan Februari.

(31)

24

2. Pagu Indikatif disusun oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan, dengan memperhatikan kapasitas fiskal dan pemenuhan prioritas pembangunan nasional.

3. Pagu Indikatif yang disusun oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan dirinci menurut unit organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan untuk mendukung Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden.

4. Pagu Indikatif yang sudah ditetapkan beserta prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal RKP disampaikan kepada Kementerian/Lembaga dengan surat yang ditandatangani Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan pada bulan Maret.

5. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Renja-K/L dengan berpedoman pada surat pada poin 4.

6. Renja-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun dengan pendekatan berbasis Kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu yang memuat kebijakan, program dan kegiatan. 7. Dalam proses penyusunan Renja-K/L dilakukan pertemuan 3 (tiga) pihak

antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan.

8. Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan rancangan awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, program, dan kegiatan sebagai bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN.

Tahap 2

1. Menteri Keuangan dalam rangka penyusunan RKA-K/L, menetapkan Pagu Anggaran K/L dengan berpedoman kapasitas fiskal, besaran Pagu Indikatif,

Renja-K/L, dan memperhatikan hasil evaluasi Kinerja

Kementerian/Lembaga.

2. Pagu Anggaran K/L menggambarkan Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden dirinci paling sedikit menurut unit organisasi dan program. 3. Pagu Anggaran K/L disampaikan kepada setiap Kementerian/Lembaga

paling lambat akhir bulan Juni.

(32)

a. Pagu Anggaran K/L b. Renja-K/L

c. RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalampembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, dan

d. standar biaya.

5. Penyusunan RKA-K/L termasuk menampung usulan Inisiatif Baru. Tahap 3

1. RKA-K/L menjadi bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara Kementerian/Lembaga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

2. Dalam hal Kementerian/Lembaga melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPR dalam rangka pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, pembahasan tersebut difokuskan pada konsultasi atas usulan Inisiatif Baru. 3. Dalam pembahasan RKA-K/L dengan DPR dapat dilakukan penyesuaian

terhadap usulan Inisiatif Baru, sepanjang:

a. sesuai dengan RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN

b. pencapaian sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga, dan c. tidak melampaui Pagu Anggaran K/L.

4. Menteri Keuangan mengoordinasikan penelaahan RKAK/L dalam rangka penetapan Pagu RKA-K/L yang bersifat final.

5. Penelaahan dilakukan secara terintegrasi, yang meliputi:

a. kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan; dan b. konsistensi sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga dengan RKP. 6. Penelaahan RKA-K/L diselesaikan paling lambat akhir bulan Juli.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penelaahan RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Tahap 4

1. Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan untuk digunakan sebagai:

a. bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN; dan

(33)

26

2. Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dibahas dalam Sidang Kabinet.

3. Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN hasil Sidang Kabinet disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR pada bulan Agustus.

2) Tahap Penetapan UU APBN

Selanjutnya, Nota Keuangan dan Rancangan APBN beserta Himpunan RKA-KL yang telah dibahas dalam Sidang Kabinet disampaikan Pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan Agustus untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN selambat-lambatnya pada akhir bulan Oktober. Proses penyelesaian pada tahap ini melalui beberapa tingkat pembicaraan, yaitu:

Tingkat I

Pada tingkat ini disampaikan keterangan atau penjelasan Pemerintah tentang Rancangan UU APBN. Pada kesempatan ini Presiden menyampaikan pidato Pengantar Rancangan UU APBN didepan Sidang Paripurna DPR.

Tingkat II

Dilakukan pandangan umum dalam Rapat Paripurna DPR dimana masing-masing Fraksi di DPR mengemukakan pendapatnya mengenai RUU APBN dan keterangan Pemerintah. Jawaban pemerintah atas pandangan umum tersebut biasanya diberikan oleh Menteri Keuangan.

Tingkat III

Pada tingkat ini dilakukan pembahasan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus. Pembahasan dilakukan bersama-sama Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan.

