• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Kebun Hutan

2) Siklus dan konservasi hara

Siklus hara adalah peredaran hara esensial yang dibutuhkan dalam kehidupan seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan kalsium dalam skala ekosistem dan jangka waktu kehidupan suatu organisme besar (Jordan, 1985). Sedangkan berdasarkan Kimmins

(1987), siklus hara dalam suatu ekosistern hutan merupakan peredaran hara mulai dari penyerapan hara oleh tumbuhan dari larutan tanah dan melalui mikotropi, distribusi hara dalam tumbuhan, kehilangan hara dari turnbuhan (karena pencucian air hujan, defoliasi, berassosiasi dengan bagian reproduksi, dan serasah), dekomposisi serasah, peran tumbuhan bawah, dan siklus hara langsung. Siklus hara langsung memegang peranan penting dalarn ekosistem hutan terutama pada tanah miskin hara sepertl di hutan hujan tropika tetapi memiliki biomassa pohon yang besar, sebagian besar hara yang terkdanung dalam tumbuhan dan hara beredar sangat besar dan cepat (Kimmins, 1987).

Kandungan hara dalam ekosistem hutan secara lambat diakumulasikan dari atmosfir dan pelapukan mineral batuan yang relatif rendah. Hara tersebar pada beberapa cadangan yang masing-masing memiliki perbedaan peranan dan laju daur balik. Ketersediaan hara bagi tumbuhan ditentukan oleh laju pelepasan hara dari cadangan-cadangan tersebut. Ketersediaan hara untuk pohon merupakan hasil dari suatu kesatuan yang rumit dari proses kesalingtergantungan yang berpengaruh pada laju daur balik. Proses-proses tersebut termasuk ikim mikro, kualitas bahan organik, status kimia tanah dan aktivitas organisme dalam suatu ekosistem (Binkley, 1986).

Menurut Jordan (1985), kandungan hara merupakan hal yang kritis di hutan tropis. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya temperatur, interaksi antara kelembaban dan temperatur, dan faktor biotik yang berpengaruh pada proses pencucian dan pelapukan mineral. Adapun peredaran unsur hara dalam suatu ekosistem sebagai berikut:

a) Pelepasan hara dari serasah

Unsur hara masuk ke dalam siklus sebagian besar melalui larutan tanah sebagai hasil dari penguraian bahan organik oleh mikroba untuk memperoleh energi. Namun laju pelepasan hara oleh mikroba sangat tergantung pada kualitas kimia bahan organik, aktivitas fauna mikro tanah dan kondisi lingkungan terutama suhu dan kadar air tanah (Binkley, 1986; Fisk dan Schmidt, 1995; Mugendi dan Nair, 2004).

Mikroba akan memperoleh kebutuhan nutrisinya secara melimpah dan melepaskan hara dengan cepat pada bahan organik yang memiliki kandungan hara tinggi. Sebaliknya mikroba akan menggunakan sebagian besar nutrisinya untuk membangun sel-sel baru pada bahan organik yang miskin hara, konsekuensinya pelepasan hara untuk tumbuhan akan rendah (Binkley, 1986). Selain itu, laju dekomposisi dan pelepasan nitrogen juga ditentukan oleh molekul organik (lignin dan polifenol) dan kandungan hara serasah seperti konsentrasi N (Palm dan Sanchez, 1990). Sebagai contoh lignin memiliki struktur molekul yang sangat kompleks, lambat terdegradasi, sehingga dengan tingginya kandungan lignin akan menghambat dekomposisi. Berbeda dengan kandungan nitrogen serasah yang akan mempercepat proses dekomposisi. Kandungan hara serasah segar, terutama kayu, biasanya lambat terdekomposisi sehingga pada awalnya perlu ditambahkan hara dari tanah. Pelepasan hara terjadi setelah setengah atau lebih serasah telah terdekomposisi (Binkley, 1986). Palm dan Sanchez (1990) melaporkan bahwa daun atau serasah yang mengandung polifenol rendah akan melepaskan N lebih cepat dibandingkan dengan yang lebih

tinggi. Serasah Inga edulis Mart, Cajanus cajan (L) Millsp dan Erythrina sp.

mengandung N yang sama tetapi berbeda kandungan lignin dan polifenoInya

lklim mikro juga mengatur dekomposisi serasah dan pelepasan hara. Sebagai

contoh penghancuran daun aspen meningkat dengan peningkatan temperatur hingga

30oC dan kandungan air hingga tiga kali bobot daun (Binkley, 1986). Jadi sudah

tentu dekomposisi akan terganggu jika kondisi lingkungan terlalu panas atau terlalu basah terutama pada tempat dimana organisme tanah berperan penting untuk dekomposisi, misalnya di tempat terbuka.

Fauna makro tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Di hutan hujan tropika, cacing tanah merupakan elemen penting fauna makro. Mereka mencerna tanah dan bahan organik dan membentuk jaringan pori makro di lapisan tanah atas. Di permukaan tanah yang tertutup dengan serasah biasanya tertutup dengan kotoran cacing, yang diperoleh dari aktivitas pembentukan liang-liang dalam tanah. (Lal, 1988). Namun kapasitas cerna organisme tanah seperti cacing sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (suhu dan

kelembaban) dan kualitas bahan organik. Ganihar (2003) misalnya melaporkan

bahwa cacing Pontoscolex corethrurus (Muller) cenderung lebih menyukai bahan

organik dari Phylanthus reticulatus, Tamarindus indica dan Anacardium occidentale,

yang kaya dengan C-organik, Cl, P, dan N, daripada Acacia auriculiformis dan

Eucalyptus camadulensis, yang tinggi kandungan lignin dan polifenolnya meskipun kaya N dan P.

b) Penyerapan hara oleh tumbuhan

Pada saat hara terlepas ke dalam tanah, maka ion dapat mengalami berbagai kemungkinan, diantaranya: bergerak ke akar untuk diserap, terjerap oleh permukaan koloid, pengendapan seperti senyawa tidak terlarut atau tercuci dari tanah. Tiga faktor yang menyebabkan jumlah hara yang diserap oleh tumbuhan berbeda, yaitu: jumlah yang dibutuhkan, konsentrasi hara dalam tanah dan mobilitas hara melalui tanah. Fosfor merupakan hara makro paling tidak mobil, sehingga konsentrasinya dalam larutan tanah sangat rendah dan penyerapannya terutama melalui difusi. Sedangkan konsentrasi nitrat dapat rendah dan tinggi tetapi mobilitasnya tinggi sehingga penyerapannya sangat cepat baik dengan aliran massa maupun difusi. Selanjutnya pergerakan amonium melalui tanah sering dihambat oleh reaksi kation dapat ditukar, sehingga konsentrasi dan penyerapannya oleh tumbuhan kemungkinan lebih rendah daripada nitrat (Binkley, 1986).

c) Peredaran hara dalam tubuh tumbuhan (siklus internal)

Setiap unsur hara memiliki fungsi yang unik dalan tubuh tumbuhan yang mempengaruhi mobilitasnya. Misalnya, kalium merupakan enzim pengaktif dan pengatur tekanan osmotik yang menyebabkan kalium tetap sebagai kation yang mudah berpindah. Oleh karena itu kalium dapat diedarkan kembali dari daun tua sebelum gugur ke daun yang lebih muda. Sedangkan kalsium biasanya mengikat dua molekul organik, sehingga relatif sulit berpindah dan sangat sedikit yang diedarkan kembali sebelum daun jatuh, sedangkan nitrogen memiliki fungsi yang sangat bervariasi sehingga sifat mobilitasnyapun bervariasi. Jika nitrogen diserap dalam bentuk amonium maka segera diikat menjadi asam amino yang berfungsi dalam

pembentukan protein untuk melindungi keracunan amoniak. Nitrogen organik sederhana kemudian dapat diangkut ke seluruh bagian tumbuhan. Sedangkan jika nitrogen yang diserap dalam bentuk nitrat maka akan direduksi dan dikonversi menjadi asam amino dalam akar, atau secara langsung dimuat ke dalam xylem dan diangkut ke bagian lain tumbuhan (Binkley, 1986).

Selain sifat unsur hara, jenis tumbuhan juga turut menentukan dalam

mengakumulasi unsur hara. Bambu (genus Dendrocalamus, Bambusa dan

Gigantochlea) merupakan jenis tumbuhan yang dapat menyimpan kalium lebih banyak jika dibandingkan dengan unsur hara lainnya (Chandrashekara, 1996; Mailly

et al., 1997). Selanjutnya, Mailly et al. (1997) melaporkan hasil studinya di suatu

kebun talun di Jawa Barat bahwa kandungan N, P dan Ca dalam jatuhan daun tidak signifikan penurunannya jika dibandingkan dengan kandungan N, P dan Ca dalam daun segar, tetapi terdapat 12 % dan 40 % penurunan kandungan K dan Mg. Hal ini menunjukkan adanya siklus internal dan pencucian daun terhadap kedua unsur hara tersebut.

d) Pengembalian hara ke tanah

Unsur hara yang diserap oleh tumbuhan akan mengalami nasib yang berbeda-beda, diantaranya berakumulasi ke dalam biomassa, kembali ke tanah melalui jatuhan serasah dan kematian akar-akar, pencucian dari daun dan akar, peredaran kembali dari daun ke akar untuk digunakan pada tahun berikutnya. Pola distribusi unsur hara yang kembali ke tanah bervariasi menurut tahap perkembangan tegakan dan komposisi jenis tegakan (Binkley, 1986).

Binkley (1986) melaporkan bahwa total serapan N oleh pinus slash (14 tahun) adalah 40 kg/ha; sekitar 40% disimpan dalam biomassa, 2.5% diedarkan kembali ke pohon, sisanya sekitar 57.5% dikembalikan ke tanah melalui serasah,dan tidak ada yang tercuci dari daun. Berbeda halnya dengan K yang jumlah serapannya sekitar 10.6 kg/ha; sekitar 35% tersimpan dalam biomassa, 37% kembali ke tanah melalui serasah, 28% kembali ke tanah melalui pencucian daun, dan tidak ada yang diedarkan kembali ke pohon sebelum daun jatuh. Namun pola distribusi unsur hara ini berubah dengan

bertambahnya umur, dimana pengembalian hara (N dan K) meningkat sebelum daun jatuh.

Selanjutnya, Mailly et al. (1997) melaporkan bahwa kandungan lima unsur hara makro dari jatuhan daun ditentukan oleh tahap perkembangan kebun talun, dimana pada tahun pertama dan kedua tahap pertanaman (tanaman pangan) kandungan haranya secara berurutan adalah N>Ca>K>Mg>P, sementara pada tahap dengan bambu (awal bera dan kebun talun tua) urutan kandungan haranya adalah N>K>Mg>Ca>P.

Dokumen terkait