Tingkat IV

Diadakan rapat Paripurna DPR yang kedua. Pada rapat ini disampaikan laporan hasil pembicaraan pada tingkat III dan pendapat akhir dari masing-masing fraksi DPR. Apabila ada dan dianggap perlu dapat juga pendapat-pendapat itu disertai dengan catatan tentang pendirian fraksinya.

Setelah penyampaian pendirian akhir masing-masing fraksi selanjutnya dengan menggunakan hak budget yang dimilikinya DPR menyetujui RUU APBN. Setelah DPR menyetujui RUU APBN, pada kesempatan ini pula DPR mempersilahkan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan untuk

(34)

menyampaikan sambutannya bertalian dengan keputusan DPR tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang ada, agar RUU APBN yang telah disetujui DPR dapat berlaku efektif maka Presiden mengesahkan RUU APBN itu menjadi UU APBN. 3) Tahap Pelaksanaan UU APBN

UU APBN yang sudah disetujui DPR dan disahkan oleh Presiden, sudah disusun dengan rinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR. Selanjutnya pelaksanaan UU APBN dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga negara dalam melaksanakan anggaran.

Penuangan dalam Keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam UU APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian/lembaga negara, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian/lembaga negara. Selain itu, penuangan tersebut juga meliputi alokasi dana perimbangan untuk propinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.

Kondisi tersebut berbeda dengan penyusunan UU APBN sebelum diundangkannya UU Nomor 17 Tahun 2003. Ketika itu, UU APBN baru memuat ketentuan-ketentuan secara garis besar yaitu rincian sampai sektor dan subsektor. Agar rencana pengeluaran dan pendapatan itu dapat dilaksanakan, maka diadakan pengaturan yang lebih rinci. Pengaturan demikian dituangkan dalam Keputusan Presiden. Setelah sektor dan subsektor, anggaran rutin diadakan perincian lebih lanjut kedalam program, kegiatan, jenis pengeluaran dan bagian anggaran. Anggaran pembangunan dirinci lebih lanjut kedalam program, proyek dan bagian anggaran. Bila masih ada hal-hal yang perlu diatur lebih khusus lagi, hal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan.

Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan Negara, yakni UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,

(35)

28

mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administrastif antar kementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.

Selama tahun anggaran dilaksanakan penerimaan-penerimaan dan pengeluaran-pengeluaran uang, yang kesemuanya ini harus dibukukan secara cermat. Pengeluaran uang terutama ditujukan untuk pengadaan barang, pembayaran jasa dan pembiayaan proyek-proyek pembangunan serta pembayaran cicilan hutang dan bunga. Seperti halnya dalam hal keuangan, dalam hal pengadaan barang, masalah penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran perlu pembukuan yang memadai. Demikian pula dalam hal piutang dan kekayaan negara.

Dalam rangka usaha mengadakan pemantapan dan penertiban penerimaan dan pengeluaran negara, telah ditetapkan Inpres No. 4 tahun 2000 tanggal 11 Mei tahun 2000, tentang Penertiban Rekening Departemen dan Lembaga Non Departemen. Secara garis besarnya isi Inpres tersebut adalah sebagai berikut:

(a) Semua Departemen dan semua Lembaga Non Departemen harus

menyampaikan data tentang rekening yang ada pada Departemen/ Lembaga Non Departemen yang bersangkutan kepada Departemen Keuangan/Direktorat Jenderal Anggaran, yang meliputi:

1) Nama

2) Nomor Rekening

3) Saldo per 30 April 2000

4) Nama Bank di mana rekening itu dibuka

5) Laporan paling lambat harus dilakukan paling lambat tanggal 31 Mei

tahun 2000

6) Selanjutnya harus melaporkan saldo rekening pada setiap akhir bulan.

(b) Agar Menteri Keuangan melaksanakan penyempurnaan sistem

pengelolaan Kas Negara tersebut dalam rangka usaha efisiensi dan efektivitas administrasi keuangan negara.

Tujuan pemantapan dan penertiban penerimaan dan pengeluaran Negara di atas kemudian disempurnakan secara signifikan dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara melalui penerapan Treasury Single Account (TSA) dalam pengelolaan kas negara yang memungkinkan dana pemerintah dikelola secara optimal untuk mendukung pelaksanaan APBN. Dalam Sistem Kas

(36)

Tunggal (Treasury Single Account), semua rekening keuangan negara berada di tangan satu otoritas yaitu Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Pasal 70 ayat 4 UU Nomor 1 Tahun 2004 mengamanatkan agar penyimpanan uang negara dalam Rekening KUN pada Bank Sentral dilaksanakan secara bertahap, sehingga terlaksana secara penuh selambat-lambatnya pada tahun 2006.

4) Tahap Pengawasan Pelaksanaan UU APBN

Di tingkat intern pemerintah, pengawasan pelaksanaan UU APBN dilakukan oleh Inspektorat Jenderal untuk lingkup masing-masing Kementerian/ Lembaga dan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk lingkup

semua Kementerian/Lembaga. Instansi-instansi tersebut melakukan

pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan

pembukuan uang, barang, piutang/kekayaan dan hutang negara.

Pemeriksaan/pengawasan dilakukan secara periodik selama tahun anggaran berjalan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat 5 UUD 1945, pengawasan ekstern dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Seperti halnya Inspektorat Jenderal dan BPKP, BPK mengadakan pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan pembukuan uang, barang, piutang/kekayaan dan hutang negara. BPK ditetapkan dengan undang-undang tersendiri dan memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada DPR. Walaupun demikian sesuai dengan penjelasan ayat 5 Pasal 23 UUD 1945, BPK bukanlah badan yang berdiri di atas Pemerintah.

Dalam kaitannya dengan pengawasan DPR, pada tiap semester Pemerintah membuat Laporan Semesteran. Dalam laporan ini dicantumkan prospek keuangan untuk semester berikutnya. Prospektus demikian perlu diberitahukan kepada DPR agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan adanya Anggaran Belanja tambahan (ABT) untuk semester/tahun yang akan datang.

Selain Laporan Semesteran, sebelum tahun anggaran berakhir, Pemerintah membuat laporan sementara pelaksanaan APBN tahun yang berjalan. Apabila ada dan dianggap perlu bersama-sama laporan tahunan sementara ini disertakan RUU APBN T/P (Tambahan dan Perubahan) yang menggambarkan setiap perubahan rencana keuangan dari yang sudah disetujui DPR terdahulu. Karena

(37)

30

laporan ini masih bersifat sementara (tahun anggaran masih belum berakhir), maka angka-angka yang tertera didalamnya masih mengandung perkiraan-perkiraan. Adapun prosedur pembicaraan RUU APBN T/P, sama dengan prosedur pembicaraan RUU APBN seperti telah diuraikan di atas.

5) Tahap Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan UU APBN.

Tahap pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN ini dapat digambarkan dalam skema seperti di bawah ini.

L E M B A G A P E R W A K I L A N

HUBUNGAN KONTRAK PRINSIPAL–

AGEN: SOLUSI

Akuntansi Pelaporan Auditing P R I N S I P A L

R

A

K

Y

A

T

A G E N P E M E R I N T A H Ketentuan Undang-Undang Rencana Anggaran / Kerja

AKUNTABILITAS

Gambar 3. Hubungan Kontrak Prinsipal – Agen: Solusi

Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa laporan keuangan yang disusun atas dasar realisasi yang sudah diaudit BPK. Laporan keuangan tersebut disiapkan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya APBN tahun anggaran yang bersangkutan.

Laporan keuangan tersebut, sesuai dengan standar akuntansi pemerintah, setidak-tidaknya terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (dilampiri laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya).

(38)

Pada Laporan Realisasi Anggaran, tugas pemerintah adalah menyajikan realisasi pendapatan dan belanja negara serta menjelaskan prestasi kerja yang dicapai oleh masing-masing kementerian negara/lembaga. Laporan keuangan tersebut sesungguhnya merupakan upaya konkret dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang disusun secara tepat waktu serta mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.

3.2.3. Struktur dan Format Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Sejak tahun anggaran 1969/70 sampai dengan 1999/2000 APBN disusun dalam bentuk rekening scontro (T account). Di sebelah debet, dicantumkan semua penerimaan dan di sebelah kredit dicantumkan semua pengeluaran. Mulai tahun anggaran 2000 struktur dan format APBN disusun dalam bentuk stafel (I account). Struktur APBN yang demikian itu disesuaikan dengan standar yang berlaku secara internasional sebagaimana digunakan dalam statistik keuangan pemerintah (Government Finance Statistics). Struktur dan format APBN seperti ini dapat digunakan untuk beberapa tujuan yaitu:

1) Untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN

2) Mempermudah melakukan analisis komparasi mengenai perkembangan

operasi fiskal pemerintah dengan berbagai negara lain.

3) Mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan dan

pengelolaan APBN sehingga dapat diambil langkah-langkah untuk memperkecil diskripensi dengan data pembiayaan Bank Indonesia.

4) Menghadapi pelaksanaan desentralisasi fiskal sesuai dengan dengan UU

No. 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Mulai Maret 2003 seiring dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, format RAPBN meski menggunakan I-Account mengalami perubahan format pada struktur anggarannya. UU Keuangan Negara mengamanatkan format baru yang disebut format anggaran terpadu (unified budget), yakni tidak ada pemisahan antara anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan, tetapi digabungkan menjadi satu. Adapun struktur dan format pokok RAPBN yang berlaku saat ini dapat dilihat pada tabel berikut.

(39)

32

(40)

STRUKTUR DAN FORMAT RINGKAS APBN

. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

PENERIMAAN DALAM NEGERI

A Penerimaan Perpajakan 1 Pajak Dalam Negeri

2 Pajak Perdagangan Internasional B Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 1 Penerimaan SDA

2 Bagian Pemerintah atas Laba BUMN 3 PNBP Lainnya

2 PENERIMAAN HIBAH

B BELANJA NEGARA

1 BELANJA PEMERINTAH PUSAT

A Belanja Pegawai A Belanja Barang c Belanja Modal

d Pembayaran Bunga Hutang

E Subsidi f Belanja Hibah G Bantuan Sosial H Belanja Lain-lain 2 BELANJA DAERAH A Dana Perimbangan 1 Dana Bagi Hasil 2 Dana Alokasi Umum 3 Dana Alokasi Khusus

b Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian C KESEIMBANGAN PRIMER

D SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN (A-B) E PEMBIAYAAN

1 PEMBIAYAAN DALAM NEGERI

A Perbankan Dalam Negeri b Non Perbankan Dalam Negeri

2 PEMBIAYAAN LUAR NEGERI

A Pinjaman Proyek

b Pembayaran Cicilan Pokok Hutang

C Pinjaman Program dan Penundaan Cicilan Hutang

Dari struktur APBN tersebut dapat kita ketahui bahwa pendapatan negara bersumber dari Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri atas Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Penerimaan Perpajakan terdiri atas Pajak Dalam Negeri dan Pajak Perdagangan Internasional. Pajak Dalam Negeri terdiri atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas

Gambar

Gambar 1: Kewenangan dalam Pengelolaan Keuangan Negara di tingkat Pemerintah Pusat
Gambar 2: Pokok-Pokok Proses Perencanaan dan Penganggaran Negara
Gambar 3. Hubungan Kontrak Prinsipal – Agen: Solusi
Gambar 4: Perubahan Dalam Sistem Penganggaran Negara.
+2

Referensi

Dokumen terkait